• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi antara konsentrasi N pada berbagai posisi daun dengan hasil

warna daun dan tulang daun menjadi hijau kecoklatan, kusam, dimulai dari daun tua (Gambar 8A), dan konsentrasi P daun < 0.14%. Rehm dan Schmitt (2002) melaporkan bahwa sebagian besar tanaman yang defisiensi P ukurannya akan berkurang. Penelitian yang dilakukan pada tanaman jagung, defisiensi P menghambat translokasi karbohidrat di dalam tanaman, sehingga akan memperlambat proses pemanfaatan karbohidrat yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Hal ini akan menambah karbohidrat dan perkembangan warna hijau daun menjadi lebih gelap. Defisiensi P menurut Jones (1998) dan Marscher (1995) akan menyebabkan suatu reduksi pada berbagai proses metabolisme termasuk pembelahan dan pemanjangan sel, respirasi dan fotosintesis.

Gejala defisiensi K pada bibit terlihat di daun tua yang ditandai dengan perubahan warna daun menjadi coklat dan kering pada ujung dan tepi daun, pertumbuhan bibit lambat (Gambar 12A), dan konsentrasi K daun < 1.26%. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan K di dalam jaringannya, dimana K memelihara keseimbangan kation:anion dan pH sitoplasma, yang menjadi prasyarat untuk aktifitas normal sebagian besar sistem enzim yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman dan pembentukan hasil (Krishna 2002). Menurut Gardner et al. (1991), K berperan dalam proses fotosintesis, karena secara langsung meningkatkan pertumbuhan, indeks luas daun dan laju asimilasi CO2 serta meningkatkan translokasi hasil fotosintesis ke organ pengguna (sink). Translokasi meningkat karena pembentukan ATP lebih banyak, yang penting untuk transpor hasil asimilasi ke dalam floem. Kegiatan fotosintesis menurun dengan menurunnya kandungan K dan sebaliknya dapat meningkatkan respirasi, sehingga penyaluran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman juga akan berkurang. Laju fotosintesis dan proses metabolisme tanaman menurun dipengaruhi oleh berkurangnya peranan K dalam mengatur ketersediaan air yang cukup dan turgor dalam tanaman, dimana air mutlak diperlukan dalam proses ini.

Pertumbuhan abnormal juga terjadi pada tanaman yang kelebihan N, P dan K. Bibit duku yang kelebihan N memperlihatkan gejala daun yang berwarna coklat dan mengalami nekrosis, dimulai dari tepi, menuju ke bagian tengah termasuk tulang daun dan pada tingkat lanjut daun mengering dan menggulung

serta rontok (Gambar 3D dan 3E), pertumbuhan bibit lambat (Gambar 2) dan konsentrasi N daun > 1.46%. Gejala kelebihan N ini pertama kali terlihat pada daun-daun tua dan terus berlanjut hingga ke daun-daun muda yang berada pada bagian tunas. Gejala kelebihan N pada tanaman manggis seperti djelaskan oleh Liferdi (2010) juga memperlihatkan gejala yang hampir sama dengan tanaman duku, yaitu munculnya warna coklat dari sekitar pingir daun kemudian merambat menuju tengah-tengah daun atau ke tulang daun dan akhirnya daun mengering dan rontok. Penelitian yang dilakukan oleh Shedley et al. (1995) kelebihan N menyebabkan penurunan pertumbuhan yang berat dan nekrosis di ujung daun pada tanaman Eucalyptus globulus. Hal ini diduga karena terjadi kerusakan pada jaringan vascular tanaman, dalam hal ini jaringan xylem dan floem, sehingga transpor air dan N dari akar ke daun serta transpor hasil asimilasi dari daun ke akar, batang dan daun juga terganggu. Ketersediaan air dan N yang berkurang dalam daun, menyebabkan daun defisiensi klorofil dan berubah warna menjadi hijau kecoklatan dan kering. Menurut Wong (2005), kelebihan N juga dapat menyebabkan serapan hara N terganggu karena keracunan NH4+ yang berasal dari pupuk yang bersumber dari CO(NH2)2 yang diberikan. Keracunan NH4+ menunjukkan pertumbuhan tanaman lebih kecil dan perkembangan tajuk selanjutnya lambat, luka pada batang dan akar, daun kering dan tepi daun menggulung. Faktor lain akibat dari kelebihan hara N adalah terjadinya keracunan yang disebabkan oleh biuret (Mikkelsen 2007) dan indeks garam (Mortvedt 2001) yang berasal dari pupuk urea, menyebabkan daun menjadi kuning dan mengering dimulai dari ujung dan tepi daun, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat.

