IV.2.2. Fluktuasi tutupan karang dan anomali suhu
4.2.2.3. Korelasi anomali dan tutupan karang tahun 2004
Pada tahun 2004, trend anomali air mengalami anomali dengan tinggi 1,50 C selama 2 minggu. Pada umumnya semua segmen mengalami kenaikan hard coral cover tetapi ada dua wilayah yang mengalami penurunan yakni Labuhan Lalang (3,21%)
100% 56% 200% 44% Mangrove 100% 53% 200% 47% Tanjung Gelap 100% 56% 200% 44% Takad Saru 100% 55% 200% 45% Pos 2
dan S.K. Tanjung yang berada diluar BBNP sebesar 16,54%. Pada Tabel IV.8. diperlihatkan lokasi dan jenis spesies yang mengalami penurunan persentase.
Tabel IV.8. Penurunan untuk beberapa segmen 2004-2005
Pada Tabel diatas dapat dilihat bahwa penurunan terdapat 1 lokasi di BBNP dan secara detail untuk wilayah di luar BBNP terdapat 1 lokasi (S.K Tanjung) terjadi total penurunan 16,6600 %. Kejadian pada tahun ini hampir sama dengan tahun sebelumnya dimana anomali terjadi pada akhir tahun. Hal ini menandakan bahwa spesies terumbu karang sudah dapat mengadaptasi stress akibat kenaikan suhu hingga 4 minggu demikian juga spesies yang termasuk dalam high susceptibility dan low
susceptibility yang mengalami kenaikan. Dari total keseluruhan penurunan yang
terjadi pada tahun ini, maka pada dua wilayah yang dikaji terjadi penurunan sebesar 24,3770%. Penurunan ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan persentase pada tahun sebelumnya. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kemampuan adaptasi oleh terumbu karang yang semakin baik dari tahun ke tahun. Indikasi fisiologi yang sudah diteliti juga menunjukkan memungkinkan spesies low susc. lebih tahan merupakan kemampuan untuk mengatasi stress akibat peningkatan suhu, tetapi tidak faktor lokal (hasil aktivitas manusia).
No .
Lokasi Spesies (kode) Penurunan (%) Low susc. High susc. Kedalaman (meter) 1. Labuhan Lalang PCL PBR ACB 0,4670 3,0800 2,7200 + + + 3 FAV MNT SER 0,1070 7,0260 0,1200 + + + 10 Total 13,5200 2. S.K. Tanjung ACB FAV FNG GON LOB PBR 3,4540 5,0530 0,0400 1,6170 0,2530 0,4400 + + + + + + 3 Total 10,8570 Total Keseluruhan 24,3770
Selain itu, pengambilan antar waktu yang tidak mengalami anomali yang lebih dari 10 C dilihat fluktuasi karangnya. Pada pengambilan kedua dalam rentang waktu 7 bulan (Maret-Oktober 2004) tidak adanya anomali air yang lebih dari 10 C (Gambar IV.3.), tetapi untuk sebagian besar wilayah BBNP mengalami penurunan, sedangkan untuk untuk wilayah yang berada di luar BBNP mengalami kenaikan. Secara detail untuk wilayah BBNP segmen yang mengalami kenaikan adalah Wreck sebesar 2,58%, Kotal 1,26%, dan Tanjung Gelap sedangkan di wilayah luar BBNP hanpir pada semua segment mengalami kenaikan. Pada tahun ini sebenarnya apabila dilihat dari tiap spesies yang ada mengalami penurunan namun untuk beberapa spesies mengalami kenaikan yang sangat berarti sehingga nilainya melebihi jumlah penurunan yang terjadi di wilayah tersebut.
