TINJAUAN PUSTAKA
A. Prestasi Kerja
3. Kriteria dan Jenis Informasi yang Digunakan Dalam Menilai Prestasi Kerja PegawaiPegawai
Penilaian prestasi kerja pegawai tidak selalu didasarkan pada ukuran kuantitatif.
Hal ini disebabkan, penilaian prestasi kerja berdasarkan hasil (output) juga memiliki
kelemahan, seperti rendahnya kualitas hasil dan kurangnya rasa kebersamaan pegawai
dalam melaksanakan pekerjaan. Penilaian kinerja yang didasarkan output akan membuat
pegawai berlomba-lomba mencapai hasil terbanyak, dan pada akhirnya akan kurang
UNIVERSITAS
rasa kebersamaan dalam bekerja. Karena itu, dikembangkan kriteria-kriteria penilaian
prestasi kerja yang dianggap dapat mampu dijadikan tolok ukur penilaian kinerja.
Sedarmayanti (2007: 270) menyatakan terdapat 3 (tiga) jenis kriteria prestasi
kerja, sebagai berikut:
1. Kriteria berdasarkan sifat memusatkan pada karakteristik pribadi karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan memimpin merupakan sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai/tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.
2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar pribadi.
3. Kriteria berdasarkan hasil. Dengan semakin ditekankannya produktivitas dan daya saing internasional, kriteria berdasarkan hasil semakin populer. Kriteria ini terfokus pada apa yang telah dicapai/dihasilkan daripada bagaimana sesuatu dicapai/dihasilkan. kriteria berdasarkan hasil, mungkin tepat jika organisasi tidak peduli bagaimana hasil dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap pekerjaan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang penting, seperti kualitas yang mungkin sulit dikualifikasikan.
Berdasarkan pendapat di atas dipahami bahwa untuk menilai prestasi kerja
pegawai dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: (1) kriteria sifat dan
karakteristik karyawan, (2) kriteria perilaku dan (3) kriteria berdasarkan hasil. Kriteria
berdasarkan sifat dan karakteristik pribadi menjadikan loyalitas, keandalan, kemampuan
berkomunikasi dan keterampilan memimpin. Berdasarkan kriteria tersebut dipahami
bahwa pegawai yang memiliki loyalitas lebih tinggi terhadap instansi tempat dia bekerja
dinilai memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pegawai yang kurang
loyal. Pegawai dengan loyalitas yang tinggi lebih cenderung untuk bekerja lebih tekun
bila dibandingkan dengan pegawai yang memiliki loyalitas rendah. Demikian pula
halnya dengan keandalan dan kemampuan dalam bekerja. Semakin tinggi kehandalan
seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dan semakin tinggi kemampuannya
dalam bekerja, maka semakin tinggi pula prestasi kerja pegawai yang bersangkutan.
UNIVERSITAS
Sebaliknya pegawai yang memiliki kemampuan kerja yang rendah juga dinilai memiliki
prestasi kerja yang lebih rendah pula.
Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan.
Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar pribadi. Hal ini
berarti bahwa baik buruknya prestasi kerja seseorang pegawai dapat dilihat dari cara
yang ia lakukan dalam menyelesaikan tugas, apakah dalam bekerja seseorang pegawai
mampu menjalin hubungan baik dengan rekan kerjanya atau tidak. Pegawai yang dalam
melaksanakan pekerjaannya mampu membangun hubungan baik dengan rekan kerja
dinilai memiliki prestasi kerja yang baik. Sebaliknya pegawai dengan kemampuan kerja
relatif baik sehingga mampu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan, namun apabila
pegawai tersebut tidak memiliki hubungan antar pribadi yang baik dengan rekan
kerjanya, maka pegawai tersebut belum dapat dikatakan memiliki prestasi kerja baik.
Pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan tidak terlepas dari kemampuan
pegawai bekerja sama secara baik, karena kinerja instansi bukanlah ditentukan oleh
prestasi kerja seseorang pegawai, akan tetapi tergantung dari kemampuan seluruh
pegawai melaksanakan pekerjaan mereka dengan sikap saling membantu. Pegawai yang
tidak memiliki hubungan antar pribadi secara baik, dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya bisa saja mengabaikan kepentingan rekan kerjanya, sehingga dapat
mengganggu kelancaran tugas pegawai lain. Hal inilah yang menyebabkan perilaku
pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dijadikan tolok ukur penilaian prestasi kerja.
Kriteria berdasarkan hasil terfokus pada apa yang telah dicapai/dihasilkan
daripada bagaimana sesuatu dicapai/dihasilkan. Kriteria berdasarkan hasil, mungkin
tepat jika organisasi tidak peduli bagaimana hasil dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap
pekerjaan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang
UNIVERSITAS
penting, seperti kualitas yang mungkin sulit dikualifikasikan. Menurut kriteria
berdasarkan hasil, prestasi kerja seseorang pegawai diukur dari kemampuan pegawai
dalam menghasilkan output/hasil kerja. Pegawai dengan hasil kerja yang lebih banyak
dianggap memiliki prestasi kerja lebih baik bila dibandingkan dengan pegawai lain
dengan hasil kerja lebih sedikit. Sebaliknya pegawai dengan hasil kerja relatif lebih
sedikit dianggap memiliki prestasi kerja yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
pegawai yang mampu menghasilkan output lebih banyak. Kriteria berdasarkan hasil
memiliki beberapa kelemahan, di antaranya membuka peluang terjadinya
ketidakpedulian pegawai pada kualitas hasil kerja yang dicapai, bahkan bisa
memberikan dampak buruk pada perilaku kerja pegawai. Keinginan untuk
meningkatkan prestasi kerja yang didasarkan pada output atau hasil kerja yang dicapai
tidak menutup kemungkinan terjadinya persaingan di antara sesama pegawai untuk
berlomba-lomba meningkatkan hasil kerja mereka yang berorientasi pada kuantitas hasil
pekerjaan. Akibatnya perhatian terhadap kualitas hasil kerja menjadi terabaikan.
Dengan kata lain, kriteria berdasarkan hasil dapat berdampak buruk pada kualitas hasil
pekerjaan yang sebenarnya juga menjadi salah satu ukuran prestasi kerja.
Utomo dan Deden Hermawan (2007) menyatakan, dalam rangka untuk menjamin
adanya obyektivitas dalam pembinaan PNS berdasarkan pada Sistem Karier dan Sistem
Prestasi Kerja, maka pemerintah menerapkan sistem penilaian prestasi kerja atas
pelaksanaan tugas dan kewajiban PNS sehari-hari. Hasil penilaian tersebut dituangkan
dalam satu daftar yang dibuat setiap akhir tahun yang disebut Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Daftar tersebut merupakan implementasi dari UU No.
8/1974 jo UU No. 43/1999 pasal 20 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang berbunyi:
UNIVERSITAS
“Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam
jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja”
Menurut Sedarmayanti (2007: 377) penilaian prestasi kerja Menurut Sistem DP3
sebagai tolok ukur penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) menegaskan bahwa
instrumen pengukuran kinerja merupakan alat yang dipakai untuk mengukur kinerja
individu seseorang pegawai meliputi:
1. Prestasi kerja: hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara kualitas maupun kuantitas kerja.
2. Keahlian: tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk
kerjasama, komunikasi, inisiatif dan lain-lain.
3. Perilaku: sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku di sini juga mencakup
kejujuran, tanggung jawab dan disiplin.
4. Kepemimpinan: merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan
secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan dan penentuan
prioritas.
Sementara itu Hardianto (2005) memberikan penjelasan mengenai
dimensi-dimensi kinerja pegawai negeri sipil (PNS) sebagai berikut:
1. Perencanaan dan Pengorganisasian: Kecakapan untuk mengembangkan sasaran secara realistik, menentukan arah kegiatan secara efektif, kemampuan
memberikan tugas kepada bawahan dan dalam penggunaan sumber daya dan
waktu.
UNIVERSITAS
2. Pengembangan keputusan: Kemampuan untuk pengambilan keputusan dengan penuh keyakinan dan tepat waktunya.
3. Pelimpahan wewenang: Kemampuan untuk membagi beban kerja dan tanggungjawab secara berimbang kepada bawahan serta mengkoordinasikan
pelaksaannya.
4. Kemampuan analitis: Kecakapan untuk mendekati masalah secara menyeluruh dengan teliti dan sistematis.
5. Penyesuaian/Adaptasi: Kecakapan untuk memahami dan menyesuaikan dengan gagasan, tata cara dan permasalahan baru.
6. Kemampuan pengawasan: Kemampuan untuk mengawasi/mengendalikan sehingga tercipta suasana kerjayang produktif, membing dan mengarahkan
bawahan serta mendorong orang lain untuk membuat yang terbaik.
7. Prakarsa: Kemampuan untuk bekerja tanpa bimbingan dan mengembangkan rencanarencana, metode dan gagasan untuk mencapai produktivitas kerja yang
tinggi.
8. Kerjasa sama: Kemampuan untuk bekerja secara kelompok demi tercapainya sinergi organisasi.
9. Komunikasi/Negosiasi: Kemampuan untuk berbicara dan menyakinkan orang lain, bernegosiasi serta kecakapan untuk menulis secara jelas dan ringkas.
10. Kemampuan teknis: Kecakapan memahami substansi, informasi, tata cara dan teknik-teknik yang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang menjadi
tanggungjawab.
UNIVERSITAS
11. Kemampuan administrasi: Penguasaan kebijakan administratif, tata cara dan peraturan serta kemampuan penerapannya secara berdaya guna dan berhasil
guna.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kinerja atau prestasi kerja
pegawai negeri sipil (PNS) terdiri dari 11 dimensi, mulai dari perencanaan dan
pengorganisasian, pengembangan keputusan, pelimpahan wewenang, kemampuan
analitis, penyesuaian/adaptasi, kemampuan pengawasan, prakarsa, kerjasa sama,
komunikasi/negosiasi, kemampuan teknis hingga kemampuan administrasi. Dimensi
perencanaan dan pengorganisasian berkaitan dengan kecakapan untuk mengembangkan
sasaran secara realistik, menentukan arah kegiatan secara efektif, kemampuan
memberikan tugas kepada bawahan dan dalam penggunaan sumber daya dan waktu. Hal
ini berarti bahwa prestasi kerja seseorang pegawai negeri sipil dapat dilihat dari
kecakapan pegawai tersebut untuk mengembangkan sasaran kerja secara realistik sesuai
dengan sumber daya yang dimiliki oleh instansi. Selain itu, prestasi kerja pegawai juga
dapat dilihat dari kecakapan pegawai dalam menentukan arah kegiatan secara efektif
atau tepat sasaran. Kemampuan memberikan tugas kepada bawahan dan dalam
penggunaan sumber daya dan waktu juga dijadikan indikator dimensi prestasi kerja
pegawai. Pegawai yang tidak mampu memberikan tugas kepada bawahan dalam
penggunaan sumber daya dan waktu dinilai memiliki prestasi kerja yang tidak baik.
Pengembangan keputusan berkaitan dengan kemampuan pegawai untuk
pengambilan keputusan dengan penuh keyakinan dan tepat waktunya. Pegawai dengan
prestasi kerja baik mampu mengambil keputusan dengan penuh keyakinan dan tepat
waktu. Keputusan yang dimaksudkan tidak hanya keputusan yang berkaitan dengan
pekerjaan yang ia lakukan dalam mendukung kelancaran operasional instansi, akan
UNIVERSITAS
tetapi juga keputusan yang terkait dengan kebijakan yang ia ambil sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan. Kesalahan pegawai dalam mengambil
keputusan tentang metode pelaksanaan pekerjaan misalnya, tidak hanya berdampak
pada hasil kerja yang diperoleh, akan tetapi juga berdampak pada pencapaian kinerja
instansi secara keseluruhan.
