• Tidak ada hasil yang ditemukan

 Pasar lokal dan regional Pasar eksport, dengan tujuan Hongkong,  Singapura, China, Eropa  (sebagian kecil) Kapasitas ekspor:  18 ton/bulan Tujuan ekspor terbesar kopi bubuk  (60%) ke  Singapura

Pada kegiatan ekspor yang dilakukan eksportir dari wilayah-wilayah produsen di Sumatera Selatan umumnya dilakukan dengan dua sistem pemasaran yakni pemasaran langsung dan pemasaran tidak langsung. Jenis kopi yang diekspor oleh pengusaha adalah kopi jenis Robusta berupa biji kopi (green coffee) dengan kualitas EK-1 Robusta grade 3, EK-1 Robusta grade 4, Robusta Triange, EK-1 Robusta

grade 5. Untuk pangsa pasar ekspor kopi yang menggunakan sistem pemasaran secara langsung dilakukan melalui wakil pembeli (buying representatif) dari negara tujuan. Tugas dari buying representatif adalah mencari informasi sumber-sumber bahan baku yang mereka perlukan, utama melakukan pengecekan kualitas produk sebelum diekspor (preshipment inspection) dan juga melakukan negosiasi pembelian dengan pihak eksportir. Sedangkan untuk pangsa pasar yang menggunakan perantara yang umumnya berasal dari Singapura, baru kemudia diekspor ke megara tujuan. Hal ini harus dilakukan karena image produk negara produsen yang kadangkala dianggap belum dapat memenuhi keinginan pasar sehingga harus melalui Negara perantara yang lebih dipercaya pasar internasional.

4.1.2. Aspek Teknis dan Produksi Kopi (Kajian Pustaka)

Tanaman kopi (coffea. sp) yang ditanam di perkebunan rakyat pada umumnya adalah kopi jenis Arabica (Coffea Arabica), Robusta (Coffea Canephora), Liberika (Coffea liberica) dan hibrida (hasil persilangan antara 2 varietas kopi unggul). Beberapa klon kopi unggul, khususnya untuk kopi arabika telah disebarkan luaskan di sentra-sentra penghasil kopi.

Pada bagian pembibitan, hal yang perlu diperhatikan antara lain pengadaan bibit yang harus menggunakan bibit bersetifikat, terutama apabila proyek membutukan bibit dalam jumlah besar. Untuk itu perlu kerja sama dengan Dinas Perkebunan setempat atau langsung menghubungi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember. Demikian juga dalam hal kerawanan menghadapi serangan penyakit. Selain itu, karena kopi Arabika mensyaratkan ketinggian lokasi tertentu disamping persyaratan teknis lainnya, maka penentuan lokasi proyek harus dikaji secara cermat.

Dalam hal pengolahan, kemungkinan tidak setiap lokasi pengembangan (ekstensifikasi, intensifikasi) terdapat usaha besar yang mempunyai fasilitas pengolahan kopi basah (wet processing) menjadi kopi biji (kopi beras). Dalam hal ini, petani kopi bisa menjual kepada eksportir kopi dalam bentuk biji kopi beras. Karena itu, dalam rancangan proyek perlu ditambahkan fasilitas pengolahan untuk menghasilkan biji kering tersebut.

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl. Sedangkan kopi arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari lokasinya dari pada kopi robusta, yaitu antara 500 - 1.700 m dpl.

Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun, mempunyai bulan kering (curah hujan <100 mm per bulan) selama 3 - 4 bulan dan diantara bulan kering tersebut ada periode kering sama sekali (tidak ada hujan) selama 2 minggu - 1,5 bulan.

Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan. Hal ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga. Angin berperan dalam membantu proses perpindahan serbuk sari bunga kopi dari tanaman kopi yang satu ke lainnya. Kondisi ini sangat diperlukan terutama untuk jenis kopi yang self steril.

Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu dengan pH 4,5 - 6 untuk robusta dan pH 5,0 - 6,5 untuk kopi arabica. Lahan yang digunakan untuk penanaman kopi dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar, cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari lahan konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.

