• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi Terhadap Kejadian Sakit Perut Berulang Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi Terhadap Kejadian Sakit Perut Berulang Pada Remaja"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN GANGGUAN ANSIETAS DAN GANGGUAN DEPRESI TERHADAP KEJADIAN SAKIT PERUT BERULANG

PADA REMAJA

TESIS

FASTRALINA 077103026/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN GANGGUAN ANSIETAS DAN GANGGUAN DEPRESI TERHADAP KEJADIAN SAKIT PERUT BERULANG

PADA REMAJA

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M. Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

FASTRALINA 077103026/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Hubungan Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi Terhadap Kejadian Sakit Perut

Berulang Pada Remaja

Nama Mahasiswa : Fastralina Nomor Induk Mahasiswa : 077103026 Program Magister : Magister Klinis Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Sri Sofyani, Sp.A(K) Ketua

Prof. Dr.H. M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ (K) Anggota

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS

dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K) dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P(K)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 10 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Sri Sofyani, SpA(K) Anggota : Prof. dr. H. M. Joesoef Simbolon, SpKJ(K)

Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K)

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan

kasih-Nya kepada penulis, hingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai jadwal

yang telah direncanakan. Tesis ini dibuat sebagai tugas akhir, sekaligus

untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada

Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan baik isi maupun pembahasannya, oleh karena itu kami

mohon kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan ilmu

pengetahuan.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Pembimbing utama: dr. Sri Sofyani, SpA(K), dan Pembimbing II: Prof.

Dr. H. M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K), yang telah bersusah payah di

sela-sela kesibukan waktunya memberikan bimbingan, arahan,

saran dan kritik berharga mulai dari tahap awal penelitian hingga

penyelesaian penulisan tesis ini.

2. Para penguji: Prof. dr. Rafita Ramayani, SpA(K), Prof. dr. H. M.

(6)

SpA(K), dan dr. Melda Deliana, SpA(K), yang juga telah banyak

memberi masukan, arahan, saran dan kritik berharga dan konstruktif

selama proses penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung.

3. Dr Melda Deliana, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter Spesialis Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara dan dr. Siska Mayasari, M.Ked(Ped). SpA, selaku Sekretaris

Program Studi, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian

tesis ini.

4. Prof. dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K), yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

5. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH,

yang juga telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /

RSUP H. Adam Malik Medan, periode Januari 2011 sampai sekarang

yang telah memberikan banyak bantuan dan pengarahan selama

(7)

7. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik

Medan, yang telah mendidik penulis dalam perkuliahan dan juga

telah memberikan sumbangan pemikiran selama masa penelitian dan

penyelesaian penulisan tesis ini berlangsung.

8. Kepala desa, para kepala sekolah dan guru-guru SLTP, SLTA dan

Sekolah Kejuruan setingkat SMP dan SMA, meliputi SMP dan SMA

Negeri 1, SMP dan SMK Swasta Maju dan Madrasah Tsanawiyah

Amaliyah Karang Gading, dan Madrasah Aliyah Amaliyah Karang

Gading di Kecamatan Secanggang sebagai tempat penelitian,

Kepala Puskesmas Secanggang, yang telah memberikan izin

penelitian dengan keramahtamahannya selama pelaksanaan

penelitian berlangsung dan membantu dengan tulus dan ikhlas dari

awal hingga akhir pelaksanaan penelitian.

9. Rekan-rekan PPDS periode Juli 2007, yang tak mungkin terlupakan,

dan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian

maupun penyelesaian penulisan tesis ini serta atas kebersamaan

dalam menempuh pendidikan dan dalam melaksanakan penelitian

selama ini, khususnya Poppy Riflizawany, Naomi Riahta, Ade

Rahmad, Sri Yanti Harahap, Ade Saifan Surya, Windia Sari, Saiful

dan lainnya yang tak mungkin saya sebutkan satu per satu.

10. Orang tua yang sangat penulis cintai dan hormati, Ayahanda Drs.

(8)

yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan, mendidik,

memberi semangat yang tiada henti-hentinya dan senantiasa

memberikan kasih sayang diiringi doa restu yang tulus dan ikhlas

kepada penulis sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya kita

sampai pada saat yang berbahagia ini. Kepada kakanda tercinta drh.

Trie Hastuti. M dan keluarga, dr. Erga Radianti. M dan keluarga yang

juga senantiasa memberikan kasih sayang, memotivasi dan memberi

bantuan yang tulus dan ikhlas kepada penulis selama masa

pendidikan, penelitian dan penyelesaian penulisan tesis ini.

11. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta

penulisan tesis ini.

Akhirnya, izinkanlah penulis mohon maaf atas kesalahan dan

kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan,

dorongan, bimbingan yang diberikan kiranya mendapat balasan yang

berlipat ganda dari Allah SWT, dan penulis berharap semoga penelitian

dan tulisan ini dapat membawa manfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Februari 2011

(9)

Fastralina

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

(10)

3.5.1. Kriteria Inklusi 20

3.5.2. Kriteria Eksklusi 20

3.6. Persetujuan / Informed Consent 20

3.7. Etika Penelitian 21

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 21

3.9. Identifikasi Variabel 24

3.10. Definisi Operasional 24

3.11. Pengolahan dan Analisis Data 26

BAB 4. HASIL

4.1. Hasil Penelitian 27

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Pembahasan 35

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Penelitian 44

6.2. Saran 44

RINGKASAN 45

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

2. Jadwal Penelitian

3. Perkiraan Biaya

4. Lembar Penjelasan

5. Persetujuan Setelah Penjelasan

6. Lembaran Penilaian CBCL dan CDI 7. Kuisioner Sakit Perut Berulang

8. Persetujuan Komite Etik

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Gambaran klinis penyebab organik dan non organik

sakit perut berulang 11

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 30

Tabel 4.2. Distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap

skala CBCL dan CDI yang menderita sakit perut berulang

dan tidak menderita sakit perut berulang 31

Tabel 4.3. Hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi

berdasarkan PPDGJ III terhadap sakit perut berulang

dan tidak sakit perut berulang 32

Tabel 4.4. Distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka konseptual 17

(13)

DAFTAR SINGKATAN

DISC : Diagnostic Interview Schedule for Children

FK-USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PPDGJ III : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

Edisi ke-3

LED : Laju Endap Darah

USG : Ultrasonografi

CBCL : Child Behavior Checklist

CDI : Children’s Depression Inventory’s

SPSS : Statistical Package for Social Science

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

DSM : Diagnostic andStatistical Manual of Mental Disorders

ICD : InternationalClasification of Diseases

CI : Confiedence Interval

cm : centimeter

(14)

DAFTAR LAMBANG α : Kesalahan tipe I

β : Kesalahan tipe II

n : Jumlah subjek / sampel

P : Proporsi

P1 : Insiden gangguan anxietas dan gangguan depresi

pada populasi

P2 : Insiden tanpa gangguan ansietas dan gangguan

depresi

Q : 1 – P

Q1 : 1 – P1

Q2 : 1 – P2

Zα : Deviat baku normal untuk α

Zβ : Deviat baku normal untuk β

P : Tingkat kemaknaan

> : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari

(15)

ABSTRAK

Latar belakang: Gangguan ansietas dan gangguan depresi dapat menimbulkan dampak terhadap prestasi akademik dan aspek sosial lainnya dari kehidupan sekolah sehingga cukup mengganggu aktivitas anak sehari-hari. Kedua gangguan ini lebih cenderung menunjukan adanya keluhan sakit perut berulang.

Tujuan: Menilai hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi terhadap kejadian sakit perut berulang pada remaja.

Metode: Suatu penelitian cross sectional dilakukan di 3 SLTP dan 3 SLTA Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara dari bulan Agustus sampai September 2009. Pemilihan sampel dipilih dengan cara

consecutive sampling. Sampel yang terjaring melalui formulir CBCL dengan nilai kategori anxious/depressed untuk usia 12 sampai 18 tahun untuk anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 dan diduga mengalami depresi anak dengan skor CDI ≥ 13, kemudian diperiksa oleh psikiater berdasarkan PPDGJ III. Anak-anak yang didiagnosis mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi kemudian mengisi kuesioner sakit perut berulang sesuai kriteria Apley dan Naish. Didapati jumlah siswa yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi yang menderita sakit perut berulang dan yang tidak menderita sakit perut berulang.

