• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Simtom ansietas dan depresi pada pasien sirosis hepatis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.1 Simtom ansietas dan depresi pada pasien sirosis hepatis"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Simtom ansietas dan depresi pada pasien sirosis hepatis

Ansietas adalah suatu mood ketakutan (fearful mood) yang samar-samar dan tidak jelas diikuti dengan keluhan badaniah (bodily arousal).7 Ansietas dan depresi memiliki prevalensi paling tinggi dari 19% gangguan mood yang dijumpai pada pasien sirosis HCV (Hepatitis C Virus), masing-masing 24% dan 26% berdasarkan penelitian tingkat internasional yang menggunakan Mini-International Neuropsychiatric Interview. Penelitian di Amerika Serikat menyatakan sekitar 20% pasien HCV akan menjadi sirosis dalam 20-25 tahun mendatang. Faktor risiko gangguan psikiatri ini adalah keparahan sirosis dan riwayat psikiatri sebelumnya. Beberapa studi pada veteran mencatat prevalensi sangat tinggi dari penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat dengan depresi dan atau gangguan stres pasca trauma sebesar 60%.8

Ansietas dan depresi sering bertumpang-tindih, hal ini terkait dengan simtom-simtom yang dimilikinya yaitu masalah tidur, konsentrasi dan kelelahan/ fatigue serta simtom psikomotor/ arousal.9 Kelelahan adalah simtom yang sering pada penyakit hati.8 Crosignani dkk., pada tahun 2008 tentang gambaran klinis primary billiary cirrhosis, sirosis yang disebut suatu penyakit autoimun, mencatat 78% simtom kelelahan. Penelitian kohort skala besar di Amerika berpendapat bila kualitas hidup berjalan dengan baik maka akan mengatasi simtom kelelahan yang timbul.10

Selama lebih 20 tahun model tripartiat antara ansietas dan depresi telah dibuat. Model ini mencakup faktor afek negatif (negative affectivity), afek positif (cenderung positif) dan bangkitan fisiologis (physiological arousal) atau disebut juga afek somatik. Afek negatif adalah simtom distres mencakup kawatir, iritabilitas dan perasaan tegang. Afek positif adalah tingkat perasaan senang yang dicirikan oleh gembira, ramah, semangat tinggi dan antusiasme. Hiperarousal otonomik atau afek somatik adalah simtom-simtom seperti denyut jantung yang cepat, nafas pendek dan perasaan menggigil.11,12

Perbedaan ansietas dan depresi tidak terlalu jelas. Penelitian sistemik yang dilakukan di Inggris menunjukkan bangun terlalu subuh (early-morning awakening), retardasi psikomotor, menyalahkan diri sendiri (self-reproach), hilang harapan (hopelessness) dan ide bunuh diri adalah petanda klinis yang paling khas untuk depresi. Pada depresi keadaan ini dapat ditangani, namun pada ansietas keadaan ini berlanjut dengan adanya ketegangan (tension), fobia, serangan panik,

(2)

ketidak-seimbangan motorik, perasaan tidak nyata (unreality feelings), distoris persepsi sebagaimana keadaan paranoid dan hipokondriakal. Ansietas jarang terjadi pertama sekali setelah umur 40 tahun. Jadi, perlu dipertimbangkan mereka yang memiliki ciri-ciri ansietas setelah umur 40 tahum mengalami depresi mayor. Pasien dengan simtom ansietas selama keadaan depresi memiliki riwayat keluarga gangguan depresi, bukan ansietas, dan sebaliknya bagi pasien dengan diagnosis primer adalah gangguan ansietas. Mereka yang memiliki ciri simtom campuran sering memiliki riwayat keluarga gangguan bipolar.13

Serotonin adalah neurotransmiter utama untuk inervasi amigdala dan diketahui bahwa antidepresan dapat meningkatkan produksi serotonin dengan merintangi transpor serotonin (serotonin transporter-SERT) dan juga efektif dalam mengurangi simtom ansietas dan ketakutan.9 Perubahan neurotransmitter serotonergik dapat ditunjukkan pada penelitian oleh Jones tahun 1999. Dimana ondansetron, suatu antagonis reseptor5-hydroxytryptamine-3 memperbaiki well-being pasien HCV ditandai oleh berkurangnya kelelahan dan meningkatnya kemampuan psikomotor pasien. Piche dkk., tahun 2005 menunjukkan perbaikan sebesar 30% setelah hari ke-15, 30 dan 60 masa pengobatan dengan ondansetron. Cozzi dkk., tahun 2006 menunjukkan penurunan konsentrasi serum triptofan pada pasien HCV, sementara pada pasien HBV tidak ada perbedaan dengan kontrol.14

