• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Berusia 12 sampai 18 tahun

2. Mengalami gangguan ansietas dengan skor CBCL pada kategori

anxious / depressed untuk anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 dan gangguan depresi anak-anak dengan skor CDI ≥ 13

3. Orang tua bersedia mengisi informed consent.

3.5.2 Kriteria Eksklusi:

1. Siswa yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi berat dan sedang menjalani pengobatan psikiatri.

2. Siswa yang mengalami kelainan sakit perut berulang organik. 3. Siswa yang menderita penyakit organik yang menyebabkan

gangguan ansietas dan gangguan depresi.

3.6 Persetujuan / Informed consent

Semua subyek penelitian sudah diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam penelitian

Penelitian ini sudah disetujui oleh Komite Etik Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1 Cara Kerja

1. Orang tua/wali siswa keenam sekolah dikumpulkan di sekolah masing-masing untuk diberi penyuluhan kesehatan mengenai ansietas dan depresi dan kemudian diminta persetujuannya agar anaknya boleh diikutsertakan dalam penelitian ini.

2. Formulir CBCL diisi oleh peneliti melalui wawancara langsung dengan orang tua sampel.

3. Lembaran CDI dibagikan kepada masing-masing siswa, kemudian lembaran tersebut diisi oleh siswa dipandu oleh peneliti.

4. Siswa yang diduga menderita ansietas dan depresi adalah siswa yang terjaring melalui formulir CBCL dengan nilai pada kategori

anxious / depressed untuk usia 12 sampai 18 tahun untuk anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 dan yang diduga mengalami depresi anak dengan skor CDI ≥ 13, setelah itu siswa-siswa tersebut diperiksa oleh seorang psikiater untuk menegakkan diagnosis gangguan ansietas dan gangguan depresi berdasarkan PPDGJ III. Jika menurut psikiater anak didiagnosis mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi (berdasarkan PPDGJ III) maka siswa tersebut diminta untuk mengisi kuesioner sakit perut berulang.

5. Anak yang mengisi kuesioner sakit perut berulang kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin dan urin rutin untuk menyingkirkan kelainan sakit perut organik.

6. Diperoleh jumlah penderita gangguan ansietas dan gangguan depresi yang mengalami sakit perut berulang sesuai kriteria Apley

dan Naish dan yang tidak menderita sakit perut berulang. 7. Data dimasukkan dalam tabel, kemudian dianalisa lebih lanjut.

3.8.2 Alur Penelitian 3.8.2 Alur Penelitian

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

Mengisi kuisioner CBCL dan CDI Mengalami gangguan ansietas Menderita sakit perut berulang Tidak menderita sakit perut berulang Mengalami gangguan depresi Menderita sakit perut berulang Pemeriksaan darah

rutin dan urin rutin

Mengisi kuesioner sakit perut berulang Didiagnosis oleh psikiater

berdasarkan PPDGJ III

Tidak

menderita sakit perut berulang

3.9 Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Ansietas Nominal

Depresi Nominal

Variabel tergantung Skala

Sakit perut berulang Nominal

3.10. Definisi Operasional

1. Ansietas merupakan suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.14 Dalam penelitian ini skrining awal diduga ansietas berdasarkan CBCL dengan skor anxious / depressed untuk usia 12 sampai 18 tahun pada anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14,33 diagnosis gangguan ansietas kemudian ditegakkan oleh psikiater berdasarkan PPDGJ III.19

2. Depresi merupakan gejala utama hilangnya mood dan inisiatif yang bukan merupakan gangguan neurologi.17 Skrining dilakukan dengan CDI, diduga mengalami depresi jika skor CDI ≥ 13,35 diagnosis gangguan depresi anak ditegakkan oleh psikiater berdasarkan PPDGJ III.19

