KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRY
DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
SUKABUMI JAWA BARAT
DYAH NUR ISNAINI
E14101019
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRY
DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
SUKABUMI JAWA BARAT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DYAH NUR ISNAINI
E14101019
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Kelayakan Usaha Agroforestry di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Dyah Nur Isnaini
NRP : E14101019
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc
NIP 131 918 661
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP 131 430 799
RINGKASAN
Dyah Nur Isnaini. E14101019. Analisis Kelayakan Usaha Agroforestry Di Hutan
Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Leti
Sundawati, M.Sc.
Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peranan yang
strategis dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Kurangnya
kesempatan masyarakat desa sekitar hutan untuk mengakses sumberdaya alam
tersebut dapat menimbulkan konflik, sebagai contoh krisis ekonomi yang terjadi
pada tahun 1997 telah mengakibatkan perambahan kawasan hutan berlangsung
dimana-mana. Kondisi ini terjadi pula di kawasan Hutan Pendidikan Gunung
Walat (HPGW), Sukabumi. Untuk dapat menekan, mengurangi dan
mengembalikan kawasan hutan ke kondisi semula perlu diadakan suatu kegiatan
rehabilitasi. Salah satu caranya yaitu dengan adanya pembinaan masyarakat
sekitar hutan melalui kerja sama agroforestri. Untuk dapat melihat sejauh mana
agroforestry telah berkembang di HPGW dan mencapai tingkat keberhasilan
khususnya keuntungan yang diperoleh masyarakat sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan suatu analisis untuk
mengukurnya. Analisis yang sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek berbasis
finansial.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Hegarmanah, Kecamatan
Cicantayan, Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), pada bulan Maret 2005
dengan sasaran para petani penggarap agroforestry di HPGW. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dari sasaran penelitian dengan
total responden 60 orang (40,54%), pola I sebesar 7,43% (11 responden), pola II
sebesar 9,46% (14 responden) dan pola III sebesar 23,65% (35 responden).
Data dianalisis secara deskriptif sehingga dapat diketahui kelayakan
usaha agroforestry yang dikembangkan di HPGW dengan menggunakan kriteria
kelayakan usaha yaitu BCR, NPV, IRR, BEP dan Payback Periode. Selain itu, dapat diketahui pula tingkat persepsi petani tentang keberlanjutan program
kerjasama agroforestry.
Usaha agroforestry yang dikembangan di HPGW meliputi 3 pola
agroforestry. Pola agroforestry dibedakan dari kondisi hutan dan jumlah
pohon/ha. Pola I apabila kondisi hutan sudah gundul atau jumlah pohon yang
atau jumlah pohon yang tersisa dari 25 – 100 pohon/ha dan apabila kondisi
hutannya masih cukup rapat atau jumlah pohon yang tersisa antara 100 – 200
pohon/ha merupakan pola III.
Kriteria kelayakan yang digunakan dalam analisis yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR), Break Event Point (BEP) dan Payback Periode (PBP). Nilai NPV yang diperoleh untuk masing-masing pola yaitu sebesar Rp 5.335.481 pola AF I , Rp 2.204.372 untuk
pola AF II dan Rp 14.476.541 untuk pola AF III. Sedangkan nilai BCR untuk
masing-masing pola adalah 1,50 untuk pola AF I, 1,20 pola AF II dan 2,18 pola
AF II. Untuk nilai IRR pada pola AF I diperoleh 31%, pola AF II dan III sebesar
32%. Break Event Point untuk ketiga pola bervariasi, pola AF I pada tahun ke-6, pola AF II pada tahun ke-7 dan pola AF III pada tahun ke-5. Indikator payback periode untuk ketiga pola diperoleh hasil yang sama yaitu pada tahun ke-2.
Persepsi petani penggarap agroforestry di HPGW terhadap program
kerjasama agroforestry mempunyai tingkat persepsi rata-rata sedang. Artinya
mereka menganggap agroforestry yang dikembangkan mempunyai manfaat dan
dapat menguntungkan kedua belah pihak, baik pihak petani maupun HPGW.
Dengan biaya yang tidak terlalu mahal agroforestry tetap dapat dilaksanakan dan
sewaktu-waktu hasilnya dapat diambil untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Keberlanjutan program kerjasama ini, menurut hasil pengukuran
persepsi bahwa para petani penggarap agroforestry di HPGW akan tetap
melaksanakan program kerjasama ini. Dengan alasan program ini dapat
membantu dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari para petani dan dapat
pula meningkatkan kesejahteraan petani bila pengelolaanya dilakukan secara
maksimal.
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis kelayakan usaha
agroforestri yang dikembangkan di HPGW dengan menggunakan 5 kriteria diatas
maka ketiga pola yang terbentuk adalah layak untuk diusahakan. Sedangkan
untuk tingkat persepsi responden petani penggarap agroforestry tentang
keberlanjutan program kerjasama agroforestry dengan pihak HPGW, adalah
bahwa program ini akan dapat terus dilanjutkan meskipun tidak ada bantuan lagi
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 9 November 1982
sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wagiyo
dengan Ibu Suisna ‘Asri Jiwarti. Pendidikan penulis diawali pada tahun1986 di
Taman Kanak-Kanak R. A. Hidayah Tayu Wetan selama dua tahun. Tahun 1989,
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Tayu Wetan 02
selama enam tahun. Selanjutnya pada tahun 1995, penulis mengikuti pendidikan
lanjutan di SLTP Negeri 1 Tayu - Pati dan menyelesaikannya pada tahun 1998.
pada tahun yang sama, penulis memasuki SMU Negeri 1 Tayu - Pati hingga
tamat pada tahun 2001.
Pada tahun 2001, penulis diberi kesempatan untuk belajar di Institut
Pertanian Bogor di Fakultas Kehutanan pada program studi Manajemen Hutan
melalui jalur USMI. Tahun ketiga pendidikan di IPB, penulis memilih
Laboratorium Politik Ekonomi Sosial Kehutanan. Selama melaksanakan studi di
Fakultas Kehutanan IPB, penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Kehutanan (2003-2004) sebagai sekretaris Departemen
Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Sosial (KKS) dan tahun 2004-2005 sebagai
Sekretaris Umum. Tahun 2004 juga aktif di himpunan profesi Forest Managemet
Student Club (FMSC) sebagai sekretaris Departemen Pengembangan
Sumberdaya Manusia (PSDM).
Tahun 2004, penulis melaksanakan Praktik Umum Kehutanan (PUK) di
Jawa Tengah, jalur Cilacap – Baturaden dan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di
Getas (KPH Ngawi). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di HPHTI
PT. Musi Hutan Persada Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB,
penulis melakukan penelitian dengan judul “ Kelayakan Usaha Agroforestry di
Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat “, di bawah
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam juga tercurah
kepada nabi besar umat Islam Muhammad SAW beserta para sahabat dan
keluarganya serta para pengikutnya yang istiqomah hingga akhir masa.
Ucapan terima kasih diucapkan kepada :
1. Bapak Wagiyo dan Ibu Suisna Asri Jiwarti atas segala upaya jerih payahnya
dan lantunan doa yang tak pernah putus. Semoga Allah memberikan balasan
yang leih baik dan menempatkan keduanya pada tempat yang mulia
disisi-Nya nanti.
2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc atas bimbingan, ilmu dan waktu yang telah
diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah memberikan
balasan yang lebih baik.
3. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Lina Karlinasari, S.Hut, M.Si selaku
dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan atas segala kritik dan
masukannnya demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Mas Wahyu, Dik Ida dan Addin atas kebersamaan yang indah, dukungan
moral dan materiilnya. Semoga Allah selalu membimbing kita pada jalan
hidayah-Nya.
5. Lingkaran kecilku yang telah memberikan energi dan pencerahan dalam
menapaki hidup.
6. Seluruh staf dan teman-teman dari Laboratorium Politik Ekonomi Sosial
Kehutanan serta staf administrasi Departemen Manajemen Hutan atas
segala bantuan dan kerjasamanya.