Pelimpahan wewenang juga dijadikan salah satu dimensi prestasi kerja pegawai
negeri sipil. Pelimpahan wewenang berkaitan dengan kemampuan untuk membagi
beban kerja dan tanggung jawab secara berimbang kepada bawahan serta
mengkoordinasikan pelaksaannya. Semakin baik kemampuan pegawai dalam membagi
beban kerja dan tanggung jawab secara berimbang kepada bawahannya semakin baik
prestasi kerja pegawai tersebut. Demikian pula halnya dengan kemampuan
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas, semakin baik kemampuan pegawai dalam
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas bagi para bawahannya, semakin baik pula
prestasi kerja pegawai. Pelimpahan wewenang dijadikan salah dimensi prestasi kerja
pegawai negeri sipil disebabkan dalam menjalankan kegiatan operasional instansi
pemerintah, para pegawai terorganisir dalam berbagai tingkatan dan tersebar pada
berbagai bidang pekerjaan, sehingga diperlukan adanya kerja sama yang saling
mendukung. Seorang pegawai seperti atasan misalnya tidak akan mampu menyelesaikan
tugasnya dalam bidang pekerjaan tertentu secara baik tanpa adanya bantuan bawahan,
sehingga dalam melaksanakan pekerjaan diperlukan adanya pelimpahan wewenang
kepada bawahan disertai dengan kemampuan mengkoordinasikan pelaksanaan
pekerjaan yang sudah diberikan kepada bawahan.
Kemampuan analitis sebagai salah satu dimensi penilaian prestasi kerja pegawai
negeri sipil berkaitan dengan kecakapan untuk mendekati masalah secara menyeluruh
UNIVERSITAS
dengan teliti dan sistematis. Hal ini berarti prestasi kerja pegawai juga dapat dilihat dari
kecakapan yang ia miliki dalam mendekati masalah secara menyeluruh dengan teliti dan
sistematis. Berdasarkan dimensi kemampuan analitis, pegawai yang tidak memiliki
kecakapan dalam dalam mendekati masalah secara menyeluruh dengan teliti dan
sistematis, belum bisa dikatakan memiliki prestasi kerja baik.
Penyesuaian/adaptasi berkaitan dengan kecakapan untuk memahami dan
menyesuaikan dengan gagasan, tata cara dan permasalahan baru. Pegawai dengan
prestasi kerja baik memiliki kecakapan untuk memahami dan menyesuaikan dengan
gagasan, tata cara dan permasalahan baru. Artinya, ketika pegawai dihadapkan pada tata
cara kerja baru yang menimbulkan permasalahan baru bagi pegawai, pegawai tersebut
memiliki kecakapan untuk segera menyesuaikan diri dengan cara meningkatkan
kemampuan dan keterampilan kerjanya. Selain itu, pegawai juga memiliki kecakapan
untuk memahami gagasan atau ide yang dikemukakan oleh rekan kerja atau pun atasan
tentang pelaksanaan pekerjaan. Sehingga dalam melaksanakan pekerjaan yang
dibebankan, pegawai dapat bekerja secara lebih baik sesuai dengan yang diharapkan
oleh instansi tempat ia bekerja.
Kemampuan pengawasan berkaitan dengan kemampuan untuk mengawasi/
mengendalikan sehingga tercipta suasana kerja yang produktif, membimbing dan
mengarahkan bawahan serta mendorong orang lain untuk membuat yang terbaik.
