BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
B. Uji Instrumen Penelitian
2. Kriteria Goodness of Fit
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, langkah pertama adalah menilai kesesuaian goodness of fit. Tabel IV.5 menunjukkan parameter kesesuaian goodness of fit dari model yang dibentuk. Parameter kesesuaian
goodness of fit sebuah model pada model awal menunjukkan semua
parameter memenuhi nilai yang direkomendasikan, hanya nilai RMSEA yang marginal.
Tabel IV.5
Hasil Pengujian Goodness-of-Fit Model Goodness
of fit Cut – off Nilai
Degrees of freedom – 164
Chi-square Diharapkan kecil 515,79
2 / Df ≤ 5,00 3,145 RMSEA ≤ 0,08 0,10 * RMR < 0,05 0,046 GFI ≥ 0,90 0,99 AGFI ≥ 0,90 0,99 NFI ≥ 0,90 0,99 CFI ≥ 0,90 1.00
Sumber : Hasil olahan data, 2012
Keterangan: * Kurang Baik Lampiran 5
Berdasarkan Tabel IV.5 dapat disimpulkan bahwa kesesuaian data yang digunakan dengan model semua nilai kesesuaian goodness of fit model pada model telah sesuai dengan nilai yang direkomendasikan. Hanya parameter RMSEA dikatagorikan yang kurang baik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kesesuaian data dengan model yang dibentuk sudah sesuai (baik). Model terintegrasi hasil penelitian
Gambar IV.2
Model Terintegrasi Hasil Penelitian Lampiran 5
D. UJI HIPOTESIS, PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN, DAN MODEL ALTERNATIF
1. Uji Hipotesis
Pengaruh variabel dependent yang signifikan atau tidak terhadap variabel independent dapat dilihat nilai t–hitungnya. Jika nilai thitung (c.r) > dari ±1,96 (alfa 5%), maka variabel dependent memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel independent. Hasil otput LISREL menunjukkan persamaan regresi yang dihasilkan dan nilai t hitung, yaitu:
FI1 0.17 FI2 0.25 FI3 0.29 Fash_Inv Emotion Buying Hedonic PE1 0.25 PE2 0.19 PE3 0.29 PE4 0.26 PE5 0.26 PE6 0.24 HC1 0.42 HC2 0.28 HC3 0.34 HC4 0.26 HC5 0.56 HC6 0.42 IBB1 0.31 IBB2 0.24 IBB3 0.16 IBB4 0.30 IBB5 0.67
Chi-Square=515.79, df=164, P-value=0.00000, RMSEA=0.104
0.86 0.90 0.84 0.86 0.86 0.87 0.76 0.85 0.81 0.86 0.66 0.76 0.83 0.87 0.92 0.84 0.58 0.91 0.86 0.84 0.73 -0.16 0.33 0.31 0.25 0.37
commit to user Sumber: Lampiran 5
Keterangan:
Emotion = positive emotion
Buying = impulse buying behavior Hedonic = hedonic consumption Fash_Inv = fashion involvement
Setelah kriteria goodness of fit model struktural yang diestimasi dapat terpenuhi, tahap selanjutnya adalah analisis terhadap hubungan-hubungan struktural model (pengujian hipotesis). Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights. Analisis terhadap hubungan-hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights. Tabel IV.6 menunjukkan nilai
regression weights dari variabel variabel yang diuji hubungan
kausalitasnya.