7. Saudara-saudara akhwat dan ikhwan ’38 atas setiap waktu yang
diperjuangkan dan ukhuwah yang tak tergoyahkan.
Jazakumullahu Khairan Katsiran.
9. Keluarga kecil “Wisma Mardiyah” : Trias, mba Puji, De Ajeng, Delfy, Yayat &
Afi, Santi, teh itatea, Herlin yang memberikan banyak motivasi dan semangat.
Semoga ukhuwah kita tetap terjalin hingga nanti.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dan telah sangat
membantu dalam penyelesaian tulisan. Terima kasih ya!
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di dunia kehutanan. Atas segala kekurangan, penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Karena sesungguhnya kelebihan hanya datang dari
Allah SWT semata dan kekurangan berasal dari diri penulis pribadi.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Bogor, Maret 2006
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Kerangka Penelitian ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Agroforestry ... 5
B. Analisis Kelayakan Usaha ... 6
C. Persepsi dan Keberlanjutan Program ... 10
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12
B. Sasaran dan Alat ... 12
C. Sumber Data ... 12
D. Jenis Data ... 12
E. Metode Pengumpulan Data ... 13
F. Metode Pengambilan Contoh ... 13
G. Metode Pengolahan Data ... 13
H. Metode Analisis Data ... 17
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Umum Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) ... 18
1. Letak dan Luas ... 18
3. Topografi ... 19
4. Vegetasi dan Fauna ... 19
5. Kelembagaan dan Sejarah HPGW ... 20
6. Pengembangan Pola-Pola Agroforestry ... 21
B. Keadaan Umum Desa Hegarmanah ... 23
1. Kondisi Bio-fisik ... 23
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hegarmanah ... 24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 29
1. Karakteristik Responden Petani Penggarap Agroforestriy ... 29
B. Pendapatan dan Pengeluaran Rata-Rata Rumah Tangga Petani Agroforestry ... 33
1. Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 33
2. Pengeluaran Rumah Tangga Petani ... 36
C. Kelayakan Usaha Agroforestry ... 37
1. Pendapatan Petani Agroforestry ... 37
2. Pengeluaran Petani Agroforestry ... 38
3. Perkiraan Analisis Rugi dan Laba Usaha Agroforestry ... 39
4. Kriteria Analisis Finansial ... 40
a. Benefit Cost Ratio (BCR) ... 41
b. Net Present Value (NPV) ... 41
c. Internal Rate of Return (IRR) ... 42
d. Break Event Point (BEP) ... 43
e. Pay Back Periode (PBP ... 44
D. Persepsi dan Keberlanjutan Kerjasama Agroforestry ... 45
1. Tingkat Persepsi Petani Penggarap Agroforestry ... 45
2. Keberlanjutan Program Kerjasama Agroforestry ... 48
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Tingkat Persepsi berdasarkan Skala Likert ... 16
2. Penduduk Desa Hegarmanah Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 25
3. Sarana Pendidikan di Desa Hegarmanah ... 25
4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Hegarmanah ... 26
5. Pola Penggunaan Lahan di Desa Hegarmanah ... 27
6. Jumlah Pemilik Lahan Menurut Luas Lahan ... 27
7. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Kampung ... 29
8. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Pemilikan Lahan ... 29
9. Rata-rata Penguasaan Lahan Bedasarkan Pola Agroforestry ... 30
10.Distribusi Responden Berdasarkan Pola Agroforestry ... 30
11. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 31
12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 32
12. Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian ... 33
14. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 33
15. Pendapatan Rata-rata Responden dari Berbagai Sumber ... 34
16. Tingkat Kesejahteraan Penggarap Agroforestry ... 35
17. Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Responden pertahun ... 36
18. Perkiraan Analisis Rugi dan Laba Agroforestry Pola I ... 39
19. Perkiraan Analisis Rugi dan Laba Agroforestry Pola II ... 39
20. Perkiraan Analisis Rugi/Laba Agroforestry Pola III ... 40
21. Kriteria Analisis Finansial ... 41
22. Penilaian Pola AF I dengan Break Event Point (BEP) ... 43
23. Penilaian Pola AF II dengan Break Event Point (BEP) ... 43
24. Penilaian Pola AF III dengan Break Event Point (BEP) ... 44
25. Rincian Biaya Pengeluaran pada Tahun I Berdasarkan Pola AF ... 44
26. Rincian Pendapatan Kumulatif Tahun Ke-i Berdasarkan Pola AF ... 45
27. Penilaian Tingkat Persepsi Responden... 46
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran ... 4
2. Pola Agroforestry I di HPGW ... 22
3. Layout Pola Agroforestry I dan II di HPGW ... 22
4. Pola Agroforestry II di HPGW ... 22
5. Pola Agroforestry III di HPGW ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Karakteristik Responden ... 53
2. Penentuan Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) Agroforestriy Pola I ... 55
3. Penentuan Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) Agroforestry Pola II ... 55
4. Penentuan Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) Agroforestry Pola III ... 56
5. Penentuan Nilai Net Present Value (NPV) Agroforestry Pola I ... 57
6. Penentuan Nilai Net Present Value (NPV) Agroforestry Pola II ... 57
7. Penentuan Nilai Net Present Value (NPV) Agroforestry Pola III ... 57
8. Penentuan Nilai Internal Rate of Return (IRR) Agroforestry Pola I ... 58
9. Penentuan Nilai Internal Rate of Return (IRR) Agroforestry Pola II ... 59
10. Penentuan Nilai Internal Rate of Return (IRR) Agroforestry Pola III ... 60
11. Analisis Finansial Agroforestry di HPGW Pola I ... 61
12. Analisis Finansial Agroforestry di HPGW Pola II ... 63
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa dampak pada
berbagai sektor kehidupan yang bersamaan dengan meningkatnya laju
pertumbuhan penduduk. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah
permintaan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya maka manusia mengadakan eksploitasi secara
besar-besaran sehingga pada sektor kehutanan semakin banyak dikonversi ke non
kehutanan.
Hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia dan mempunyai peranan yang strategis baik sebagai pelindung
ekosistem dan plasma nutfah maupun dalam kehidupan sosial ekonomi
masyarakat di sekitarnya. Bagi masyarakat sekitar hutan, hutan memiliki
fungsi sebagai tempat penyangga seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi
dan budaya. Kurangnya kesempatan masyarakat desa sekitar hutan untuk
mengakses sumberdaya alam tersebut mengakibatkan terputusnya
masyarakat dari sumber kesejahteraan sosial, budaya dan ekonomi. Hal ini
sering terjadi dan dapat menimbulkan konflik serta ditambah dengan keadaan
ekonomi yang sedang melanda negeri ini mengakibatkan penjarahan kayu
dan perambahan kawasan hutan berlangsung dimana-mana.
Kondisi ini terjadi pula di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW), Sukabumi. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 pada
akhirnya bermuara pada pencurian kayu dan perambahan areal kawasan
hutan. Untuk dapat menekan, mengurangi dan mengembalikan kawasan
hutan ke kondisi semula perlu diadakan suatu kegiatan rehabilitasi. Salah
satu caranya yaitu dengan adanya pembinaan masyarakat sekitar hutan
melalui kerja sama agroforestry. Kerja sama ini merupakan usaha membina
masyarakat sekitar hutan khususnya para perambah melalui penguatan
kelembagaan masyarakat dan pemberian ketrampilan teknis pertanian dan
kehutanan.
Masyarakat sekitar hutan khususnya para perambah dibina dan diajak
secara bersama-sama untuk merehabilitasi hutan dengan pola agroforestry
yaitu dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian
berdampak pada kelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Untuk dapat melihat sejauh mana agroforetry telah berkembang di
HPGW dan mencapai tingkat keberhasilan khususnya keuntungan yang
diperoleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat maka diperlukan suatu analisis untuk mengukurnya. Analisis
yang sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek berbasis finansial. Karena
sistem agroforestry ini menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka
waktu pemanenannya berbeda, dimana paling sedikit satu tahun, maka
analisis ini diperlukan untuk melihat sejauh mana usaha agroforestry tersebut
memberikan keuntungan.
