• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koreksi Fiskal Terhadap Transaksi Transfer Pricing

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

B. Analisis Hasil Penelitian

3. Koreksi Fiskal Terhadap Transaksi Transfer Pricing

Menurut pasal 18 ayat (3) Undang-Undang No. 36 tahun 2008, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan kena pajak bagi PT. PSPI sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Comparable

Uncontrolled Price Method sangat mudah digunakan untuk menguji

kewajaran harga jual suatu produk. Metode ini mengevaluasi kewajaran transaksi transfer pricing dengan menggunakan tingkat harga yang terjadi pada transaksi perusahaan dengan pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa.

Adanya perlakuan istimewa yang diberikan PT.PSPI kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan memberikan harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan harga jual yang diberikan kepada pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa mengakibatkan harga jual menjadi tidak wajar. Berdasarkan transaksi transfer pricing terhadap penjualan tersebut maka harga pasar sebanding atas barang yang sama adalah harga jual kepada pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Dengan demikian harga jual yang wajar adalah Rp. 345.916. Harga jual wajar yang ditetapkan merupakan harga jual yang sudah termasuk PPn sebesar 10%.

Nilai penjualan bersih tahun 2006 yang seharusnya diakui oleh PT. PSPI adalah Rp. 7.250.399.360 (20960 set x Rp. 345.916). Maka dari terdapat selisih penjualan bersih tahun 2006 sebesar Rp. 195.517.100 (Rp. 7.250.399.360 – Rp. 7.054.882.260). Berdasarkan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, nilai penjualan bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima. Oleh karena itu, selisih antara nilai penjualan bersih yang seharusnya diakui dengan nilai penjualan bersih yang diakui merupakan objek pajak sehingga akan menambah laba kena pajak sebesar Rp. 195.517.100. Penambahan laba kena pajak akan menyebabkan pajak penghasilan terutang akan bertambah sebesar Rp. 58.655.130 (30% x Rp 195.517.100).

b. Koreksi Fiskal Terhadap Batas Waktu Pelunasan Piutang

Adanya perlakuan yang beda dari PT. PSPI terhadap waktu pelunasan piutang kepada pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Beberapa pihak yang memiliki hubungan istimewa tidak dikenakan penalti bunga, meskipun tanggal pelunasan piutangnya telah lewat jatuh tempo. Sedangkan pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa tetap dikenakan penalti bunga jika pelunasan piutangnya telah lewat jatuh tempo.

Berdasarkan pasal 4 ayat (1)f Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, penalti bunga yang seharusnya dikenakan kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa karena terlambat melunasi piutangnya merupakan objek pajak. Penalti bunga akan mengakibatkan pendapatan bunga pinjaman yang seharusnya diterima oleh PT. PSPI semakin besar. Pendapatan bunga perusahaan yang belum diakui karena tidak mengenakan penalti bunga terhadap pihak yang memiliki hubungan istimewa karena terlambat melunasi piutangnya dalam tahun 2006 adalah Rp. 5.584.893 (lihat tabel 4.4). Pada saat pemeriksaan pajak, pendapatan bunga tersebut akan menambah laba kena pajak sebesar Rp. 5.584.893. Penambahan laba kena pajak akan menyebabkan pajak penghasilan terutang akan bertambah sebesar Rp. 1.675.467 (30% x Rp. 5.584.893).

Tabel 4.4

Daftar keterlambatan pembayaran terhadap piutang penjualan dari pihak yang memiliki hubungan istimewa Perusahaan Jumlah Piutang Tanggal Transaksi Tanggal Jatuh Tempo Tanggal Pelunasan Keterlambatan Pembayaran (Bulan) Bunga 24% per tahun

DC 31.562.500 10 Jan ‘06 10 Feb ‘06 25 Apr ‘06 2 1.262.500

SCE 22.242.500 2 Mar ‘06 2 Apr ‘06 18 Juni ‘06 2 889.700

EI 24.092.000 8 Apr ‘06 8 Mei ‘06 10 Juli ‘06 2 963.680

CWA 18.599.875 17 Mei ‘06 17 Juni ‘06 19 Agst ‘06 2 743.995

IPI 12.737.500 10 Juli ‘06 10 Agst ‘06 4 Sept ‘06 1 254.750

CCS 20.017.500 7 Agst ‘06 7 Sept ‘06 3 Nov ‘06 2 800.700

SCE 33.478.400 9 Sept ‘06 9 Okt ‘06 15 Nov ‘06 1 669.568

TOTAL 162.730.275 5.584.893

Sumber: Daftar Pelunasan Piutang PT. PSPI Tabel 4.5

Daftar keterlambatan pembayaran terhadap piutang penjualan dari pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa Perusahaan Jumlah Piutang Tanggal Transaksi Tanggal Jatuh Tempo Tanggal Pelunasan Keterlambatan Pembayaran (Bulan) Bunga 24% per tahun