Tabel IV.6
Regression Weight Model Hasil Penelitian
Regression Weight estimasi thitung (cr) H
Emotion Fash_Inv 0,31 10,04 H1 Buying Fash_Inv 0,25 5,09 H2 Hedonic Fash_Inv 0,37 16,66 H3 Emotion Hedonic 0,73 14,31 H4 Buying Hedonic 0,33 2,58 H5 Buying Emotion -0,16* -1,20 H6
Signifikan pada alfa = 5%
Sumber : Hasil olahan data, 2012 Hedonic = 0.37*Fash_Inv, Errorvar.= 0.87, R² = 0.13 (0.022)
16.66 (tvalue)
Emotion = 0.73*Hedonic + 0.31*Fash_Inv, Errorvar.= 0.21, R² = 0.79 (0.051) (0.031)
14.31 10.04 tvalue)
Buying = - 0.16*Emotion + 0.33*Hedonic + 0.25*Fash_Inv, Errorvar.= 0.88, R² = 0.12 (0.13) (0.13) (0.049)
2. Pembahasan Hasil Penelitian
Tabel IV.7
Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis Pernyataan hipotesis Hasil
H1 Semakin tinggi fashion involvement, berpengaruh positif pada positive emotion
Positif, dan signifikan H2 Semakin tinggi fashion involvement,
berpengaruh positif pada impulse buying
behavior
Positif, dan signifikan H3 Semakin tinggi fashion involvemen,
berpengaruh positif pada hedonic
consumption
Positif, dan signifikan H4 Semakin tinggi hedonic consumption,
berpengaruh positif pada positive emotion
Positif, dan signifikan H5 Semakin tinggi hedonic consumption,
berpengaruh positif pada buying behavior
Positif, dan signifikan H6 Semakin tinggi positive emotion, berpengaruh
possitif pada impulse buying behavior
Negatif, dan Tidak
signifikan Sumber : Hasil olahan data, 2012
Lampiran 5
Pada pembahasan hasil penelitian, akan dijelaskan mengenai hasil pengjian hubungan antar variable yang dihipotesiskan. Hasil – hasil dari
output LISREL dapat ditabulasikan pada Tabel IV.7. Berdasarkan Tabel
IV.7 terdapat pengaruh variabel – variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan demikian, terdapat enam bahasan yang akan dijelaskan. Hubungan antar variable tersebut antara lain: fashion involvement dan
positive emotion, fashion involvement dan impulse buying behavior, fashion involvement dan hedonic consumption, hedonic consumption dan positive emotion dan impulse buying behavior, positive emotion dan impulse buying behavior.
Berikut penjelasan untuk setiap hubungan antar variabel yang telah dihipotesiskan, antara lain:
1. Hubungan Fashion Involvement dan Positive Emotion (H1)
Hasil pengujian menunjukkan hubungan yang signifikan antara
fashion involvement dengan positive emotion (β = 0,31; CR = 10,04).
Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima. Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi fashion
involvement, berpengaruh positif pada positive emotion. Hal ini dapat
terjadi karena konsumen yang memiliki tingkat fashion involvement akan semakin mempengaruhi positive emotion konsumen. Sehingga
fashion involvement merupakan variabel yang penting
dipertimbangkan oleh konsumen untuk meningkatkan positive emotion pada Butik Number 61.
Hasil pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan positif yang terdapat pada studi terdahulu (Park, et al., 2006). Dalam studinya, Park, et al. menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara fashion
involvement dan positive emotion. Hasil temuan pada studi
mengindikasi bahwa fashion involvement mampu mempengaruhi
positive emotion. Hal ini memberikan pemahaman tentang perlunya
peningkatan fashion involvement untuk menimbulkan positive emotion. Stimulus yang disarankan untuk meningkatkan fashion
antara individu (konsumen) dan objek (produk), rancangan toko yang menarik, display produk, desain kemasan, dan keistimewaan produk yang dapat memimbulkan positive emotion. Karena jika fashion
involvement produk tinggi, seseorang akan mengalami tanggapan
pengaruh yang lebih kuat seperti emosi dan perasaan yang kuat (Setiadi, 2003). Melalui stimulus tersebut, diharapkan dapat meningkatkan fashion involvement sehingga menimbulkan positive
emotion Butik Number 61.
2. Hubungan Fashion Involvement dan Impulse Buying (H2)
Hasil pengujian menunjukkan hubungan yang signifikan antara
fashion involvement dan impulse buying behavior (β = 0,25; CR =
5,09). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima. Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi fashion
involvement, berpengaruh positif pada impulse buying behavior.