B. Perumusan Masalah
Sejak terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan mulai tahun 1997,
masyarakat di sekitar HPGW terutama dari Desa Hegarmanah yang
berbatasan langsung dengan hutan melakukan kegiatan perambahan dengan
menanami lahan hutan dengan tanaman pangan. Kegiatan tersebut terus
berlangsung hingga masyarakat melakukan penebangan liar untuk tujuan
memperoleh kayu, tetapi selain itu masyarakat juga ingin mendapatkan lahan
pertanian yang lebih luas. Sampai tahun 2004 lahan yang sudah dirambah
kurang lebih mencapai 75 Ha (Trison, 2005)
Dalam upaya mempertahankan kelestarian hutan dan mengatasi
masalah perambahan di HPGW pada tahun 2001, konsep agroforestry telah
dikembangkan dengan bentuk pembinaan terhadap masyarakat sekitar
hutan. Dalam rangka proyek restorasi hutan tropis yang terdegradasi di Asia
Tenggara maka HPGW mendapat dukungan dana dari ASEAN-Korea
Enviromental Cooperation Project (AKECOP) untuk restorasi hutan dengan
sistem agroforestry yang menyertakan partisipasi masyarakat.
Masyarakat sekitar hutan HPGW yang melakukan kerjasama ini pada
umumnya memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi
hutan melalui kerjasama agroforestry. Selain itu, partisipasi masyarakat
dalam kegiatan ini juga dipengaruhi oleh unsur kemampuan dan kesempatan
berpartisipasi. Kemampuan dipengaruhi oleh faktor pendapatan, tingkat
Pada umumnya, tingkat pendidikan masyarakat di sekitar HPGW masih
dianggap rendah sehingga banyak petani agroforestry yang belum dapat
menghitung komponen biaya manfaat dari hasil agroforestry. Mereka belum
memahami dari pengelolaan agroforestry dapat menghasilkan keuntungan
yang maksimal bila dalam pengelolaannya diperhatikan biaya produksi dan
manfaatnya. Untuk itu, perlu ditinjau aspek kelayakan usaha agroforestry
dengan melihat pendapatan dan biaya produksi yang dikeluarkan dalam
kurun waktu tertentu.
C. Kerangka Pemikiran
Masyarakat di sekitar HPGW merupakan pelaku dari program
kerjasama agroforestry ini. Pihak HPGW sebagai fasilitator yaitu
menyediakan lahan untuk digarap oleh para petani. Sedangkan AKECOP
sebagai mitra atau penyedia dana dalam penyelenggaraan program
kerjasama agroforestry untuk rehabilitasi dan restorasi HPGW. Untuk
mengetahui seberapa pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan
masayarakat terutama para petani penggarap agroforestry maka dilakukan
uji kelayakan usaha dengan menggunakan analisis finansial yaitu kriteria
yang digunakan berupa Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR),
Internal Rate of Return (IRR), Break Event Point (BEP) dan Payback Periode
(PBP). Alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
Masyarakat sekitar HPGW (pelaku)
HPGW - IPB (fasilitator)
AKECOP (mitra)
Agroforestry
Kesejahteraan Masyarakat
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menghitung kelayakan usaha agroforestry pada lahan agroforestry di
Hutan Pendidikan Gunung Walat.
2. Mendeskripsikan persepsi petani penggarap agroforestry mengenai
keberlanjutan program kerjasama agroforestry di HPGW.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran tentang kelayakan usaha agroforestry yang
dikembangkan di HPGW.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan agroforestry di
HPGW pada masa mendatang dan pemanfaatan lahan secara lebih
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Agroforestry
Menurut Laundgen dan Raintee (1982) dalam ICRAF (2003)
agroforestry adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan
teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu
unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu,
palem, bambu dll) dengan tanaman pertanian dan atau/hewan (ternak) dan
atau/ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran
sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai
komponen yang ada.
Unsur-unsur dalam agroforestry menurut Hairiah, et.al (2003) adalah:
Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia
Penerapan teknologi
Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/ atau ternak atau
hewan
Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu
Ada interaksi ekologi, ekonomi dan sosial
Menurut Hairiah, et.al (2003) agroforestry pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan
pengembangan pedesaan, serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang
yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian
sumberdaya beserta lingkungannya. Agroforestry diharapkan dapat
memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali
sifatnya mendesak. Agroforestry utamanya diharapkan dapat membantu
mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan
guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem
berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi
tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan.
Konsep agroforestry secara keseluruhan menempatkan manusia
(masyarakat) sebagai subyek, secara aktif berupaya dengan daya dan
kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan permasalahan kebutuhan,
menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang kehidupan (Widianto,
Menurut Widianto, et.al (2003) sistem agroforestry memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem monokultur, karena adanya
beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem,
dalam hal ini jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi
penggunaan produk sehingga sangat mempengaruhi fungsi sosial ekonomi
dari sistem agroforestry. Pola penyerapan tenaga kerja dan karakteristik
tenaga kerja yang dibutuhkan dalam sistem agroforestry dipengaruhi oleh
bebrapa faktor diantaranya adalah jenis dan komposisi tanaman (pepohonan
dan tanaman semusim) tingkat perkembangan atau umur.
Dalam Suprayogo, et.al (2003) keberhasilan usaha pertanian dengan menggunakan konsep agroforestry sangat tergantung pada tingkat
pemahaman interaksi antara pohon - tanah - tanaman semusim. Pemahaman
interaksi ini dapat berdasarkan pengamatan, pengalaman maupun penelitian
di lapangan.
Menurut Suharjito, et.al (2003) dalam analisis ekonomi terhadap suatu sistem agroforestry harus memperhatikan ciri-ciri sistem agroforestry
diantaranya :
• Menghasilkan lebih dari satu macam produk
• Pada lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis tanaman semusim dan satu jenis tanaman tahunan/ pohon
• Produk-produk yang dihasilkan dapat terukur (tangible) dan tak terukur (intangible)
• Terdapat kesenjangan waktu (time lag) antara waktu penanaman dan pemanenan produk tanaman tahunan/ pohon yang sudah lama.
B. Analisis Kelayakan Usaha
Penilaian suatu proyek dapat dilakukan dalam dua analisis yaitu
finansial dan analisis ekonomi. Analisis finasial berarti melihat keberhasilan
suatu proyek dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam
investasi dalam proyek atau pihak yang berkepentingan dalam proyek
tersebut. Sedangkan analisis ekonomi melihat dari segi perekonomian secara
keseluruhan (Kadariah, et.al, 1978).
Menurut Gittinger (1986) analisis finansial adalah metode untuk
menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan hidupnya
hasil untuk modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek (Kadariah, et al, 1978).
Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan suatu
proyek menurut Gittinger (1986) adalah :
1. Aspek teknis
Analisis secara teknis yang berhubungan dengan penyediaan input dan
output proyek.
2. Aspek institusional, organisasi dan manajerial
Penetapan institusi atau lembaga proyek harus tepat, harus
mempertimbangkan pola sosial, budaya dan lembaga yang akan dilayani
proyek. Usulan organisasi proyek harus diteliti agar proyek dapat
diarahkan dan organisasi proyek harus mempertimbangkan kebiasaan
dan prosedur organisai di suatu daerah atau negara. Dalam hal ini
manajerial harus diteliti kesanggupan atau keahlian staf yang ada dalam
menangani kegiatan-kegiatan sektor publik yang berskala besar.
3. Aspek sosial
Dengan mempertimbangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan sosial dari
pihak yang akan dilayani oleh proyek. Selain itu proyek harus tanggap
pada kebiasaan sosial dan dampak lingkungan yang merugikan.
4. Aspek komersial
Menyangkut perencanaan penyediaan input yang dibutuhkan untuk
kelangsungan proyek dan rencana pemasaran output yang dihasilkan
proyek.
5. Aspek finansial
Menganalisis biaya-biaya yang diperlukan, hasil-hasil proyek yang dapat
menutupi biaya-biaya administrasi dan upaya mempertahankan
kelangsungan proyek.