Penanaman bibit kopi sebaiknya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan, sebab tanaman kopi yang baru ditanam pada umumnya tidak tahan kekeringan. Tanaman kopi robusta dianjurkan untuk ditanam dengan jarak 2,5 x 2, 5 m atau 2, 75 x 2, 75 m, sedangkan untuk jenis arabika jarak tanamnya adalah 2,5 x 2,5 m, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan sekitar 1.600 pohon/ha. Untuk penyulaman, sebaiknya dicadangkan lagi 400 pohon/ha. Sebelum tanaman kopi ditanam, harus terlebih dahulu ditanam tanaman pelindung, seperti lamtoro gung, sengon laut atau dadap yang berfungsi selain untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari langsung, juga meningkatkan penyerapan N (Nitrogen) dari udara pada tanaman-tanaman pelindung yang mengandung bintil akar.

Tanaman kopi sering ditanam di lahan yang berlereng. Untuk menghindari erosi dan menekan pertumbuhan gulma dapat ditanam penutup lahan (cover crop) seperti colopogonium muconoides, Vigna hesei atau Indigovera hendecaphila.

Pupuk yang digunakan pada usahatani kopi ini adalah pupuk organik, pupuk kandang dan kapur. Penggunaan pupuk ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terdapat perbedaan volume penggunaan pupuk dari tahun ke–0 sampai dengan tahun ke 6. Untuk tahun selanjutnya sampai dengan tahun ke–9, penggunaan pupuk dengan dosis yang sama dengan tahun ke 6.

Hama yang sering menyerang tanaman kopi, adalah penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei), penggerek cabang coklat dan hitam (Cylobarus morigerus dan Compactus), kutu dompolan (Pseudococcus citri), kutu lamtoro (Ferrisia virgata), kutu loncat (Heteropsylla, sp) dan kutu hijau (Coccus viridis). Sedangkan penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia vastantrix), jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit akar hitam dan coklat (Rosellina bunodes dan R. arcuata), penyakit bercak coklat dan hitam pada daun (Cercospora cafeicola), penyakit mati ujung (Rhizoctonia), penyakit embum jelaga dan penyakit bercak hitam dan buah (Chephaleuros coffea). Adapun jenis gulma yang sering menganggu tanaman kopi antara lain adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), teki (cyperus rotudus), cyanodon dactylon, Salvia sp, Digitaria sp, Oxalis sp, dan Micania cordata.

Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian 12 m dengan pencabangan yang rimbum dan tidak teratur. Hal ini akan menyebabkan tanaman terserang penyakit, tidak banyak menghasilkan buah dan sulit dipanen buahnya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemangkasan pohon kopi terhadap cabang-cabang dan batang-batangnya secara teratur. Ada empat tahap pemangkasan tanaman kopi yang sering dilakukan, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer dan pemangkasan peremajaan.

Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5–3 tahun.

Jumlah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7–9 tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9-15 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi robusta dan 5-7 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi arabika. Namun demikian, bila tanaman kopi dipelihara secara intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun.

Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam satu siklus produksi (dapat berlangsung hingga tahun ke-21), studi ini membuat asumsi produktivitasnya tanaman seperti terlihat pada Tabel 9. Rata-rata produktiitas dalam 21 tahun adalah 441 kg/ha.

Tabel 9   Perkiraan Produktivitas Biji Kopi Kering 14% (kg/ha) 

Tahun Asumsi Produksi (Kg/Ha)

3 350 4 400 5 450 6 550 7 600 8 650 9 650 10 600 11 550 12 500 13 500 14 450 15 450 16 400 17 400 18 400 19 350 20 350 21 300

Tanaman kopi ditanam untuk menghasilkan buah kopi yang fungsi utamanya digunakan sebagai bahan minuman penyegar. Penanganan pasca panen yang baik akan menentukan kualitas biji kopi. Pengolahan biji kopi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah (wet process) dan cara kering (dry process). Pada cara basah (mutu WIB) memerlukan proses yang cukup memakan waktu dan tenaga, antara lain dengan melakukan proses fermentasi biji, sehingga hanya dilakukan di perkebunan besar. Sedangkan cara kering (mutu OIB untuk perkebunan dan GB untuk rakyat), umumnya dilakukan oleh petani karena prosesnya yang lebih sederhana dari pada proses basah. Kedua cara tersebut akan menentukan kualitas kulit tanduk dan kulit arinya.