Hasil pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan positif yang terdapat pada studi terdahulu (Park, et al., 2006). Dalam studinya, Park, et al. menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara fashion
involvement dan impulse buying behavior. Fashion involvement
merupakan kepentingan pribadi ditimbulkan oleh ketertarikan pada suatu produk, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang mengarahkan proses kogitif dan perilaku konsumen pada saat terjadinya impulse buying. Hal ini memberikan pemahaman tentang
perlunya peningkatan fashion involvement untuk mempengaruhi tingkat impulse buying behavior. Sehingga ketika konsumen dengan tingkat fashion involvement tinggi akan menimbulkan perilaku keputusan pembelian untuk mendapatkan manfaat dalam menggunakan produk (Park, et al., 2006).
Stimulus yang disarankan untuk meningkatkan fashion
involvement pada impulse buying behavior antara lain: perusahaan
dapat menyajikan iklan diskon, menyajikan display produk yang menarik, dan menonjolkan keistimewaan dari produk. Melalui stimulus tersebut, diharapkan dapat meningkatkan fashion involvement sehingga menimbulkan impulse buying Butik Number 61.
3. Hubungan Fashion Involvement dan Hedonic Consumption (H3) Hasil pengujian menunjukkan hubungan yang signifikan antara
fashion involvemen dan hedonic consumption (β = 0,37; CR = 16,66).
Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima. Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi fashion
involvement, berpengaruh positif pada edonic consumption. Hasil
pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan positif yang terdapat pada studi terdahulu (Park, et al., 2006). Dalam studinya, Park, et al. menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara fashion involvement dan hedonic consumption. Sehingga, konsumen dengan fashion
Hal ini dikarenakan konsumen lebih terlibat dalam membeli suatu produk secara impulsif ketika mereka termotivasi atau terdorong karena keinginan yang bersifat hedonis dan bukan alasan ekonomi, hal bersifat hedonis seperti kesenangan, fantasi, dan kepuasan secara emosional (Hausman, 2000; Rook, 1987). Sehingga fashion
involvement merupakan variabel yang dipertimbangkan penting oleh
konsumen untuk meningkatkan hedonic consumption produk fashion Butik Number 61.
Stimulus yang disarankan untuk meningkatkan fashion
involvement pada hedonic consumption antara lain: perusahaan dapat
dengan menyediakan produk – produk yang up to date (baru), menyediakan produk yang beragam, dan menyediakan produk yang berkualitas. Melalui stimulus tersebut, diharapkan dapat meningkatkan
fashion involvement sehingga menimbulkan hedonic consumption
Butik Number 61.
4. Hubungan Hedonic Consumption dan Positive Emotion (H4)
Hasil pengujian menunjukkan hubungan yang signifikan antara
hedonic consumption dan positive emotion (β = 0,73; CR = 14,31).
Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat dalam penelitian ini diterima. Hasil pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan positif yang terdapat pada studi terdahulu (Park, et al., 2006). Dalam studinya, Park, et al. menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara
hedonic consumption dan positive emotion. Sehingga hedonic consumption merupakan variabel yang dipertimbangkan penting oleh
konsumen untuk meningkatkan positive emotion pada produk fashion Butik Number 61.
Hedonic consumption yang dikemukakan dalam penelitian ini
merupakan perilaku yang berhubungan dengan multi indera yang didorong mendapatkan rasa menyenangkan dengan menggunakan produk estetika yang hedonik yang diperkiranan mempengaruhi
positive emotion.
Berdasarkan hasil studi mengindikasi bahwa hedonic
consumption mampu mempegaruhi positive emotion. Untuk
meningkatkan hedonic consumption dan positive emotion, perusahaan dapat memberikan stimulus dengan menciptakan suasana belanja yang menyenangkan, memberika persepsi penilaian bagaimana kualitas dan kepuasan dari pembelian produk, menginovasi produk agar selalu baru dan berbeda sehingga menarik minat konsumen melakukan pembelian
hedonic dengan positive emotion. Melalui stimulus tersebut,
diharapkan dapat meningkatkan hedonic consumption sehingga menimbulkan positive emotion pada produk Butik Number 61.
