• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Penggarap Agroforestry

4. Kriteria Analisis Finansial

Untuk mengetahui kelayakan usaha agroforestry yang dikembangkan di HPGW dilakukaan analisis mengenai aspek finansial. Aspek finansial merupakan aspek yang menyangkut terutama perbandingan antara pengeluaran uang dengan revenue earning proyek, apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut dan apakah proyek itu akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri ( Kadariah, et.al, 1999).

Kriteria kelayakan yang digunakan dalam analisis yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR), Break Event Point (BEP) dan Payback Periode (PBP).

Hasil analisis dari kriteria finansial dapat dilihat pada Tabel 21. Bila dilihat dari lima kriteria yang digunakan maka ketiga pola agroforestry dapat dikembangkan dan layak untuk diusahakan.

Tabel 21. Kriteria Analisis Finansial

Kriteria Finansial Pola AF I Pola AF II Pola AF III

BCR 1,55 1,20 2,18

NPV (Rp) 5.335.481 2.204.372 14.476.541

IRR 31% 32% 32%

BEP tahun ke-6 tahun ke-7 tahun ke-5

PBP tahun ke-2 tahun ke-2 tahun ke-2

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

a. Benefit Cost Ratio (BCR)

Dari hasil perhitungan pada tingkat suku bunga 12% nilai BCR yang didapatkan yaitu sebesar 1,55 untuk pola agroforestry I. Sedangkan 1,20 dan 2,18 berturut-turut untuk pola II dan III. Bila dilihat dari nilai BCR yang diperoleh untuk ketiga model agroforestry yang telah dikembangkan mempunyai nilai lebih dari satu maka ketiga pola tersebut layak untuk diusahakan. Nilai BCR tersebut berarti bahwa setiap nilai sekarang, setiap pengeluaran sebesar satu rupiah akan menambah nilai pendapatan bersih masing-masing sebesar 1,55 rupiah untuk pola 1, 1,20 rupiah untuk pola 2 dan 2,18 rupiah untuk pola III.

Nilai BCR untuk usaha agroforestry pola I diperoleh dari hasil pembagian jumlah dari penerimaan/nilai manfaat bersih setelah didiskonto yakni sebesar Rp 14.958.646,00 dengan jumlah biaya setelah didiskonto yakni sebesar Rp 9.623.165,00. Sedangkan untuk usaha agroforestry pola II nilai manfaat bersih setelah didiskonto sebesar Rp 13.452.137,00 dengan nilai manfaat bersih dari biaya sebesar Rp 11247765 dan untuk usaha agroforestry pola III nilai manfaat bersihnya sebesar Rp 26.703.537,00 dan nilai manfaat bersih biaya setelah didiskonto sebesar Rp 12.226.996,00.

b. Net Present Value (NPV)

Pada usaha agroforestri pola I, nilai NPV yang diperoleh yaitu sebesar Rp 5.335.481,00. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman investasi pada lahan agroforestry pola I ini akan memberikan keuntungan sebesar Rp 5.335.481,00 selama delapan tahun menurut nilai sekarang. Dengan kata lain bahwa pendapatan yang diterima petani per bulan

rata-rata Rp 55.577,93. Hasil analisis finansial usaha agroforestry pola I dapat dilihat pada Lampiran 11.

Untuk usaha agroforestry pola II, nilai NPV yang didapat yakni sebesar Rp 2.204.372,00 atau pendapatan yang dapat diterima petani per bulan rata-rata Rp 22.962,21 dan selama delapan tahun akan memberikan keuntungan sebesar Rp 2.204.372,00 menurut nilai sekarang. Hasil analisis finansial untuk usaha agroforestry ini dapat dilihat pada Lampian 12.

Sedangkan usaha agroforestry pola III akan memberikan keuntungan sebesar Rp 14.476.541,00 selama delapan tahun, karena hasil perhitungan NPV diperoleh nilai sebesar Rp 14.476.541,00 dan dengan rata-rata per bulannya petani memperoleh keuntungan sebesar Rp 150.797,30 untuk nilai sekarang. Hasil analisis finansial untuk pola agroforestry III dapat dilihat pada Lampiran 13.

c. Internal Rate of Returns (IRR)

IRR merupakan tingkat suku bunga yang membuat NPV= 0. IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang diwujudkan (Bt – Ct yang bersifat positif) secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan mendapat tingkat keuntungan i yang sama yang diberi bunga selama sisia umur proyek (Kadariah et.al, 1999).

