• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Jual Beli Kredit

Akad istishna‟ yang sudah dijelaskan diatas adalah akad yang boleh atau biasa digunakan dari zaman dahulu. Dan tentunya dalam pembayarannya ada istilah cash atau tunai dan dengan cara kredit. Dalam Islam jual beli dengan cara kredit itu ada perbedaan para ulama, ada yang memperbolehkan da nada yang melarang. Itu tergantung kita bagaimana cara mengaplikasikan system kredit itu, apakah sesuai dengan syari‟at Islam atau tidak.

Di zaman yang serba canggih ini perkembangan sistem ekonomi sudah sangat pesat. Beragam sistem ditawarkan oleh para niagawan untuk bersaing menggaet hati para pelanggan. Seorang niagawan muslim yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan dunia sudah semestinya cerdik dan senantiasa menganalisa fenomena yang ada agar mengetahui bagaimana pandangan syariat terhadap transaksi ini. Dengan demikian tidak mudah terjerumus ke dalam larangan-Nya.

Di dalam ilmu fikih, akad jual beli ini lebih familiar dengan istilah jual beli taqsith (طْـيسْقَتلا). Secara bahasa, taqsith itu sendiri berarti membagi atau menjadikan sesuatu beberapa bagian. Meskipun sistem ini adalah sistem klasik, namun terbukti hingga kini masih menjadi trik yang sangat jitu untuk

menjaring pasar, bahkan sistem ini terus-menerus dikembangkan dengan berbagai modifikasi.

Hukum Jual-Beli dengan Sistem Kredit

Secara umum, jual beli dengan sistem kredit diperbolehkan oleh syariat. Hal ini berdasarkan pada beberapa dalil, di antaranya adalah:

1. Firman Allah Ta‟ala :

ُهوُبُتْكاَف ىِّمَسُم ٍلَجَأ َلَِإ ٍنْيَدِب ْمُتْنَ ياَدَت اَذِإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya.” (QS. Al Baqarah : 282)

Ayat di atas adalah dalil bolehnya akad hutang-piutang, sedangkan akad kredit merupakan salah satu bentuk hutang, sehingga keumuman ayat di atas bisa menjadi dasar bolehnya akad kredit.

2. Hadis „Aisyah radhiyallahu „anha,

ُللها ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر ىَرَ تْشا

ُوَعْرِد ُوَنَىَرَو ،ٍةَئيِسَنِب اًماَعَط ٍّيِدوُهَ ي ْنِم َمَّلَسَو ِوْيَلَع

Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam membeli sebagian bahan

makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang dan beliau

juga menggadaikan perisai kepadanya.” (HR. Bukhari:2096 dan Muslim: 1603)

Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam membeli bahan makanan dengan sistem pembayaran dihutang, itulah hakikat kredit.

Harga Ganda dalam Jual Beli Kredit

Di antara hal penting yang perlu kita ketahui juga adalah akad jual beli kredit dengan harga ganda. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: Seorang penjual menawarkan barang dagangan kepada para pembeli dengan beberapa penawaran harga. Jika dibayar secara kontan maka harganya sekian rupiah (satu juta misalnya), akan tetapi jika dibayar secara kredit maka harganya sekian (dua juta misalnya), dst.

Kenyataannya praktik semacam inilah yang banyak berkembang di dalam jual beli kredit. Oleh karena itu penting kiranya kita mengetahui tinjauan syariat terhadap sistem perniagaan seperti ini.

Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi transaksi seperti ini. Mayoritas para ulama membolehkan praktik jual beli kredit semacam ini, dengan catatan sudah terjadi kesepakatan harga antara penjual dan pembeli sebelum mereka berpisah. Artinya pembeli sudah menentukan pilihan harga dan pihak penjual juga sudah menyepakati hal itu.

Pendapat ini berdasarkan kaidah dalam muamalah bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal. Seperi firman Allah SWT yang sudah

terantum diatas. Oleh karena itu selama tidak ada dalil yang valid nan tegas yang mengharamkan praktik semacam ini, maka perniagaan tersebut halal atau boleh dilakukan.