PT. A 75.786.000 14 Jan ‘06 14 Feb ‘06 20 Mar ‘06 1 1.515.720

PT. B 111.412.500 11 Feb ‘06 11 Mar ‘06 16 Apr ‘06 1 2.228.250

PT. C 52.141.250 24 Apr ‘06 24 Mei ‘06 23 Juni ‘06 1 1.042.825

PT. D 49.138.750 6 Juni ‘06 6 Juli ‘06 10 Sept ‘06 2 1.965.550

PT. E 134.010.000 12 Okt ‘06 12 Nov ‘06 12 Des ‘06 1 2.680.200

PT. F 66.988.125 20 Okt ‘06 20 Nov ‘06 22 Des ‘06 1 1.339.762,5

PT. G 53.608.500 26 Okt ‘06 26 Nov ‘06 25 Des ‘06 1 1.072.170

TOTAL 543.085.125 11.844.477,5

Sumber: Daftar Pelunasan Piutang PT. PSPI

c. Koreksi Fiskal Terhadap Bunga Pinjaman

Kewajaran bunga pinjaman dapat dilihat dari suku bunga pinjaman setiap tahunnya. Suku bunga dapat dikatakan wajar apabila suku bunga pinjaman ada dalam batas suku bunga pasar atau suku bunga pinjaman kepada pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Suku bunga dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah bunga pinjaman dengan jumlah pinjaman dari tahun yang bersangkutan.

Suku bunga pinjaman antar pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa tahun 2006:

Rp. 248.083.500

Suku bunga pinjaman antar pihak yang memiliki hubungan istimewa tahun 2006:

= 18,3% Rp 1.355.647.536

Rp. 763.346.425

Berdasarkan perbandingan kedua suku bunga di atas menunjukkan bahwa suku bunga pinjaman antar pihak yang memiliki hubungan istimewa lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga pinjaman antar pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Koreksi fiskal terhadap rendahnya bunga pinjaman antar pihak yang memiliki hubungan istimewa merupakan koreksi negatif karena koreksi tersebut mengakibatkan bertambahnya jumlah beban bunga sehingga laba kena pajak semakin kecil. Berkurang laba kena pajak menyebabkan pajak penghasilan terutang akan semakin kecil.

Meskipun perbedaan suku bunga pinjaman tidak berpengaruh terhadap laba kena pajak dan pajak penghasilan yang terutang, perbedaan tersebut berpengaruh terhadap berkurangnya potongan pajak penghasilan pasal 23.

= 17,8% Rp. 4.288.463.057

Tabel 4.6

Analisis Transaksi Transfer Pricing Terhadap Koreksi Fiskal Bunga Pinjaman

Keterangan Menurut Perusahaan Menurut Fiskal Selisih

Bunga Pinjaman 1.011.429.925 1.033.681.246 22.251.321

PPh 23 atas Bunga 151.714.488 155.052.186 3.337.698 Sumber: Daftar Bukti Potong PPh 23

Total bunga pinjaman yang diakui PT. PSPI pada tahun 2006 adalah Rp. 1.011.429.925, tetapi menurut pajak total bunga pinjaman yang seharusnya diakui oleh PT. PSPI harus sesuai dengan suku bunga yang wajar adalah Rp. 1.033.681.246 (18,3% x Rp. 5.648.531.400). Selisih antara total bunga pinjaman yang diakui dengan total bunga pinjaman menurut pajak sebesar Rp. 22.251.321. Maka dari itu, potongan pajak penghasilan pasal 23 yang masih harus bayar oleh PT. PSPI adalah Rp. 3.337.698 (15% x Rp. 22.251.321).

Tabel 4.7

Koreksi Fiskal Pajak Penghasilan Terhadap Transaksi Transfer Pricing

Keterangan Laporan Keuangan

Komersial

Koreksi Fiskal Laporan Keuangan Fiskal Penjualan Bersih

Harga pokok Penjualan Laba Kotor

Beban Operasional Laba Bersih

Penghasilan Lain-Lain* Beban Lain-Lain Laba Sebelum Pajak

Pajak Penghasilan Terutang* Kredit Pajak:

PPh 23 PPh 25 PPh 29

PPh Kurang Bayar Laba Setelah Pajak

7.054.882.260 (3.727.663.190) 3.327.219.070 (2.693.152.680) 634.066.390 29.592.530 (422.470) 663.236.450 181.470.935 151.714.488 7.454.334 6.623.660 15.678.453 647.557.997 195.517.100 5.584.893 3.337.698 7.250.399.360 (3.727.663.190) 3.522.736.170 (2.693.152.680) 829.583.490 35.177.423 (422.470) 864.338.443 341.801.532 155.052.186 7.454.334 6.623.660 72.671.352 691.667.091 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan PT. PSPI

Keterangan:

*PPh Terutang (Laporan Keuangan Komersial) 10% x Rp. 50.000.000 = Rp. 5.000.000 15% x Rp. 50.000.000 = Rp. 7.500.000 30% x Rp. 563.236.450 = Rp. 168.970.935 Rp. 181.470.935 *PPh Terutang (Laporan Keuangan Fiskal) 10% x Rp. 50.000.000 = Rp. 5.000.000 15% x Rp. 50.000.000 = Rp. 7.500.000 30% x Rp. 764.338.443 = Rp. 229.301.532 Rp. 341.801.532

*Penghasilan lain-lain yang dikoreksi adalah penghasilan terhadap penalti bunga yang seharusnya dikenakan terhadap pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa karena terlambat melunasi piutangnya. Penghasilan tersebut menjadi objek pajak dalam menghitung pajak penghasilan terutang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait