• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kredit Mikro Kecil dan Menengah (MKM) 50

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI REGIONAL (Halaman 69-77)

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN

2. Bank Umum

2.7. Kredit Mikro Kecil dan Menengah (MKM) 50

Kegiatan intermediasi bank umum untuk sektor usaha mikro, kecil, menengah mengalami peningkatan. Dari total penyaluran kredit bank umum sebesar Rp18,38 triliun, sebanyak 67,6% dialokasikan untuk Kredit Mikro Kecil

95

Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Ags-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Jun-10 Jul-10 Ags-10 Sept-10

Grafik 3.7

Tingkat Intermediasi Bank Umum Berdasarkan Wilayah Kerja (dalam %)

LDR NPL (axis kanan) Miliar Rp

51 Menengah, yaitu sebesar Rp12,4 triliun, dengan pangsa kredit terbesar terdapat di Bandar Lampung, yaitu mencapai 77,6%.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi mengalami pertumbuhan sebesar 10,02% (qtq), sementara kredit modal kerja maupun konsumsi turun dibandingkan triwulan II-2010. Kredit investasi juga mengalami pertumbuhan paling signifikan dibandingkan triwulan III-2009 mencapai 104,4%. Berdasarkan pangsanya, kredit modal kerja mendominasi penyaluran kredit MKM yaitu sebesar 47,14%, diikuti kemudian oleh kredit konsumsi sebesar 41,87% dan kredit investasi sebesar 10,99%.

Penyaluran kredit Mikro Kecil Menengah (MKM) masih terpusat di Bandar Lampung dengan pangsa sebesar 77,6%.

Sumber: LBU dan LBUS

Sumber: LBU dan LBUS

Mar 08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Konsumsi 3,430.2 3,801.8 4,130.1 4,029.0 4,299.8 4663.2 4856 5034.19 4700.41 4749.58 4257.08 Investasi 928.3 918.7 935.6 818.3 897.2 1012.0 1087 1216.49 1233.53 2019.15 2221.52 Modal kerja 3,307.3 3,871.1 4,052.4 4,331.0 4,791.4 5,143.5 5323 5655.30 5292.02 6034.33 5941.49

0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000

Miliar Rp

Grafik 3.9

Pertumbuhan Kredit Mikro Kecil Menengah

6%

77%

2%

1%

9%

4% 1%

Grafik 3.10

Penyaluran Kredit MKM Berdasarkan Wilayah Kerja

Metro Bandar Lampung

Tanggamus Tulang Bawang

Lampung Utara Lampung Tengah Lampung Selatan

52 Kegiatan intermediasi perbankan juga dilakukan pada instrumen selain kredit reguler. Pemerintah memiliki program bernama Kredit Usaha Rakyat (KUR) dimana pengusaha sektor MKM dapat memperoleh kredit modal kerja maupun kredit investasi melalui instrumen kredit ini. Secara total, baki debet KUR pada triwulan laporan turun sebesar 2,48%, dari Rp394,9 miliar menjadi Rp385,07 miliar karena terdapatnya pelunasan kredit di berbagai sektor ekonomi yang tercermin dari menurunnya jumlah debitur dari 27.033 pada triwulan II-2010 menjadi 23.235 orang.

Dilihat dari jenisnya, kredit modal kerja KUR yang memiliki pangsa sebesar 89,3%

mengalami penurunan sebesar 2,54% (qtq), dari Rp352,9 miliar menjadi Rp343,96 miliar. Kredit investasi juga turun sebesar 1,99% (qtq) dari Rp41,94 miliar menjadi Rp41,11 miliar. Berdasarkan sektor ekonomi, dominasi KUR tertinggi terjadi pada sektor pertanian, perburuan, dan sarana produksi dengan pangsa sebesar 71,7%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 23,1%. Hampir seluruh sektor mengalami penurunan kecuali sektor jasa dunia usaha yang tumbuh sebesar 56,8%

(qtq).

Plafon Kredit Usaha Rakyat pada triwulan laporan turun sebesar 5,1% (qtq) dari Rp466,1 miliar menjadi Rp442,4 miliar. Penurunan plafon tersebut terjadi pada sektor pertanian, sektor perdagangan,hotel, dan restoran, sektor pertambangan, serta sektor lain-lain.

Sumber : Bank Indonesia

-100,000 200,000 300,000 400,000 500,000

Jan Feb Mar Apr May Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr May Juni Juli Agust Sept

2009 2010

Grafik 3.11

Perkembangan KUR (juta Rp)

plafon baki debet

53 Untuk mendukung kegiatan UMKM di Provinsi Lampung, Bank Indonesia melakukan berbagai upaya riil guna mengembangkan kinerja UMKM di wilayah kerjanya. Hingga triwulan III-2010 Bank Indonesia Bandar Lampung telah melakukan beberapa kegiatan yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi sektor produksi sebagai berikut :

1. Melakukan sosialisasi penggunaan kompor batubara untuk pengolahan ikan kering di Pulau Pasaran.

2. Monitoring kegiatan SIMPATIK (Sistem Integrasi, Pertanaman Padi Azolla, dan Itik) yang mulai dilakukan Bank Indonesia sejak triwulan II-2010.

3. Monitoring penanaman jagung di lahan demplot yang disediakan oleh Bank Indonesia di Desa Bandar Agung, Lampung Timur.

4. Mengadakan Forum Koordinasi dengan semua bank penyalur Kredit Program Penjaminan Pemerintah di Lampung.

3. BANK PERKREDITAN RAKYAT

Kinerja BPR menunjukkan perkembangan yang baik

Beberapa indikator penunjang hal tersebut meliputi aset, DPK, dan penyaluran kredit dimana masing-masing tumbuh sebesar 1,48% (qtq), 3,4% (qtq), dan 3,02%

(qtq). Kualitas kredit juga menunjukkan peningkatan yang diindikasikan oleh rasio NPL yang turun dari 2,72% menjadi 2,19% (qtq).

Posisi BPR di Provinsi Lampung dibanding Nasional

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia, hingga bulan Agustus 2010 aset BPR secara nasional tercatat sebesar Rp41,71 triliun, meningkat dibanding akhir triwulan II-2010 yang sebesar Rp40,72 triliun. Dari nilai total nasional tersebut, aset BPR di Provinsi Lampung berada pada urutan ke-4 setelah Jawa Tengah (Rp9,94 triliun), Jawa Barat (Rp7,8 triliun), dan Jawa Timur (Rp5,23 triliun). Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan BPR di Lampung termasuk tinggi dibanding wilayah lain di Indonesia.

.

54 Perkembangan Kelembagaan BPR

Hingga akhir triwulan III-2010, jumlah BPR yang beroperasi sebanyak 25 buah, dengan wilayah penyebaran meliputi 12 BPR berkantor pusat di Bandar Lampung, 2 BPR di Metro, 5 BPR di Lampung Tengah, 2 BPR di Lampung Selatan, 1 BPR di Lampung Utara, 2 BPR di Lampung Timur, dan 1 BPR di Tulang Bawang. Dari seluruh BPR tersebut, mesin ATM yang dimiliki berjumlah 5 buah dengan wilayah penyebaran di Bandar Lampung, Metro, Lampung Tengah (Bandar Jaya), Lampung Utara (Kotabumi), dan Lampung Timur (Way Jepara).

Perkembangan Aset dan DPK BPR

Aset BPR menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibanding triwulan III-2009. Dengan laba yang tercatat sebesar Rp128,96 miliar, maka Rasio Return On Asset (ROA) BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,78% atau meningkat dibanding triwulan II-2010 yang tercatat sebesar 3,4%. Hal ini membuktikan bahwa perputaran aset saat ini lebih tinggi dibanding perputaran aset triwulan sebelumnya.