5. Hubungan Hedonic Consumption dan Impulse Buying Behavior (H5)
Hasil pengujian menunjukkan hubungan yang signifikan antara
2,58). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis kelima dalam penelitian ini diterima. Hasil pengujian yang signifikan ini tidak memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan positif yang terdapat pada studi terdahulu (Park, et al., 2006).
Pada penelitian Park, et al., 2006 menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan positif antara hedonic consumption dan
impulse buying behavior. Park, et al., 2006 menemukan bahwa
mahasiswa lebih terkait secara emosional pada impulse buying
behavior. Selain itu, Park, et al., 2006 juga menemukan bahwa
kebutuhan hedonic secara tidak langsung berpengaruh pada impulse
buying melalui positive emotion. Dalam studinya, data responden
diperoleh dari mahasiswa pada salah satu universitas di Amerika Serikat sebanyak 216 responden yang dibatasi oleh generalisasi variabel dan pengguna produk fashion secara umum. Sehingga hedonic
consumption merupakan variabel tidak yang dipertimbangkan penting.
Tetapi dalam penelitian ini hedonic consumption merupakan variabel yang dipertimbangkan penting oleh konsumen untuk meningkatkan orientasi impulse buying behavior pada produk fashion Butik Number 61. Hasil pengujian yang signifikan ini memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan positif yang terdapat pada studi yang dilakukan Michon, et al., (2008). Dalam studinya, Michon et al menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara nilai hedonic dan buying behavior. Dari hasil
studi mengindikasi bahwa nilai hedonic mampu meningkatkan buying
behavior.
Perbedaan sampel, lokasi pengambilan sampel, kebiasaan, dan kebudayaan menyebabkan terjadinya perbedaan hasil penelitian. Konsumen di Surakarta cendrung memiliki sikap hedonic pada pembelian produk fashion karena menyukai pakaian bermerek dengan kualitas yang baik. Konsumsi secara hedonic dilakukan untuk menjaga penampilan dan gengsi agar selalu terlihat fashionable. Konsumen
hedonic cenderung suka meniru – niru (followers) orang lain
(idolanya), dari pada menjadi trendsetters. Seseorang hedonic pada umumnya tergabung dalam komunitas tertentu dan menjadi pengejar modernitas fisik. Konsumen tersebut berpandangan bahwa memiliki barang – barang mewah adalah kebanggaan.
Dengan demikian, paham yang dimiliki oleh seorang hedonic
consumption berdasarkan suatu kesenangan semata – mata yang
difokuskan demi memenuhi kebutuhan kepuasan pikiran dari konsumen. Hasil penelitian Rachmawati (2009) dalam Noermawati (2011), konsumen lebih terlibat dalam impulse buying ketika termotivasi oleh keadaan hedonic atau alasan non ekonomi, seperti kesenangan, fantasi dan sosial atau kepuasaan emosional. Menurutnya pula sejak tujuan pengalaman belanja untuk mencukupi kebutuhan
hedonic, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih tanpa
buying behavior. Peran ini mendukung konseptual hubungan antara
motivasi dan hedonic consumption dengan impulse buying behavior. 6. Hubungan Positive Emotion dan Impulse Buying (H6)
Hasil pengujian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara positive emotion dan impulse buying behavior (β = -0,16; CR = -1,20). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis keenam dalam penelitian ini tidak signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa
positive emotion bukan merupakan variabel yang dipertimbangkan
penting untuk membentuk niat impulse buying. Dengan demikian menunjukkan bahwa hipotesis 6 tidak didukung.
Hasil pengujian yang tidak signifikan ini tidak memberikan dukungan terhadap regularitas fenomena hubungan positif yang terdapat pada studi terdahulu (Park, et al., 2006). Dalam studinya, Park, et al. menjelaskan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara positive emotion danimpulse buying.
