• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pupuk dan Pemupukan

Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan magsud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalm tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor lingkungan yang baik (Sutedjo, 1987). Pemupukan adalah pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada tanah, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, menurut Hardjowigeno (2003) dalam pemupukan perlu adanya keseimbangan jumlah unsur hara dalam tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara tersebut, oleh karena itu dalam melakukan pemupukan beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: a) jenis tanaman yang akan dipupuk, b) jenis tanah yang akan dipupuk, c) jenis pupuk yang akan digunakan, d) dosis (jumlah) pupuk yang akan diberikan, e) waktu pemupukan, dan f) cara pemupukan.

Secara umum pupuk digolongkan menjadi dua yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Menurut jumlah unsur yang terkandung dalam pupuk maka pupuk dapat digolongkan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk majemuk yaitu pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur pupuk, sedangkan pupuk majemuk yaitu pupuk yang mengandung beberapa unsur. Berdasarkan jumlah hara yang dibutuhkan tanaman, pupuk dapat digolongkan menjadi pupuk hara makro dan pupuk hara mikro. Pupuk hara makro yaitu pupuk yang mengandung unsur makro (seperti N, P, dan K) yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Pupuk hara mikro yaitu pupuk yang terutama mengandung unsur mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil (Leiwakabessy dam Sutandi, 2004).

Pupuk Organik

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. berdasarkan Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian

besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota/sampah rumah tangga. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa±sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk, terutama pupuk K (Arafah, 2004).

Jerami padi merupakan salah satu sumber K yang murah dan mudah yang tersedia di lahan sawah. Dobermann dan Fairhurst (2000) menyatakan bahwa kandungan hara tertinggi dalam jerami selain Si (4-7 %) adalah kalium, yaitu sekitar 1,2-1,7 %, sedangkan lainnya adalah N (0,5-0,8 %), P (0,07-0,12 %), dan S (0,05-0,10 %). Hasil penilitian Arafah dan Sirappa (2003) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik (jerami) secara tunggal belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Namun secara umum, penggunaan jerami padi sebanyak 2 ton/ha rata-rata memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding tanpa penggunaan jerami. Hal ini disebabkan karena peranan penting dari bahan organik dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah, baik dari aspek kimia, fisika, dan biologi tanah. Dobermann dan Fairhurst (2000) menyatakan bahwa pembenaman jerami ke tanah akan meningkatkan ketersediaan hara dalam waktu yang lama. Bahan organik tanah berperan secara fisik, kimia maupun biologi, sehingga menentukan status

kesuburan tanah. sehingga dengan penggunaan jerami sebagai bahan organik diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah. Bahan organik yang ada dalam tanah akan membentuk humus yang bermuatan listrik, sehingga secara fisik akan berpengaruh terhadap struktur tanah dan secara kimiawi berperan dalam menentukan kapasitas pertukaran anion/kation sehingga berpengaruh penting terhadap ketersediaan hara tanah, dan secara biologis merupakan sumber energi dan karbon bagi mikroba heterotrofik. Hasil mineralisasi bahan organik-terombak merupakan anion/kation hara tersedia bagi tanaman dan mikroba (Hanafiah, 2005).

Selain fungsi jerami untuk memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah, baik dari aspek kimia, fisika, dan biologi tanah, pemebenaman jerami ke tanah dalam bentuk segar harus segera mengalami dekomposisi sehingga diperlukan mikroba perombak bahan organik atau dekomposer untuk mempercepat proses pengomposan jerami tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar jeda waktu pembenaman jerami sampai penanaman tidak terlalu lama dan untuk mengurangi persaingan dalam mendapatkan hara antara tanaman dengan mikroba perombak bahan organik, karena menurut Nuraini (2009) pemberian jerami sisa panen yang masih segar ke tanah sawah yang harus segera ditanami padi akan menyebabkan tanaman padi menguning karena terjadi persaingan unsur hara antara organisme pengompos dan tanaman. Setelah mengalami proses perubahan dan penguraian bahan organik (pengomposan), unsur hara akan menjadi bentuk tersedia yang larut dan dapat diserap oleh akar tanaman (Setyorini et al., 2006). Proses pengomposan dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi proses tersebut dapat dipercepat dengan menambahkan mikroorganisme perombak bahan organik sehingga waktu yang diperlukan untuk pengomposan menjadi lebih singkat.

Pupuk Hayati

Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) mendefinisikan pupuk hayati sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan

oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Beberapa manfaat yang diperolah dengan penggunaan pupuk mikroba yaitu: 1) untuk meningkatkan kesediaan unsur hara bagi tanaman, 2) melindungi akar dari gangguan hama penyakit, 3) menstimulir sistem perakaran agar berkembang sempurna dan memperpanjang akar, 4) memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh pucuk, kuncup bunga, dan stolon, 5) sebagai penawar racun beberapa logam berat, 6) sebagai metabolit pengatur tumbuh, 7) sebagai bioaktivator perombak bahan organik (Saraswati et al., 2004).

Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, daur ulang hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Peran mikroba pelarut P yaitu melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman, antara lain Aspergillus sp., Penicillium sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K. Terdapat juga mikroba yang menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman antara lain Pseudomonas sp. dan Azotobacter sp. (Isroi, 2006).

Azotobacter sp. merupakan bakteri penambat N yang hidup bebas, berbentuk basil/batang berwarna merah, dan tergolong gram negatif. Azotobacter sp. merupakan bakteri yang hidup di dalam tanah secara aerobik yang dapat memfiksasi dinitrogen menjadi amonium sehingga dapat diserap oleh tanaman (Hindersah et al, 2004). Azotobacter di dalam tanah berperan dalam pengaturan siklus nitrogen, yaitu melakukan fiksasi nitrogen dan mengubahnya menjadi ammonia (Wedhastri, 2002), dan berperan dalam perubahan ion mangan bivalen (Mn++) menjadi ion mangan trivalent atau tetravalent (Mn++++) (Subba Rao, 1994).

Azospirillum sp. merupakan bakteri penambat N2 dan pemacu tumbuh tanaman yang hidup bebas mengkolonisasi permukaan luar dan dalam akar tanaman padi, jagung, tebu, dan rumputan lainya (Saraswati et al., 2004). Selain menambat N2dari udara,Azospirillum sp. juga diketahui dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin, dan sitokinin (Salim dan Kusdianti,

2009). Menurut Fellik et al. (1988) Azospirillum sp. dapat meningkatkan luas permukaan akar yang disebabkan oleh adanya pengumpulan asam indol asetat (IAA) dan asam indol butirat (IBA) bebas didaerah perakaran. Keberhasilan bakteri Azospirillum dalam mengfiksasi N ditentukan oleh berbagai hal yaitu: pengaruh oksigen, pengaruh temperatur dan pH, metabolisme nitrogen, metabolisme karbon, aktivitas nitrogenase, potensi dan efisiensi fiksasi N dan kecepatan fiksasi N. Proses fiksasi N2 dengan adanya enzim nitrogenase terjadi sebagai berikut : energi ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe menjadi reduktan, reduktan akan mereduksi protein MoFe yang kemudian mereduksi N2 menjadi NH3 dengan hasil sampingan berupa gas H2 (Marschner, 1986).

Bakteri Thiobacillus merupakan bakteri kemoautrotof obligat. Bakteri Thiobacillus dapat hidup pada pH minimum 1.0 dan optimum pada pH 9.8. Bakteri ini tidak membentuk spora, berbentuk batang dengan panjang 1-3 mikron dengan diameter 0.5 mikron, dan termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ThiobacillusPDPSXPHQJRNVLGDVLVXOIXUGDQ)H0D¶VKXPet al., 2003), dan juga mereduksi nitrat menjadi nitrogen (Subba Rao, 1994). Sumber energinya menggunakan belerang atau thiosulfat dan energi tersebut digunkan untuk mengubah nitrat menjadi nitrogen.

Peran Unsur Hara N, P, K pada Padi Sawah

Unsur hara N, P dan K merupakan unsur hara essensial bagi tanaman. Peran unsur Nitrogen pada tanaman yang terpenting adalah sebagai bahan dasar penyusunan protein dan pembentukan klorofil karena itu N membuat bagian-bagian tanaman menjadi lebih hijau dan klorofil penting dalam proses fotositesis, mempercepat pertumbuhan tanaman seperti menambah tinggi tanaman dan jumlah anakan, meningkatkan luas daun, meningkatkan jumlah anakan perumpun, persentase gabah isi perumpun, dan meningkatkan protein pada beras. Unsur N diambil oleh tanaman dalam bentuk NO3 dan NH4 (Dobermann dan Fairhurst, 2000).

Fosfor merupakan unsur hara makro yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman menyerap unsur P dari tanah dalam bentuk ion fosfat terutama

H2PO4-dan HPO42-yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi (lebih dari 7) dalam bentuk HPO42- lebih dominan. Selain ion-ion tersebut, tanaman juga dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin, dan fosfohumat. Unsur fosfor berperan dalam perkembangan akar, awal pembungaan dan pemasakan biji (terutama pada suhu rendah) (Dobermann dan Fairhurst, 2000). Kekurangan unsur fosfor dapat menyebabkan tanaman kerdil, daun berwarna kekuningan, mulai mati dari ujung daun dan diikuti bagian tepi daun. Unsur P tidak mobil pada tanah terutama apabila pH rendah atau terlalu tinggi. Namun unsur P mobil dalam daun sehingga kekurangan unsur P akan tercermin dari daun yang tua (Havlin et al.,1999).