Gejala kelebihan P memperlihatkan pertumbuhan bibit lambat (Gambar 6), daun berwarna hijau dengan bercak kuning dan nekrotik pada helaian daun (Gambar 8C), dan konsentrasi P daun > 0.25%. Kelebihan P juga dapat mengakibatkan perkembangan akar lebih lambat (Gambar 7C). Hochmuth et al. (2009) melaporkan bahwa kelebihan P pada daerah perakaran dapat mengurangi pertumbuhan tanaman karena kelebihan P akan mengurangi penyerapan Zn, Fe dan Cu, sehingga terjadi defisiensi ketiga unsur tersebut.

105 Tanaman dengan konsentrasi K daun > 1.62%, memperlihatkan gejala daun berwarna hijau pucat kekuningan dengan tepi daun kering (Gambar 12C) dan pertumbuhan bibit lambat (Gambar 11). Gejala ini diduga bukan gejala kelebihan K,karena pada K dikenal istilah konsumsi mewah yaitu tanaman dapat menyerap K dalam jumlah yang berlebih. Gejala yang muncul tersebut diduga disebabkan oleh plasmolisis yang terjadi pada jaringan akar, akibat indeks garam yang tinggi dari pupuk KCl yaitu 116. Gejala akibat garam terlarut yang berlebihan, pertama terjadi klorosis kemudian berkembang menjadi nekrosis pada ujung dan tepi daun, selanjutnya daun terlihat seperti terbakar (Mortvedt 2001), hal ini sama dengan gejala yang ditemukan pada bibit duku yang diberi pupuk K dengan konsentrasi tinggi (200 dan 400 ppm). Kelebihan K dapat pula menyebabkan defisiensi hara Mg atau Ca, seperti dinyatakan oleh McCauley et al. (2009) kelebihan K akan mengurangi penyerapan hara Mg, sehingga terjadi defisiensi Mg dan dalam beberapa kasus juga menyebabkan defisiensi Ca.

Gejala defisiensi N, P dan K akan muncul pada saat status hara rendah (konsentrasi N, P dan K daun berada pada tingkat minimum), sedangkan gejala kelebihan N, P dan K mulai telihat pada saat status hara sangat tinggi atau konsentrasi N, P dan K daun memberikan pertumbuhan melewati batas maksimum (Gambar 4, 9 dan 13). Nilai status hara untuk N, P dan K pada bibit duku diperoleh dari model regresi hubungan antara pertambahan tinggi relatif dengan konsentrasi hara N, P dan K daun dapat dilihat pada Tabel 47.

Status kecukupan hara N (1.36 – < 1.46%), P (0.14 – < 0.25%) tanaman duku yang didapatkan dari hasil penelitian ini lebih tinggi dari pada manggis yaitu kecukupan N: 0.94–1.18% dan P: 0.10–0.19%, sedangkan K: 0.67–1.26% (Liferdi 2010), tetapi lebih rendah dari pada kecukupan hara N bibit jeruk, yaitu sebesar 1.80–2.60% (Bondada et al 2001).

Tabel 47 Status hara N, P dan K bibit duku pada kategori sangat rendah sampai dengan sangat tinggi

Konsentrasi hara daun (%) Status hara N P K Sangat rendah < 1.20 < 0.09 < 1.00 Rendah 1.20 ≤ N < 1.36 0.09 ≤ P < 0.14 1.00 ≤ K < 1.26 Sedang 1.36 ≤ N < 1.46 0.14 ≤ P < 0.25 1.26 ≤ K < 1.62 Sangat tinggi ≥ 1.46 ≥ 0.25 ≥ 1.62

Berdasarkan status pada Tabel 47, dapat ditentukan dosis pemupukan untuk mencapai pertumbuhan bibit duku maksimum (umur dua tahun) pada status hara sangat rendah yaitu: 398 ppm N, 195 ppm P dan 177 ppm K, dengan cara fertigasi masing-masing 50 ml setiap dua hari sekali, setara dengan 79 g urea, 115 g P2O5 dan 32 g K2O/tahun dengan interval waktu pemberian dua hari sekali (Gambar 5, 10 dan 14).