6. Aspek ekonomi
Menganalisis apakah proyek dapat memberikan kontribusi yang nyata
terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah
kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya
Tujuan dari analisis proyek menurut Gray, (1992) adalah untuk :
1. Untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui
investasi dalam suatu proyek.
2. Sejalan dengan point (1), menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu
dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan.
3. Mengadakan pemilihan terhadap peluang investasi yang ada sehingga
dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan.
4. Sejalan dengan (3), menentukan prioritas investasi.
Untuk mengetahui tingkat keuntungan sutau calon proyek, perlu
dihitung benefit dan biaya yang diperlukan sepanjang umur proyek. Suatu
proyek dapat dianjurkan untuk dilaksanakan atau tidak dan dapat dinyatakan
terbaik untuk dipilih diantara berbagai alternatif, hanyalah bila hasil-hasil yang
diperoleh dari proyek tersebut dapat dibandingkan dengan sumber-sumber
yang diperlukan. Untuk itu dikembangkan beberapa pengukuran yang disebut
kriteria investasi (Gray, 1992).
Menurut Suharjito, et.al (2003) analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya
yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi
terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan
manfaat. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran
terhadap kinerjanya.
Ukuran-ukuran yang umum digunakan adalah :
• Net Present Value(NPV) atau Nilai Kiwari Bersih
Yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh
selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai
waktu dari uang atau time value of money.
Untuk mengetahui nilai uang di masa yang akan datang dihitung pada
saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan agroforestry di masa
yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto yang
besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di
pasaran.
Suatu usaha termasuk usaha agroforestry akan dikatakan
menguntungkan dan sebagai implikasinya akan diadopsi oleh
masyarakat apabila memilki nilai NPV yang positif. Besaran NPV yang
layak diusahakan. Makin besar angka NPV maka makin baik ukuran
kelayakan usahanya.
• Benefit Cost Ratio(BCR) atau Rasio Keuntungan Biaya
Yaitu perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran selama jangka
waktu pengusahaan ( dengan memperhitungkan nilai dari uang atau
time value of money).
• Internal Rate of Returns (IRR)
Menunjukkan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh
suatu proyek/ usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan
memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam
perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang
terdiskonto sama dengan nol. Usaha agroforestry akan dikatakan layak
apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar
pada saat tersebut.
Menurut Gray et.al (2002) IRR yang unik terdapat apabila terjadi investasi paling tidak dalam kurun waktu satu tahun yaitu salah satu
nilai Ct tidak ditutup 100% oleh benefit dalam tahun t. Sebaliknya jika
Bt – Ct selalu positif, termasuk dalam tahun ke nol maka IRR menjadi
tak terhingga. Apabila tiap tahunnya ditutup benefit, maka pendekatan
yang relevan adalah mencari program yang memaksimalkan NPV
benefit, mengingat keterbatasan dana yang tersedia.
Pada umumnya, nilai Bt – Ct untuk tahun-tahun permulaan proyek
adalah negatif dan selanjutnya selama umur proyek akan bernilai
positif. Jadi lazimnya Bt – Ct akan memperlihatkan pola - - - + + +. Jika
polanya terlihat seperti - - + + - + + yaitu memperlihatkan campuran
tanda plus dan minus setelah periode investasi semula, maka secara
matematis terdapat paling tidak dua pemecahan dimana salah satu
diantaranya mungkin negatif. Dalam evaluasi proyek hanya dipakai nilai
yang positif. Jika kedua-duanya positif, biasanya dipilih nilai IRR yang
Kriteria lainnya yaitu Analisis Break Even Point (BEP) yang digunakan sebagai penentu batas produksi minimal suatu kegiatan usaha yang harus
menghasilkan atau menjual produknya agar tidak menderita rugi. BEP adalah
suatu keadaan usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian.
Sedangkan Pay Back Periode menurut Gittinger (1986) adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi kapital yang ditanamkan,
dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai netto produksi
tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi yang
ditanamkan. Lain halnya menurut Djamin yang menyatakan bahwa payback
periode merupakan penilaian investasi suatu proyek yang didasarkan pada
pelunasan biaya investasi oleh net benefit dari proyek.
C. Persepsi dan Keberlanjutan Program
Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi
untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah
penginderaaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya).
Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Persepsi yang dimiliki seseorang berbeda karena pengaruh berbagai
faktor mulai dari pengalaman, latar belakang, lingkungan dimana dia tinggal,
juga motivasi dan lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang akan menyebabkan seseorang dalam menginterpretasikan
sesuatu mempunyai perbedaan pendapat (Nurdin, 2003).
Menurut Siagian (1995) dalam Nurdin (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :
1. Diri seseorang yang bersangkutan.
Apabila seseorang melihat dan berusaha memberi interpretasi tentang
apa yang telah dilihatnya, pendapatnya akan dipengaruhi oleh sikap,
motif, kepentingan, dan harapan.
2. Sasaran persepsi
Sasaran persepsi dapat berupa benda atau peristiwa. Dalam persepsinya
seseorang biasanya membuat generalisasi dengan menggolongkan dari
sekelompok orang, benda atau peristiwa yang memiliki karakteristik yang
3. Situasi
Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi.
Istilah persepsi muncul sangat diperlukan.
Nurdin (2003) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses
pemaknaan terhadap obyek berdasarkan kesenjangan antara benar atau
salahnya suatu pernyataan. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan
penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap
motivasi, kemauan, dan perasaan suatu stimulus tersebut (Langevelt, 1966
dalam Nurdin, 2003)
Saarinen (1976) dalam Nurdin (2003) mengatakan bahwa persepsi sosial (sosial perseption) umumnya berkaitan dengan faktor-faktor sosial budaya terhadap struktur kognitif dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Menurut Syarwani dalam Suparlan (1994) keberlanjutan hanya bisa dicapai melalui pembangunan dengan rakyat sebagai sentral. Untuk menjaga
keberlanjutan program, maka pelaksanaannya harus dilandasi oleh
konsep-konsep tertentu yang dapat menjamin bahwa program ini dapat dan harus
sampai pada kelompok sasaran (target group) untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu peningkatan kesejahteraan dan sekaligus membawa
peningkatan sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial (social capital) dari kelompok sasaran (Khandker, et.al, 1995 dalam Yuliarso, 2004).
Rohima (2002) menyatakan bahwa implementasi dan keberlanjutan
program merupakan suatu tantangan dalam perencanaan program. Strategi
top down tidak hanya kurang efektif tapi juga sulit untuk menjaga keberlanjutan. Program pengembangan pada masyarakat perlu
mempertimbangkan tentang jalan keluar yang baik dari masalah yang ada di
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Hegarmanah, Kecamatan
Cicantayan, Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor, Sukabumi Jawa Barat. Waktu penelitian pada bulan
Maret 2005.
B. Sasaran dan Alat
Sasaran dalam penelitian ini adalah para petani agroforestry di HPGW
yang menggarap lahan agroforestry dengan luasan yang berbeda menurut
pola agroforestry yang telah dikembangkan yaitu, pola agroforestry dengan
lahan terbuka dan kerapatan <25 pohon/ha disebut pola AF I, lahan dengan
kerapatan pohon antara 25 - 100 pohon/ha disebut pola AF II dan lahan
dengan kerapatan antara 100 - 200 pohon/ha disebut pola AF III. Dalam
penelitian ini digunakan alat berupa alat tulis, alat hitung, kamera, daftar
pertanyaan (kuesioner), komputer serta alat perekam.
C. Sumber Data
Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, yaitu :
1. Petani agroforestry (responden)
2. Instansi-instansi yang terkait yang berhubungan dengan perolehan data
penelitian
3. Literatur dan publikasi lainnya
D. Jenis Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan
sekunder dari sasaran penelitian. Data primer meliputi keadaan umum
responden yang diambil melalui wawancara semi terstruktur dan kuesioner.
Sedangkan data sekunder meliputi keadaan lingkungan biofisik tempat
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
1. Teknik Observasi, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap objek peneliti.
2. Teknik Survei, yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan
wawancara dengan masyarakat (responden) serta pihak-pihak yang
terkait dengan menggunakan responden.