Unsur K merupakan unsur essensial setelah unsur N dan P. Unsur K diserap tanaman dalam bentuk K+. Unsur kalium pada tanaman padi berfungsi meningkatkan luas daun dan kandungan klorofil daun, serta menunda senessence (pelayuan) daun sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Selain itu unsur K juga berfungsi meningkatkan jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir. Gejala kekurangan K menyebabkan ujung daun berwarna kekuningan yang dimulai dari ujung daun kemudian menuju tepi daun sampai ke pangkal daun (Dobermann dan fairhurst, 2000) dan menyebabkan berkurangnya toleransi tanaman tarhadap stress air, karena K berperan penting dalam mengatur stomata 0D¶VKXPet al., 2003). Pemupukan K meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dan P dan menurunkan keracunan Fe dan Mn pada sebagian tanah.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di Desa Sendang Kecamatan Karang Ampel Kabupaten Indramayu Jawa Barat, dari bulan November 2010 sampai Maret 2011. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium SEAMEO BIOTROP, Bogor. Analisis mikroba dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Pengamatan biomassa dan komponen panen dilakukan di Laboratorium Produksi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain: seperangkat alat budidaya, knapsack sprayer, gelas ukur, meteran, skala bagan warna daun (BWD), timbangan digital, kantong kertas, oven dan blower separator.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih padi varietas Ciherang, dekomposer (2 l/ha), pupuk NPK majemuk (400 kg/ha), pupuk organik

cair (POC) dengan dosis 2 l/ha, pupuk organik granul (POG) dengan dosis 1 ton/ha, dan pupuk hayati jenis 1 (PH1) dan pupuk hayati jenis 2 (PH 2) dengan

dosis 2 l/ha, dan jerami padi sawah (5 ton/ha) yang dibenamkan saat pengolahan tanah. Analisis pupuk yang digunakan disajikan pada Lampiran.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor dan tiga ulangan. Dalam perlakuan terdapat 13 kombinasi perlakuan yang diulang tiga kali sehingga percobaan terdiri dari 39 satuan percobaan. Satu satuan percobaan adalah berupa petakan yang berukuran 12 m x 7.5 m (90m2).

Model rancangan yang digunakan yaitu sebagai berikut:

Yij —Įiȕjİij Dimana:

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j µ = Rataan umum

Įi = Pengaruh perlakuan ke-LL« ȕj = Pengaruh ulangan ke-j (j:1, 2, 3)

İij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Apabila terdapat pengaruh yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan t-dunnet pada taraf 5 % dengan perlakuan pembanding yaitu perlakuan satu dosis pupuk NPK.

Perlakuan yang dilakuakn dalam penelitian ini yaitu: P1 : 1 dosis NPK (Pembanding)

P2 : 1 dosis NPK + Jerami

P3 : Tanpa pupuk dan tanpa jerami P4 : 0.5 dosis NPK + Jerami

P5 : 0.5 dosis NPK + Jerami + pupuk hayati 1

P6 : 0.5 dosis NPK + Jerami + pupuk hayati 1 + Dekomposer P7 : 0.5 dosis NPK + Jerami + pupuk hayati 1 + POG P8 : 0.5 dosis NPK + Jerami + POG + POC + Dekomposer

P9 : 0.5 dosis NPK + Jerami + pupuk hayati 1 + POG + POC + Dekomposer P10 : 0.5 dosis NPK + Jerami + pupuk hayati 2

P11 : 0.5 dosis NPK + pupuk hayati 2

P12 : 0.5 dosis NPK + 0.5 dosis pupuk hayati 2

P13 : 0.5 dosis NPK + Jerami + 0.5 dosis pupuk hayati

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dari pengolahan tanah. Pematang sawah diperbaiki dan ditinggikan serta pembuatan petakan percobaan. Setiap petak mempunyai saluran air masuk dan keluar masing-masing. Penanaman dilakukan dengan sistem legowo 5 (15-25-40). Penanaman dilakukan dengan bibit berumur 14 hari setelah semai, penyulaman dilakukan 1-3 minggu setelah tanam (MST)

dengan umur bibit yang sama. Pemupukan dilakukan dua minggu sebelum penanaman yaitu pupuk organik granul (1 ton/ha). Dekomposer diaplikasikan dengan menggunakan knapsack sprayerdua minggu sebelum tanam. Pupuk hayati jenis 1 diaplikasikan satu minggu sebelum tanam, 1 MST, 3 MST dan 5 MST. Pupuk organik cair dan pupuk hayati jenis 2 diaplikasikan pada 1 MST, 3 MST, 5 MST, dan 7 MST. Pupuk Hayati jenis 1, jenis 2 dan pupuk organik cair diaplikasikan menggunakan knapsack sprayer dengan dosis 2 l/ha dan volume semprot 500 l/ha. Aplikasi pupuk NPK (400Kg/ha) pada 1 MST dilakukan dengan cara ditebar pada tiap petakan sesuai dosis pada tiap perlakuan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika benar-benar diperlukan. Pemanenan dilakukan ketika 90-95 % gabah menguning. Pemanenan dilakukan dengan sabit dengan cara potong atas.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

1. Analisis C-organik, N, P, dan K dalam tanah yang tersedia sebelum dan setelah percobaan.

2. Analisis kandungan hara N, P, dan K pada jerami dan gabah saat panen 3. Populasi mikroba Azotobakter sp., Azospirillumsp., dan Thiobacillius sp.