3. CBCL adalah alat skrining yang digunakan untuk menilai prilaku dan kompetensi sosial anak pada usia 4 sampai 18 tahun dimana nilai dari masing-masing jawaban dijumlahkan dan kemudian dilihat berapa skor yang diperoleh, untuk skor anxious / depressed pada anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 pada usia 12 sampai 18 tahun.33

4. CDI adalah alat skrining yang digunakan untuk menilai gejala depresi pada anak remaja usia 7 sampai 17 tahun dimana setiap jawaban mempunyai nilai skor nol, satu dan dua, kemudian masing-masing skor tersebut dijumlahkan sehingga akhirnya diperoleh skor ≥ 13.35

5. Sakit perut berulang adalah episodik nyeri yang terjadi paling sedikit tiap bulan dalam 3 bulan berturut-turut yang cukup berat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari berdasarkan kriteria Apley

dan Naish.23

6. Tidak menderita sakit perut berulang adalah suatu keadaan tidak mengalami episodik nyeri yang terjadi paling sedikit tiap bulan dalam 3 bulan berturut-turut yang cukup berat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari berdasarkan kriteria Apley dan Naish.23

7. Kelainan sakit perut organik adalah sakit perut yang disebabkan kelainan organik.28 Pada penelitian ini untuk menyingkirkan

kelainan sakit perut organik dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin dan urin rutin.

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk menilai hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi pada anak dengan sakit perut berulang digunakan uji kai kuadrat. Data yang terkumpul diolah, dianalisa, dan disajikan dengan menggunakan program komputer SPSS versi 15.0 dengan tingkat kemaknaan P<0.05 (CI = 95%).

BAB 4. HASIL

4. 1. Hasil Penelitian

Dilakukan skrining untuk mencari siswa–siswa SLTP dan SLTA yang mengalami ansietas dan depresi sesuai dengan kriteria CBCL dan CDI pada 6 sekolah yaitu 3 SLTP dan 3 SLTA sederajat di kecamatan Secanggang kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Sekolah Lanjutan Pertama Swasta Maju Secanggang mempunyai 6 kelas dengan jumlah siswa 214 orang, Madrasah Tsanawiyah Swasta Amaliyah Karang Gading mempunyai 3 kelas dengan jumlah siswa 145 siswa, SMP Negeri 1 terdapat 5 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 250 orang. Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Maju mempunyai 3 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 138 orang, Madrasah Aliyah Swasta Amaliyah Karang Gading mempunyai 3 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 88 orang dan SMA Negeri 1 mempunyai 3 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 125 orang. Jadi jumlah total siswa yang diskrining sebanyak 960 orang.

Dari 960 siswa yang diskrining, terdapat 250 siswa yang diduga mengalami anxious / depressed sesuai skor CBCL, dan dari 250 siswa tersebut didapatkan 106 siswa yang mempunyai skor CDI ≤ 13 sehingga dikeluarkan dari penelitian. Akhirnya yang diambil sebagai sampel adalah 144 siswa yang mempunyai skor CBCL ≥ 12 (untuk anak laki-laki) dan ≥

14 (untuk anak perempuan) dan skor CDI ≥ 13. Dari 144 siswa yang diduga mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi sesuai kriteria CBCL dan CDI kemudian diperiksa oleh psikiater untuk memastikan adanya gangguan ansietas dan gangguan depresi berdasarkan kriteria PPDGJ III, dari hasil wawancara tersebut didapatkan sebanyak 60 siswa yang benar-benar mengalami gangguan depresi ringan dan 84 siswa yang mengalami gangguan ansietas sehingga didapatkan prevalensi gangguan anxietas sebanyak 8.7% dan gangguan depresi sebanyak 6.25% pada remaja di lokasi penelitian. Masing-masing kelompok tersebut selanjutnya diberikan kuesioner sakit perut berulang dan didapatkan sebanyak 60 orang siswa yang menderita sakit perut berulang dan 24 orang yang tidak menderita sakit perut berulang pada kelompok gangguan ansietas, sementara dari kelompok gangguan depresi didapatkan sebanyak 31 orang yang menderita sakit perut berulang dan 29 orang yang tidak menderita sakit perut berulang.