Golden dkk., mendapatkan prevalensi gangguan ansietas dan depresi pada pasien hepatitis C dengan wawancara klinis menggunakan SCID-CV (Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis I Disorders: Clinician Version) masing-masing yaitu 24% dan 28%. Delapan orang (9%) memiliki kriteria baik gangguan depresi dan ansietas. Prevalensi gangguan depresif dengan ansietas adalah 22% untuk wanita dan 4,5% untuk pria. Tiga puluh dua pasien (36%) memiliki diagnosis gangguan depresif seumur hidup. Diantaranya, 14 orang saat ini depresi. Empat puluh lima orang (50%) adalah total dari diagnosis depresif saat ini dan seumur hidup. Delapan belas orang (20%) memiliki diagnosis gangguan ansietas seumur hidup. Hanya 4 orang yang saat ini memiliki diagnosis ansietas. Total diagnosis gangguan ansietas kini dan seumur hidup adalah 36 orang (40%).15

Pada penelitian Wessenborn tahun 2009 menyimpulkan bahwa simtom depresi, kelelahan dan penurunan kognitif merupakan keluhan utama pada pasien HCV bahkan apabila tidak ada simtom hepatitis yang signifikan. Depresi dianggap memiliki penyebab multi faktor, baik biologis dan psikologis.14 Golden dkk.,

(3)

menyatakan ada 2 faktor risiko yaitu variabel klinis yang berkaitan dengan penyakit itu sendiri seperti rute infeksi dan komorbiditas (terutama HIV- human immunodeficiency virus), dan variabel kemampuan pengalaman pasien terhadap penyakit seperti penerimaan (acceptance) penyakit, penyesuaian pekerjaan dan sosial serta stigma terkait penyakit.15

Simtom depresi dan ansietas pada suatu konsensus dikatakan sering tidak dikenali, didiagnosis dan diobati. Beausang dan Syyed, Hansen dkk., dan Vaeroy dkk., melaporkan temuan tersebut di rawat inap rumah sakit dimana gangguan mood yang tidak terdeteksi akan berlanjut menjadi masalah kesehatan yang signifikan.15 Seymour juga mengatakan banyaknya kematian akibat depresi adalah masalah kesehatan publik utama yang paling tidak dikenali dan perlu mendapat perhatian yang lebih luas dari klinisi.16 Pada penelitian kraus dkk., terhadap simtom psikiatri pasien hepatitis C kronis yang menerima terapi interferon dengan menggunakan HADS (Hospital Anxiety Depression Scale) menemukan peningkatan yang signifikan pada simtom depresi (p<,001) dibanding mereka yang tidak dapat intervensi. Bahkan sebelum intervensi, simtom depresi dan ansietas masing-masing 15,5% dan 13,1% dari jumlah subjek, meningkat menjadi 35,0% dan 25,6%.17

Penelitian Herrera tahun 2006 tentang prevalensi penyakit hati dan komplikasi yang meningkat cepat di Amerika Serikat mengatakan pasien sirosis sering mendapat penjelasan yang keliru tentang penyakit dan prognosisnya. Informasi yang tidak akurat ini sering didapat dari teman maupun internet hingga menyebabkan ansietas yang tidak diperlukan.18

Evaluasi simtom ansietas akibat penyakit medis memiliki tiga ketegori. Pertama, apakah pasien mengalami reaksi psikologi akibat mengalami penyakit medis. Kedua, apakah ansietas tersebut diakibatkan langsung dari efek biologis obat atau zat. Ketiga, ansietas tersebut diakibatkan langsung dari efek biologis dari penyakit medis.1

Reaksi psikologis akibat mengalami penyakit medis yaitu perasaan tidak pasti terhadap diagnosis medis, perasaan tidak pasti terhadap prognosis medis, ansietas terhadap tubuhnya, takut mati, ansietas dampak penyakit tersebut terhadap jati diri dan mata pencaharian, ansietas terhadap orang asing dan ditinggal sendiri di rumah sakit dan ansietas terhadap reaksi negatif dari para dokter. Ansietas karena zat yan paling sering adalah kafein, sedangkan ansietas karena obat-obatan salah satu adalah dekongestan misal pseudoefedrin.1