Spesies yang mengalami kenaikan adalah MNT dari 1,16% menjadi 6,213%, OHC 0,76% menjadi 5,627% sedangkan STY dari 0,773% menjadi 8,57%. kenaikan ini tidak terjadi pada kedalaman 10 m dimana kemungkinan bahwa spesies yang lebih muda berada di wilayah 10 m yang rentan terhadap stress lingkungan. Spesies pada Labuhan Lalang yang mengalami kenaikan sebesar 6,293% adalah MNT, 10,09% untuk spesies ACB, dan 4,953% untuk ACA (3 m). Grafik yang ditunjukkan untuk wilayah Tanjung Gelap mengalami kenaikan tetapi untuk wilayah tertentu mengalami penurunan seperti PBR turun dari 27,44% menjadi 16,73% dan PMS dari 22% menjadi 14,73% (10 m), sedangkan pada kedalaman 3 m juga diikuti oleh kedua spesies tersebut yakni 20, 35% untuk PMS dan 14,99% untuk spesies PBR. Secara umum untuk low dan high susceptibility di wilayah ini juga mengalami kenaikan baik untuk kedalaman 3 dan 10 m.
Pengambilan data pada Maret 2005 menunjukkan penurunan di wilayah Mangrove yakni MNT dari 8,5% menjadi 1,2%, PBR dari 35,4% menjadi 9,7% (PBR), 3,213% menjadi 0,067% untuk MNT (10m) sedangkan wilayah Utara Pulau yang mengalami penurunan adalah ACT (2,614%), FAV untuk 2 kedalaman (7,072%), dan PMS
sebesar 3,563%. Untuk Labuhan Lalang penurunan hanya sebesar 2% dan meliputi 2 spesies sedangkan pada umumnya spesies yang lain mengalami kenaikan. Wilayah Tabuhan penurunan sebesar 17,20% dan spesies yang mengalami penurunan adalah PBR (13,844%) pada dua kedalaman dan PBR turun dari 6,307% menjadi 1,99%.
Secara umum gambaran dari pengambilan I hingga akhir pengambilan mengalami kenaikan cover area (Lampiran B). Hal ini sejalan dengan anomali perairan yang mengalami trend menurun (Lampiran E). Anomali yang terjadi pada waktu penelitian menunjukkan bahwa anomali tidak lebih dari 4 minggu atau lebih keccil dari tahun 1998 sehingga terumbu karang pada umumnya sudah dapat beradaptasi. Pemutihan terumbu karang yang disebabkan oleh faktor lain adalah akibat pemangsa lain (Achancaster planci) atau yang lebih dikenal dengan CoTs (crown of thorns
starfish). Kondisi terumbu karang di Wreck telah dicatat sejak tahun 1996 dimana
Setiasih dkk,. (1999), mencatat adanya 7,65% coral cover pada tahun 1996 dan merupakan yang tertinggi dari 4 stasiun yang diteliti oleh Wijonarno (1996), selanjutnya hingga pengambilan terakhir pada tahun 2006 mengalami kenaikan yang signifikan yakni hampir mencapai 50%.
Wilayah kajian juga memiliki keragaman yang sangat luas dari persentase hard coral (HCC). Pada daerah BBNP, menunjukkan bahwa HCC berkisar of 5,92% (mangrove) hingga 57,86% (Tanjung Gelap) sedangkan di wilayah Pemuteran: 16,9% (Pemuteran Timur) hingga 35,91%; Sumber Kima: 6,96% (Sumber Kima Tanjung) hingga 17,45% (Sumber Kima Takad), dan Tabuan: 20,64% hingga 32,52% sedangkan di wilayah Labuan lalang sebesar 4,517% dan 56,35% (Tanjung Gelap) at BBNP; 16,9% (Pemuteran Timur) dan 35,91% (Pemuteran Barat) di Pemuteran; dan 20,64% hingga 33,39% di wilayah Tabuan.