3. Studi Pustaka, yaitu cara pengumpulan data dengan cara mempelajari
literatur, laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian yang ada hubungannya
dengan penelitian.
F. Metode Pengambilan Contoh
Responden dipilih secara sengaja yaitu petani yang menggarap lahan
agroforestry dengan tiga pola agroforestry yang telah berkembang. Total
responden 60 orang sebesar 40,54% dari seluruh petani penggarap di
HPGW (148 orang) dengan pola I sebesar 7,43% (11 responden), pola II
sebesar 9,46% (14 responden) dan pola III sebesar 23,65% (35 responden).
Responden dari ketiga pola agroforestry tersebut diambil secara sengaja.
G. Metode Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi
untuk mendapatkan informasi dan gambar tentang hubungan dan biaya pada
petani agroforestry di HPGW dengan memperhatikan variabel-variabel yang
telah ditentukan dan selanjutnya dianalisis sesuai indikator.
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk analisis finansial, yaitu :
1. Menggunakan faktor diskonto/suku bunga bank yang berlaku yaitu 12%.
2. Kondisi perekonomian selama jangka waktu analisis stabil.
3. Pembuatan lahan agroforestry di mulai sejak diadakannya kerjasama
agroforestry.
4. Pendapatan mulai dihitung sejak lahan diolah dan dimanfaatkan.
5. Sumberdaya manusia yang digunakan terbatas.
6. Umur kelayakan proyek dihitung sampai umur 8 tahun didasarkan pada
7. Upah Hari Orang Kerja (HOK) satu hari dihitung berdasarkan upah yang
berlaku.
8. Pendapatan dari tanaman pertanian dihitung sesuai periodisasi panen.
9. Semua harga output dan input yang digunakan dalam analisis yaitu
berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian berlangsung
dengan asumsi harga konstan sampai selesainya penelitian.
Indikator-indikator yang dinilai yaitu :
a. Net Present Value (NPV) / Nilai Bersih Sekarang
NPV didapat dari mendiskonto semua biaya dan pendapatan pada suku
bunga diskonto dan kemudian hasil diskonto pendapatan dikurangi hasil
diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan layak jika NPV>0 yang berarti
proyek tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat
pengembalian yang diisyaratkan dan harus diterima (social opportunity cost of capital) atau NPV bernilai positif. Jika NPV<0 proyek tidak layak diusahakan.
Rumus :
keterangan:
NPV = Nilai bersih sekarang
PV = Present value
Bt = Manfaat yang diperoleh setiap tahun
Ct = Biaya yang dikeluarkan setiap tahun
t = periode waktu (tahun)
i = tingkat suku bunga
b. Benefit Cost Ratio (BCR) / Rasio Keuntungan
BCR didapat dengan membagi jumlah hasil diskonto pendapatan dengan
jumlah hasil diskonto biaya. Proyek dikatakan layak bila BCR > 1.
(
)
(
)
(
)
(
)
∑
∑
∑
∑
= = = =+
+
=
+
−
+
−
=
n t t n t t n t t n t ti
Ct
i
Bt
i
Bt
Ct
i
Ct
Bt
BCR
1 1 1 11
1
1
1
Keterangan :BCR = Rasio manfaat biaya
Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun
Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun
t = periode waktu (tahun)
i = tingkat suku bunga
c. Internal Rate of Return (IRR) / Tingkat Pengembalian Internal
IRR merupakan suku bunga diskonto yang menyebabkan jumlah hasil
diskonto pendapatan sama dengan jumlah hasil diskonto biaya, atau suku
bunga yang membuat NPV sebesar nol. Suatu proyek layak bila besar suku
bunga diskonto.
Rumus :
(
1
)
0
1=
+
−
=
∑
= n t ti
Ct
Bt
IRR
Keterangan :IRR = tingkat pengembalian internal
Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun
Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun
t = periode waktu (tahun)
i = tingkat suku bunga
atau
Rumus :
IRR
i
i NPVNPVi NPVii( )
i
iii
i i−
+
=
−
d. Analisis Payback Periode
Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh modal
investasi yang digunakan proyek.
Rumus :
e. Analisis Break Even Point (BEP)
Untuk mengetahui titk impas yaitu antara pendapatan dan pengeluaan
Rumus :
Total Penerimaan = Total Pengeluaran
f. Penentuan Persepsi
Penentuan persepsi responden terhadap keberlanjutan program
dilakukan dengan melakukan sejumlah pernyataan melalui kuesioner.
Variabel dan pernyataan tersebut ditentukan sesuai bentuk kegiatan
pelaksanaan program kerjasama agroforestry di HPGW yang dilakukan
oleh responden. Metode yang digunakan yaitu metode rating yang
dijumlahkan atau penskalaan Likert (Mueller, 1996) merupakan metode
penskalaan pernyataan sikap/persepsi yang menggunakan distribusi
respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Responden akan diminta
untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi
pernyataan dalam lima kategori jawaban, yaitu “Sangat Tidak Setuju”
(STS), “Tidak Setuju” (TS), “Tidak Dapat Menentukan” atau “Entahlah” (E),
“Setuju” (S), dan “Sangat Setuju” (SS). Dari masing-masing kategori
jawaban akan diberi nilai tergantung dari bentuk pernyataannya baik yang
berupa pernyataan positif maupun negatif. Pemberian nilai dari 0 sampai 4
tergantung bentuk pernyataannya, apabila positif maka nilai terbesar untuk
kategori jawaban persetujuan misalnya Sangat Setuju (SS) sedangkan
untuk pernyataan yang bersifat negatif, nilai terbesar untuk kategori
jawaban penolakan misalnya Sangat Tidak Setuju (STS). Hasil dari
kuesioner dicari nilai rata-rata dari tiap butir pernyataan dengan
menjumlahkan nilai dari tiap jawaban dan membaginya dengan jumlah
responden. Sehingga diperoleh nilai yang menggambarkan tingkat persepsi
responden. Interval nilai rata-rata dari pernyataan/ tanggapan untuk tingkat
persepsi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Tingkat Persepsi berdasarkan Skala Likert
Interval nilai tanggapan Tingkat Persepsi
3,00 - 4,00 Tinggi
2,00 - 2,99 Sedang
H. Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif sehingga dapat
diketahui apakah usaha agroforestry di HPGW telah memenuhi kriteria
kelayakan yang diharapkan untuk dapat mengembangkan pola-pola usaha
agroforestry yang serupa pada masa depan serta keberlanjutan program
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Umum Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
1. Letak dan Luas
Secara admnistratif pemerintahan Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) termasuk dalam Kecamatan Cikembar dan Cibadak Kabupaten
Sukabumi Propinsi Jawa Barat. HPGW berjarak 55 Km dari Bogor dan 15
Km dari Sukabumi. Tepatnya secara geografis terletak antara 06º 53 ’35’’ –
06 º55’ 10’’ Lintang Selatan (LS) dan 106º 47’ 50’’ - 106º 51’ 30’’ Bujur
Timur (BT). Berdasarkan pembagian wilayah kehutanannya, HPGW
termasuk dalam BKPH Cikawung KPH Sukabumi.
Luas HPGW seluruhnya 359 Ha yang terbagi menjadi 3 blok dalam
pengelolaannya, yaitu :
1. Blok I (Cikatomas ), merupakan areal sebelah timur dengan luas sekitar
120 ha.
2. Blok II (Cimenyan), merupakan areal sebelah barat dengan luas sekitar
125 ha.
3. Blok III (Tangkalak), merupakan areal bagian tengah dengan luas
sekitar 114 ha. (Fahutan – IPB, 2001 dalam Buliyansih 2005).