Hasil: Sebanyak 144 siswa ikut berpartisipasi pada penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok gangguan ansietas sebanyak 84 orang dan 60 orang kelompok gangguan depresi, dari kedua kelompok tersebut diperoleh 60 orang kelompok gangguan ansietas dan 31 orang kelompok gangguan depresi yang menderita sakit perut berulang. Didapati prevalensi gangguan ansietas sebanyak 8.7% dan gangguan depresi 6.25% pada remaja di lokasi penelitian. Pada penelitian ini juga didapati perbedaan yang signifikan pada kelompok gangguan ansietas (P=0.008) dan gangguan depresi (P=0.04) dengan sakit perut berulang.

Kesimpulan: Prevalensi remaja yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi sebanyak 8.7% dan 6.25%. Gangguan ansietas dan gangguan depresi mempunyai hubungan dengan kejadian sakit perut berulang pada remaja.

(16)

ABSTRACT

Abstract

Background: Anxiety and depression disorders affect the academic performance and social aspect of school activities. Adolescents with these disorders tend to develop recurrent abdominal pain.

Objective: To assess the association of anxiety and depression disorders to recurrent abdominal pain in adolescents.

Methods: A cross sectional study was conducted at three junior and three senior high schools in Secanggang Sub-district, Langkat District, Sumatera Utara Province from August to September 2009. The samples for this study were selected through consecutive sampling technique. The samples were instructed to fill out the CBCL form. Those with anxious/depressed score ≥ 12 for boys aged 12 to 18 years old and ≥14 for girls and those with suspected depression (CDI score ≥13) were then examined by psychiatrist. The adolescent diagnosed with anxiety and depression disorder were instructed to fill out a recurrent abdominal pain questionnaire based on Apley and Naish criteria. We have got a number of adolescents with and without recurrent abdominal pain.

Results: The 144 students participated in this study were divided into two groups consisting of 84 students with anxiety disorder and 60 students with depression disorder. Sixty students of the anxiety disorder group and 31 students of the depression disorder group experienced recurrent abdominal pain. The prevalence of anxiety and depression disorder was 8,7% and 6,25% respectively. There was a significant relationship between anxiety disorder (P=0.008) and depression disorder (P=0.04) with recurrent abdominal pain.

Conclusion The anxiety and depression disorder were associated to recurrent abdominal pain in adolescents.

Keyword:Anxiety disorders, depression disorders, recurrent abdominal

(17)

PERNYATAAN

HUBUNGAN GANGGUAN ANSIETAS DAN GANGGUAN DEPRESI TERHADAP KEJADIAN SAKIT PERUT BERULANG

PADA REMAJA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini yang disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 10 Februari 2011

(18)

ABSTRAK

Latar belakang: Gangguan ansietas dan gangguan depresi dapat menimbulkan dampak terhadap prestasi akademik dan aspek sosial lainnya dari kehidupan sekolah sehingga cukup mengganggu aktivitas anak sehari-hari. Kedua gangguan ini lebih cenderung menunjukan adanya keluhan sakit perut berulang.

Tujuan: Menilai hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi terhadap kejadian sakit perut berulang pada remaja.

Metode: Suatu penelitian cross sectional dilakukan di 3 SLTP dan 3 SLTA Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara dari bulan Agustus sampai September 2009. Pemilihan sampel dipilih dengan cara

consecutive sampling. Sampel yang terjaring melalui formulir CBCL dengan nilai kategori anxious/depressed untuk usia 12 sampai 18 tahun untuk anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 dan diduga mengalami depresi anak dengan skor CDI ≥ 13, kemudian diperiksa oleh psikiater berdasarkan PPDGJ III. Anak-anak yang didiagnosis mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi kemudian mengisi kuesioner sakit perut berulang sesuai kriteria Apley dan Naish. Didapati jumlah siswa yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi yang menderita sakit perut berulang dan yang tidak menderita sakit perut berulang.

Hasil: Sebanyak 144 siswa ikut berpartisipasi pada penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok gangguan ansietas sebanyak 84 orang dan 60 orang kelompok gangguan depresi, dari kedua kelompok tersebut diperoleh 60 orang kelompok gangguan ansietas dan 31 orang kelompok gangguan depresi yang menderita sakit perut berulang. Didapati prevalensi gangguan ansietas sebanyak 8.7% dan gangguan depresi 6.25% pada remaja di lokasi penelitian. Pada penelitian ini juga didapati perbedaan yang signifikan pada kelompok gangguan ansietas (P=0.008) dan gangguan depresi (P=0.04) dengan sakit perut berulang.

Kesimpulan: Prevalensi remaja yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi sebanyak 8.7% dan 6.25%. Gangguan ansietas dan gangguan depresi mempunyai hubungan dengan kejadian sakit perut berulang pada remaja.

(19)

ABSTRACT

Abstract

Background: Anxiety and depression disorders affect the academic performance and social aspect of school activities. Adolescents with these disorders tend to develop recurrent abdominal pain.

Objective: To assess the association of anxiety and depression disorders to recurrent abdominal pain in adolescents.

Methods: A cross sectional study was conducted at three junior and three senior high schools in Secanggang Sub-district, Langkat District, Sumatera Utara Province from August to September 2009. The samples for this study were selected through consecutive sampling technique. The samples were instructed to fill out the CBCL form. Those with anxious/depressed score ≥ 12 for boys aged 12 to 18 years old and ≥14 for girls and those with suspected depression (CDI score ≥13) were then examined by psychiatrist. The adolescent diagnosed with anxiety and depression disorder were instructed to fill out a recurrent abdominal pain questionnaire based on Apley and Naish criteria. We have got a number of adolescents with and without recurrent abdominal pain.

Results: The 144 students participated in this study were divided into two groups consisting of 84 students with anxiety disorder and 60 students with depression disorder. Sixty students of the anxiety disorder group and 31 students of the depression disorder group experienced recurrent abdominal pain. The prevalence of anxiety and depression disorder was 8,7% and 6,25% respectively. There was a significant relationship between anxiety disorder (P=0.008) and depression disorder (P=0.04) with recurrent abdominal pain.

Conclusion The anxiety and depression disorder were associated to recurrent abdominal pain in adolescents.

Keyword:Anxiety disorders, depression disorders, recurrent abdominal

(20)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan ansietas dan gangguan depresi menjadi target dan masalah

kesehatan yang penting untuk dicegah, karena onsetnya yang cepat,

dapat menetap sampai dewasa dan comorbid dengan masalah kesehatan

lain.1 Dikatakan bahwa gangguan ansietas dan gangguan depresi

umumnya terjadi pada masa anak dan remaja, bervariasi tergantung dari

kelompok umur dan makin meningkat dengan bertambahnya umur.2 Lebih

dari 150 juta orang menderita depresi saat ini dan hampir 1 juta remaja

melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Studi epidemiologi

melaporkan bahwa prevalensi gangguan ansietas dan gangguan depresi

pada anak dan remaja bervariasi yaitu berkisar antara 2.6% sampai

41.2%.3 Diagnostic Interview Schedule for Children (DISC) dan

Asian/Pacific Islander Adolescents menyatakan bahwa prevalensi

gangguan ansietas secara keseluruhan rata-rata 9.1% pada remaja di

Asia Pasifik.4

Ansietas merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa

khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi disertai dengan gejala

somatik yang menandakan adanya aktivitas yang berlebihan dari susunan

saraf pusat autonomik,5 sedangkan depresi adalah suatu keadaan

terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang

(21)

makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak

berdaya, serta gagasan bunuh diri.5,6

Anak-anak dengan gangguan ansietas dapat menimbulkan dampak

terhadap prestasi akademik dan aspek sosial lainnya dari kehidupan

sekolah sehingga cukup mengganggu aktivitas anak sehari-hari.5 Anak

akan merasa tegang atau khawatir, mudah lelah, mempunyai kesulitan

berkonsentrasi dan adanya gangguan tidur.5,6 Gangguan ini biasanya

muncul pada pertengahan remaja sampai pertengahan usia 20-an dan

dua kali lebih banyak dijumpai pada anak perempuan dibanding anak

laki-laki.5

Pada beberapa anak dengan gangguan ansietas dan stres

emosional tampak jelas menunjukkan adanya keluhan sakit perut.7 Emosi,

proses kognitif dan sistem susunan saraf pusat lainnya berpengaruh juga

dalam mengatur persepsi nyeri.8 Sakit perut berulang merupakan salah

satu gangguan yang sering terjadi pada anak dan remaja, terjadi secara

berulang pada anak sekolah dan meningkat pada anak perempuan di atas

usia 9 tahun.9

Sakit perut berulang adalah sakit perut yang terjadi lebih atau

paling sedikit tiga kali dalam waktu 3 bulan dan cukup berat berpengaruh

pada aktivitas anak.10,11 Sekitar 42% sampai 85% anak dengan gangguan

ansietas menderita sakit perut berulang.12

Walaupun beberapa studi menunjukkan bahwa kejadian sakit perut

(22)

depresi, tetapi beberapa studi masih memperdebatkan apakah sakit perut

berulang pada anak disebabkan oleh karena faktor organik atau

psikogenik.13

Peneliti ingin menilai apakah gangguan ansietas dan gangguan

depresi dapat mempengaruhi kejadian sakit perut berulang, disamping itu

untuk menilai pengaruh keterlibatan faktor psikogenik dalam hal ini

ansietas dan depresi pada remaja terhadap kejadian sakit perut berulang.

Penelitan ini juga merupakan penelitian bersama dari berbagai divisi di

bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara (FK-USU) seperti: divisi Pediatri Sosial, Gastroenterologi, Neurologi,

Infeksi dan Respirologi, serta tersedia sarana penelitian berupa

laboratorium di kecamatan Secanggang tersebut, sehingga memudahkan

dalam penelitian.

1.2. R umusan Masalah

Apakah gangguan ansietas dan gangguan depresi berhubungan dengan

sakit perut berulang?

1.3. Hipotesis

Gangguan ansietas dan gangguan depresi berhubungan dengan sakit

(23)

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan gangguan ansietas dan

gangguan depresi terhadap kejadian sakit perut berulang pada remaja.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti

di bidang Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial, khususnya dalam

menilai penyebab sakit perut berulang pada remaja.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan pelayanan

kesehatan remaja yang menderita sakit perut berulang,

khususnya pelayanan di bidang Tumbuh Kembang dan Pediatri

Sosial Anak, dengan mengetahui prevalensi gangguan ansietas

dan gangguan depresi pada remaja, dapat disusun suatu program

perencanaan untuk mengatasi gangguan ansietas dan gangguan

depresi pada remaja. Jika prevalensi itu ternyata tinggi, program

pencegahan dijadikan sebagai program prioritas pelayanan

kesehatan pada remaja.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan masukan

terhadap standar pelayanan kesehatan di bidang pediatri sosial

remaja khususnya dalam menilai hubungan gangguan ansietas

dan gangguan depresi terhadap kejadian sakit perut berulang

(24)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi 2.1.1.Gangguan Ansietas

Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada

anak dan remaja. Ansietas adalah suatu keadaan aprehensi atau khawatir

yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.14

Ansietas merupakan suatu fenomena kompleks yang menandakan

adanya dinamika kehidupan dan bagian dari proses psikis yang

memberikan isyarat fisik dan mental bahwa terdapat perubahan internal

dan eksternal.15

Ansietas dapat terjadi pada keadaan normal bila secara tiba-tiba

berhadapan dengan keadaan bahaya, menghadapi ujian / tantangan dan

kadang-kadang terjadi bila bertemu dengan orang yang kita takuti.16

Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti kecemasan

(khawatir akan nasib buruk), sulit konsentrasi, ketegangan motorik,

gelisah, gemetar, renjatan, rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala,

ketegangan otot, mudah lelah, berkeringat, tangan terasa dingin, dan

sebagainya. 5,15,16

Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa anak dengan sakit

perut berulang lebih lazim disebabkan oleh karena ansietas pada diri

mereka dan orang tuanya terutama ibu.6 Satu studi menyatakan bahwa

(25)

tractus gastrointestinal yang dapat menyebabkan gejala sakit perut

berulang.7,17

Penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa beberapa sakit perut

berulang terbukti secara empiris berhubungan dengan gangguan emosi

pada anak dan orang tua mereka.1 Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa gangguan ansietas lebih tinggi terjadi pada anak dengan sakit

perut berulang dibandingkan anak yang sehat dalam masyarakat.7,14

2.1.2. Gangguan Depresi

Depresi adalah gangguan mood (keadaan emosional internal yang

meresap dari seseorang) dan sering terdapat dalam masyarakat, tidak

memandang suku maupun ras. 18 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa Edisi ke-3 (PPDGJ III) di Indonesia mengklasifikasikan

gangguan depresi atas episode depresif dan gangguan depresif berulang.

Menurut PPDGJ III, depresi adalah gangguan yang memiliki karakteristik :

15,19

a. Gejala utama

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju pada meningkatnya keadaan

mudah

lelah dan berkurangnya aktivitas

b. Gejala lainnya

(26)

- Harga diri, dan kepercayaan diri berkurang

- Adanya perasaan bersalah dan tidak berguna

- Pandangan masa depan suram dan pesimis

-Perbuatan atau gagasan membahayakan diri atau bunuh diri

-Tidur terganggu

-Nafsu makan berkurang.

Biasanya diperlukan waktu sekurang-kurangnya 2 minggu untuk

menegakkan diagnosis.20

Salah satu mekanisme terjadinya depresi adalah mekanisme

kolinergik. Berdasarkan hipotesis kolinergik terjadinya peningkatan

asetilkolin otak berhubungan dengan depresi. Pada depresi terjadi

peningkatan asetilkolin yang mengakibatkan hipersimpatotonik sistem

gastrointestinal yang akan menimbulkan peningkatan peristaltik dan

sekresi asam lambung yang dapat menyebabkan hiperasiditas lambung,

kolik, vomitus dan sebagian besar menyebabkan gejala-gejala gastritis

dan ulkus.5

Gangguan ansietas umumnya terjadi bersamaan dengan gangguan

depresi dan banyak juga gangguan depresi terjadi bersamaan dengan

gangguan ansietas, sehingga sampai saat ini hubungan antara gangguan

ansietas dan gangguan depresi masih sering diperdebatkan. Ketakutan

pergi ke sekolah dan sikap overprotektif dari orang tua dapat menjadi

(27)

Studi terdahulu menemukan adanya hubungan psikologi pada anak

dengan terjadinya sakit perut berulang. Penelitian yang dilakukan pada

anak dengan masalah kesehatan mendukung adanya hubungan antara

sosial, kemampuan diri dan gangguan depresi maupun gangguan

ansietas pada anak-anak dengan sakit perut berulang.17,20

2.2. Epidemiologi

Sebanyak duapertiga gangguan depresi memiliki gejala ansietas yang

menonjol, dan sepertiga mungkin memenuhi kriteria gangguan panik.