Pada pola I diperoleh nilai IRR yaitu sebesar 31%, pola II sebesar 32% dan pola III sebesar 32%. Nilai IRR yang diperoleh melebihi suku bunga konsumsi yang dipakai yaitu 12% berarti kemampuan proyek untuk mengembalikan modal yang digunakan lebih besar dari tingkat suku bunga yang harus dibayar. Sampai pada suku bunga 31% untuk pola I dan 32% untuk pola II dan III, usaha agroforestry masih dapat diusahakan atau dengan kata lain tingkat pengembalian modal sampai pada suku bunga tersebut.

Biasanya pada tahun-tahun permulaan suatu proyek nilai penerimaan dikurangi biaya (Bt – Ct) adalah negatif, sebab diperlukan investasi sebelum munculnya benefit. Selanjutnya selama sisa umur proyek, benefit biasanya melebihi biaya. Jika pola Bt – Ct memperlihatkan campuran tanda plus dan minus setelah periode investasi semula, maka secara matematis terdapat paling tidak dua pemecahan dimana salah satu diantaranya mungkin negatif. Dalam evaluasi proyek hanya dipakai nilai

yang positif. Jika kedua-duanya positif, biasanya dipilih nilai IRR yang kelihatan “wajar” yaitu tidak terlalu tinggi ( Gray et.al, 2002). Sehingga pada kasus ini, nilai discout rate yang dipakai sebesar 11% dan 13% yaitu discount rate yang mendekati suku bunga yang digunakan, maka Bt – Ct yang didapat bernilai positif. Perhitungan nilai IRR dapat dilihat pada Lampiran 6, 7 dan 8.

d. Break Even Point (BEP)

Untuk perhitungan indikator BEP menunjukkan titik impas antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk dapat mengetahui titik impas tersebut dilakukan perhitungan kumulatif pendapatan dan total pengeluaran. Untuk pola AF I dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Penilaian Pola AF I dengan Break Event Point (BEP)

Tahun Pengeluaran Pendapatan Kumulatif Pendapatan ke-i (Rp/ha/thn) (Rp/ha/thn) (Rp/ha/thn)

1 2.538.590 1.787.757 1.787.757 2 1.658.266 2.977.560 4.765.317 3 1.658.266 2.174.104 6.939.421 4 1.962.191 2.977.560 9.916.982 5 1.708.266 2.977.560 12.894.542 6 2.132.954 2.977.560 15.872.102 7 1.962.191 2.977.560 18.849.663 8 1.658.266 6.021.814 24.871.477 Jumlah 15.278.990 24.871.477 95.897.260

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Pada pola AF I titik impas atau BEP terjadi pada tahun keenam. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun keenam terjadi titik impas antara pendapatan dan pengeluaran (Tabel 22). Pada pola AF I ini total pengeluaran sebesar Rp 15.278.990,00 akan tertutupi oleh pendapatan pada tahun keenam yaitu sebesar Rp 15.872.102,00.

Tabel 23. Penilaian Pola AF II dengan Break Event Point (BEP)

Tahun Pengeluaran Pendapatan Kumulatif Pendapatan ke-i (Rp/ha/thn) (Rp/ha/thn) (Rp/ha/thn)

1 2.913.952 2.595.543 2.595.543 2 1.905.148 2.595.543 5.191.086 3 1.905.148 2.595.543 7.786.629 4 2.593.706 2.595.543 10.382.172 5 1.905.148 2.595.543 12.977.716 6 2.169.437 2.595.543 15.573.259 7 2.593.706 2.595.543 18.168.802 8 1.905.148 3.978.154 22.146.956 Jumlah 17.891.395 22.146.956 94.822.164

Berdasarkan Tabel 23 usaha agroforestry pola II akan mengalami titik impas antara pengeluaran sama dengan pendapatan terjadi pada tahun yang ketujuh. Hasil ini dapat dilihat dari pendapatan kumulatif pada tiap tahunnya dan besarnya total pengeluaran. Besarnya total pengeluaran adalah Rp 17.891.395,00 akan dapat tertutupi oleh pendapatan sebesar Rp 18.168.802,00 pada tahun ketujuh sehingga pada tahun ini terjadi titik impas atau break event point.