Pegawai dengan prestasi kerja baik memiliki kemampuan untuk mengawasi/
mengendalikan sehingga tercipta suasana kerja yang produktif. Hal ini berarti bahwa
pegawai yang dalam melaksanakan pekerjaannya dapat memberikan dampak negatif
pada kelancaran pekerjaan rekan kerjanya tidak dapat dikatakan memiliki prestasi kerja
baik. Demikian pula halnya dengan pegawai yang tidak mampu membimbing dan
UNIVERSITAS
mengarahkan bawahan juga tidak dapat dikatakan memiliki prestasi kerja baik. Pegawai
dengan prestasi kerja baik mampu mendorong orang lain untuk memberikan yang
terbaik bagi instansi tempat ia bekerja. Sehingga kehadiran pegawai tersebut tidak
hanya memberikan dampak pada peningkatan capaian kerja organisasi, akan tetapi juga
mampu membuat rekan kerja bekerja secara nyaman sehingga mereka terdorong untuk
bekerja lebih baik.
Prakarsa berkaitan dengan kemampuan untuk bekerja tanpa bimbingan dan
mengembangkan rencana-rencana, metode dan gagasan untuk mencapai produktivitas
kerja yang tinggi. Pegawai dengan prestasi kerja baik tidak hanya mampu bekerja sama
dengan sesama rekan kerjanya, akan tetapi juga mampu bekerja secara mandiri tanpa
bimbingan atasannya. Mereka juga mampu mengembangkan rencana-rencana, metode
dan gagasan untuk mencapai produktivitas kerja tinggi. Hal ini berarti bahwa pegawai
dengan prestasi kerja baik memiliki ide tentang cara pelaksanaan pekerjaan yang
berorientasi pada peningkatan produktivitas kerja. Mereka juga mampu
mengembangkan metode kerja yang mencapai peningkatan produktivitas kerja mereka.
Kerja sama dan komunikasi/negosiasi juga dijadikan dimensi prestasi kerja
pegawai negeri sipil. Kerja sama berkaitan dengan kemampuan pegawai untuk bekerja
secara kelompok demi tercapainya sinergi organisasi. Pegawai dengan prestasi kerja
baik mampu bekerja sama dengan seluruh pihak yang terkait dengan pekerjaan yang
dilakukan, baik dengan atasan, rekan kerja maupun bawahan. Sehingga mereka dalam
melaksanakan pekerjaan terbangun sikap saling membantu di antara sesama pegawai
dan munculnya tim kerja yang kompak guna meningkatan kelancaran operasional
instansi secara keseluruhan. Komunikasi/negosiasi berkaitan dengan kemampuan untuk
berbicara dan menyakinkan orang lain, bernegosiasi serta kecakapan untuk menulis
UNIVERSITAS
secara jelas dan ringkas. Pegawai juga dituntut untuk mampu memberikan pengaruh
pada orang lain terutama rekan kerja mereka agar dapat bekerja lebih baik. Pegawai
juga dituntut mampu merasionalisasikan ide dan gagasannya sehingga dapat dipahami
dan diyakini oleh rekan kerja.
Kemampuan teknis dan kemampuan administrasi juga merupakan dimensi
penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil. Kemampuan teknis berkaitan dengan
kecakapan memahami substansi, informasi, tata cara dan teknik-teknik yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawab. Hal ini berarti bahwa prestasi
kerja pegawai juga dapat didasarkan pada kemampuan dan keterampilan kerja teknis
yang ia miliki. Pegawai yang menguasai teknis pelaksanaan pekerjaan secara lebih baik
dinilai memiliki prestasi kerja lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang kurang
menguasai teknis pelaksanaan pekerjaan. Kemampuan administrasi berkaitan dengan
kebijakan administratif, tata cara dan peraturan serta kemampuan penerapannya secara
berdaya guna dan berhasil guna. Baik buruknya prestasi kerja seseorang pegawai juga
didasarkan pada kemampuan administratif yang ia miliki. Pegawai yang tidak memiliki
kemampuan administratif belum dapat dikatakan memiliki prestasi kerja baik. Hal ini
berarti semakin baik kemampuan administratif yang dimiliki oleh pegawai semakin baik
pula prestasi kerja pegawai tersebut. Demikian pula halnya dengan kemampuan
berkaitan dengan tata cara dan peraturan serta penerapannya secara berdaya guna dan
berhasil guna. Pegawai dengan prestasi kerja baik memiliki kemampuan berkaitan
dengan tata cara dan peraturan, serta mampu menerapkan tata cara dan peraturan
tersebut secara berdaya guna dan berhasil guna.