4.1.3. Aspek Keuangan Usaha Kopi (Kajian Pustaka)

Aspek keuangan ini dideskripsikan dalam bentuk perhitungan biaya investasi, dan analisis kelayakan finansial dari usahatani kopi selama umur produktifnya, yang disajikan berikut ini:

(a) Biaya Investasi

Perhitungan biaya investasi usahani kopi ini dihitung untuk investasi per hektar, dengan kondisi lahan udah tersedia (sudah dimiliki petani)). Asumsi yang dibuat dalam perhitungan ini adalah :

1. Usahatani kopi yang dianalisis adalah kopi organik, sehingga semua penggunaan pupuk dan pestisida menggunakan bahan-bahan organik tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia.

2. Umur produktif kopi dihitung selama 21 tahun dengan produksi pertama dimulai pada tahun ke tiga.

Sumber modal dalam usahatani kopi ini diasumsikan berasal dari modal yang dimiliki petani, sehingga dalam perhitungannya tidak menghitung perkiraan angsuran pinjaman yang harus dibayar oleh petani.

Tabel 10  Biaya investasi perkebunan kopi per ha 

No. Komponen biaya dan manfaat Tahun

0 1 2 I. Biaya Investasi A. Tanaman 13,249,940 5,346,000 7,601,400 1. Tenaga Kerja 2,900,000 1,320,000 1,320,000 2. Bahan 7,440,000 3,540,000 4,040,000 3. Peralatan 1,705,400 - 1,705,400 4. Kontingensi 1,204,540 486,000 536,000

Biaya Investasi Total 13,249,940 5,346,000 7,601,400 C. Management Fee (5%) 662,497 267,300 380,070 D. Premi Asuransi (1,5%) 198,749 80,190 114,021 II. Biaya Investasi Bersih 14,111,186 5,693,490 8,095,491

III. Biaya Operasional 0 4,860,000 5,360,000

1. Tenaga Kerja 0 1,320,000 1,320,000

2. Bahan 0 3,540,000 4,040,000

4. Management fee (5%) 0 0 0

IV. Biaya Total (II+III) 14,111,186 10,553,490 13,455,491 (b) Sumber Modal

Sumber modal dalam pembiayaan usahatani kopi ini diasumsikan berasal dari dana mandiri petani, tidak ada dana pinjaman. Dengan demikian perhitungan biaya produksi tidak mengeluarkan pembayaran (cicilan) biaya pinjaman.

(c) Analisis Kelayakan Finansial

Analisa kelayakan finansial yang dilakukan dalam usahatani kopi ini diasumsikan sebagai usahatani kopi organik, sehingga semua penggunaan pupuk dan pestisida menggunakan bahan-bahan organi (tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia). Pendekatan yang dipakai untuk melihat kelayakan proyek ini dari segi finansial adalah dengan menggunakan kriteria investasi yang meliputi arus kas, proyeksi rugi laba, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefif Cost Rate B/C). (d) Proyeksi Arus Kas

Proyeksi arus kas (cash flow) merupakan perhitungan jumlah dana yang masuk dan keluar selama umur proyek. Berdasarkan asumsi dan umur produktif tanaman (21 tahun), dengan umur belum produktif dari tahun 0 sampai dengan tahun ke 2, maka dapat diketahui bahwa saldo kas yang defisit terjadi pada tahun ke 0, 1 dan 2 dikarenakan tanaman kopi belum berproduksi sehingga belum ada penerimaan. Kendatipun demikian, secara keseluruhan saldo kas kumulatif selalu surplus. Kredit dari proyek ini dapat dilunasi selama tiga tahun setelah berproduksi.

(e) Proyeksi Rugi Laba

Proyeksi rugi laba di hitung dari selisih penerimaan yang bersumber dari proyeksi hasil penjualan biji kopi dengan biaya yang dikeluarkan (termasuk penyusutan) amortisasi dan bunga bank) per tahun. Berdasarkan data proyeksi rugi laba dapat di ketahui bahwa selama tanaman menghasilkan proyek ini tidak mengalami rugi.

