• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Antara Distribusi Cetacea Dengan Faktor Oseanografi .1 Lumba-lumba

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 48-53)

Gambar 52. Grafik korelasi suhu permukaan laut dengan jumlah lumba-lumba pada tiga kondisi yang berbeda

Analisis korelasi untuk lumba-lumba dalam rentang waktu lima tahun (2007-2011) akan dilihat pada kondisi dan waktu-waktu tertentu. Nilai korelasi antara faktor oseanografi (suhu permukaan laut, klorofil-a, dan batimetri) yang dikaji dengan jumlah kemunculan lumba-lumba memiliki nilai yang cukup tinggi. Dari data lima tahun jumlah total lumba-lumba dan data rata-rata suhu permukaan laut tiap bulannya, didapatkan tiga grafik korelasi yang memiliki nilai R2 > 0.70. Grafik 63 a) memperlihatkan kondisi dimana jumlah lumba-lumba yang ditemukan >100 ekor dengan suhu permukaan laut yang berkisar antara 29oC-30.5oC. Grafik 63 c) memiliki nilai korelasi yang paling tinggi diantara ketiga korelasi tersebut karena dalam korelasi ini jumlah lumba-lumba meningkat seiring dengan meningkatnya suhu permukaan laut pada bulan September 2007, Maret; April; dan Juni 2008, Januari 2009, Januari; Mei; dan Oktober 2010. Ini dapat dikatakan bahwa walaupun korelasi pada grafik c) tinggi, tetapi tidak adanya pola dalam bulan pada tiap tahunnya.

Suatu pola dapat terlihat pada Grafik b) yaitu pada saat bulan Maret, April, dan Mei selalu muncul dalam grafik korelasi ini setiap tahunnya dengan nilai R2 = 0.76 atau dapat diartikan bahwa suhu permukaan laut berpengaruh sebesar 76% terhadap kemunculan lumba-lumba pada bulan-bulan tersebut, dan pada ketiga bulan tersebut, suhu permukaan laut memiliki pengaruh paling tinggi dibandingkan bulan lainnya. Bulan Maret, April dan Mei masuk kedalam musim peralihan I. Apabila dilihat pada Gambar 61 a), sebaran lumba-lumba pada musim ini cukup banyak. Grafik ini juga menunjukan bahwa semakin rendah suhu permukaan lautnya, semakin banyak jumlah lumba-lumba yang ditemukan. Ini

dimungkinkan karena adanya aktivitas upwelling di perairan Raja Ampat saat ditemukannya lumba-lumba dengan jumlah yang cukup banyak.

Gambar 53. Grafik korelasi klorofil-a dengan jumlah lumba-lumba pada dua kondisi yang berberda

Kondisi yang ditemukan dalam kedua grafik diatas untuk korelasi antara klorofil-a dengan jumlah kemunculan lumba-lumba cukup sama apabila dilihat dari besarnya nilai korelasi. Grafik pada Gambar 62 a) memiliki nilai R2 = 0.7935 sedangkan grafik pada Gambar 62 b) memiliki nilai R2 = 0.7958. Tetapi, grafik a) lebih memiliki pola dalam bulannya, sama seperti grafik pada Gambar 61 b), bulan Maret, April maupun Mei selalu muncul tiap tahunnya pada kelompok korelasi tersebut. Grafik a) juga menunjukan bahwa semakin tinggi kandungan klorofil-a yang berada di perairan, semakin banyak jumlah lumba-lumba yang muncul. Ini mendukung teori pada grafik suhu permukaan laut b) dimana dikatakan kemungkinannya terjadinya upwelling pada bulan-bulan tersebut. Upwelling dapat menyebabkan produktivitas primer yang tinggi yang menjadi dasar rantai makanan yang mampu mendukung cetacea (Huffard, et al., 2010). Fenomena upwelling ini dapat berubah-ubah setiap musimnya dan tidak menentu, maka dari itu cetacea harus beradaptasi akan pola distribusi makanan mereka dan

strategi migrasi untuk mendapatkan makanan tersebut (Berta & Sumich, 1999 dalam Walker, 2005).