Selanjutnya pada data hasil Lampiran A, terdapat beberapa spesies yang mengalami kenaikan dan penurunan sangat drastis, yakni spesies PBR, ACB, dan MNT. Spesies PBR bahkan mengalami kenaikan sebesar 39,74% dalam satu setengah tahun di
Perbandingan persentase untuk beberapa spesies
Oct-2003 Mar-2004 Oct-2004 Mar-2005 Sep-2005 Feb-2006 Waktu -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 Pe rs e n ta s e PBR : Kelor ACB : Mangrove MNT : Pem. Timur FAV : S.K. Takad PCL : Lab. Lalang
wilayah Tabuhan dan kemudian turun lagi dari 58,09% ke 6,37% dalam 6 bulan, kemudian di Tanjung Gelap sebesar 35,79% selama satu setengah tahun. Spesies ini juga mengalami fluktuasi yang drastis di wilayah Batu Licin, Mangrove, Takad Saru, dan Kelor. Spesies ACB juga mengalami kenaikan yang sangat besar yakni dari 1,68% ke 30% dalam 6 bulan di Mangrove (Gambar IV.19), begitu juga dengan di wilayah S.K. Takad di kedalaman 10 m.
Gambar IV.19. Perbandingan persentase tiap spesies
Pada gambar diatas dapat dilihat perbandingan fluktuasi beberapa spesies di beberapa lokasi. Spesies PBR, ACB, dan MNT merupakan spesies yang mengalami kenaikan dan penurunan sangat drastis. Spesies lainnya seperti FAV dan PCL merupakan spesies yang mengalami fluktuasi tidak drastis yang diperbandingkan dengan ke tiga spesies diatas. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga spesies tersebut sangat rentan terhadap stress yang dialami.
Komparasi lainnya adalah pada saat tidak terjadi anomali tetapi terjadi fluktuasi tutupan karang baik didalam maupun diluar wilayah BBNP seperti yang terlihat pada lokasi Utara Pulau pada bulan Juni hingga Oktober dimana anomali perairan lebih
kecil dari 10 C namun persentase karang juga menurun. Hal ini mungkin diakibatkan stress lokal seperti yang telah dibahas diatas, dimana lokasi ini berdekatan dengan kegiatan pelabuhan yang mempunyai karakteristik sedimentasi yang tinggi. Demikian juga halnya dengan wilayah-wilayah lain. Jadi faktor lokal masih sangat berperan dalam kerusakan karang dibandingkan dengan parameter perubahan iklim untuk masa sekarang. Hal ini juga didasarkan pada masih rendahnya tingkat masyarakat dalam memahami konsep lingkungan.
IV.2.3. Prediksi kenaikan muka laut
Berdasarkan data SSH yang telah dikumpulkan dari tahun 1992 hingga 2007 yang terdapat pada Gambar IV.16., IV.17., dan Lampiran F menunjukkan bahwa untuk wilayah utara dan lokasi lainnya mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda dengan rata-rata muka laut dalam 15 tahun rata-rata. Anomali ekstrem selama waktu kajian adalah pada tahun 1997-1998 dan pada saat ini juga terjadi anomali yang paling tinggi. Kenaikan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kenaikan kota Jakarta sebesar 0,75 cm pertahun. Perbedaan kenaikan ini disebabkan oleh bentuk topographi dari daratan pantai itu sendiri. Dari hasil data yang didapatkan satelit, pada jarak 0-150 m dari pantai ketinggian minimum adalah 3 m. topographi ini termasuk landai, sedangkan wilayah lain ada yang mencapai 20 m.
Jika mengacu pada tingginya kenaikan permukaan laut terhadap kelangsungan hidup terumbu karang, maka untuk 50 tahun mendatang, dengan rata-rata kenaikan per tahun adalah 0,7 cm (IPCC) maka hanya terjadi peningkatan sebesar 35 cm pada tahun 2058. Nilai ini sangat jauh dari kemampuan terumbu karang untuk bertahan hidup dimana kedalaman ekstremnya adalah 50 m. Oleh sebab itu kenaikan muka laut belum dapat dijadikan sebagai stress bagi terumbu karang.