(f) NPV, IRR dan B/C

Net Present Value (PV) dihitung berdasarkan selisih antara nilai sekarang atas penerimaan benefit yang telah didiskonto) yang akan di terima dikurangi dengan nilai sekarang atas biaya pengeluaran (cost yang telah didiskonto) yang akan dikeluarkan selama umur proyek. Nilai NPV dari proyek ini adalah Rp.33.316.346.

IRR adalah tingkat bunga discounted factor rate yang mempersamakan nilai sekarang (present value) penerimaan dengan nilai sekarang jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur proyek. Hasil perhitungan nilai IRR untuk proyek ini adalah 34,68%.

Benefit Cost Ratio (B/C) adalah nilai perbandingan antara benefit pada tingkat bunga yang berlaku (discount factor) dengan cost yang didiskonto dengan tingkat bunga yang sama selama umur proyek. Hasil perhitungan B/C proyek ini adalah 1,27.

Tabel 11 Hasil Perhitungan Kelayakan Finansial Usahatani Kopi Organik

No Jenis Kriteria Kelayakan Nilai Kriteria

1 B/C ratio 1,27 Layak

2 NPV Rp.33.316.346 Layak

3 IRR 34,68% Layak

Berdasarkan hasil perhitungan NPV, dan B/C di atas dapat disimpulkan bahwa budidaya kopi organik layak untuk diusahakan. Selanjutnya, mengingat sumber modalnya berasal dari petani sendiri, maka tidak dilakukan analisis sensitivitas.

4.1.4. Kajian Empiris Hasil Survey: Aspek Pemasaran Kopi

Komoditi kopi merupakan jenis komoditi yang terpilih berdasarkan hasil baseline survey yang dilakukan di Desa Karang Panggung untuk dikembangkan sebagai sebagai salah satu usaha penggerak ekonomi masyarakat di wilayah ini. Dari analisis terhadap hasil survey lapangan menunjukkan bahwa pemasaran kopi di Desa Karang Panggung Kabupaten Musi Rawas dilakukan dalam bentuk produk kopi bubuk.

Petani yang mengusahakan kopi di Desa Karang Panggung ini tergabung dalam kelompok tani dengan produksi kopi bubuk yang dijual hasil penggilingan dari biji kopi yang diusahakan oleh anggota kelompok. Pengembangan usaha kopi bubuk ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat, sejak lebih kuran 5 tahun yang lalu, namun penjemuran, penggorengan dan penggilingan biji kopi masih dilakukan secara tradisional dengan peralatan seadanyan. Karena keterbatasan peralatan bahkan banyak petani kopi di wilayah ini hanya menjual dalam bentuk biji kopi saja. Peningkatan pemasaran kopi bubuk ini menjadi produk yang mulai terkoordinir dilakukan sejak adanya program bantuan dan binaan dari Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Kabupaten Musi Rawas. Binaan dan bantuan tersebut bertambahan dengan adanya program bantuan dan binaan juga dari KPHP Lakitan dan Bioclime, hingga menjadi Unit Usaha Masyarakat Produksi Kopi Selangit.

Kopi bubuk yang dihasilkan Kelompok Tunas Harapan yang menjadi Unit Usaha Masyarakat di Desa Karang Panggung ini mayoritas masih dijual pada pasar lokal desa dan kecamatan serta ke pedagang pengumpul di Kota Lubuk Linggau. Hal ini dikarenakan, produksi yang dihasilkan masih terbatas, dan produk kopi ini belum memiliki izin resmi dari BPOM dan kelompok ini juga belum memiliki izin usaha resmi (SIUP/SITU), selain itu juga pengetahuan dan keterampilan untuk menembus pasar luar wilayah kabupaten masih rendah. Mengingat produksi bahan baku biji kopi masih relatif rendah dikarenakan luas lahan pengusahaannya juga masih terbatas, dan petani yang

mau bergabung dalam kelompok juga masih rendah, maka volume produksi pada setiap minggu penjualan rerata 25 Kg kopi bubuk, dengan harga penjualan rerata Rp.60.000,-/Kg. Saluran pemasaran yang dilalui beserta harga jual yang diperoleh oleh kelompok tani kopi di desa ini ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Saluran Pemasaran Kopi Bubuk di Desa Karang Panggung