Dan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa akad jual beli seperti ini tidak boleh (Authar :5/160). Pendapat ini didukung oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu „anhu,

ُِّبَِّنلا ىَهَ ن

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص

ٍةَعْ يَ ب ِفِ ِْيَْ تَعْ يَ ب ْنَع

“Nabi shallallahu „alaihi wasallam melarang dual transaksi dalam satu jual beli.” (HR. Tirmidzi: 3/1290 dan Nasai: 7/296)

Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam An Nasa‟i. Beliau membuat sebuah judul bab “Transaksi Ganda dalam jual beli” (ةعيب يف نيتعيب) kemudian beliau mengatakan, “Yaitu perkataan seseorang, „saya jual dagangan ini seharga seratus dirham cash/tunai, dan dua ratus dirham secara kredit.”

Pendapat yang Lebih Kuat adalah:

Perbedaan pendapat ini didasari atas perbedaan mereka dalam memahami konteks hadits ini. Ulama yang memperbolehkan transaksi ini, mereka berpendapat bahwa transaksi tersebut (kredit dengan harga ganda) bukanlah

transaksi yang dimaksud dalam hadits Abu Hurairah di atas. Sedangkan pendapat ke dua yang mengharamkan transaksi ini, mereka berpendapat bahwa transaksi kredit adalah contoh riil dari hadis di atas.

Pendapat yang lebih kuat –wallahu a‟lam– adalah pendapat yang pertama yang mengatakan bolehnya transaksi seperti ini. Sebab penafsiran yang lebih tepat sebagaimana disampaikan oleh Ibnul Qayyim dan yang lainnya, bahwa makna hadits ini ialah larangan dari jual beli sistem „inah. Yaitu seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran dihutang dengan syarat sang penjual membelinya kembali dengan harga yang lebih mahal secara kredit.

Pendapat ini dikuatkan dengan beberapa alasan:

Pada hakikatnya di dalam kasus jual beli di atas tidak terjadi dua transaksi, sebab meskipun ada variasi harga akan tetapi sang pembeli hanya memilih salah satu harga saja. Itu artinya harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli hanya satu saja, bukan ganda. Sedangkan yang dilarang di dalam hadis di atas adalah jual beli dengan akad ganda.

Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda,

“Barang siapa yang membeli dengan cara memesan, hendaknya ia memesan dengan takaran serta timbangan yang jelas dan hingga batas waktu yang jelas pula.” (HR. Bukhari: 2240 dan Muslim: 1604)

Hadis di atas menunjukan bolehnya akad pemesanan. Sebagaimana dalam akad istishna‟ diperbolehkan mengakhirkan penyerahan barang dengan syarat pembayaran kontan serta ukuran dan waktu penyerahannya jelas, maka boleh juga dalam akad kredit mengakhirkan penyerahan uang dengan syarat peyerahan barang secara kontan serta nominal pembayaran

dan waktu pembayarannya jelas.

(http://artikelkuislami.blogspot.co.id/2011/10/bagaimana-hukum-jual- beli.html diakses pada tanggal 3 April 2018).

Ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dalam akad jual beli kredit. Di antaranya adalah;

1. Jika pembeli sudah menentukan pilihan harga, maka maka sebesar itulah jumlah uang yang berhak di ambil oleh penjual. Pihak penjual tidak berhak untuk mengambil lebih, sekalipun pembeli terlambat melunasi pembayaran.

2. Misalnya, “A” membeli barang kepada pihak “B” dengan harga 10 juta dibayar kredit selama satu tahun. Jika ternyata pihak “A”tidak mampu melunasi dalam tempo satu tahun, maka pihak “B” tidak berhak menaikkan harga yang telah disepakati.

3. Jika barang sudah berada di tangan pembeli dan kesepakatan harga juga sudah disetujui, maka barang dagangan resmi menjadi milik pembeli. Dengan demikian, penjual tidak berhak menyita atau menarik kembali barang dagangannya meskipun uang cicilan kredit belum selesai.

Dokumen terkait