Uji Korelasi dan Kalibrasi Konsentrasi Hara N, P dan K daun dengan Hasil Tanaman Duku

Status hara N, P dan K serta perkiraan kebutuhan dosis optimum untuk mendapatkan produksi yang maksimum pada tanaman duku dewasa (umur 30–40 tahun) dapat ditentukan berdasarkan uji korelasi dan kalibrasi. Uji korelasi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi suatu unsur hara dalam daun dengan hasil relatif tanaman. Konsentrasi N, P dan K daun duku pada berbagai posisi daun mempengaruhi konsentrasi hara dan menunjukkan hasil yang berbeda. Daun yang mempunyai korelasi terbaik dengan hasil relatif tanaman duku adalah daun ketiga yang dewasa pada saat panen dari dahan yang tidak ada buah. Hasil ini diperoleh dari nilai koefisien korelasi tertinggi yaitu 0.87, 0.74 dan 0.71, berturut-turut untuk N, P dan K. Daun tersebut, secara fisiologis berfungsi sebagai source dan dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis status hara N, P dan K pada tanaman duku yang dilakukan pada uji kalibrasi. Alternatif kedua, daun ketiga atau kesatu yang dewasa pada saat panen dapat pula digunakan untuk mendiagnosis status hara N, P dan K apabila seluruh cabang menghasilkan buah.

Tanaman duku mempunyai sifat bienial bearing yaitu berbunga dan berbuah yang tidak stabil atau berbuah banyak pada suatu tahun (on year) dan berbuah sedikit atau tidak berbuah pada tahun berikutnya (off year). Pada

107 penelitian ini kondisi off year terjadi pada tahun I dan II, sedangkan kondisi on year terjadi pada tahun III. Tahun I terjadi panen kecil (produksi duku sedikit yaitu 7–34% dari on year), tahun II tidak berproduksi sama sekali dan tahun III panen besar atau panen raya.

Status hara N, P dan K selama tiga tahun penelitian berkorelasi positif dengan peningkatan hasil relatif tanaman duku berdasarkan model regresi kuadratik, dengan kriteria sangat rendah, rendah dan sedang (Tabel 48).

Tabel 48 Status hara N, P dan K pada kategori sangat rendah sampai dengan sedang pada tanaman duku

Konsentrasi hara daun (%) Status hara

N P K

Sangat rendah < 1.81 < 0.09 < 1.16

Rendah 1.81 – < 2.82 0.09 – < 0.17 1.16 – < 2.19

Sedang ≥ 2.82 ≥ 0.17 ≥ 2.19

Nilai konsentrasi hara N dan K tanaman duku pada status hara rendah lebih tinggi dibandingkan tanaman manggis, alpokat, mangga dan jeruk, sedangkan untuk P lebih rendah dari tanaman manggis, dan lebih tinggi dari pada tanaman alpokat, mangga dan jeruk. Kecukupan hara N dan K tanaman duku juga lebih tinggi dibandingkan dengan keempat tanaman buah lainnya, sedangkan untuk P lebih tinggi dari jeruk, tetapi lebih rendah daripada manggis, alpokat dan mangga (Tabel 49). Hal ini menunjukkan bahwa unsur P merupakan faktor pembatas dan sangat menentukan pada tanaman duku dibandingkan tanaman buah lainnya, karena konsentrasi P umumnya lebih rendah.