Dikatakan bahwa gangguan ansietas biasanya lebih banyak dibandingkan

dengan gangguan depresi. 2,3

Gangguan ansietas dan gangguan depresi ditambah gejala

hiperaktif sistem saraf autonomik seperti keluhan sakit perut paling sering

ditemukan.21 Faktor stres psikososial dapat mempengaruhi intensitas dan

kualitas sakit perut. Sakit perut berulang pada anak dilaporkan terjadi

antara 10% sampai 15% dengan usia berkisar 4 sampai 16 tahun.22

2.3. Sakit Perut Berulang

Sakit perut berulang menurut kriteria Apley dan Naish adalah sakit perut

yang terjadi lebih atau paling sedikit tiga kali dengan jarak tiga bulan

berturut-turut dan cukup berat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.23,24

Sakit perut berulang terjadi pada sekitar 10% sampai 15% anak sekolah

(28)

Sementara sebagian besar sakit perut berulang disebabkan oleh

penyebab non organik (fungsional). Penyebab organik ditemukan hanya

sekitar 10% dari penderita.23,25

Dikatakan bahwa anak akan mengurangi aktivitas mereka

sehubungan dengan rasa nyeri yang dirasakannya.26 Dilaporkan bahwa

anak dengan sakit perut tidak dapat menghabiskan waktunya untuk

bermain dengan sesama teman atau melakukan kegiatan olah raga dan

hobi mereka. Lebih lanjut ada penulis yang melaporkan adanya gangguan

tidur, masalah makan atau terjadinya perubahan selera makan, juga

ketidakhadiran mereka selama beberapa hari di sekolah. 26,27

Penyebab sakit perut sangat komplek, tidak hanya disebabkan oleh

satu sebab saja.8 Penyebab organik dari sakit perut pada anak adalah

konstipasi, kolelitiasis, inflammatory bowel disease, defisiensi lactase, dan

infeksi saluran kemih.28 Mekanisme pasti dari sakit perut berulang belum

jelas, kebanyakan pada anak penyebabnya adalah non organik.8 Anak

dengan sakit perut berulang dapat dipengaruhi oleh karena adanya faktor

ansietas, ketakutan dan malu.29

Prevalensi sakit perut berulang pada anak perempuan lebih tinggi

daripada anak laki-laki.8 Namun salah satu studi yang dilakukan di

Amerika menyatakan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi antara anak

laki-laki dan perempuan dan berdasarkan dari usia anak terdapat dua

puncak gejala sakit perut berulang yaitu pada usia dibawah 5 tahun dan

(29)

Studi lain mengevaluasi gejala pada kelompok anak dengan usia

yang bervariasi, didapatkan hasil bahwa gejala sakit perut berulang

terbanyak terjadi pada usia 4 sampai 6 tahun.9,30

Satu studi menyatakan bahwa gejala sakit perut berulang

meningkat pada anak-anak usia 12 sampai 15 tahun.5 Jenis kelamin,

tingkat kecerdasan dan sifat individu pada anak dengan sakit perut

fungsional dan sakit yang disebabkan oleh kelainan organik tidak dapat

dibedakan.13

2.4. Gambaran Klinis

Gejala non organik (fungsional) dari sakit perut berulang tidak spesifik.

Evaluasi dan penatalaksanaan sakit perut berulang dapat dilihat dengan

mengidentifikasi predisposisi somatik seperti ketidakstabilan otonomik dan

pergerakan usus.23 Stres lingkungan seperti masalah akademik, sosial,

keluarga dan karakteristik temperamen yang spesifik dikatakan dapat

memperberat keluhan sakit perut. Penurunan berat badan pada sakit

perut berulang organik berpengaruh pada penurunan berat badan akan

tetapi hal ini tidak berkaitan dengan sakit perut fungsional.28 Adapun

(30)

Tabel 2.1. Gambaran klinis penyebab organik dan non organik sakit perut berulang.31

Gambaran klinis Penyebab organik Penyebab Non-organik

Sifat nyeri Dimana saja tetapi umumnya di punggung dan nyeri suprapubik. Catatan khususnya pada regio kuadran kanan atas dan kanan bawah.

Sedikit, dengan catatan ada riwayat keluarga inflammatory

Sakit kepala Ringan Lebih mungkin

Tanda dan gejala alarm

• Umumnya muntah • Diare berat kronik • Demam yang tidak jelas • Kehilangan darah melalui

gastrointestinal

Gejala sedikit

Tanda abnormal Ada Tidak ada

(31)

2.5.1.Anamnesis

Untuk membuat diagnosis diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan

fisik lengkap, dan pemeriksaan laboratorium penunjang. Anamnesis

berdasarkan usia, biasanya terjadi pada usia 5 sampai 14 tahun, rasa

sakit, pola defekasi, pola kencing, siklus haid, gejala / gangguan traktus

respiratorius, gangguan muskuloskeletal, aspek psikososial, trauma,

penyakit yang pernah diderita dalam keluarga, adakah faktor stres dalam

keluarga.25,32 Dari anamnesis yang baik sudah dapat mengetahui apakah

penyebab sakit perut berulang itu disebabkan oleh kelainan organik atau

bukan.32

2.5.2. Pemeriksaan fisik

Umumnya tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik. Dari hasil

pemeriksaan fisik dapat diketahui apakah penyebab sakit perut berulang

tersebut kelainan organik atau bukan.25

Tanda peringatan sakit berulang pada pemeriksaan fisik adalah

penurunan berat badan, pembesaran organ, fistula perianal, fistula ani,

ulkus perirektum, pembengkakan sendi. Pemeriksaan laboratorium yaitu

dengan melakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah

(LED), urinalisa, biakan urin pada anak wanita.25,32 Pemeriksaan

penunjang lainnya disesuaikan dengan kelainan yang didapat pada

(32)

ultrasonografi (USG) abdomen, lipase dan amilase darah, serta test fungsi

hati.32

2.6. Pengukuran Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi 2.6.1. Child Behavior Checklist (CBCL)

Child Behavior Checklist dibuat oleh Thomas Achenbach, yang diawali

dengan deskripsi masalah yang dihadapi orang tua dan para profesional

kesehatan mental. Deskripsi ini berdasarkan penelitian terdahulu, literatur

klinis dan konsultasi dengan psikolog klinis serta psikiater anak dan

pekerja sosial kejiwaan. Akhirnya didapati 118 items seperti yang terdapat

pada lampiran.33

Child Behavior Checklist merupakan skala pengukuran yang

digunakan untuk menilai prilaku dan kompetensi sosial anak pada usia 4

sampai 18 tahun. CBCL terdiri dari 7 skala subklinikal yaitu withdrawn

behaviour, somatic complaints dan anxious/depressed, social problems,

thought problems, attention problems, delinquency behavior, aggression

behavior.33,34

Child Behavior Checklist merupakan formulir yang sudah

distandarisasi, diisi oleh orang tua yang digunakan untuk menilai laporan

orang tua dan pribadi anak yang menggambarkan gejala ansietas dan

depresi serta keluhan somatik.34 Selanjutnya diperoleh skor internalisasi

(withdrawn, somatic complaints dan anxious/depressed) dan skor

(33)

masing-masing skor diperoleh skor T berdasarkan daftar. Data berdasarkan T

skor normal untuk usia dan jenis kelamin. Skor T 60 digunakan sebagai

cut off point. 33,34

2.6. 2. Children’s Depression Inventory’s (CDI)

Children’s Depression Inventory’s adalah skala yang digunakan untuk

menilai gejala depresi pada anak dan remaja usia 7 sampai 17 tahun. CDI

merupakan kuesioner yang terdiri dari 27 item, dimana untuk setiap

pertanyaan tersebut mendapat skor minimal nol dan maksimal dua, skor

nol menunjukkan tidak ada gejala, skor satu untuk gejala ringan, dan skor

dua untuk gejala berat. Dikatakan gangguan depresi bila diperoleh nilai

total ≥ 13.12,35

Beberapa studi mengatakan bahwa anak dengan gangguan

depresi mempunyai nilai lebih tinggi dengan menggunakan CDI daripada

anak yang tidak mengalami depresi dengan gangguan lainnya.36

Children’s Depression Inventory’s digunakan sebagai alat skrining yang

berguna untuk memberikan informasi berdasarkan umur, jenis kelamin

dan gambaran tentang gejala-gejala anak yang mengalami depresi.35,36

Berdasarkan studi epidemiologi, skala ini sudah banyak dipergunakan

(34)