Fenomena ini dapat terjadi kemungkinan karena calon konsumen sudah loyal pada merek lain, sehingga ketika ditawarkan diskon, model yang baru, dan harga yang lebih terjangkau, calon konsumen akan lebih memilih merek lain. Selain itu, kebutuhan ekonomi yang lebih penting dari pada sekedar memenuhi kebutuhan fisik menyebabkan tidak terjadinya impulse buying. Sehingga pada saat calon konsumen berada di dalam toko dengan positive emotion, tidak dapat mempengaruhi perilaku niat membeli.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sullivan G.J. (2008), yang membandingkan antara peserta yang diberi tekanan berupa stress (negative emotion) dengan peserta yang tidak terlibat stress (positive emotion) dalam impulse buying. Sampel terdiri dari 62 mahasiswa perempuan di University of Denver (Mean usia 19,90, SD 1,46) yang terdaftar di kelas psikologi.
Peserta yang terdaftar dalam sesi percobaan melalui Sona
Systems Experiment Management System (EMS), menerima dua chits
dan $ 10 untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Masing – masing perserta setelah tiba di laboratorium, peserta mengisi kuesioner. Setelah kuesioner, semua peserta menonton klip film yang secara emosi masih netral, untuk membuat emosi peserta, emosi yang relatif netral akan dibandingkan dengan mengukur nilai stres awal.
Secara acak, peserta diberikan dibagi menjadi; Kelompok 1: No
Stress/No Emotion Regulation Manipulation (NS), Kelompok 2: Stress/No Emotion Regulation Manipulation (NER), Kelompok 3: Stress/Automatic Emotion Regulation (AER), dan Kelompok 4: Stress/Deliberate Emotion Regulation. Setiap peserta membaca 16
kalimat yang menggambarkan seseorang dan beberapa peristiwa yang terjadi padanya. Setiap peserta menjawab empat pertanyaan pilihan ganda tentang kalimat yang dibaca. Pertanyaan – pertanyaan yang dibutuhkan peserta untuk mengingat informasi rinci, selanjutnya tes stres diubah berdasarkan Stress Test Trier Sosial (TSST; Kirschbaum,
Pirke dan Hellhammer, 1993) digunakan untuk menginduksi stres pada semua kelompok (Group 2, 3, dan 4), kecuali kelompok kontrol (Kelompok 1) yang tidak diberikan tugas. Pada TSST, peserta diberikan tugas pidato di depan audiens unempathetic dan melakukan tugas aritmatika lisan, dan telah digunakan ekstensif dalam penelitian untuk menginduksi stres di laboratorium (Childs, Vicini, & De Wit, 2006; Kelly, Tyrka, Anderson, Harga, & Carpenter, 2008; Roelofs, Bakvis, Hermans, van Pelt, & van Honk, 2007). Setelah itu, TSST dimodifikasi dalam versi pendek dan lebih praktis.
Tugas peserta yaitu mereka harus menyajikan pidato tiga menit tentang mengapa mereka adalah kandidat yang baik untuk posisi pekerjaan terbuka. Mereka diberi waktu dua menit untuk mempersiapkan pidato mereka tanpa menggunakan ada pembantu (pena dan kertas). Peserta juga diberitahukan bahwa ucapan mereka sedang difilmkan, dan empat hakim akan mengevaluasi kualitas dari pidato tersebut. Setelah menyelesaikan pidato tersebut, peserta diinstruksikan untuk menghitung dengan suara keras mundur dari 2083 ke nol dalam 13-langkah urutan. Terakhir, peserta juga diberitahukan bahwa kinerja mereka sedang difilmkan, dan bahwa kemudian, empat hakim akan meninjau film dan merekam suara, dan kemudian akan mencatat setiap kesalahan. Peserta terus menghitung sampai mereka mencapai nol atau sampai tiga menit berlalu. Durasi stressor total delapan menit. Sedangkan peserta kelompok kontrol (kelompok 1)
diberikan sepuluh menit untuk menuliskan tanggapan mereka mengenai pertanyaan tentang diri mereka dan beberapa pengalaman terakhir mereka. Tugas ini juga menggunakan stressor dalam masalah umum, namun dirancang sederhana untuk bebas stres.