Dana Pihak Ketiga (DPK) BPR tumbuh sebesar 3,4% (qtq) atau 28,3% (yoy).

Berdasarkan komponen pembentuknya, simpanan jenis deposito berjangka meningkat cukup signifikan mencapai 31,56% (qtq).

Sumber: LBU dan LBUS

Posisi

(miliar Rp) qtq yoy

A Asset 2,887.37 3,361.57 3,411.15 1.48% 18.14%

B DPK 1,796.93 2,229.58 2,305.39 3.40% 28.30%

1 Konvensional 1,772.66 2,199.36 2,273.35 3.36% 28.25%

2 Syariah 24.27 30.21 32.03 6.03% 31.99%

B Jenis DPK 1,796.93 2,229.58 2,305.39 3.40% 28.30%

1 Tabungan 329.32 350.34 374.66 6.94% 13.77%

2 Simpanan Berjangka 1,467.60 1,879.24 1,930.73 2.74% 31.56%

Asset & DPK BPR Tabel 3.9

No Uraian Trw III 2009

(miliar Rp)

Trw III-2010 Trw II 2010

(miliar Rp)

55 Perkembangan Kredit BPR dan Kualitas Kredit BPR

Hingga akhir triwulan III-2010, penyaluran kredit BPR menunjukkan pertumbuhan sebesar 3,02% (qtq) atau 21,05% (yoy), dari Rp2,2 triliun pada triwulan III-2009 dan Rp2,7 triliun pada triwulan II-2010 menjadi Rp2,86 triliun di triwulan laporan. Berdasarkan sektor ekonomi, kredit BPR mayoritas disalurkan untuk sektor lain-lain (72,8%), diikuti kemudian untuk sektor perdagangan (17,1%). Meski begitu, sektor perdagangan mengalami penurunan jumlah penyaluran kredit, dari Rp491,01 miliar pada triwulan II-2010 menjadi Rp490,93 miliar. Sektor lainnya mengalami pertumbuhan kredit positif, dimana pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor perindustrian yang meningkat secara signifikan mencapai 89,05% (qtq) dan 69,01% (yoy).

Berdasarkan jenis penggunaanya, kredit BPR mayoritas masih diperuntukkan bagi kegiatan konsumsi, dimana pangsanya mencapai 68,44%

atau sebesar Rp1,96 triliun. Pertumbuhan kredit konsumsi ini tercatat sebesar 2,95%

(qtq) dan 33,32% (yoy). Kredit modal kerja tercatat tumbuh sebesar 2,72% (qtq) menjadi Rp838,7 miliar. Namun dibandingkan triwulan III-2009 terjadi penurunan penyaluran kredit sebesar 1,7% (yoy). Pada kredit investasi, meskipun pangsa yang dimiliki paling kecil (2,29%), namun pertumbuhannya paling tinggi dibandingkan kredit jenis lain. Pada triwulan laporan, pertumbuhan kredit investasi tercatat sebesar 9,17%

(qtq) dan 53,4% (yoy).

Sumber: LBU dan LBUS

Penyaluran kredit BPR yang meningkat tersebut diimbangi dengan membaiknya kualitas kredit. Rasio NPL yang merupakan indikator kualitas kredit menunjukkan penurunan dari 3,63% menjadi 3,19% (qtq). Meningkatnya aspek kehati-hatian BPR ini terjadi pada BPR konvensional, dimana rasio NPL nya turun dari 3,7%

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10

Grafik 3.12 Perkembangan Kredit BPR

(miliar Rp)

56 menjadi 3,22%. BPR Syariah yang NPF nya pada triwulan II-2010 sempat menembus angka 1,84%, kini kembali meningkat pada nilai rata-ratanya, yaitu sebesar 2,4%.