Siswa mengalami

gangguan ansietas/ depresi sesuai skor CBCL (N=250)

Populasi penelitian (N=960)

Siswa sesuai kriteria ansietas dan depresi yang memenuhi skor

CBCL dan CDI (N=144)

Gambar 4. 1. Profil penelitian

Rerata umur sampel dalam penelitian ini adalah 14.3 tahun untuk kelompok gangguan ansietas dan 14 tahun pada kelompok gangguan depresi dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan untuk kedua kelompok yaitu sebanyak 47 orang (56%) pada kelompok gangguan ansietas dan 32 orang (53%) pada kelompok gangguan depresi. Berat badan masing-masing kelompok 38.9 kg dan 37.7 kg serta tinggi badan

Siswa menderita gangguan ansietas (sesuai PPDGJ III) (N=84) Siswa menderita sakit perut berulang (n=60) Siswa tidak menderita sakit perut berulang (n=24)

Siswa menderita ganguan depresi (sesuai PPDGJIII) (N=60) Siswa menderita sakit perut berulang (n=31) Siswa tidak menderita sakit perut berulang (n=29) 106 siswa dieksklusikan karena skor CDI < 13

145.1 cm dan 145.3 cm. Status nutrisi terbanyak pada kedua kelompok adalah gizi normal yaitu sebanyak 70.2% pada kelompok gangguan ansietas dan 60% pada kelompok gangguan depresi. Paling banyak orang tua siswa berpenghasilan rata-rata berkisar 300 ribu rupiah sampai 1 juta rupiah. Pendidikan orang tua terbanyak pada kedua kelompok adalah pendidikan dasar (SD dan SLTP) yaitu sebanyak 62 orang (73.8%) pada kelompok gangguan ansietas dan 40 orang (66.7%) pada kelompok gangguan depresi. (Tabel 4.1)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Gangguan ansietas (n=84)

Gangguan depresi (n=60)

Umur (tahun), rerata (SD) Berat badan (kg), rerata (SD) Tinggi badan (cm), rerata (SD) Jenis kelamin, n (%) - Laki-laki - Perempuan Status nutrisi, n (%) - Obesitas - Gizi lebih - Gizi normal - Gizi kurang Penghasilan orang tua, n (%)

- < Rp. 300 ribu

- Rp. 300 ribu – 1 juta - > Rp. 1 juta Pendidikan orang tua, n (%)

- Tidak sekolah - Sekolah Dasar

- Pendidikan Menengah - Pendidikan Tinggi

Sakit perut berulang, n (%)

- Ya - Tidak 14.4 (1.34) 38.9 (7.80) 145.1(7.71) 37(44.0) 47(56.0) 2(2.4) 14 (16.7) 59 (70.2) 9(10.7) 0 (0.0) 62 (73.8) 22(26.2) 0 (0.0) 62 (73.8) 17( 20.2) 5 (6.0) 60 (71.4) 24 (28.6) 14.0 (1.36) 37.7 (8.26) 145.3 (7.64) 28 (46,7) 32 (53.3) 2 (3.3) 7 (11.7) 36 (60.0) 15(25.0) 0 (0.0) 36 (60.0) 24 (40.0) 0 (0.0) 40 (66.0) 17 (28.3) 3 (5.0) 31 (51.7) 29 (48.3)

Tabel 4.2. Distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap skala CBCL dan CDI yang menderita sakit perut berulang dan tidak menderita sakit perut berulang

Parameter (n=144)

Sakit perut berulang n (%)