Gambar 54. Grafik korelasi batimetri dengan jumlah lumba-lumba

Nilai korelasi untuk batimetri dengan jumlah kemunculan lumba-lumba adalah R2 sebesar 0.80205. Nilai korelasi ini adalah pada bulan Juni; Oktober; dan November 2007, Februari; Mei; Oktober; November 2008, Februari 2009, dan Oktober 2010. Dapat dilihat pada Gambar 63 bahwa semakin dalam perairannya, maka semakin banyak jumlah lumba-lumba yang muncul. Lumba-lumba, berdasarkan data dalam grafik ini menunjukan bahwa mereka dominan ditemukan di bagian utara perairan kajian. Mereka seluruhnya ditemukan di sekitar perairan Pulau Kofiau, perairan antara Pulau Boo Kecil dan Kofiau, Selat Sagewin dan juga perairan utara Pulau Salawati.

4.5.2 Paus

Sama seperti dalam korelasi lumba-lumba dengan faktor oseanografi yang dikaji, hanya saja untuk grafik korelasi paus, hanya didapatkan satu grafik setiap faktornya dikarenakan jumlah dan sebaran paus tiap bulannya tidak sebanyak jumlah dan sebaran lumba-lumba.

Gambar 55. Grafik korelasi suhu permukaan laut dengan jumlah paus Nilai korelasi suhu permukaan laut dengan jumlah paus pada rentang waktu lima tahun adalah sebesar 0.82273, atau juga bisa diartikan bahwa hanya 82% dari suhu permukaan laut yang mempengaruhi jumlah kemunculan paus pada perairan kajian ini. Grafik korelasi ini didapatkan dari kondisi pada bulan Mei; Oktober; dan November 2007, Juli dan Oktober 2008, serta April dan November 2009. Dalam ketiga bulan tersebut, terlihat bahwa bulan Oktober maupun November selalu ada. Akan tetapi, tidak seperti korelasi antara lumba-lumba dengan suhu permukaan laut pada Gambar 61 b), Gambar 64 memiliki hubungan karena saat suhu permukaan laut bertambah, semakin banyak juga paus yang muncul.

Nilai R2 pada korelasi antara klorofil-a dengan jumlah paus pada rentang waktu lima tahun dalam perairan kajian ini adalah 0.77196 atau 77%. Korelasi ini lebih kecil dibandingkan korelasi antara suhu permukaan laut dengan jumlah kemunculan paus. Kondisi yang ditemukan pada grafik korelasi ini adalah pada bulan November 2007, Januari dan Juli 2008, sepanjang tahun 2009, dan April 2010. Walaupun pada korelasi suhu permukaan laut menunjukan bahwa semakin tinggi suhu permukaan laut maka semakin banyak juga jumlah paus yang ditemukan, pada korelasi klorofil-a ini menunjukan bahwa semakin tinggi kandungan klorofil-a di perairan, maka semakin tinggi juga jumlah paus yang ditemukan. Maka dapat dikatakan bahwa pada bulan-bulan tersebut kelompok paus memilih perairan yang memiliki produktivitas primer tinggi.

Gambar 57. Grafik korelasi batimetri dengan jumlah paus tahun 2007-2010 Kondisi pada grafik ini adalah pada bulan November 2007, Januari; Februari; dan Juli 2008, Januari; Februari; Mei; dan November 2009, serta April dan September 2010. Dari pembahasan dan grafik dari tiga faktor oseanografi (suhu permukaan laut, klorofil-a dan batimetri) yang ada, nilai R2 adalah antara batimetri dengan jumlah kemunculan paus dengan nilai korelasi sebesar 0.84811 atau bisa dikatakan bahwa batimetri berpengaruh sebesar 84.8% pada bulan-bulan tersebut. Pada kelompok grafik korelasi ini, paus dominan ditemukan di perairan sekitar Pulau Kofiau dimana kedalamannya <500 m. Beberapa kelompok paus juga ditemukan di perairan gugus-gugus Pulau Misool dan di sebelah timur laut Pulau Salawati.

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 48-53)

Dokumen terkait