Status kecukupan hara N, P dan K pada tanaman duku dewasa lebih tinggi dibandingkan pada duku stadia bibit, seperti yang terlihat pada Tabel 47 dan 48. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara tanaman berbeda berdasarkan umur tanaman, semakin bertambah umur tanaman diduga kebutuhan hara N, P dan K tanaman duku juga akan semakin tinggi, terutama pada duku stadia bibit sampai dengan tanaman belum berproduksi, tetapi pada tanaman duku yang telah berproduksi diduga kebutuhan ketiga unsur tersebut tidak mengalami peningkatan (relatif sama). Rekomendasi pemupukan yang diperoleh berdasarkan status hara pada bibit duku seperti dijelaskan sebelumnya dapat dijadikan pedoman untuk pemberian hara N, P dan K apabila kita akan melakukan pengembangan bibit

duku dan perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui peningkatan kebutuhan akan hara tersebut setiap tahunnya.

Tabel 49 Status hara N, P dan K pada kategori rendah dan sedang pada beberapa tanaman buah

Konsentrasi hara daun (%)

Rendah Sedang (cukup)

Tanaman buah N P K N P K Manggis1) 0.99–< 1.35 0.11–<0.21 0.69–<0.90 1.35–<2.10 0.21–<0.31 0.90–<1.12 Alpokat2) < 1.60 0.05–0.08 0.35–0.74 1.60–2.00 0.08–0.25 0.75–2.0 Mangga3) 0.70–0.99 0.05–0.07 0.25–0.39 1.00–1.50 0.08–0.25 0.40–0.90 Jeruk2) 2.20–2.30 0.09–0.11 0.40–0.69 2.40–2.60 0.12–0.16 0.70–1.5 Keterangan: 1) Liferdi 2008, 2) Reuter dan Robonson (1997), 3) Jones et al. (1991)

Kebutuhan maksimum pupuk N, P dan K pada status hara sangat rendah untuk tanaman duku diperoleh dari model regresi hubungan antara dosis pupuk dengan hasil relatif sebagai respon pemupukan. Model regresi kuadratik merupakan yang terbaik untuk penentuan dosis maksimum pemupukan N, P dan K pada status hara sangat rendah yaitu 858 g N, 1,770 g P2O5 dan 1,693 g K2O/tanaman/tahun atau setara dengan 1.87 kg urea, 4.92 kg SP-36 dan 2.82 kg KCl (Gambar 21). Pada status hara rendah diperoleh dosis maksimum 588 g N, 1,393 g P2O5 dan 1,200 g K2O/tanaman/tahun atau setara dengan 1.28 kg urea, 3.87 kg SP-36 dan 2 kg KCl/tanaman/tahun (Gambar 22).

Kebutuhan maksimum pupuk P dan K lebih tinggi dari pada N karena P dan K lebih besar pengaruhnya terhadap produksi buah duku, yaitu pada saat perkembangan bunga dan buah, sedangkan N lebih besar pengaruhnya terhadap perkembangan daun atau fase vegetatif tanaman. Hal ini dapat pula disebabkan karena P dan K yang diberikan kedalam tanah belum seluruhnya berada dalam bentuk tersedia bagi tanaman, tetapi sebagian terikat di dalam tanah, seperti terlihat pada Lampiran 10–11 yang menunjukkan bahwa P dan K potensial tinggi di dalam tanah, tetapi dalam bentuk tersedia sangat rendah sampai dengan rendah.

Pendekatan multinutrient dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi pemupukan, apabila tidak semua kategori status hara diperoleh. Metode ini merupakan metode cepat dan bersifat spesifik lokasi serta tidak berdasarkan pada hasil analisis tanah. Kelemahan metode ini rekomendasi yang kita dapatkan pada suatu daerah tidak dapat digunakan pada daerah lain, sedangkan rekomendasi

109 berdasarkan status hara dapat kita terapkan pada semua daerah pertanaman duku. Berdasarkan metode tersebut diperoleh rekomendasi pemupukan optimum pada tanaman duku, yaitu 920 g N, 1,565 g P2O5 dan 1,488 g K2O/tanaman/tahun atau setara dengan 2 kg urea, 4.35 kg SP-36 dan 2.48 kg KCl (Gambar 23). Hal ini didasarkan pada biaya operasional dan pembelian pupuk terkecil yaitu 2,328 (Tabel 21).