Tidak sakit perut berulang n (%) P CBCL Summary Measure - Internalizing - Externalizing - Total score Individual CBCL Scale - Withdrawn - Somatic complaints - Anxious/Depressed - Social Problems - Thought Problems - Attention Problems - Delinquent Behavior - Aggressive Behavior CDI - Depresi 89 (61.8) 77 (53.5) 73 (50.7) 78 (54.2) 88 (61.1) 91 (63.2) 74 (51.4) 69 (47.9) 68 (47.2) 67 (46.5) 74 (43.1) 91 (63.2) 55 (27.0) 67 (46.5) 71 (49.3) 66 (45.8) 56 (38.9) 53 (36.8) 70 (48.6) 75 (52.1) 76 (52.8) 77 (53.5) 70 (56.9) 53 (36.8) 0.010 0.390 0.800 0.010 0.020 0.005 0.010 0.135 0.187 0.100 0.240 0.050

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap skala CBCL dan CDI yang menderita sakit perut berulang dan tidak menderita sakit perut berulang. Semua sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita sakit perut berulang dan tidak menderita sakit perut berulang. Dari penilaian CBCL Summary Measure

sakit perut berulang (n=89) daripada siswa yang tidak menderita sakit perut berulang (n= 55) (P=0.01), sementara untuk externalizing dan

total score tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok. Penilaian terhadap Individual CBCL Scale tidak didapati perbedaan yang bermakna pada skala thought problems, attention problems, delinquent behavior dan aggressive behavior antara kedua kelompok, sedangkan untuk skala withdrawn, somatic complaints, anxious / depressed, social problems menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok. Sementara itu, kelompok yang menderita sakit perut berulang memiliki nilai CDI lebih tinggi daripada kelompok yang tidak sakit perut berulang. (P=0.05).

Tabel 4. 3. Hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi berdasarkan PPDGJ III terhadap sakit perut berulang dan tidak menderita sakit perut berulang

Sakit perut Tidak sakit perut P berulang n (%) berulang n (%)

Gangguan ansietas (n=84) 60 (71.4) 24 (28.6) 0.008 Gangguan depresi (n=60) 31 (51.7) 29 (48.3) 0.040

Hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi berdasarkan PPDGJ III terhadap sakit perut berulang ditunjukkan pada tabel 4.3. dimana pada kelompok gangguan ansietas terlihat bahwa lebih banyak siswa yang menderita sakit perut berulang dibandingkan dengan yang tidak menderita sakit perut berulang (P = 0.008), demikian juga pada

kelompok gangguan depresi terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok.

Tabel 4.4. Distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap skala CBCL dengan skor diatas cut off point

Parameter Sakit perut berulang n (%) Tidak sakit perut berulang n (%) P CBCL Summary Measure - Internalizing (n=74) - Externalizing (n=72) - Total score (n=70) Individual CBCL Scale - Withdrawn (n=72) - Somatic complaints (n=80) - Anxious/Depressed (n=144) - Social Problems (n=55) - Thought Problems (n=75) - Attention Problems (n=76) - Delinquent Behavior (n=77) - Aggressive Behavior (n=56) 54 (73.0) 37 (51.4) 34 (48.6) 41 (56.9) 50 (62.5) 91 (63.2) 32 (58.2) 42 (56.0) 34 (44.7) 35 (45.5) 23 (41.1) 20 (27.0) 35 (48.6) 36 (51.4) 31 (43.1) 30 (37.5) 53 (36.8) 23 (41.8) 33 (44.0) 42 (55.3) 42 (54.5) 33 (58.9) 0.008 0.493 0.935 0.032 0.020 0.005 0.050 0.186 0.123 0.210 0.150