Selanjutnya, impulse buying disajikan sebagai benar variabel independen. Untuk meyakinkan bahwa peserta berada dalam dua situasi yang berbeda, peserta dibawa ke ruangan yang terpisah. Set up ruangan dan format instruksi tugas berbeda dengan studi sebelumnya. Para peserta kemudian diuji pengaruhnya pada perilaku impulse buying toko buku universitas. Setelah itu, peserta mengisi laporan ukuran emosi diri setelah melakukan pembelian, untuk menilai ukuran stres selama menjalankan tugas.
Dalam penelitian Sullivan G.J. (2008), menunjukkan bahwa stres menyebabkan impulse buying yang lebih besar. Dengan demikian, konsumen yang terlibat dalam impulse buying akan menimbulkan positive emotion yang terkait dengan stres. Meskipun bukan bagian dari hipotesis utama, namun studi ini memerlukan studi lanjutan untuk meningkatkan validitas eksternal dari konsep yang dihipotesiskan.
3. Uji Mediasi dan Model Alternatif a. Uji mediasi
Analisis lebih lanjut adalah uji mediasi, yaitu menguji peran
positive emotion dan hedonic consumption sebagai variabel antara
pengaruh fashion invovement pada impulse buying behavior. Ada tiga kemungkinan hasil dari uji mediasi, yaitu mediasi terbukti secara penuh (fully mediated), mediasi terbukti secara parsial (partially
mediated), dan mediasi tidak terbukti. Menurut Baron dan Kenny
1986; Kenny., 2008; Preacher and Hayes., 2004, mediasi penuh (fully
mediated) terjadi jika variabel independen ke variabel mediasi
signifikan, dan dari variabel independen ke variabel dependen yang dikontrol oleh variabel mediasi tidak signifikan, dapat dinyatakan terjadi complete mediation (fully mediated). Sebaliknya apabila pengaruh variabel independen pada variabel dependen tetap signifikan, setelah mengontrol variabel mediator, dapat dinyatakan terjadi partial
mediation. Sedangkan mediasi tidak terbukti jika kedua koefisien jalur
tidak signifikan.
Berdasarkan kriteria tersebut selanjutnya dapat dianalisis peran mediasi positive emotion dan hedonic consumption memediasi pengaruh fashion involvement pada impulse buying behavior yang ditunjukkan pada model hasil hipotesis di bawah ini.
Perlu adanya pengujian antara pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung berdasarkan tes mediasi (Preacher,et al., 2007).
Tabel IV.8
Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Total Variabel
Ket.
Pengaruh Independen Dependen Langsung Tidak
Langsung Total Fash_Inv Emotion (β) 0,31 0,27 0,57 thitung 10,04 12,49 20,85 Fash_Inv Hedonic (β) 0,37 - 0,37 thitung 16,66 - 16,66 Fash_Inv Buying (β) 0,25 0,03 0,28 thitung 5,09 0,80 11,41 Hedonic Emotion (β) 0,73 - 0,73 thitung 14,31 - 14,31 Hedonic Buying (β) 0,33 -0,12 0,21 thitung 2,58 -1,18 5,47 Emotion Buying (β) -0,16 - -0,16 thitung -1,20 - -1,20
Sumber : Data primer diolah (2012) Lampiran 5 -0.16* Keterangan: Df = 164 Chi-square = 515,79 2 / Df = 3,145 RMSEA = 0,10 RMR = 0,046 GFI = 0,99 AGFI = 0,99 NFI = 0,99 CFI = 1.00 Impulse Buying Behavior 0.33 0.25 0.31 0.37 0.73 Fashion Involvement Positive Emotion Hedonic Consumption Gambar IV.3
Hasil Hipotesis (Partially Mediated) Lampiran 5
Berdasarkan hasil analisis, pengaruh antar variabel dapat ditunjukkan seperti pada Tabel IV.8. Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total antar variabel, dapat diketahui bahwa:
1) Pengaruh tidak langsung variabel fashion involvement pada
positive emotion melalui hedonic consumption adalah signifikan
(thitung = 12,49) dengan koefisien (0,27). Berdasarkan hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa ditemukan hubungan tidak langsung secara parsial (partially mediation) dari hubungan antara fashion
involvement dan positive emotion yang dimediasi oleh hedonic consumption.