2.7. Hubungan Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi Terhadap Sakit Perut Berulang Pada Remaja

Anak dan remaja yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan

depresi dinilai lebih sering menderita sakit perut berulang dalam

masyarakat.27 Satu studi sebelumnya menunjukkan bahwa anak yang

stres setiap harinya dilaporkan lebih sering mengalami sakit perut.12

Dikatakan juga bahwa gangguan ansietas, gangguan depresi,

serta stres emosional biasanya dialami pada anak-anak yang menderita

sakit perut berulang.10 Penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan

bahwa prevalensi gangguan ansietas pada anak-anak dengan sakit perut

berulang terjadi antara 42% sampai 85%.14

Hubungan antara sakit perut dengan gangguan ansietas dan

gangguan depresi pada anak penting untuk beberapa alasan. Pertama

dikatakan bahwa adanya bukti hubungan antara fisik dan masalah

psikologis pada anak dan remaja.10,14 Penelitian yang dilakukan di

Nashville Tennessee, menemukan bahwa sakit perut, sakit kepala dan

nyeri otot, kuat hubungannya dengan gangguan ansietas, gangguan

depresi dan gangguan tingkah laku pada anak-anak usia 9 sampai 16

tahun. Kedua dikatakan bahwa gejala fisik sering merupakan bagian dari

kriteria gangguan psikologis. Ketiga dikatakan bahwa gejala nyeri dapat

memperburuk atau menambah gejala psikososial seperti contoh seorang

anak dengan muntah berulang kali yang diinduksi oleh sakit kepala, dapat

(35)

tidak mau pergi ke sekolah atau melakukan aktivitas lain. Penghindaran

kegiatan sosialisasi ini akan meningkatkan ansietas si anak yang pada

akhirnya akan memperburuk gejala gastrointestinalnya.13

Hubungan antara sakit perut dan gangguan ansietas serta

gangguan depresi ini memerlukan penelitian lebih lanjut sebagai kontrol

untuk gejala somatik dan gangguan ansietas. Jika sakit perut berulang ini

merupakan satu kriteria dari gangguan ansietas, maka jelas ada

(36)

2.8. Kerangka Konseptual

= yang diamati dalam penelitian = yang berhubungan langsung • Kemampuan Aritmatik • Kehadiran di Sekolah

Mempengaruhi aktivitas anak sehari-hari

(37)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross sectional untuk menilai hubungan

gangguan ansietas dan gangguan depresi terhadap kejadian sakit perut

berulang pada remaja.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

Swasta Maju, Madrasah Tsanawiyah Swasta Amaliyah Karang Gading,

SLTP Negeri 1 dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta Maju,

Madrasah Aliyah Swasta Amaliyah Karang Gading, Sekolah Lanjut

Tingkat Atas (SLTA) Negeri 1 di Kecamatan Secanggang, Kabupaten

Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Dipilih 3 SLTP dan 3 SLTA tersebut

oleh karena ke-6 sekolah tersebut mudah dijangkau dari lokasi penelitian.

Waktu penelitian dimulai pada bulan Agustus hingga Oktober 2009.

(jadwal terlampir)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak sekolah menengah pertama dan sekolah

menengah atas yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan

depresi beserta orang tuanya. Populasi terjangkau adalah populasi target

(38)

penelitian. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sampel untuk dua

populasi independen,37 yaitu:

(

)

P1 = insidens gangguan ansietas dan gangguan depresi pada populasi

= 9% = 0,09 4

P2 = insidens tanpa gangguan ansietas dan gangguan depresi = 29%

= 0,29

Q1 = 1 - P1 = 1 – 0,09 = 0,91

Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,29 = 0,71

P = ½ (P1+P2) = 0,19

Q = 1 – P = 0,81

Dengan menggunakan rumus di atas, maka diperoleh jumlah sampel

minimal untuk masing-masing kelompok sebanyak 59 orang. Pemilihan

(39)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Berusia 12 sampai 18 tahun

2. Mengalami gangguan ansietas dengan skor CBCL pada kategori

anxious / depressed untuk anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 dan gangguan depresi anak-anak dengan skor CDI ≥ 13

3. Orang tua bersedia mengisi informed consent.

3.5.2 Kriteria Eksklusi:

1. Siswa yang mengalami gangguan ansietas dan gangguan

depresi berat dan sedang menjalani pengobatan psikiatri.

2. Siswa yang mengalami kelainan sakit perut berulang organik.

3. Siswa yang menderita penyakit organik yang menyebabkan

gangguan ansietas dan gangguan depresi.

3.6 Persetujuan / Informed consent

Semua subyek penelitian sudah diminta persetujuan dari orang tua

setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan

terlampir dalam penelitian

(40)

Penelitian ini sudah disetujui oleh Komite Etik Penelitian dari Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1 Cara Kerja

1. Orang tua/wali siswa keenam sekolah dikumpulkan di sekolah

masing-masing untuk diberi penyuluhan kesehatan mengenai

ansietas dan depresi dan kemudian diminta persetujuannya agar

anaknya boleh diikutsertakan dalam penelitian ini.

2. Formulir CBCL diisi oleh peneliti melalui wawancara langsung

dengan orang tua sampel.

3. Lembaran CDI dibagikan kepada masing-masing siswa, kemudian

lembaran tersebut diisi oleh siswa dipandu oleh peneliti.

4. Siswa yang diduga menderita ansietas dan depresi adalah siswa

yang terjaring melalui formulir CBCL dengan nilai pada kategori

anxious / depressed untuk usia 12 sampai 18 tahun untuk anak

laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 dan yang diduga mengalami depresi anak dengan skor CDI ≥ 13, setelah itu siswa-siswa tersebut diperiksa oleh seorang psikiater untuk menegakkan

diagnosis gangguan ansietas dan gangguan depresi berdasarkan

PPDGJ III. Jika menurut psikiater anak didiagnosis mengalami

gangguan ansietas dan gangguan depresi (berdasarkan PPDGJ III)

maka siswa tersebut diminta untuk mengisi kuesioner sakit perut

(41)

5. Anak yang mengisi kuesioner sakit perut berulang kemudian

dilakukan pemeriksaan darah rutin dan urin rutin untuk

menyingkirkan kelainan sakit perut organik.

6. Diperoleh jumlah penderita gangguan ansietas dan gangguan

depresi yang mengalami sakit perut berulang sesuai kriteria Apley

dan Naish dan yang tidak menderita sakit perut berulang.

(42)

3.8.2 Alur Penelitian

Mengisi kuisioner CBCL dan CDI

rutin dan urin rutin

(43)

3.9 Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Ansietas Nominal

Depresi Nominal

Variabel tergantung Skala

Sakit perut berulang Nominal

3.10. Definisi Operasional

1. Ansietas merupakan suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang

mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.14

Dalam penelitian ini skrining awal diduga ansietas berdasarkan

CBCL dengan skor anxious / depressed untuk usia 12 sampai 18

tahun pada anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14,33 diagnosis gangguan ansietas kemudian ditegakkan oleh psikiater

berdasarkan PPDGJ III.19

2. Depresi merupakan gejala utama hilangnya mood dan inisiatif yang

bukan merupakan gangguan neurologi.17 Skrining dilakukan

dengan CDI, diduga mengalami depresi jika skor CDI ≥ 13,35 diagnosis gangguan depresi anak ditegakkan oleh psikiater

(44)

3. CBCL adalah alat skrining yang digunakan untuk menilai prilaku

dan kompetensi sosial anak pada usia 4 sampai 18 tahun dimana

nilai dari masing-masing jawaban dijumlahkan dan kemudian dilihat

berapa skor yang diperoleh, untuk skor anxious / depressed pada

anak laki-laki ≥ 12 dan anak perempuan ≥ 14 pada usia 12 sampai 18 tahun.33

4. CDI adalah alat skrining yang digunakan untuk menilai gejala

depresi pada anak remaja usia 7 sampai 17 tahun dimana setiap

jawaban mempunyai nilai skor nol, satu dan dua, kemudian

masing-masing skor tersebut dijumlahkan sehingga akhirnya

diperoleh skor ≥ 13.35

5. Sakit perut berulang adalah episodik nyeri yang terjadi paling

sedikit tiap bulan dalam 3 bulan berturut-turut yang cukup berat

berpengaruh pada aktivitas sehari-hari berdasarkan kriteria Apley

dan Naish.23

6. Tidak menderita sakit perut berulang adalah suatu keadaan tidak

mengalami episodik nyeri yang terjadi paling sedikit tiap bulan

dalam 3 bulan berturut-turut yang cukup berat berpengaruh pada

aktivitas sehari-hari berdasarkan kriteria Apley dan Naish.23

7. Kelainan sakit perut organik adalah sakit perut yang disebabkan

(45)

kelainan sakit perut organik dilakukan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin dan urin rutin.