Ternyata jika dilihat dari hasil CBCL pada sampel penelitian secara keseluruhan diperoleh keadaan yang patologis (skor CBCL > 60). Pada

internalizing didapati keadaan yang patologis sebanyak 74 orang dengan penderita sakit perut berulang lebih banyak daripada yang tidak menderita sakit perut berulang, begitu juga pada externalizing terdapat 72 orang, sedangkan pada Total score sebanyak 70 orang dengan jumlah yang

tidak menderita sakit perut berulang lebih banyak daripada yang sakit perut berulang. Sementara pada penilaian Individual CBCL Scale didapati keadaan patologis pada skala withdrawn sebanyak 72 orang , somatic complaints 80 orang, anxious / depressed adalah 144 orang, social problems sebanyak 55 orang dan thought problems 75 orang, dimana sampel yang menderita sakit perut berulang lebih banyak daripada yang tidak menderita sakit perut berulang, sedangkan pada skala attention problems didapati sebanyak 76 orang, delinquent behavior 77 orang dan

aggressive behavior sebanyak 56 orang dengan penderita sakit perut berulang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak menderita sakit perut berulang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.4.

BAB 5. PEMBAHASAN

Gangguan ansietas dan gangguan depresi merupakan bentuk gangguan emosional yang terbanyak ditemukan pada remaja. Pada penelitian ini didapati prevalensi gangguan ansietas sebesar 8.7% dan gangguan depresi 6.25%. Prevalensi gangguan ansietas di Indonesia belum banyak diteliti dan agak langka bila dibandingkan dengan prevalensi gangguan neurotik pada umumnya. Penelitian yang dilakukan tahun 2001 di kelurahan Tanjung Duren Utara dan Selatan, Jakarta Barat didapatkan prevalensi gangguan ansietas sebesar 8,71%. Sebagian besar kasus ansietas tidak berupaya untuk mendapatkan pengobatan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-III dan DSM IV hanya menyatakan bahwa ansietas banyak dijumpai di masyarakat. International clasification of diseases/ICD ke-10, maupun Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Jiwa (PPDGJ)-III, tidak menyebutkan prevalensi ansietas sama sekali.38 Diagnostic Interview Schedule for Children (DISC) dan

Asian/Pacific Islander Adolescents menyatakan bahwa prevalensi gangguan ansietas secara keseluruhan rata-rata 9.1% pada remaja di Asia Pasifik,4 sementara penelitian yang dilakukan di Amerika tahun 1993 yang melibatkan sebanyak 1500 remaja melaporkan bahwa prevalensi gangguan ansietas berkisar antara 8% sampai 9%.39 Studi epidemiologi di Philadelphia menyatakan bahwa prevalensi gangguan ansietas pada

remaja berkisar 10%, sedangkan gangguan depresi sekitar 2.6% sampai 18%.40

Perbedaan ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan latar belakang sosial budaya masyarakat di negara barat dan timur. Masyarakat di negara barat tidak segan dan malu untuk melaporkan tentang kondisi anak mereka yang mengalami ganguan ansietas dan gangguan depresi, sementara di negara kita, kedua gangguan tersebut masih dianggap tabu, masyarakat masih kurang terbuka dan tidak mengetahui bahwa gangguan perilaku dan emosional ini merupakan suatu gangguan psikiatri, sehingga kedua gangguan tersebut jarang dan bahkan tidak dilaporkan.5

Pada studi ini, usia rerata anak yang mengalami gangguan ansietas adalah 14.3 tahun dan 14 tahun untuk gangguan depresi. Hal ini disebabkan oleh karena pada kelompok usia tersebut lebih cenderung mengalami stress terutama dalam menghadapi kehidupan sosial di sekolah dengan berbagai latar belakang budaya yang berbeda seperti perbedaan suku, sosial dan ekonomi.5 Didapati lebih banyak suku jawa daripada suku batak maupun minang. Beberapa siswa hidup merantau jauh dari orang tua dan keluarga.