Pemasaran kopi bubuk tersebut dilakukan kelompok tani ini dengan cara membawa langsung ke pedagang pengumpul setiap bulan jika kopi bubuk yang dihasilkan cukup banyak >25 Kg per minggu, namun jika kelompok hanya mampu memproduksi sedikit (<25 Kg per minggu) umumnya kopi bubuk tersebut hanya dijual ke pengecer di toko-toko dan warung-warung yang ada di Desa Karangan Panggung dan Kecamatan Selangit dengan cara dititipkan dengan pembayaran 40% di muka, dan sisanya (60%) setelah kopi yang dititipkan habis terjual. Umumnya produk kopi yang dijual ke pedagang pengecer tersebut dikemas dalam 3 bentuk kemasan, yaitu kemasan dengan berat 0,25 Kg, kemasan 0,50 Kg dan kemasan 1 Kg, sesusai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Dari aspek persaingan, untuk pasar tingkat desa dan kecamatan, produksi kopi selangit ini belum memiliki persaingan yang berarti. Produksi kopi dari kelompok tani Desa Karang Panggung termasuk jenis kopi yang diminati konsumen di tingkat desa dan kecamatan. Namun untuk pasar tingkat kabupaten (Kota Lubuk Linggau) tingkat persaingan produsen kopi sangat tinggi. Hal ini dikarenakan Kota lubuk Linggau sebagai ibukota Kabupaten Musi Rawas merupakan wilayah perlintasan yangberbatasan langsung dengan kabupaten dan provinsi lain, sehingga produsen kopi yang ada di kota ini cukup banyak dan variatif. Berbagai macam produk dan merk kopi dijual di pasara Lubuk Linggau. Secara keseluruhan produk kopi selangit ini masih kalah bersaing dengan kopi bubuk lainnya di pasar Kota lubuk Linggau karena produk ini terkendala belum ada izin BPOM dan bentuk izin lain yang melegalkan produk makanan di pasaran, sehingga kalah bersaing dengan produk kopi lainnya yang telah memiliki izin, yang tentu saja lebih Petani/Home Industry kopi bubuk Warung/Toko di Desa dan Kecamatan Pedagang Besar / Eksportir Pedagang Pengumpul di Kecamatan Selangit Volume Penjualan 25 Kg/minggu Hj : Rp.60.000/Kg Konsumen

dipercaya konsumen dan mau diterima oleh toko pengecer.

Dari hasil analisis aspek pemasaran kopi bubuk di lokasi ini menunjukkan bahwa pada aspek pemasaran, pengusahaan kopi bubuk di desa ini tergolong layak, dikarenakan kelompok tani untuk pasar lokal yang memang menjadi target pasar utama tidak bermasalah dengan pasar, harga jual juga sudah memberikan keuntungan pada petani, dan tingkat pada persaingan pada pasar lokal juga masih rendah. Namun demikian untuk pengembangan ke depan, maka pada aspek pemasaran, rekomendasi perbaikan yang harus dilakukan adalah :

1. Pengurusan izin usaha dan izin BPOM harus segera dilakukan melalui kerjasama dengan Dinas Perkebunan/Dinas Perindustrian agar diberikan bantuan bimbingan dan akses pengurusan.

2. Perlu ditindaklanjuti spesifikasi produk kopi yang mengarah kepada kopi organik karena dalam budidayanya tidak menggunakan pupuk kimia/pestisida agar menjadi produk kopi yang memiliki ciri khas guna merebut pasar.

3. Kerjasama dengan Dinas Perkebunan serta Dinas Perindustrian untuk pembinaan dan bantuan pengembangan melalui program kerja SKPD tersebut

4.1.5. Kajian Empiris Hasil Survey: Aspek Teknis dan Produksi Kopi

Dari hasil survey lapangan menunjukkan bahwa Desa Karang Panggung secara teknis memang memiliki persyaratan tumbuh yang diinginkan tanaman kopi untuk dapat tumbuh dengan baik. Secara teknis, kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400– 700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl. Sedangkan kopi arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari lokasinya dari pada kopi robusta, yaitu antara 500–1.700 m dpl. Desa Karang Panggung secara topografi memiliki memiliki ketinggian wilayah 400-500 m dpl sehingga memang cocok untuk ditanami tanaman kopi, khususnya pada bagian wilayah desa yang ketinggiannya > 400 m dpl.

Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun, dan Desa Karang Panggung sendiri memiliki curah hujan yang bervariasi namun berada pada kisaran curah hujan 2.500 - 3000 mm per tahun. Sinar matahari yang menyinari wilayah ini juga tergolong banyak, sehingga cukup membantu pertumbuhan kopi.

Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik. Kondisi tanah yang demikian memang ditemukan di Desa Karang Panggung, dimana dengan jenis tanah Podsolik yang subur, desa cocok untuk ditanami kopi, bahkan petani kopi di wilayah ini tidak melakukan pemupukan karena tanahnya

dianggap sudah subur dan kaya akan bahan organik, sehingga tidak perlu pemupukan lagi. Perawatan yang tidak menggunakan pupuk kimia dan tidak dilakukan penyemprotan pestisida membuat produksi kopi di wilayah ini dikatakan petani sebagai kopi organik. Namun karena belum ada sertifikasi organik secara resmi pada kebun kopi petani, maka hasil produksinya belumm dapat dikatakan kopi organik, apalagi kebun kopi petani bersebelahan dengan kebun usahatani lain yang belum diketahui penggunaan bahan kimianya. Namun secara umum, produksi kopi ini relatif sehat karena minimal tidak menggunakan pupuk kimia dan tidak ada penyemprotan pestisida.

Tanaman kopi di desa ini, sudah dapat berproduksi sejak umur 3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rerata kopi yang ditanam kelompok tani ini terawat dengan baik dan memiliki lingkungan yang baik juga. Adapun produksi yang dihasilkan dari kebun petani rerata 200 Kg per bulan per hektar. Namun produksi ini hanya terjadi tidak sepanjang tahun, hanya pada periode panen utama saja (April-Juni), sedangkan sisanya selama 4 bulan berikutnya biasa disebut dengan buah selang, dengan produksi rerata sebanyak 60 Kg/bulan.

Pada teknis pengolahan pasca panen penanganan pasca panen yang baik akan menentukan kualitas biji kopi yang dihasilkan. Pengolahan biji kopi yang dilakukan kelompok ini umumnya dilakukan cara kering (dry process), dimana biji kopi digiling menjadi kopi bubuk, setelah melalui proses pengeringan (penjemuran), penggorengan, pendinginan dan selanjutnya digiling menjadi kopi bubuk. Setiap bulan produksi kopi bubuk yang dihasilkan kelompok adalah sebanyak 35 Kg, dengan konversi biji kopi menjadi kopi bubuk 10 : 7, artinya dari 10 Kg biji kopi kering mampu menghasilkan 7 Kg kopi bubuk. Volume produksi ini sebenarnya belum maksimal dikarenakan bahan baku yang dihasilkan dari usahatani kelompok ini masih terbatas. Petani lain yang bukan anggota kelompok masih belum banyak yang mau memanfaatkan mesin penggilingan kelompok, karena sebagian lebih menyukai menjual dalam bentuk biji kopi, dan sebagian lagi merasa kelompok ini belum memiliki hitungan yang jelas dalam membagi keuntungan jika kopi tersebut digiling bersama.

Kopi bubuk yang dihasilkan oleh kelompok tani ini adalah kopi bubuk murni tanpa campuran apapun, yang berasal dari kebun kopi masing-masing anggota kelompok. Dalam proses teknis pengolahannya, kendala yang masih dihadapi adalah keterbatasan mesin pengupas yang masih dilakukan secara manual, sehingga memerlukan tenaga kerja yang cukup besar.

4.1.6. Kajian Empiris Hasil Survey: Aspek Keuangan Usaha Kopi

Aspek keuangan dari hasil survey lapangan ini dideskripsikan dalam bentuk perhitungan biaya produksi hanya pada usaha industri kopi bubuknya saja, dengan mesin bantuan Bioclime.

Produksi kopi bubuk kelompok tunas harapan yang berada di Desa Karang Panggung ini berproduksi setiap minggum, dengan rerata kopi bubuk yang dihasilkan

Dokumen terkait