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk menilai hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi pada

anak dengan sakit perut berulang digunakan uji kai kuadrat. Data yang

terkumpul diolah, dianalisa, dan disajikan dengan menggunakan program

komputer SPSS versi 15.0 dengan tingkat kemaknaan P<0.05 (CI = 95%).

(46)

BAB 4. HASIL

4. 1. Hasil Penelitian

Dilakukan skrining untuk mencari siswa–siswa SLTP dan SLTA yang

mengalami ansietas dan depresi sesuai dengan kriteria CBCL dan CDI

pada 6 sekolah yaitu 3 SLTP dan 3 SLTA sederajat di kecamatan

Secanggang kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Sekolah

Lanjutan Pertama Swasta Maju Secanggang mempunyai 6 kelas dengan

jumlah siswa 214 orang, Madrasah Tsanawiyah Swasta Amaliyah Karang

Gading mempunyai 3 kelas dengan jumlah siswa 145 siswa, SMP Negeri

1 terdapat 5 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 250 orang. Sekolah

Menengah Kejuruan Swasta Maju mempunyai 3 kelas dengan jumlah

siswa sebanyak 138 orang, Madrasah Aliyah Swasta Amaliyah Karang

Gading mempunyai 3 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 88 orang dan

SMA Negeri 1 mempunyai 3 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 125

orang. Jadi jumlah total siswa yang diskrining sebanyak 960 orang.

Dari 960 siswa yang diskrining, terdapat 250 siswa yang diduga

mengalami anxious / depressed sesuai skor CBCL, dan dari 250 siswa

tersebut didapatkan 106 siswa yang mempunyai skor CDI ≤ 13 sehingga dikeluarkan dari penelitian. Akhirnya yang diambil sebagai sampel adalah

(47)

14 (untuk anak perempuan) dan skor CDI ≥ 13. Dari 144 siswa yang diduga mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi sesuai

kriteria CBCL dan CDI kemudian diperiksa oleh psikiater untuk

memastikan adanya gangguan ansietas dan gangguan depresi

berdasarkan kriteria PPDGJ III, dari hasil wawancara tersebut

didapatkan sebanyak 60 siswa yang benar-benar mengalami

gangguan depresi ringan dan 84 siswa yang mengalami gangguan

ansietas sehingga didapatkan prevalensi gangguan anxietas sebanyak

8.7% dan gangguan depresi sebanyak 6.25% pada remaja di lokasi

penelitian. Masing-masing kelompok tersebut selanjutnya diberikan

kuesioner sakit perut berulang dan didapatkan sebanyak 60 orang siswa

yang menderita sakit perut berulang dan 24 orang yang tidak menderita

sakit perut berulang pada kelompok gangguan ansietas, sementara dari

kelompok gangguan depresi didapatkan sebanyak 31 orang yang

menderita sakit perut berulang dan 29 orang yang tidak menderita sakit

(48)

Siswa mengalami

gangguan ansietas/ depresi sesuai skor CBCL (N=250)

Populasi penelitian (N=960)

Siswa sesuai kriteria ansietas dan depresi yang memenuhi skor

CBCL dan CDI (N=144)

Gambar 4. 1. Profil penelitian

Rerata umur sampel dalam penelitian ini adalah 14.3 tahun untuk

kelompok gangguan ansietas dan 14 tahun pada kelompok gangguan

depresi dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan untuk kedua

kelompok yaitu sebanyak 47 orang (56%) pada kelompok gangguan

ansietas dan 32 orang (53%) pada kelompok gangguan depresi. Berat

badan masing-masing kelompok 38.9 kg dan 37.7 kg serta tinggi badan Siswa menderita gangguan

(49)

145.1 cm dan 145.3 cm. Status nutrisi terbanyak pada kedua kelompok

adalah gizi normal yaitu sebanyak 70.2% pada kelompok gangguan

ansietas dan 60% pada kelompok gangguan depresi. Paling banyak orang

tua siswa berpenghasilan rata-rata berkisar 300 ribu rupiah sampai 1 juta

rupiah. Pendidikan orang tua terbanyak pada kedua kelompok adalah

pendidikan dasar (SD dan SLTP) yaitu sebanyak 62 orang (73.8%) pada

kelompok gangguan ansietas dan 40 orang (66.7%) pada kelompok

gangguan depresi. (Tabel 4.1)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Gangguan ansietas

(n=84)

Gangguan depresi

(n=60)

Umur (tahun), rerata (SD) Berat badan (kg), rerata (SD) Tinggi badan (cm), rerata (SD) Penghasilan orang tua, n (%)

- < Rp. 300 ribu

- Rp. 300 ribu – 1 juta - > Rp. 1 juta Pendidikan orang tua, n (%)

- Tidak sekolah - Sekolah Dasar

- Pendidikan Menengah - Pendidikan Tinggi

Sakit perut berulang, n (%)

(50)

Tabel 4.2. Distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap skala CBCL

dan CDI yang menderita sakit perut berulang dan tidak menderita sakit

perut berulang

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi jumlah sampel penelitian pada

tiap-tiap skala CBCL dan CDI yang menderita sakit perut berulang dan

tidak menderita sakit perut berulang. Semua sampel dibagi menjadi 2

kelompok yaitu kelompok yang menderita sakit perut berulang dan tidak

menderita sakit perut berulang. Dari penilaian CBCL Summary Measure

(51)

sakit perut berulang (n=89) daripada siswa yang tidak menderita sakit

perut berulang (n= 55) (P=0.01), sementara untuk externalizing dan

total score tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua

kelompok. Penilaian terhadap Individual CBCL Scale tidak didapati

perbedaan yang bermakna pada skala thought problems, attention

problems, delinquent behavior dan aggressive behavior antara kedua

kelompok, sedangkan untuk skala withdrawn, somatic complaints, anxious

/ depressed, social problems menunjukkan perbedaan yang signifikan

pada kedua kelompok. Sementara itu, kelompok yang menderita sakit

perut berulang memiliki nilai CDI lebih tinggi daripada kelompok yang tidak

sakit perut berulang. (P=0.05).

Tabel 4. 3. Hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi

berdasarkan PPDGJ III terhadap sakit perut berulang dan tidak

menderita sakit perut berulang

Sakit perut Tidak sakit perut P

berulang n (%) berulang n (%)

Gangguan ansietas (n=84) 60 (71.4) 24 (28.6) 0.008

Gangguan depresi (n=60) 31 (51.7) 29 (48.3) 0.040

Hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi berdasarkan

PPDGJ III terhadap sakit perut berulang ditunjukkan pada tabel 4.3.

dimana pada kelompok gangguan ansietas terlihat bahwa lebih banyak

siswa yang menderita sakit perut berulang dibandingkan dengan yang

(52)

kelompok gangguan depresi terdapat perbedaan yang bermakna antara

kedua kelompok.