(4)

Penting sekali untuk membedakan ansietas sekunder dengan ansietas primer (contoh kurang ada riwayat pribadi atau keluarga dan stresor psikososial serta onset usia lanjut).1 Sedangkan serangan panik adalah gangguan ansietas primer yang paling sering terlihat, mencakup gangguan panik, agorafobia, fobia spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan stres setelah trauma (posttraumatic stress disorder).19

Colon dan Popkin tahun 2002, serta Pollack dkk., tahun 1998, telah membuat elemen evaluasi kondisi umum pada pasien yang cemas (anxious), yaitu:1

1. Pemeriksaan riwayat dan fisik, termasuk pemeriksaan neurologi. 2. Evaluasi pengaruh potensial dari obat dan zat.

3. Penyaringan (screening) dengan studi diagnostik, contoh darah rutin, konsentrasi kalsium, level hormon tiroid dan elektrokardiogram.

Penyaringan untuk simtom depresi juga perlu dengan metode yang akurat dan cepat sehingga dapat menilai simtom depresi maupun somatik. Penyaringan tersebut juga dengan mudah mengenal simtom depresi yang dialami pasien agar dapat merencanakan, mengobati atau merujuk pasien dengan lebih terarah. Tiga instrumen telah digunakan luas untuk mengenal simtom depresi dengan penyakit medis, yaitu Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dan Beck Depression Inventory-II (BDI-II).1

2.2 Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)

HADS adalah kuesioner self-rating yang dibuat oleh Zigmond dan Snaith pada tahun 1983, bagi pasien-pasien rawat jalan (outpatient) yang memiliki simtom ansietas dan depresi, baik dengan masalah somatik maupun mental. Berdasarkan penelitian populasi besar oleh Mykletun dkk., sifat psikometrik dari HADS ini adalah sungguh baik dalam hal struktur, interkolerasi, homogenitas dan konsistensi internal 6,20

HADS biasanya memerlukan waktu 2 hingga 5 menit untuk diselesaikan. Bagaimanapun juga, sama dengan beberapa kuesioner lainnya, harus berhati-hati membaca dan memahaminya, karena beberapa orang yang tidak membaca dan memahaminya dapat saja berpura-pura untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan sembarangan. Sangat beralasan untuk menyuruh responden membaca dengan memahami kalimat demi kalimat dari kuesioner tersebut. Hal ini juga

(5)

memberikan kesempatan untuk menjelaskan tujuan dari kuesioner tersebut dan menjamin semua informasi klinis tersebut adalah rahasia guna membantu dokter untuk menolong mereka.21

Pasien menyelesaikan sejumlah pertanyaan yang telah disusun baik ansietas maupun depresi. Setelah diperiksa oleh dokter, peneliti melakukan wawancara tetapi tanpa mengetahui respons pasien terhadap pertanyaan tersebut. Saat wawancara mengenai simtom depresi pasien ditanyakan: “apakah Anda melakukan banyak hal yang menyenangkan sebagaimana dulu Anda lakukan? Apakah Anda tertawa dengan spontan? Apakah Anda merasa menyenangkan? Apakah Anda merasa optimis terhadap masa depan?”. Maksud pertanyaan ini agar pasien tidak hanya berkonsentrasi pada keadaan anhedonia saja. Pada wawancara ansietas ditanyakan: “Apakah Anda merasa tertekan dan terluka? Apakah Anda mengkawatirkan sesuatu? Apakah Anda memiliki serangan panik? Apakah Anda merasa malu tentang suatu kejadian?”. Respons kuesioner ini dianalisis guna mengetahui hasil perkiraan keparahan baik ansietas maupun depersi. Pertanyaan ini dapat memungkinkan dimulai sejumlah pertanyaan menjadi tujuh baik untuk ansietas maupun depresi.21

Selanjutnya pasien diminta mengisi pertanyaan yang ada di dalam formulir HADS. Perhatikan kemampuan pasien, apakah mampu membaca dan menulis. Beberapa pasien yang buta huruf merasa malu sehingga mengisi secara sembarangan. Pada kasus-kasus buta huruf atau pandangan kabur, kata-kata setiap item dapat dibacakan kepada responden.21