Pengaruh pemupukan N, P dan K nyata terhadap konsentrasi hara tersebut pada daun tahun I dan II, dengan pola respon linier dan kuatratik (Tabel 17–19). Konsentrasi N dan K pada tahun III lebih tinggi dari pada tahun I dan II, sebaliknya untuk P daun justru lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada tahun I dan II tanaman duku berada pada kondisi off year, bunga yang terbentuk sedikit sehingga hara P yang diserap dari dalam tanah lebih banyak ditranslokasikan ke daun, sedangkan pada saat tahun III atau kondisi on year hara P sangat berperan dalam pembentukan bunga, sehingga konsentrasi P daun berkurang. Perkembangan daun dan bunga terjadi pada waktu yang sama karena flush terjadi hampir besamaan dengan munculnya bunga.

Pengaruh Pemupukan N, P dan K terhadap Perkembangan Bunga dan Buah Tanaman Duku

Proses pembungaan dan pembuahan pada tanaman duku selain dipengaruhi oleh ketersedian hara N, P dan K yang berasal dari pemupukan, secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh faktor iklim. Faktor iklim yang sangat berpengaruh adalah curah hujan, sedangkan suhu dan kelembaban, relatif stabil dan memenuhi syarat optimal untuk tanaman duku, yaitu 20–30oC dan 70– 90% (Lampiran 13). Hasil penelitian di empat lokasi sentra duku Jambi pada tahun 2009–2011 (tahun I–III), menunjukkan bahwa perkembangan bakal bunga (pacal) menjadi bunga membutuhkan air hujan setelah periode kering minimal satu bulan. Jika kebutuhan air tersebut tidak terpenuhi, maka bakal bunga akan dorman dalam waktu yang cukup lama. Periode kering selama satu bulan yang diikuti dengan hujan akan merangsang perkembangan bunga duku.

Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga/tangkai dan jumlah buah matang/tangkai, sedangkan pemupukan P berpengaruh nyata terhadap jumlah buah, masing-masing dengan pola respon kuadratik. Semakin

banyak jumlah bunga/tangkai, semakin sedikit jumlah buah yang dihasilkan pada saat panen. Nitrogen penting dalam pembentukan klorofil, yang berperan dalam reaksi fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat yang cukup dan N yang cukup akan membentuk bunga dan buah.

Pengaruh pemupukan N, P dan K terhadap produksi sangat nyata, baik pada kondisi off year maupun on year dengan pola respon kuadratik (Tabel 25–27). Pemberian pupuk N, P dan K pada tahun III dapat meningkatkan produksi masing-masing sebesar 109%, 345% dan 187% dibandingkan dengan produksi sebelum pemupukan. Produksi pada tahun III dan sebelum pemupukan berada pada kondisi yang sama yaitu on year.

Pemupukan yang diberikan pada saat off year (tahun I dan II) belum sepenuhnya dapat diserap oleh tanaman, sehingga pada saat on year (tahun III) efek residu pupuk dari tahun sebelumnya diduga berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Tanaman duku yang digunakan pada penelitian ini belum pernah dipupuk sehingga perakaran tanaman lebih dalam dan sulit untuk mencapai hara yang diberikan pada lapisan top soil (± 30 cm), sehingga hara yang tersedia di dalam tanah belum dapat diserap secara optimal pada tahun I dan II. Hal ini juga dinyatakan oleh Bhargava (2002) dan Hakim (2010), yang menyatakan bahwa suplai hara dalam satu tahun mempunyai pengaruh utama pada hara pohon buah dan produksi tanaman pada tahun berikutnya sebagai respon langsung dan residu kesuburan tanah.

Pemupukan N, P dan K masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap bobot buah, diameter buah, bobot biji, persentase edibel, tebal kulit, total padatan terlarut (TPT), dan serapan hara. Pengamatan bobot buah, diameter buah, bobot biji dan persentase edibel dibedakan menjadi tiga yaitu ukuran buah kecil, sedang dan besar berdasarkan grade yang umum dilakukan di tingkat petani. Respon pemupukan N, P dan K terhadap peubah-peubah tersebut cenderung menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada kondisi on year dibandingkan dengan off year.

Pemupukan N berpengaruh nyata terhadap diameter buah sedang, bobot biji dan persentase edibel pada buah sedang dan besar, serta serapan hara pada biji, dengan pola respon kuadratik untuk kondisi off year. Pemupukan P

111

Dokumen terkait