Tabel 4.4. Distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap skala CBCL

dengan skor diatas cut off point

Parameter Sakit perut

- Internalizing (n=74)

- Externalizing (n=72)

- Total score (n=70)

Individual CBCL Scale

- Withdrawn (n=72)

- Somatic complaints (n=80)

- Anxious/Depressed (n=144)

- Social Problems (n=55)

- Thought Problems (n=75)

- Attention Problems (n=76)

- Delinquent Behavior (n=77)

- Aggressive Behavior (n=56)

54 (73.0)

Ternyata jika dilihat dari hasil CBCL pada sampel penelitian secara

keseluruhan diperoleh keadaan yang patologis (skor CBCL > 60). Pada

internalizing didapati keadaan yang patologis sebanyak 74 orang dengan

penderita sakit perut berulang lebih banyak daripada yang tidak menderita

sakit perut berulang, begitu juga pada externalizing terdapat 72 orang,

(53)

tidak menderita sakit perut berulang lebih banyak daripada yang sakit

perut berulang. Sementara pada penilaian Individual CBCL Scale didapati

keadaan patologis pada skala withdrawn sebanyak 72 orang , somatic

complaints 80 orang, anxious / depressed adalah 144 orang, social

problems sebanyak 55 orang dan thought problems 75 orang, dimana

sampel yang menderita sakit perut berulang lebih banyak daripada yang

tidak menderita sakit perut berulang, sedangkan pada skala attention

problems didapati sebanyak 76 orang, delinquent behavior 77 orang dan

aggressive behavior sebanyak 56 orang dengan penderita sakit perut

berulang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak menderita sakit

(54)

BAB 5. PEMBAHASAN

Gangguan ansietas dan gangguan depresi merupakan bentuk gangguan

emosional yang terbanyak ditemukan pada remaja. Pada penelitian ini

didapati prevalensi gangguan ansietas sebesar 8.7% dan gangguan

depresi 6.25%. Prevalensi gangguan ansietas di Indonesia belum banyak

diteliti dan agak langka bila dibandingkan dengan prevalensi gangguan

neurotik pada umumnya. Penelitian yang dilakukan tahun 2001 di

kelurahan Tanjung Duren Utara dan Selatan, Jakarta Barat didapatkan

prevalensi gangguan ansietas sebesar 8,71%. Sebagian besar kasus

ansietas tidak berupaya untuk mendapatkan pengobatan. Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders DSM-III dan DSM IV hanya

menyatakan bahwa ansietas banyak dijumpai di masyarakat. International

clasification of diseases/ICD ke-10, maupun Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Jiwa (PPDGJ)-III, tidak menyebutkan prevalensi ansietas sama

sekali.38 Diagnostic Interview Schedule for Children (DISC) dan

Asian/Pacific Islander Adolescents menyatakan bahwa prevalensi

gangguan ansietas secara keseluruhan rata-rata 9.1% pada remaja di

Asia Pasifik,4 sementara penelitian yang dilakukan di Amerika tahun 1993

yang melibatkan sebanyak 1500 remaja melaporkan bahwa prevalensi

gangguan ansietas berkisar antara 8% sampai 9%.39 Studi epidemiologi di

(55)

remaja berkisar 10%, sedangkan gangguan depresi sekitar 2.6% sampai

18%.40

Perbedaan ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan latar

belakang sosial budaya masyarakat di negara barat dan timur.

Masyarakat di negara barat tidak segan dan malu untuk melaporkan

tentang kondisi anak mereka yang mengalami ganguan ansietas dan

gangguan depresi, sementara di negara kita, kedua gangguan tersebut

masih dianggap tabu, masyarakat masih kurang terbuka dan tidak

mengetahui bahwa gangguan perilaku dan emosional ini merupakan suatu

gangguan psikiatri, sehingga kedua gangguan tersebut jarang dan

bahkan tidak dilaporkan.5

Pada studi ini, usia rerata anak yang mengalami gangguan

ansietas adalah 14.3 tahun dan 14 tahun untuk gangguan depresi. Hal ini

disebabkan oleh karena pada kelompok usia tersebut lebih cenderung

mengalami stress terutama dalam menghadapi kehidupan sosial di

sekolah dengan berbagai latar belakang budaya yang berbeda seperti

perbedaan suku, sosial dan ekonomi.5 Didapati lebih banyak suku jawa

daripada suku batak maupun minang. Beberapa siswa hidup merantau

jauh dari orang tua dan keluarga.

Di Amerika, gangguan ansietas dan gangguan depresi lebih sering

terjadi pada anak usia 9 sampai 16 tahun, hal ini dihubungkan dengan

meningkatnya penggunaan dan ketergantungan obat-obatan dan alkohol

(56)

bahwa anak perempuan lebih banyak mengalami gangguan ansietas dan

gangguan depresi daripada anak laki-laki. Pada studi ini, diperoleh anak

perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan ansietas dan

gangguan depresi daripada anak laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh faktor

psikis dimana anak perempuan lebih mudah mengalami stress daripada

anak laki-laki.5

American Psycological Association (APA) menyatakan bahwa lebih

banyak jumlah stress yang dihadapi anak perempuan dalam kehidupan

kontemporer seperti faktor kemiskinan, penganiayaan fisik dan seksual.

Anak perempuan lebih cenderung memperbesar masalah dengan

mencoba memahami alasan mengapa mereka merasakan apa yang

mereka rasakan, sementara anak laki-laki lebih mencoba untuk

mengalihkan masalah dengan melakukan sesuatu yang dapat mereka

nikmati untuk menghilangkan fikiran yang mereka rasakan.5.41

Salah satu gejala gangguan ansietas dan gangguan depresi adalah

kehilangan nafsu makan, sehingga kedua gangguan tersebut dapat

mempengaruhi status gizi seorang anak. Pada studi ini, didapati berat

badan yang normal pada kedua gangguan, ini disebabkan karena di lokasi

penelitian para remaja hanya mengalami gangguan ansietas dan

gangguan depresi yang ringan sehingga hal ini tidak berpengaruh pada

penurunan berat badan anak.19

Faktor sosial ekonomi yang rendah juga meningkatkan risiko

(57)

Pada studi ini, didapati bahwa paling banyak orang tua siswa yang

mengalami gangguan ansietas dan gangguan depresi yang

berpenghasilan rata-rata berkisar antara 300 ribu sampai satu juta rupiah,

dengan mata pencaharian sebagai buruh kebun. Namun pada studi ini

tidak dilakukan penilaian gangguan ansietas dan gangguan depresi

terhadap sakit perut berulang di pedesaan ataupun perkotaan.

Di Pakistan, prevalensi gangguan ansietas dan gangguan depresi

secara keseluruhan lebih banyak ditemukan pada status ekonomi rendah.

Hal ini disebabkan oleh karena masalah ekonomi dan riwayat kehidupan

keluarga yang sulit,3,42 dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor

sosial ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor penyebab kedua

gangguan tersebut.5

Keluhan gastrointestinal berupa sakit perut merupakan salah satu

keluhan somatik yang terbanyak dikeluhkan remaja pada studi ini. Anak

dengan gangguan ansietas dan gangguan depresi akan lebih sering

mengalami keluhan somatik seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual

dan muntah daripada anak yang tidak mengalami gangguan ansietas. Hal

ini disebabkan karena pada kedua gangguan tersebut para remaja

cenderung mengalami kehilangan nafsu makan, disamping itu juga terjadi

peningkatan asetilkolin yang mengakibatkan peningkatan peristaltik dan

sekresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas lambung.5,19

Kejadian sakit perut berulang pada studi ini lebih banyak terjadi pada

(58)

depresi (P=0.04) daripada remaja yang tidak mengalami sakit perut

berulang. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan ansietas dan gangguan

depresi yang dipicu akibat stress hidup dalam keluarga yang

berkepanjangan sering menimbulkan sakit perut berulang. Adanya

gangguan tidur, kehilangan minat dan kesenangan, jauh dari orang tua

dan orang yang dicintai serta mudah menjadi lelah sebagian kecil juga

dialami para remaja pada studi ini.19

Studi longitudinal tahun 2006, melaporkan bahwa gangguan

ansietas pada remaja perempuan lebih banyak mengalami keluhan

somatik daripada remaja yang tidak mengalami gangguan ansietas.39,40

Hal ini berbeda dengan apa yang didapatkan pada studi ini, dimana

keluhan somatik lebih banyak ditemukan pada remaja yang mengalami

sakit perut berulang daripada yang tidak mengalami sakit perut berulang.