Setiap pertanyaan yang dijawab pasien memiliki nilai respons 0-3, dengan rentang skor 0-21 baik untuk ansietas dan depresi.21 Skor 0-7 adalah normal, 8-10 adalah borderline dan 11-21 menunjukkan suatu masalah gangguan klinis/ simtom emosional (clinical “caseness”).22 Beberapa perkembangan penilaian HADS juga ada yang membagi kedalam rentang normal, ringan, sedang dan berat.21

HADS sendiri pernah digunakan di RSU. H. Adam Malik Medan oleh Iqbal dkk., untuk melihat korelasi simtom ansietas dan depresi dengan keparahan serangan kejang pasien epilepsi di departemen neurologi. Studi cross-sectional ini mendapatkan adanya korelasi keparahan serangan kejang dengan simtom ansietas. Mereka tidak mendapatkan simtom depresi pada pasien epilepsi.22 Pada bulan Februari 2012 HADS juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Pusat Bahasa Universitas Sumatera Utara (USU). (terlampir)

(6)

2.3 Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis adalah diagnosis histologis yang dicirikan oleh fibrosis hepatik yang difus dengan formasi nodul. Penyakit liver non sirotik yang kronis dan sirosis yang cukup terkompensasi jarang dibedakan pada pemeriksaan klinis serta biokimia (fungsi hati dapat normal, bahkan pada yang ada sirosis).4

Skor multipel telah dibuat untuk kategori klinis tingkat keparahan sirosis. Skor Child-pugh telah banyak digunakan secara luas. Skor ini mencakup 3 nilai laboratorium (waktu pemanjangan protrombin time, bilirubin dan albumin) dan 2 tanda klinis (asites dan ensefalopati).23 Jumlah dari setiap poin ini dikategorikan dalam 3 kelas yaitu kelas A (5-6), B (7-9) dan C (10-15). Rentang nilai ini bukan distribusi yang seimbang antar kelas namun lebih mencerminkan dampak klinis yang dimiliki setiap kelas untuk penentuan prognosis.24 Pasien Kelas A memiliki 85% angka harapan hidup selama 2 tahun, dibandingkan kelas B dan C yaitu 60% dan 35%.23

Konsepnya adalah sangat sederhana. Albumin dipengaruhi tidak hanya fungsi sintesis hepatis namun juga bersihan transvascular (transvascular clearance) seperti sepsis dan asites. Begitu juga bilirubin yang ditingkatkan bila ada insufisiensi ginjal, hemolisis dan sepsis. Indeks protrombin yang menurun dikaitkan dengan aktivasi koagulasi, sebagai penyebab utama sepsis. Ensefalopati metabolik dapat dipicu oleh sepsis atau insufisiensi ginjal. Hasilnya, albumin, bilirubin, protrombin dan ensefalopati merupakan petanda prognosis (prognostic markers) dari berbagai perjalanan penyakit yang luas daripada menilai fungsi hati itu secara murni. Jadi, Child-Pugh dipandang sebagai penilaian multiorgan pada pasien sirosis daripada menilai fungsi hati sendiri.24

Asites adalah salah satu komplikasi utama dari sirosis dimana terjadi retensi cairan di rongga abdomen. Satu patofisiologi yang penting adalah patogenesis dari disfungsi renal dan retensi sodium sehingga terjadi vasodilatasi sistemik dan menyebabkan menurunnya volume darah arteri yang efektif (effective arterial blood volume) dan suatu sirkulasi yang hiperdinamik (hyperdynamic circulation). Mekanisme terkait perubahan fungsi vaskular ini belum diketahui namun kemungkinan terkait sintesis vaskular yang meningkat dari nitric oxide, prostacyclin. Sebagaimana juga perubahan konsentrasi glukagon, substance P atau calcitonin gene related peptide.25

(7)

Ensefalopati hepatik (Hepatic Encephalopathy-HE) adalah komplikasi kinis dari sirosis dengan gambaran neuropsikatri, yaitu euforia atau depresi, kebingungan, bicara melantur (slurred speech) dan gangguan tidur. Pada tahap selanjutnya tampak letargi atau kelesuan, bicara inkoheren hingga koma.26