2) Pengaruh tidak langsung variabel fashion involvement pada minat
impulse buying melalui positive emotion adalah tidak signifikan
(thitung = 0,80) dengan koefisien (0,03). Berdasarkan hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa positive emotion tidak memediasi pengaruh fashion involvement pada impulse buying behavior. 3) Pengaruh tidak langsung variabel hedonic consumption pada
impulse buying behavior melalui positive emotion adalah tidak
signifikan (thitung = 1,18) dengan koefisien (-0,12). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa positive emotion tidak memediasi pengaruh fashion involvement pada impulse buying
commit to user b. Model Alternatif
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini bertumpu pada empat variabel, yaitu fashion involvement, hedonic consumption,
positive emotion, impulse buying behavior. Untuk menguji pengaruh
mediasi, tiga model persamaan struktural dibandingkan dengan menggunakan LISREL. Model pertama adalah partially mediated (lihat Gambar IV.3), model kedua adalah fully mediated (lihat Gambar IV.4) dan model ketiga direct effect-only model (lihat Gambar IV.5).
Dari studi sebelumnya tersebut dapat diidentifikasi bahwa variabel – variabel di dalam studi ini memiliki potensi berpengaruh secara tidak langsung pada impulse buying behavior (lihat Gambar IV.4). Oleh karena itu, kerangka model alternatif dalam studi ini mencakup pengaruh secara tidak langsung variabel fashion infolvement pada impulse buying melalui variable mediasi emotion, dan hedoic
consumption. Keterangan: Df = 165 Chi-square = 517.80 2 / Df = 3,138 RMSEA = 0,10 RMR = 0,051 GFI = 0,99 AGFI = 0,99 NFI = 0,99 CFI = 1.00 Fashion Involvement 0.34 0.36 0.75 Positive Emotion Impulse Buying Behavior -.008* 0.38 * Hedonic Consumption Gambar IV.4 Fully Mediated Lampiran 5
commit to user
Dari studi sebelumnya tersebut dapat diidentifikasi bahwa variabel – variabel di dalam studi ini memiliki potensi berpengaruh secara langsung pada impulse buying (lihat Gambar IV.5). Oleh karena itu, kerangka model alternatif dalam studi ini mencakup pengaruh secara langsung variabel fashion involvement, positive emotion, dan
hedoic consumption pada impulse buying behavior.
Penelitian Morgan dan Hunt (1994) mengidentifikasi ada empat kriteria untuk membandingkan dua model dalam SEM yaitu: (1) Model fit yang diukur dengan CFI
(2) Persentase hipotesis yang signifikan (3) Squared Multiple Correlations (SMC)
(4) Nilai Parsimonious Normed Fit Index (PNFI)
Keterangan: Df = 164 Chi-square = 515.79 2 / Df = 3,138 RMSEA = 0,10 RMR = 0,046 GFI = 0,99 AGFI = 0,99 NFI = 0,99 CFI = 1.00 Impulse Buying Behavior Positive Emotion 0.33 -0.16* 0.25 Hedonic Consumption Fashion Involvement Gambar IV.5
Direct Effect-Only Model
commit to user Tabel IV.9
Structural Equation Analyses
partially mediated fully mediated direct effect-only model
Var. Dependen Hedonic
Fash_Inv Hedonic 0,37 0,36 -
Var. Dependen Emotion
Fash_Inv Emotion 0,31 0,34 -
Hedonic Emotion 0,73 0,75 -
Var. Dependen Buying
Fash_Inv Buying 0,25 - 0,25 Hedonic Buying 0,33 -0,08* 0,33 Emotion Buying - 0,16* 0,38 -0,16* Chi Square 515,79 517,80 515,79 Degrees of Freedom (df) 164 165 164 GFI 0,99 0,99 0,99 CFI 1,00 1,00 1,00 PNFI 0,85 0,86 0,85
hipotesis yang signifikan 83,33% 80,00 % 66,67%
SCM for Hedonic 0,13 0,13 -
SCM for Emotion 0,79 0,86 -
SCM for Buying 0,12 0,10 0,10
p < 0,05
Sumber : Hasil olahan data, 2012