2. Iklim dan Curah Hujan
HPGW, menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk ke
dalam tipe iklim B (Q = 18,42 %) yaitu daerah basah dengan vegetasi
masih hutan hujan tropika. Berdasarkan data curah hujan distribusi curah
hujan HPGW, DAS Cipeureu, Sukabumi tahun 1999 s/d 2004, diketahui
bahwa curah hujan rata-rata tertinggi jatuh pada bulan Desember yaitu
sebesar 453,4 mm dan curah hujan rata-rata terendah jatuh pada bulan Juli
dan Agustus dengan masing-masing nilainya yaitu sebesar 53,18 mm dan
53,52 mm. Selanjutnya, untuk nilai rata-rata bulan basah diperoleh sebesar
289,56 mm dan rata-rata bulan kering sebesar 53,35 mm (Lab. Pengaruh
3. Topografi
HPGW berada pada ketinggian 500 – 700 mdpl dengan topografi
yang beragam, berupa bukit memanjang ke arah timur garis punggung
bukit membelah wilayah menjadi dua bagian yang mengarah ke utara dan
selatan. Wilayah utara (30%) umumnya berlereng curam, sedangkan di
wilayah selatan terdiri dari daerah curam (30%) dan daerah landai (70%).
Di bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl pada titik
triangulasi KQ 2212 dan bagian barat dengan ketinggian 726 mdpl pada
titik KQ 2213. HPGW dilintasi beberapa aliran sungai yang umumnya
mengalir sepanjang tahun, antara lain sungai Cipereu, sungai Citangklak,
sungai Cikabayan, sungai Cikatomas dan sungai Legok Pusar
(Fahutan-IPB, 2001dalam Buliyansih, 2005).
4. Vegetasi dan Fauna
Keadaan HPGW pada tahun 1958 yaitu seluas 100 ha yang
ditanami untuk hutan tanaman dan sisanya ditumbuhi semak, alang-alang
dan beberapa pohon yang sangat jarang. Sejak ditunjuk sebagai hutan
pendidikan pada tahun 1969 luasnya menjadi 359 yang berupa tegakan
Agathis loranthifolia (damar) seluas 125 Ha, Pinus merkusii seluas 100 Ha, mahoni (Swietenia macrophylla), beberapa jenis pinus (Pinus oocarpa, Pinus caribaea, Pinus insularis), sonokeling (Dalbergia latifolia), rasamala (Altingia excelsa), cendana (Santalum album), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), jenis-jenis acacia (A. Auriculiformis dan
A. Mangium).
Selain pepohonan, terdapat pula jenis paku-pakuan, epifit dan
berbagai vegetasi tumbuhan bawah berupa tanaman perdu dan herba serta
rerumputan liar. Tumbuhan bawah serta semak herba dan perdu yang
temulawak (Curcuma zanthorriza), serta jenis kapulaga (Amomum cardamomum) (Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih).
Jenis satwa liar yang ditemui di HPGW antara lain musang
(Paradoxurus hemaphroditus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesclagus sp), bajing (Callossiurus sp), babi hutan (Sus crofa). Disamping itu ada beberapa jenis burung seperti kutilang (Pycononotus aurigaster), perkutut (Goepelia striata), burung madu (Nectarinia jugularis pectolaris), serta burung srengenge (Anthreptes malaccensis mystacalis). Di HPGW terdapat pula berbagai jenis-jenis reptil seperti ular piton (Pyton molurus), biawak (Varanus salvator) dan berbagai jenis reptil kecil seperti kadal, tokek dan bunglon (Fahutan-IPB, 2001 dalam Buliyansih, 2005).
5. Kelembagaan dan Sejarah HPGW
HPGW dibangun sebagai manifestasi piagam kerjasama antara IPB
dengan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan Direktorat Jenderal
Kehutanan Republik Indonesia yang dipergunakan oleh Fakultas
Kehutanan IPB dengan status pinjaman. Biaya pembangunan terutama
diperoleh dari Direktorat Jenderal dan IPB dicantumkan dalam anggaran
pembangunan Pelita (Fahutan-IPB, 2001 dalam Wahidiat, 2002).
Pada tahun 1967 dilakukan penjajagan oleh IPB untuk
mengusahakan hutan Gunung Walat, kemudian dengan Surat Keputusan
(SK) Kepala Jawatan Kehutanan Propinsi Jawa Barat tanggal 14 Oktober
1969 No. 7041/IV/69 HPGW seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan
Pendidikan. Dalam surat keputusan tersebut pengelolaan, pengamanan,
dan segala sesuatu yang menyangkut kawasan tersebut merupakan
tanggungjawab Fakultas Kehutanan IPB (Fahutan-IPB 2001 dalam
Febriani, 2003). Sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Pertanian RI No.
008/kpts/dj/I/73, maka HPGW diserahkan kepada IPB dengan status hak
pakai (Fahutan-IPB dalam Wahidiat, 2002).
Dalam pelaksanaan pengelolaannya IPB mengangkat seorang
Kepala Kebun Percobaan membawahi tiga orang staf pembantu sesuai
dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Kehutanan No. 11/Kpts-11/1992
meliputi staf perencanaan, staf teknik lapangan dan staf pengendalian.
Perkembangan pengelolaannya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.
687/Kpts-11/1992 tentang penunjukan kompleks HPGW sebagai hutan
HPGW seluas 359 Ha sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama
antara Fakultas Kehutanan IPB dengan Pusat Pendidikan Latihan atau
Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan tersebut berlaku sejak
tanggal 24 Januari 1993 (Fahutan-IPB, 2001 dalam Febriani, 2003).
HPGW selanjutnya ditunjuk sebagai kawasan hutan dengan tujuan
khusus, menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No.
188/Menhut-11/2005 tanggal 8 Juli 2005 tentang penunjukan dan penetapan kawasan
Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha di Kecamatan Cibadak Kabupaten
Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus (HDTK) untuk Pendidikan dan Latihan Fakultas Kehutanan IPB
yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada Fakultas
Kehutanan IPB.
6. Pengembangan Pola-Pola Agroforestry di HPGW
Sejak terjadi krisis pada tahun 1997 terjadi aksi perambahan hutan
secara besar-besaran. Hal ini juga terjadi di HPGW dengan pelakunya
adalah masyarakat sekitar hutan. Hampir 20% (75 ha) dari total luas
HPGW yang dirambah oleh masyarakat sehingga perlu adanya pemulihan
kondisi hutan. Pada tahun 2001 telah dikembangkan konsep agroforestry
untuk mempertahankan dan mengembalikan kondisi HPGW dengan
mendapat bantuan dana dari AKECU (ASEAN-Korea Enviromental
Cooperation Unit) dalam rangka proyek restorasi hutan tropis di Asia
Tenggara.
Ada beberapa pola agroforestry yang dikembangkan di HPGW,
yang telah teridentifikasi yaitu tiga pola agroforestry (AF) yang di desain
untuk kondisi tegakan hutan saat ini. Pola pertama di desain untuk
memulihkan areal hutan yang benar-benar tidak tertanami pohon atau
istilahnya tegakan hutan yang gundul dengan jumlah pohon yang tersisa
kurang dari 25 pohon/ha. Kondisi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2.
Jenis tanaman kehutanannya adalah Paraserianthes falcataria
(sengon) dan Agathis loranthifolia (damar), sedangkan untuk tanaman pertaniannya adalah padi, jagung, pisang, nanas, singkong, kapulaga dan
Gambar 2. Pola Agroforestry I
Gambar 3. Layout Pola Agroforestry I dan II
Pola kedua merupakan modifikasi dari pola pertama dan jika
kondisi hutan sudah agak gundul atau jumlah pohon yang tersisa dari
25 – 100 pohon/ha, kondisi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 4.
[image:35.612.241.418.432.562.2]Sedangkan komposisi tanamannya sama dengan pola AF I (Gambar 3).