Selain Child-Pugh, tingkat keparahan sirosis juga dapat dinilai dengan skor MELD ( Model for End Stage Liver Disease) yang awalnya dibuat sebagai prediksi pasien yang menjalani transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS). Skor MELD didasarkan etiologi sirosis dan 3 variabel laboratorium yang simpel dan objektif yaitu bilirubin, kreatinin dan waktu protrombin berdasarkan INR (international normalized ratio). MELD memiliki logaritma dan perkalian dengan beberapa faktor yang lebih rumit dibandingkan dengan Child-Pugh.24

Pada penelitian oleh Yu-Yuan Li dkk., pada tahun 2004 menemukan etiologi sirosis hepatis pada 409 pasien mencakup hepatitis B kronis sebesar 78,7%, hepatitis C kronis 6,9% dan alkoholik kronis sebesar 14,4%. Berdasarkan skor Child-Pugh ditemukan skor A sebesar 46,0%, skor B 35% dan skor C 19,0%. 52,3% pasien tidak memiliki asietes, 17,6% asites ringan dan 30,1% asites berat. Sebesar 41,3% pasien memiliki serum albumin normal, 24,9% hipoalbuminemia ringan (30-35 gr/ lt) dan 38,8% hipoalbuminemia berat (<30 gr/lt). Pada pemanjangan waktu protrombin ditemukan 30,1% normal, 37,2% ringan dan 32,7% berat. Pada penelitian ini juga tidak menemukan korelasi yang bermakna antara usia dan pendidikan.27

Alavian dkk., tahun 2007 melakukan penelitian evaluasi keparahan pasien hepatitis B dan C dengan menggunakan HADS, mendapatkan 29 pasien (37%) dengan simtom ansietas dan 13 pasien (16%) dengan simtom depresi. Pada penelitian tiap-tiap kelompok pasien yang mereka teliti berdasarkan keparahannya didapatkan baik simtom ansietas maupun depresi memiliki perbedaan yang signifikan dengan masing-masing nilai p dibawah 0,001 dan 0,05.28

Pada penelitian Hauser dkk., terhadap gambaran pasien hepatitis C kronis terhadap prediktor biopsikososial dari kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan (Biopsychosocial Predictors of Health-Related Quality of Life in Patients With Chronic Hepatitis C) pada tahun 2004 mendapatkan 35 dari 88 pasien (39,8%) memiliki baik simtom depresi maupun ansietas. Mereka menjelaskan prevalensi yang tinggi ini dapat karena adanya gangguan terkait zat maupun gangguan psikiatri yang dimiliki pasien. Kekawatiran terkait penyakit ini menyangkut bahaya komplikasi

(8)

dari infeksi virus, potensi transmisi seksual dengan pasangan pasien dan stigmatisasi sosial dari efek negatif kesehatan mental yang dialami pasien. Seperti yang telah diteliti oleh Cordoba yang menunjukkan penurunan kualitas hidup pada pendonor yang asimtomatik setelah mendapatkan diagnosis hepatitis C kronis.29

(9)

2.4. Kerangka Konseptual

Sirosis Hepatis HADS

Normal Borderline Ansietas Depresi campuran Child-Pugh

Referensi

Dokumen terkait

BPRS Amanah Insan Cita, dan untuk mengetahui masalah yang timbul dalam pelaksanaan pengawasan pembiayaan bermasalah oleh account officer pada PT BPRS Amanah

Usaha tani padi merupakan salah satu usaha dibidang pertanian yang cukup menjanjikan.Desa Terutung Megara Bakhu merupakan salah satu desa di Kabupaten Aceh Tenggara

Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia baik secara simultan maupun secara parsial1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi (R) antara konformitas teman sebaya terhadap perilaku membolos remaja adalah sebesar 0,591 dengan koefisien determinasi

Hasil penelitian ini juga dapat dijelaskan bahwa kemampuan phonologi sensitivity pada anak perempuan lebih baik dari pada kemampuan phonological sensitivity

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitrikasari, dkk (2012) pada 89 responden RSJD Amino Gondohutomo Semarang yang menjadi caregiver menunjukkan bahwa kondisi

yang dilakukan para pihak untuk membuktikan kekuatan alat bukti surat di.. bawah tangan dalam Proses Pembuktian

Hal itu tentu saja menyebabkan bertumpuknya buku - buku yang menghambat lancarnya transaksi pembayaran, pencarian informasi transaksi yang dibutuhkan seiring dengan