Selanjutnya Utomo dan Deden Hermawan (2007) menyatakan, unsur-unsur dari
penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang pegawai sipil sesuai dengan Daftar Penilaian
UNIVERSITAS
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) ialah “... kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab,
ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan”.
1. Kesetiaan
Ialah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam perbuatan dalam melaksanakan tugas.
2. Prestasi Kerja
Ialah suatu hasil kerja yang secara nyata dapat dicapai oleh seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja tersebut akan dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan PNS yang bersangkutan.
3. Tanggung Jawab
Ialah kesanggupan seorang PNS untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
4. Ketaatan
Ialah kesanggupan seorang PNS untuk mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan.
5. Kejujuran
Ialah ketulusan hati seorang PNS dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.
6. Kerjasama
Ialah kemampuan seorang PNS untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
7. Prakarsa
Ialah kemampuan seorang PNS untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan.
8. Kepemimpinan
Ialah kemampuan seorang PNS untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokoknya. Penilaian unsur kepemimpinan hanya dikenakan bagi PNS yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a ke atas yang memangku suatu jabatan.
Mengacu pada Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) seperti diuraikan
di atas dapat dipahami bahwa unsur-unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan oleh
pegawai negeri sipil terdiri dari kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan,
kejujuran, kerja sama, prakarsa, dan kepemimpinan. Kesetiaan berkaitan dengan tekad
UNIVERSITAS
dan kesanggupan mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupa n tersebut harus
dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam perbuatan dalam
melaksanakan tugas. Pegawai dengan prestasi kerja baik adalah mereka yang sanggup
mentaati, melaksanakan dan mengamalkan segala sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab. Hal ini berarti bahwa pegawai yang tidak sanggup
mentaati, melaksanakan dan mengamalkan segala sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab tidak dapat dikatakan sebagai pegawai yang memiliki
prestasi kerja baik.
Prestasi kerja berkaitan dengan hasil kerja yang secara nyata dapat dicapai oleh
seorang PNS dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja
tersebut akan dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan
PNS yang bersangkutan. Pegawai yang memiliki hasil kerja nyata secara lebih baik
dinilai memiliki prestasi kerja yang baik pula. Pendekatan penilaian prestasi kerja dalam
hal ini dapat didasarkan pada kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan
pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Semakin baik
keterampilan kerja yang dimiliki dan semakin tinggi kesungguhan pegawai dalam
bekerja, maka prestasi kerja pegawai tersebut juga semakin baik.
Tanggung jawab berkaitan dengan kesanggupan seorang PNS untuk
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat
pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau
tindakan yang dilakukannya. Pegawai yang tidak mampu memikul tanggung jawab
yang diberikan dan tidak sanggup menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya
dengan sebaik-baiknya belum dapat dikatakan memiliki prestasi kerja baik. Demikian
UNIVERSITAS
pula halnya dengan pegawai yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan secara tepat
waktu dan tidak berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan
yang dilakukannya, juga belum dapat dikatakan memiliki prestasi kerja yang baik.
Ketaatan berkaitan dengan kesanggupan seorang PNS untuk mentaati segala
peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah
kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang serta kesanggupan untuk tidak
melanggar larangan yang ditentukan. Pegawai yang tidak mampu mentaati peraturan
perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku berkaitan dengan
keberadaanya sebagai pegawai belum dapat dikatakan memiliki prestasi kerja yang
baik. Demikian pula halnya dengan pegawai yang tidak mentaati perintah kedinasan
yang diberikan oleh atasan yang berwenang.
Kejujuran ialah ketulusan hati seorang PNS dalam melaksanakan tugas dan
kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya.
Pegawai dengan prestasi kerja yang baik melaksanakan tugas secara tulus sesuai dengan