Gambar 4. Pola Agroforestry II
Apabila kondisi hutannya masih cukup rapat atau jumlah pohon
yang tersisa lebih dari 100 pohon/ha merupakan pola III (Gambar 5). Pada
pola ini tidak dilakukan penanaman kembali jenis pohon tetapi hanya
penataan dan penanaman tanaman pertanian yang tahan naungan, seperti
kopi, kapulaga dan pisang. Di areal dimana terdapat cukup cahaya dapat
⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ ∗••••••••••∗ ⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••
© ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••
⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ ∗••••••••••∗ ⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••
© ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••
⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ ∗••••••••••∗ ⊗ ∗••••••••••∗ ⊕ •••••••••• •••••••••• ••••••••••
© ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © ∗••••••••••∗ © •••••••••• •••••••••• ••••••••••
Keterangan :
⊗ Damar
© Sengon
⊕ Pisang
Nanas
∗ Cabe
•••• Padi/jagung/
ditanami dengan singkong, padi gogo, jagung atau kacang tanah. Pola
[image:36.612.145.443.123.410.2]tanaamn pertanian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5. Pola Agroforestry III
Gambar 6. Layout Pola Agroforestry III
B. Keadaan Umum Desa Hegarmanah
1. Kondisi Bio-fisik
a. Letak dan Luas
Secara geografis, desa Hegarmanah terletak pada 6, 57° LS dan
106, 41° BT. Desa Hegarmanah termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Cicantayan, Kabupaten Dati II Sukabumi yang memiliki luas 1.488,328 Ha.
Desa ini terdiri dari 7 dusun, yaitu Hegarmanah, Nangerang, Cilubang,
Pangkalan, Manggis, Longkewang dan Kebon Bera. Sedangkan
batas-batas administratif dari Desa Hegarmanah adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Batununggal, Kecamatan
Cibadak
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cikembar, Kecamatan
Cikembar
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cicantayan, Kecamatan
Cicantayan ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ∇ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ ♦ ⊕ ♦ ⊕ ♦ ⊗ Keterangan :
⊗ Damar
⊕ Pisang
∇ Kopi
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sekarwangi, Kecamatan
Cikembar
b. Topografi dan Keadaan Tanah
Desa Hegarmanah memiliki topografi yang bervariasi mulai dari
datar hingga gunung dengan persentase masing-masing dari datar hingga
bergelombang 32%, berombak sampai berbukit 41%, dan berbukit sampai
dengan bergunung 21%. Jenis tanah di desa ini adalah kompleks Podzolik
merah kuning, latosol dan litosol dari batuan endapan dan batuan beku.
c. Iklim
Berdasarkan tipe iklim Schimidt dan Ferguson, daerah disekitar
HPGW termasuk tipe iklim B. Ketinggian tempat dari permukaan air laut
adalah 600 mdpl. Suhu minimum pada malam hari adalah 22°C sedangkan
suhu maksimum pada siang hari adalah 30°C (Monografi Desa
Hegarmanah, 2003).
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hegarmanah
a. Jumlah Penduduk dan Usia Produktif
Berdasarkan Laporan Kependudukan Kecamatan Cicantayan tahun
2004, total jumlah penduduk desa Hegarmanah adalah 8360 jiwa yang
terdiri dari 4097 jiwa laki-laki dan 4263 perempuan. Sedangkan total jumlah
rumah tangga yang ada di Desa Hegarmanah yaitu 2281 KK. Dari total
jumlah penduduk Desa Hegarmanah sebesar 22% merupakan usia belum
produktif (0 – 14 tahun), kelompok usia tidak produktif (diatas usia 55
tahun) sebesar 7% dan 71% merupakan kelompok usia produktif (15 – 54
tahun).
Banyaknya jumlah penduduk pada usia produktif menunjukkan
melimpahnya sumber tenaga kerja di Desa Hegarmanah. Jika hal ini tidak
diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang sesuai maka
akan menimbulkan jumlah pengangguran yang melimpah.
b. Tingkat Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan di Desa Hegarmanah masih
tergolong cukup rendah. Sebagian besar penduduknya hanya sampai
SLTP dan SLTA. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kualitas
sumberdaya manusia di Desa Hegarmanah. Tabel 2 menunjukkan jumlah
[image:38.612.153.505.157.346.2]penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya.
Tabel 2. Penduduk Desa Hegarmanah Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan N (orang) %
Belum Sekolah 2206 26,4
Tidak Sekolah 521 6,23
Tidak tamat SD/sederajat 1312 15,7
Tamat SD/sederajat 2979 35,63
Tamat SLTP/sederajat 552 6,60
Tamat SLTA/sederajat 768 9,2
Tamat Akademi/Sederajat 12 0,14
Tamat PT 10 0,12
Jumlah 8360 100,00
Sumber : Buku Potensi Desa Hegarmanah, 2003
Di Desa Hegarmanah sarana pendidikan secara umum telah ada,
tetapi dalam jumlah yang sedikit. Dengan jarak tempuh yang cukup jauh
dan sulitnya sarana transportasi umum, tingkat pendidikan pada umumnya
rendah.
Tabel 3. Sarana Pendidikan di Desa Hegarmanah
Jenis Sarana Pendidikan Jumlah Bangunan (unit)
TK
SD/ Sederajat
SLTP/ Sederajat
SLTA/ Sederajat
TPA
Pondok Pesantren
1
5
2
1
1
3
Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah, 2003
c. Mata Pencaharian Penduduk
Menurut data potensi Desa Hegarmanah, penduduk sebagian besar
bermatapencaharian sebagai petani. Sehingga masyarakat sangat
tergantung sekali pada sektor pertanian. Ketersediaaan lahan bagi
[image:38.612.163.504.468.596.2]untuk bekerja di luar sektor ini mereka terbentur dengan banyaknya
[image:39.612.149.506.141.432.2]kendala, terutama rendahnya tingkat pendidikan dan modal usaha.
Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Hegarmanah
Jenis Mata Pencaharian N (jiwa) %
Petani Buruh Tani Buruh Swasta Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Peternak Nelayan Montir Supir Tukang Kayu Tukang Batu Guru Swasta Veteriner 1906 1506 319 20 37 112 5 1 10 10 25 50 20 10 47,28 37,36 7,91 0,50 0,92 2,78 0,12 0,02 0,25 0,25 0,62 1,24 0,50 0,25
Jumlah 4031 100,00
Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah, 2003
d. Struktur Penggunaan dan Kepemilikan Lahan
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa luas lahan terbesar digunakan
untuk perkebunan berupa tegal maupun ladang sebesar 56,4%. Biasanya
lahan tersebut diusahakan pada lahan milik maupun lahan garapan dengan
bentuk kebun campuran. Sedangkan luas hutan sebear 359 Ha di Desa
Hegarmanah meliputi Hutan Pendidikan Gunung Walat yang termasuk ke
Tabel 5. Pola Penggunaan Lahan di Desa Hegarmanah
Pola Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
Pertanian
Tegal/ Ladang/Perkebunan
Permukiman/Perkampungan
Perkebunan Swasta
Fasilitas Umum (Kantor Desa dan
Lapangan)
Hutan Lindung
121
826
25
130
4
359
8,3
56,4
1,7
8,9
0,3
24,5
Total 1465 100,0
Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah 2003
Untuk kepemilikan lahan penduduk di desa Hegarmanah relatif
kecil, bahkan terdapat pula yang tidak memiliki lahan. Tabel berikut
menerangkan jumlah pemilik lahan menurut luas lahan.
Tabel 6. Jumlah Pemilik Lahan Menurut Luas Lahan
Pemilikan Lahan N (orang) Persentase (%)
Kurang dari 0,5 Ha
0,5 – 1,0 Ha
Lebih dari 1,0 Ha
Tidak memiliki
845
55
75
165
74,1
4,8
6,6
14,5
Total 1140 100,0
Sumber : Data Potensi Desa Hegarmanah 2003
Penduduk desa Hegarmanah yang memiliki lahan milik dengan
luasan yang besar hanya berjumlah 75 orang atau sebesar 6,6% dari
seluruh penduduk. Sedangkan rata-rata penduduk memiliki lahan milik
kurang dari 0,5 Ha sebesar 74,1%. Hal ini dapat dilihat sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai buruh tani karena lahan milik yang
[image:40.612.159.516.377.493.2]e. Agama dan Sosial Masyarakat
Di Desa Hegarmanah, penduduk seluruhnya beragama Islam.
Fasilitas peribadatan terdiri 24 masjid dan musholla sebanyak 45 buah.