Perkembangan LDR dan L/R Tahun Berjalan

Meningkatnya penyaluran kredit meski tidak setinggi pertumbuhan penghimpunan DPK, membuat Loan to Deposit Ratio (LDR) sedikit melemah, dari 124,72% menjadi 124,26% (qtq). Rasio LDR diatas 100 membuktikan bahwa BPR di Lampung sebagai lembaga intermediasi perbankan sangat aktif berperan dalam memenuhi kebutuhan likuiditas nasabah-nasabahnya.

Indikator Laba/Rugi menunjukkan pertumbuhan laba dari Rp114,24 miliar menjadi Rp129,96 miliar (qtq). BPR Konvensional dan BPR Syariah membukukan peningkatan laba masing-masing sebesar 12,77% (qtq) dan 23,87% (qtq), sehingga pada akhir triwulan III-2010 masing-masing mampu mencapai Rp127,44 miliar dan Rp1,5 miliar.

Sumber: LBU dan LBUS (diolah)

4. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH

Indikator kinerja perbankan syariah menunjukkan pergerakan ke arah positif. Hal ini ditunjukkan oleh indikator aset maupun intermediasi yang meliputi penghimpunan DPK, penyaluran kredit, maupun FDR. Aset tumbuh sebesar 11,95%

(qtq) atau 81,77 (yoy) berdasarkan kontribusi dari Bank Umum Syariah (BUS) dan BPR

Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-09

Grafik 3.13 Perkembangan LDR BPR

(%)

57 Indikator berupa DPK menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,65% (qtq) atau 16,82% (yoy) dengan pangsa terbesar terdapat pada tabungan yaitu sebesar 44,96%, meskipun nilai tabungan pada triwulan laporan turun sebesar 2,7% (qtq). Hal ini terjadi sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas masyarakat saat Puasa, Hari Raya Idul Fitri, serta musim hajatan sebelum maupun dan pasca Idul Fitri, sehingga banyak nasabah menarik simpanan tabungannya. Untuk simpanan jenis giro dan deposito, pertumbuhan yang terjadi masing-masing sebesar 16,42% (qtq) dan 19,07%

(qtq).

Kegiatan pembiayaan Bank Syariah juga menunjukkan pertumbuhan penyaluran sebesar 8,15% (qtq) dan 51,88% (yoy). Pembiayaan untuk modal kerja masih merupakan sasaran utama perbankan syariah dengan pangsa mencapai 66,01%. Hal ini senada dengan perbankan konvensional dimana kredit untuk modal kerja menjadi sasaran utama penyaluran kredit.

Mayoritas sektor ekonomi mengalami pertumbuhan negatif pada pembiayaannya. Hanya tiga sektor yang tumbuh positif yaitu sektor angkutan, sektor jasa, dan sektor lain-lain dengan persentase masing-masing sebesar 13,37% (qtq), 16,8% (qtq), dan 10,97% (qtq). Meskipun hanya tiga sektor yang tumbuh positif, namun pangsa sektor jasa dan sektor lain-lain sangat tinggi, masing-masing sebesar 50,36% (senilai Rp423,24 miliar) dan 22,36% (senilai Rp187,93 miliar) sehingga membuat total nilai pembiayaan meningkat.

Tingkat penyaluran kredit yang meningkat ternyata membuat rasio Non Performing Financing (NPF) meningkat dari 1,84% pada triwulan II-2010 menjadi 2,4%

di triwulan laporan. Meski begitu, dibanding triwulan III-2009, rasio NPF sudah turun secara signifikan dari 6,51%.

Indikator intermediasi berupa Financing to Depocit Ratio (FDR) menunjukkan peningkatan dari 147,58% pada triwulan II-2010 menjadi 149,87% di triwulan laporan.

Hal ini dilatari oleh pertumbuhan pembiayaan yang jauh melampaui pertumbuhan DPK.

58

Sumber: LBU dan LBUS

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI REGIONAL (Halaman 69-77)