Tabel 24. Penilaian Pola AF III dengan Break Event Point (BEP)

Tahun Pengeluaran Pendapatan Kumulatif Pendapatan ke-i (Rp/ha/thn) (Rp/ha/thn) (Rp/ha/thn)

1 3.296.476 1.606.855 1.606.855 2 2.083.893 5.562.652 7.169.507 3 2.083.893 5.562.652 12.732.159 4 2.476.144 5.562.652 18.294.811 5 2.252.553 5.562.652 23.857.463 6 2.083.893 5.562.652 29.420.115 7 3.072.769 5.562.652 34.982.767 8 2.083.893 12.005.720 46.988.487 Jumlah 19.433.515 46.988.487 175.052.166

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Usaha agroforestry pada pola III akan mengalami break event point

pada tahun yang kelima (Tabel 24). Total pengeluaran yaitu sebesar Rp 19.433.515,00 akan dapat ditutupi oleh pendapatan sebesar Rp 23.857.463,00 di tahun yang kelima. Hal ini menunjukkan bahwa usaha

ini pada tahun kelima terjadi titik impas dimana pengeluaran sama dengan pendapatan dan tidak mengalami kerugian.

e. Pay Back Periode (PBP)

Indikator pay back periode merupakan jangka waktu pengembalian seluruh jumlah investasi kapital yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai netto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi yang ditanamkan. Untuk melihat perhitungan pay back periode pada pola AF I dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Rincian Biaya Pengeluaran pada Tahun I Berdasarkan Pola AF

Jenis Biaya Pengeluaran Tahun Pertama (Rp/ha/thn)

Pola AF I Pola AF II Pola AF III

Peralatan Tani 828.613 952.846 1.157.536 Tenaga Kerja 1.667.146 1.906.527 1.871.330 Bahan (pupuk) 42.831 54.579 267.611 Total 2.538.590 2.913.952 3.296.476

Berdasarkan Tabel 25 pengeluaran pada tahun pertama untuk pola AF I sebesar Rp 2.538.590,00 dengan rincian jenis biaya yang dikeluarkan meliputi biaya peralatan tani, tenaga kerja dan pembelian pupuk. Invesatasi pada tahun pertama ini akan dapat dikembalikan pada tahun kedua. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Rincian Pendapatan Kumulatif Tahun Ke-I Berdasarkan Pola AF

Tahun Kumulatif Pendapatan (Rp/ha/thn)

Ke-i Pola AF I Pola AF II Pola AF III 1 1.787.757 2.595.543 1.606.855 2 4.765.317 5.191.086 7.169.507 3 6.939.421 7.786.629 12.732.159 4 9.916.982 10.382.172 18.294.811 5 12.894.542 12.977.716 23.857.463 6 15.872.102 15.573.259 29.420.115 7 18.849.663 18.168.802 34.982.767 8 24.871.477 22.146.956 46.988.487 Jumlah 95.897.260 94.822.164 175.052.166

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Untuk pola AF II besarnya pengeluaran pada tahun pertama yaitu Rp 2.913.952,00 (Tabel 25) dan akan tertutupi pada tahun kedua (Tabel 26). Sedangkan pada pola AF III juga sama, pada tahun kedua jumlah pengeluaran di tahun yang pertama akan tertutupi (Tabel 26), jumlah pengeluaran di tahun pertama sebesar Rp 3.296.476,00 dengan rincian biaya pada Tabel 25. Hal ini menunjukkan bahwa usaha agroforestry ini dalam tingkat pengembalian modal relatif singkat.

D. Persepsi dan Keberlanjutan Program Kerjasama Agroforestry

Dokumen terkait