Kegiatan-kegiatan keagamaan juga sering dilakukan pada waktu Idul Fitri,
Lebaran Idul Adha, Maulid Nabi Muhammad SAW dan Isro’ Mi’roj.
Acara-acara tersebut biasanya dilakukan di masjid-masjid terdekat ataupun
mushola-musholla. Selain itu terdpat pula pengajian rutin setiap
minggunya, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa majelis taklim yang
telah terbentuk di desa tersebut.
Kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat Desa Hegarmanah
berupa kerja bakti membangun irigasi maupun memperbaiki jalan. Selain
itu kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya yaitu tujuh belasan
memperingati Hari Kemerdekaan RI dengan berbagai macam lomba. Ada
pula yang dinamakan samenan yaitu acara perpisahan SD atau kenaikan kelas, biasanya berupa pertunjukan orkes, pemutaran film maupun
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Karakteristik responden petani penggarap dalam penelitian ini meliputi
kampung, penguasaan lahan, pola agroforestry, umur, pendidikan, mata
pencaharian, dan jumlah anggota keluarga.
Kampung. Dalam penelitian ini responden yang diambil adalah 60 KK
yang tersebar di empat kampung di Desa Hegarmanah. sebesar 41,7% berasal
dari kampung Citalahab (25 responden), sebanyak 22 responden berasal dari
kampung Cipereu (36,7%), 6 responden dari Sampai dan 7 dari kampung
[image:42.612.141.504.302.392.2]Sindang. Pengambilan responden dilakukan secara sengaja.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Kampung
Asal Kampung Jumlah Persentase
(%)
Citalahab 25 41,7
Cipereu 22 36,7
Sampai 6 10,0
Sindang 7 11,7
Total 60 100,0
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Penguasaan Lahan. Berdasarkan Tabel 8 distribusi responden menurut
tingkat penguasaan lahan dengan status kepemilikan lahan berupa lahan milik
dan lahan garapan yang berupa agroforestry di HPGW. Rincian distribusi
[image:42.612.141.508.500.615.2]responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Pemilikan Lahan
Luas Lahan (Ha) Lahan Milik Lahan Garapan AF
N % N %
Tidak memiliki 13 21,7 0 0,0
< 0, 25 Ha 32 53,3 31 51,7
0, 25 - 0, 50 Ha 7 11,7 22 36,7
0,50 - 1, 00 6 10,0 5 8,3
> 1, 00 Ha 2 3,3 2 3,3
Total 60 100,0 60 100,0
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Tabel 8 diatas menerangkan bahwa terdapat 53,3 % petani penggarap
agroforestry memiliki lahan dengan luas kurang dari 0, 25 ha. Sedangkan
paling kecil sebesar 3,3% responden memiliki lahan diatas 1 Ha dan sebesar
21,7 % petani penggarap tidak memiliki lahan milik. Untuk lahan garapan
kurang dari 0, 25 Ha. Sebesar 36,7 % responden menggarap lahan dengan
luas berkisar 0, 25 – 0,50 Ha. Sedangkan sebesar 3,3 % petani yang
menggarap lahan diatas 1 Ha. Lahan garapan ini yang dimaksud adalah lahan
[image:43.612.141.504.178.261.2]garapan agroforestry di HGW.
Tabel 9. Rata-rata Penguasaan Lahan Berdasarkan Pola Agroforestri
Pola AF N Lahan (Ha) Total
Milik Garapan AF
I 11 0,32 0,33 0,65 II 14 0,24 0,35 0,49 III 35 0,28 0,29 0,51
Total 60 0,28 0,31 0,53
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Berdasarkan Tabel 9 diatas, rata-rata penguasaan lahan responden
berdasarkan pola agroforestry untuk lahan milik pada pola I yaitu sebesar 0,32
ha, pola II sebesar 0,24 Ha dan pada pola III adalah 0,28 Ha. Sedangkan untuk
lahan garapan agroforestry masing-masing pola berbeda yaitu 0,33 Ha untuk
pola I, 0,35 Ha untuk pola II dan pola III sebesar 0,29 Ha. Untuk total lahan
yang dikerjakan responden pada masing-masing pola adalah sebesar 0,65
untuk pola I, sebesar 0,49 untuk pola II dan 0,52 untuk pola III. Sedangkan
rata-rata penguasaan lahan untuk seluruh responden tidak jauh beda yaitu
sebesar 0,28 Ha untuk lahan milik 0,31 Ha untuk lahan garapan dan untuk total
lahan sebesar 0,53 Ha.
Dari 60 responden, semuanya telah mencakup tiga pola agroforestry
yang dikembangkan di HPGW. Pola agroforestry dibedakan dari kondisi hutan
dan jumlah pohon/ha. Distribusi responden berdasarkan pola agroforestry
dapat dilihat pada Tabel 10. Terdapat 11 responden (18,3%) untuk petani
penggarap agroforestry dengan pola I, 14 responden untuk pola agroforestry II
(58,3%) dan sebesar 58,3% (35 responden) untuk pola agroforestry III.
Tabel 10. Distribusi Responden berdasarkan Pola Agroforestry
Pola Agroforestry (AF) Jumlah Responden Persentase (%)
I 11 18,3
II 14 23,3
III 35 58,3
Total 60 100,0
[image:43.612.137.504.589.667.2]Antara lahan garapan dengan rumah/ tempat tinggal mempunyai jarak
rata-rata lebih dari 500 m. Lahan garapan juga tersebar di berbagai blok
pengelolaan. Diantaranya blok Cipereu/ Legole Randu, Citalahab, Cipereu/
Cimenyan, Sindang, Nangerang dan Gua Cipenu. Luas garapan bervariasi
yaitu berkisar dari 0,04 – 1,6 Ha. Untuk pola I rata-rata luas lahan garapan
sebesar 0,3 Ha, pola II 0,3 Ha dan pola III yaitu 0,3 Ha.
Umur. Pada umumnya umur para petani pengarap adalah 40 tahun,
yang termuda berumur 21 tahun dan tertua yaitu 80 tahun. Rata-rata umur
petani penggarap agroforestry dalam usia yang produktif. Pola agroforestry I
rata-rata umur responden tertinggi pada usia antara 36 – 45 dan 56 – 65
sebesar 27,3 %. Sedangkan rata-rata umur diatas 66 tahun tidak ada (0 %).
Untuk pola II, rata-rata umur responden terbanyak sebesar 28,6 % yaitu pada
umur 36 – 45 dan 46 – 55. Rata-rata umur responden terendah yaitu pada
usia16 – 25 dan 26 – 35 sebesar 7,1 %. Pada pola agroforestry III, rata-rata
umur responden terbanyak yaitu sebesar 34,3 % pada umur 36 – 45 tahun.
Sedangkan umur 16 – 25 tidak ada sama sekali dan sebesar 11,4 % ditempati
rata-rata umur diatas 66 tahun merupakan persentase terkecil untuk pola III.
Untuk umur kurang dari 15 tahun dari ketiga pola tidak terdapat petani
penggarap agroofrestry. Rincian distribusi responden berdasarkan umur dan
[image:44.612.138.507.463.614.2]pola agroforestry dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Pola Agroforestry
Umur Pola AF I Pola AF II Pola AF III
N % N % N %
< 15 0 0,0 0 0,0 0 0,0
16 -25 1 9,1 1 7,1 0 0,0
26 - 35 2 18,2 1 7,1 5 14,3
36 - 45 3 27,3 4 28,6 12 34,3
46 - 55 2 18,2 4 28,6 6 17,1
56 - 65 3 27,3 2 14,3 8 22,9
> 66 0 0,0 2 14,3 4 11,4
Total 11 100,0 14 100,0 35 100,0
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Pendidikan. Dalam hal pendidikan, umumnya responden hanya
berpendidikan sampai tamat SD sebesar 72, 7% (8 KK) untuk pola I, sebesar
57,1 % (8 KK) untuk pola II dan pola III sebesar 71,4 %.. Sedangkan yang tidak
tamat/tidak sekolah terdapat 3 KK