Di Amerika, gangguan ansietas dan gangguan depresi lebih sering terjadi pada anak usia 9 sampai 16 tahun, hal ini dihubungkan dengan meningkatnya penggunaan dan ketergantungan obat-obatan dan alkohol yang cenderung dilakukan pada kelompok umur tersebut.40 Dikatakan

bahwa anak perempuan lebih banyak mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi daripada anak laki-laki. Pada studi ini, diperoleh anak perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi daripada anak laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh faktor psikis dimana anak perempuan lebih mudah mengalami stress daripada anak laki-laki.5

American Psycological Association (APA) menyatakan bahwa lebih banyak jumlah stress yang dihadapi anak perempuan dalam kehidupan kontemporer seperti faktor kemiskinan, penganiayaan fisik dan seksual. Anak perempuan lebih cenderung memperbesar masalah dengan mencoba memahami alasan mengapa mereka merasakan apa yang mereka rasakan, sementara anak laki-laki lebih mencoba untuk mengalihkan masalah dengan melakukan sesuatu yang dapat mereka nikmati untuk menghilangkan fikiran yang mereka rasakan.5.41

Salah satu gejala gangguan ansietas dan gangguan depresi adalah kehilangan nafsu makan, sehingga kedua gangguan tersebut dapat mempengaruhi status gizi seorang anak. Pada studi ini, didapati berat badan yang normal pada kedua gangguan, ini disebabkan karena di lokasi penelitian para remaja hanya mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi yang ringan sehingga hal ini tidak berpengaruh pada penurunan berat badan anak.19

Faktor sosial ekonomi yang rendah juga meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi.42

Pada studi ini, didapati bahwa paling banyak orang tua siswa yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi yang berpenghasilan rata-rata berkisar antara 300 ribu sampai satu juta rupiah, dengan mata pencaharian sebagai buruh kebun. Namun pada studi ini tidak dilakukan penilaian gangguan ansietas dan gangguan depresi terhadap sakit perut berulang di pedesaan ataupun perkotaan.

Di Pakistan, prevalensi gangguan ansietas dan gangguan depresi secara keseluruhan lebih banyak ditemukan pada status ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh karena masalah ekonomi dan riwayat kehidupan keluarga yang sulit,3,42 dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor sosial ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor penyebab kedua gangguan tersebut.5

Keluhan gastrointestinal berupa sakit perut merupakan salah satu keluhan somatik yang terbanyak dikeluhkan remaja pada studi ini. Anak dengan gangguan ansietas dan gangguan depresi akan lebih sering mengalami keluhan somatik seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual dan muntah daripada anak yang tidak mengalami gangguan ansietas. Hal ini disebabkan karena pada kedua gangguan tersebut para remaja cenderung mengalami kehilangan nafsu makan, disamping itu juga terjadi peningkatan asetilkolin yang mengakibatkan peningkatan peristaltik dan sekresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas lambung.5,19 Kejadian sakit perut berulang pada studi ini lebih banyak terjadi pada remaja yang mengalami gangguan ansietas (P=0.008) dan gangguan

depresi (P=0.04) daripada remaja yang tidak mengalami sakit perut berulang. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan ansietas dan gangguan depresi yang dipicu akibat stress hidup dalam keluarga yang berkepanjangan sering menimbulkan sakit perut berulang. Adanya gangguan tidur, kehilangan minat dan kesenangan, jauh dari orang tua dan orang yang dicintai serta mudah menjadi lelah sebagian kecil juga dialami para remaja pada studi ini.19

Studi longitudinal tahun 2006, melaporkan bahwa gangguan ansietas pada remaja perempuan lebih banyak mengalami keluhan somatik daripada remaja yang tidak mengalami gangguan ansietas.39,40 Hal ini berbeda dengan apa yang didapatkan pada studi ini, dimana keluhan somatik lebih banyak ditemukan pada remaja yang mengalami sakit perut berulang daripada yang tidak mengalami sakit perut berulang. Studi ini, tidak meneliti hubungan antara gangguan ansietas dan gangguan depresi terhadap keluhan somatik namun kedua gangguan tersebut berpengaruh terhadap sakit perut berulang pada remaja.

