• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kota Tua Jakarta , juga dikenal dengan sebutan

Dalam dokumen fa transmedia 2017 isi edisi 1 low (Halaman 54-56)

Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Dijuluki “Permata Asia” dan “Ratu dari Timur” pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.

Berikut adalah beberapa ulasan tempat wisata edukatif museum di Kota Tua Jakarta yang kerap dikunjungi oleh wisatawan :

1. Museum Fatahillah

Museum ini merupakan landmark Kota Tua dan tidak terpisahkan dari riwayat sejarah Jakarta. Maka, tak heran jika Museum Fatahillah kerap dinamakan sebagai

Museum Sejarah Jakarta. Dahulu kala pada masa penjajahan VOC, bangunan tersebut memiliki fungsi sebagai balaikota, ruang pengadilan sekaligus sebagai ruang penjara bawah tanah.

Sedangkan, pelataran depan museum tersebut dulunya merupakan tempat para narapidana yang akan dieksekusi. Museum Fatahillah merupakan salah satu museum terbesar di Jakarta yang terdiri dari tiga lantai dan menyimpan sekitar 25.000 benda-benda bersejarah, seperti prasasti; meriam (termasuk Meriam Si Jagur); Patung Dewa-Dewi; beberapa

furniture antik, gerabah, dan keramik. Jika Anda ingin mengetahui mengenai cerita sejarah Kota Jakarta mulai dari zaman awal perkembangan kota hingga menjadi Kota Jayakarta di tahun 1527 maka anda dapat berkunjung ke Museum Fatahillah. Anda bisa mengunjunginya pada Selasa – Minggu pukul 9 pagi hingga 3 sore dengan membayar Rp 5000/tiket (dewasa) dan Rp 2000/tiket (pelajar).

POTRET

2. Museum Bank Indonesia

Selain Museum Fatahillah, di kawasan Kota Tua juga terdapat Museum Bank Indonesia. Museum tersebut dulunya adalah sebuah bangunan Rumah Sakit Binnen Hospital. Pada 1828, bangunan ini beralih fungsi menjadi bank, yaitu De Javasche Bank. Dari sinilah, cikal bakal berdirinya Bank Indonesia berawal. Pada 1962 Bank Indonesia pindah ke gedung baru yang terletak di Jalan M.H. Thamrin.

Ketika Anda masuk ke dalam Museum Bank Indonesia, banyak pengetahuan yang bisa Anda dapatkan mengenai perbankan di Indonesia dan sistem alat tukar pertama kali di Indonesia. Selain itu, Anda juga dapat melihat jenis mata uang lama dan baru dari berbagai belahan dunia. Meski sempat direkondisi, namun tidak ada perubahan bentuk gedung. Anda pun bisa tetap mengabadikan momen di museum tersebut dari berbagai sudut yang smenarik. Museum ini buka pada pukul 08.00 – 14.30 (Selasa – Kamis); pukul 08.30 – 11.00 (Jumat); serta pukul 09.00 – 16.00 (Sabtu – Minggu).

3. Museum Seni Rupa dan Keramik

Selanjutnya masih di kawasan wisata Kota Tua Jakarta, di sana pun juga terdapat Museum Seni Rupa dan Keramik. Museum tersebut memiliki koleksi sekitar 350 lukisan dan 1350 jenis keramik dari berbagai wilayah

Nusantara, Asia, bahkan hingga Eropa. Museum tersebut mudah ditemukan di kawasan pelataran Kota Tua Jakarta. Bangunan museum memiliki arsitektur tipe kolonial dan masih orisinil mulai zaman kolonial. Bagi yang tertarik dengan seni rupa, museum tersebut cocok untuk menambah wawasan tentang seni rupa khususnya benda-benda seni antik hasil karya para maestro ternama di masa lalu.

Museum Keramik dan Seni Rupa dibuka untuk umum dan beroperasi pada Selasa hingga Minggu, mulai dari pukul 9 pagi hingga 3 sore. Pengunjung cukup membayar tiket Rp 5000 per orang (untuk dewasa) dan Rp 2000 per orang (pelajar).

4. Museum Wayang

Ingin melihat ragam koleksi wayang dari berbagai jenis? Museum Wayang adalah pilihan yang tepat. Museum tersebut luasnya memang tidak sebesar luas Museum Fatahillah, Museum Seni Rupa & Keramik, serta Museum Bank Indonesia, namun di dalamnya menyimpan koleksi wayang sekitar 4000 wayang yang terdiri dari berbagai jenis wayang, seperti wayang golek, kulit, kardus, wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka, wayang beber, serta gamelan. Awalnya, museum tersebut adalah sebuah gereja yang memiliki luas 627 m2 yang didirikan oleh VOC pada

1640 yang diberi nama “De Oude Hollandsche Kerk.

Namun, pada 1732 – 1733 dilakukan perbaikan, sehingga namanya pun turut diubah menjadi “De Nieuwe Hollandsche Kerk” hingga tahun 1808. Seiring perjalanan waktu bangunan gereja mengalami kerusakan akibat gempa pada Tahun 1936. Tahun 1939, bagunan tersebut berubah nama menjadi “De Oude Bataviasche Museum”. Selanjutnya, pada Tahun 1957 bangunan gedung digunakan oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) dan namanya diganti menjadi Museum Jakarta Lama. Lalu, pada 1962 diserahkan pada Republik Indonesia dan 1968 diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Kemudian, pada 1975 museum tersebut diresmikan sebagai Museum Wayang oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.

Keempat destinasi di kawasan kota tua tersebut begitu mudah diakses dengan menggunakan transportasi umum. Fasilitas transportasi yang tersedia menuju Kota Tua, adalah Transjakarta, Commuter Line, mikrolet, Kopaja, Kopami, City Tour Bus, taksi dan bajaj. Tak mengherankan jika kawasan wisata Kota Tua selalu ramai dikunjungi wisatawan. (*)

PERSPEKTIF

S

ejak Januari 2017, seluruh terminal penumpang tipe A dan unit pengeoperasian penimbangan kendaraan bermotor (UPPKB) beralih kewenangan ke pemerintah pusat. Dalam hal ini kewenangan berada di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan. Walaupun belum seluruh dari 143 terminal tipe A dapat diserahkan pemerintah daerah, baru 97 unit terminal yang dikelola Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Penyerahan wewenang pengelolaan terminal tipe A merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Ada beberapa terminal tipe A yang belum diserahkan, karena alasan peraturan

atau keengganan kepala daerah yang bersangkutan. Beberapa terminal tipe A yang berada di Medan, Bekasi, Surabaya, Tegal, Makassar adalah contoh pengelolaan terminal yang belum diserahkan.

Sementara keberadaan terminal di Jakarta masih tetap dikelola Pemprov DKI Jakarta. Selama ini pengelolaan terminal tipe A yang dilakukan pemerintah kota dan pemerintah kabupaten masih perlu banyak pembenahan. Banyak terminal yang dialihkan lokasinya dari pusat kota yang cukup strategis ke daerah pinggiran kota. Setelah berada di pinggir kota, peran terminal ikut terpinggirkan karena tidak banyak angkutan umum yang memanfaatkan prasarana tersebut dan calon penumpang pun semakin sedikit.

Geliat Terminal

Penumpang Tipe A

Dalam dokumen fa transmedia 2017 isi edisi 1 low (Halaman 54-56)

Dokumen terkait