Studi ini, tidak meneliti hubungan antara gangguan ansietas dan

gangguan depresi terhadap keluhan somatik namun kedua gangguan

tersebut berpengaruh terhadap sakit perut berulang pada remaja.

Pada studi ini, remaja yang mengalami sakit perut berulang lebih

banyak mengalami withdrawn daripada remaja yang tidak mengalami sakit

perut berulang dengan P=0.01 (Tabel 4.2). Hal ini sesuai dengan prilaku

avoidance-withdrawn dimana mereka lebih cenderung mengasingkan diri

dari kelompok teman sebayanya karena sakit perut yang dirasakannya.

(59)

takut akan mendapat ejekan bila kondisi yang dialaminya diketahui oleh

orang lain terutama teman sekolahnya.43

Berdasarkan hasil studi ini, juga didapatkan perbedaan yang

signifikan mengenai social problem terhadap kejadian sakit perut

berulang

dengan P=0.01 (Tabel 4.2), dimana didapati remaja yang menderita sakit

perut berulang lebih banyak mengalami social problem dibandingkan

dengan remaja yang tidak mengalami sakit perut berulang. Hal ini

disebabkan oleh karena faktor-faktor dalam lingkungan sekolah

berpengaruh pada aktivitas remaja yang mengalami sakit perut berulang.

Mereka cenderung mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam

bersosialisasi baik karena sakit perut yang dirasakan maupun karena

gangguan ansietas dan gangguan depresi yang dialami.43

Anak yang mengalami sakit perut berulang lebih sering tidak hadir

ke sekolah sehingga hubungan sosial dengan teman sebayanya dapat

menjadi terganggu. Si anak akan merasa tidak percaya diri dan akhirnya

dapat menarik diri dari pergaulan, kondisi yang demikian dapat membuat

stress pada remaja.44 Akan tetapi pada studi ini, tidak diteliti berapa

jumlah ketidakhadiran siswa ke sekolah.

Studi klinis menunjukkan hasil bahwa remaja yang mengalami sakit

perut berulang menggambarkan perilaku yang tunduk dan patuh serta

mempunyai kemampuan sosial yang rendah dibandingkan dengan remaja

(60)

Fungsi sosial meliputi hubungan teman sebaya, kompetensi sosial,

dan penyesuaian sosial emosional. Ketidakhadiran anak ke sekolah, tidak

adanya keterlibatan pada aktivitas sekolah dapat menyebabkan

keterbatasan anak untuk mengadakan hubungan dengan

teman-temannya. Akibatnya akan meningkatkan kepasifan dan perasaan rendah

diri pada si anak. Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus dapat

menyebabkan tejadinya gangguan depresi yang berat sehingga

berpengaruh pada keluhan somatik.13,44

Skala internalisasi terdiri dari withdrawn, somatic complaints dan

anxious/depressed.Pada studi ini menunjukkan hasil bahwa remaja yang

menderita sakit perut berulang mempunyai hubungan yang signifikan

dengan skala internalisasi, begitu juga dengan anxious/depressed,

somatic complaints, namun tidak mempunyai hubungan yang signifikan

dengan skala eksternalisasi yaitu delinquent dan aggressive behavior.

Hasil yang diperoleh pada studi ini sesuai dengan hasil studi yang

dilakukan di Italia pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa sakit perut

berulang cenderung menunjukkan hubungan bermakna dengan skala

internalisasi pada CBCL yang terdiri dari ansietas, depresi dan somatic

complaint namun tidak mempunyai hubungan dengan skala eksternalisasi

(delinquent dan aggressive behavior).45,46

Skala internalisasi digunakan sebagai indeks distress psikologi

pada anak.47 Gangguan skala internalisasi pada anak yang menderita

(61)

melihat adanya perbedaan antara anxious/depressed, withdrawn dan

somatic complaint, namun bila terdapat anxious/depressed, withdrawn

dan somatic complaint hal ini dapat memperkuat skala internalisasi pada

anak-anak yang mengalami sakit perut berulang. Ini menunjukkan bahwa

ketiga subskala tersebut erat hubungan dengan sakit perut berulang.38,48

Pada studi ini, didapatkan remaja yang memiliki skala internalisasi

secara keseluruhan lebih banyak menderita sakit perut berulang, demikian

juga pada subskala withdrawn, somatic complain dan anxious/depressed.

Disamping itu, pada penelitian juga didapati hasil bahwa anak yang

memiliki skala internalisasi dibawah cut off point, ternyata dapat juga

menderita sakit perut berulang, demikian pula pada anak yang memiliki

subskala withdrawn dan somatic complain walaupun hanya dalam jumlah

sedikit yang mengalami sakit perut berulang, sehingga dalam hal ini

dapat dibedakan anak yang memerlukan terapi psikologi dan anak yang

tidak memerlukan terapi psikologi.39 Jadi jelaslah bahwa sakit perut

berulang dapat disebabkan oleh kelainan organik atau non organik,

dimana hanya sekitar 10% sampai 15% saja sakit perut berulang

disebabkan oleh karena kelainan organik sehingga dalam hal ini keadaan

tersebut tidak memerlukan terapi psikologi,23,25 dan pada studi ini tidak

diteliti apakah penyebab sakit perut berulang tersebut oleh karena faktor

organik atau non organik.

Pada studi ini, masih dijumpai beberapa keterbatasan yaitu tidak

(62)

berulang yang terjadi pada anaknya, tidak menilai hubungan

ketidakhadiran siswa dengan gangguan ansietas dan gangguan depresi

terhadap kejadian sakit perut berulang, disamping itu kriteria diagnosis

untuk sakit perut berulang dengan menggunakan kriteria Apley dan Naish

sering dianggap terlalu luas dalam menilai kelainan spesifik dari sakit

(63)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Didapati prevalensi remaja yang mengalami gangguan ansietas sebanyak

8.7% dan gangguan depresi sebanyak 6.25%. Adanya hubungan antara

gangguan ansietas dan gangguan depresi terhadap kejadian sakit perut

berulang.

6.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut berupa case control study tentang

hubungan gangguan ansietas dan gangguan depresi dengan keterlibatan

orang tua terhadap kejadian sakit perut berulang pada remaja. Skrining

gangguan prilaku dan emosional yang berkesinambungan diperlukan

khususnya gangguan ansietas dan gangguan depresi dalam rangka

mengurangi dampak dari kedua gangguan tersebut demi mengurangi

Gambar

Gambar. 2. 1. Kerangka konseptual
Gambar 4. 1. Profil penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Tabel 4.2. Distribusi jumlah sampel penelitian pada tiap-tiap skala CBCL
+3

Referensi

Dokumen terkait

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional studi, dimana pengamatan dilakukan sesaat dalam satu waktu untuk mengetahui gambaran gangguan ansietas dan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah prevalensi depresi lebih tinggi dari pada ansietas pada penderita keganasan yang menjalani kemoterapi, dan ada hubungan kuat yang bermakna

7 Ansietas dan depresi memiliki prevalensi paling tinggi dari 19% gangguan mood yang dijumpai pada pasien sirosis HCV (Hepatitis C Virus), masing-masing 24% dan

Desain penelitian yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara preferensi belajar terhadap gangguan depresi dan gangguan cemas pada mahasiswa preklinik Fakultas

Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian depresi diperoleh bahwa ada sebanyak 77 orang (95.1%) responden yang mengalami depresi yaitu dengan

Hubungan Depresi, Ansietas, dan Stres dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Tahun Pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sebelum dan

Ansietas dan depresi merupakan gejala psikiatri paling sering ditemukan pada pasien PP dan sering tidak terdeteksi karena gejala ini sering tumpang tindih dengan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah prevalensi depresi lebih tinggi dari pada ansietas pada penderita keganasan yang menjalani kemoterapi, dan ada hubungan kuat yang bermakna