Pada studi ini, remaja yang mengalami sakit perut berulang lebih banyak mengalami withdrawn daripada remaja yang tidak mengalami sakit perut berulang dengan P=0.01 (Tabel 4.2). Hal ini sesuai dengan prilaku

avoidance-withdrawn dimana mereka lebih cenderung mengasingkan diri dari kelompok teman sebayanya karena sakit perut yang dirasakannya. Remaja yang mengalami sakit perut berulang sering merasa malu dan

takut akan mendapat ejekan bila kondisi yang dialaminya diketahui oleh orang lain terutama teman sekolahnya.43

Berdasarkan hasil studi ini, juga didapatkan perbedaan yang signifikan mengenai social problem terhadap kejadian sakit perut berulang

dengan P=0.01 (Tabel 4.2), dimana didapati remaja yang menderita sakit perut berulang lebih banyak mengalami social problem dibandingkan dengan remaja yang tidak mengalami sakit perut berulang. Hal ini disebabkan oleh karena faktor-faktor dalam lingkungan sekolah berpengaruh pada aktivitas remaja yang mengalami sakit perut berulang. Mereka cenderung mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam bersosialisasi baik karena sakit perut yang dirasakan maupun karena gangguan ansietas dan gangguan depresi yang dialami.43

Anak yang mengalami sakit perut berulang lebih sering tidak hadir ke sekolah sehingga hubungan sosial dengan teman sebayanya dapat menjadi terganggu. Si anak akan merasa tidak percaya diri dan akhirnya dapat menarik diri dari pergaulan, kondisi yang demikian dapat membuat stress pada remaja.44 Akan tetapi pada studi ini, tidak diteliti berapa jumlah ketidakhadiran siswa ke sekolah.

Studi klinis menunjukkan hasil bahwa remaja yang mengalami sakit perut berulang menggambarkan perilaku yang tunduk dan patuh serta mempunyai kemampuan sosial yang rendah dibandingkan dengan remaja yang tidak mengalami sakit perut berulang.42,43

Fungsi sosial meliputi hubungan teman sebaya, kompetensi sosial, dan penyesuaian sosial emosional. Ketidakhadiran anak ke sekolah, tidak adanya keterlibatan pada aktivitas sekolah dapat menyebabkan keterbatasan anak untuk mengadakan hubungan dengan teman-temannya. Akibatnya akan meningkatkan kepasifan dan perasaan rendah diri pada si anak. Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan tejadinya gangguan depresi yang berat sehingga berpengaruh pada keluhan somatik.13,44

Skala internalisasi terdiri dari withdrawn, somatic complaints dan

anxious/depressed.Pada studi ini menunjukkan hasil bahwa remaja yang menderita sakit perut berulang mempunyai hubungan yang signifikan dengan skala internalisasi, begitu juga dengan anxious/depressed, somatic complaints, namun tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan skala eksternalisasi yaitu delinquent dan aggressive behavior. Hasil yang diperoleh pada studi ini sesuai dengan hasil studi yang dilakukan di Italia pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa sakit perut berulang cenderung menunjukkan hubungan bermakna dengan skala internalisasi pada CBCL yang terdiri dari ansietas, depresi dan somatic complaint namun tidak mempunyai hubungan dengan skala eksternalisasi (delinquent dan aggressive behavior).45,46

Skala internalisasi digunakan sebagai indeks distress psikologi pada anak.47 Gangguan skala internalisasi pada anak yang menderita sakit perut berulang sering hanya dilaporkan secara keseluruhan tanpa

melihat adanya perbedaan antara anxious/depressed, withdrawn dan

somatic complaint, namun bila terdapat anxious/depressed, withdrawn

dan somatic complaint hal ini dapat memperkuat skala internalisasi pada anak-anak yang mengalami sakit perut berulang. Ini menunjukkan bahwa ketiga subskala tersebut erat hubungan dengan sakit perut berulang.38,48

Dokumen terkait