4. Pengamatan vegetatif dilakukan pada 10 tanaman contoh dimulai sejak 3 MST sampai 7 MST yang meliputi:

- Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah (pangkal batang) hingga ujung daun tertinggi yang telah membuka dengan mengunakan meteran. - Jumlah anakan, dihitung semua anakan yang telah muncul.

- Warna daun, diukur dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) pada daun yang telah membuka penuh.

5. Biomassa pada saat 8 MST yang meliputi: panjang dan volume akar, panjang tajuk, bobot basah dan kering akar dan tajuk.

6. Komponen hasil yang meliputi: jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir, dan persentase gabah hampa.

Analisis Data

- Hasil data pertumbuhan dan produksi dianalisis menggunakan uji F dan bila nyata di uji lanjut menggunakan uji t-dunnet taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian dilakukan di lahan sawah dengan pola tanam sepanjang tahun padi-padi. Pengairan dilakukan dengan sistem irigasi. Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum percobaan diketahui bahwa pH tanah tergolong agak masam, kandungan C-organik dalam tanah rendah, kandungan hara N dalam tanah tergolong rendah, kandungan P

2O

5rendah, dan K

2O sangat rendah. Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut, status kesuburan tanah tergolong rendah (Pusat Penelitian Tanah, 1980).

Bibit ditanam pada umur 14 hari setelah semai. Penyulaman dilakukan 1-3 MST dengan bibit yang berumur sama. Pada kondisi di lapang terlihat bahwa pada saat pertumbuhan vegetatif awal, perlakuan yang mengunakan pupuk hayati jenis 1 terlihat lebih hijau dan lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang menggunakan pupuk hayati jenis 2.

Gambar 1. Kondisi Pertanaman Secara Umum pada Umur 7 MST.

Hama yang menyerang di pembibitan dan bibit muda yaitu hama keong. Pengendalian hama keong dilakukan dengan cara mengambil keong secara manual dengan tangan dan mengatur pengairannya. Fase vegetatif terserang hama sundep dan tikus. Selain fase vegetatif, hama tikus juga menyerang fase generatif.

Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam

Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati (Tabel 1). Hasil analisis sidik ragam terhadap berbagai peubah yang diamati menunjukkan bahwa secara umum perlakuan pembenaman jerami, pupuk organik dan atau hayati, dan reduksi dosis pupuk NPK hingga 50 % tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan awal tinggi tanaman, biomassa tanaman, komponen hasil dan hasil padi dibandingkan dengan perlakuan dosis NPK penuh.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Komponen Hasil

Peubah Yang Diamati Pengaruh perlakuan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman 3 Mst tn 2.24 5 Mst tn 3.48 7 Mst * 2.63 Jumlah Anakan 3 Mst * 7.80 5 Mst * 9.08 7 Mst * 6.76 Volume Akar tn 28.27 Panjang Akar tn 10.48

Bobot Basah Akar tn 29.32

Bobot Basah Tajuk tn 25.26

Bobot Kering Akar tn 24.74

Bobot Kering Tajuk tn 17.93

Komponen Panen

Anakan Produktif tn 8.78

Panjang Malai ** 12.63

Jumlah Gabah Permalai ** 8.93

Bobot Jerami Ubinan Basah tn 15.58

Bobot Jerami Ubinan Kering tn 26.91

Bobot Basah Padi Ubinan tn 8.88

Bobot Kering Padi Ubinan tn 10.71

Bobot 1000 Butir tn 3.203

Persen Gabah Hampa tn 15.25

Gabah Kering Giling tn 10.72

Bobot Basah Contoh tn 14.24

Bobot Kering Contoh tn 12.76

Analisis Kandungan Hara Tanah

Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah pada Lampiran 8, hasil analisis hara tanah sebelum percobaan diketahui bahwa pH tanah tergolong agak masam (5.94), kandungan C-organik tanah rendah (1.93 %), kandungan hara N tanah rendah (0.18 %), kandungan hara P tanah rendah (5.75 ppm), dan kandungan hara K tanah sangat rendah (1.21 mg/100g). Berdasarkan sifat kimia tanah tersebut, maka status kesuburan tanah tergolong rendah (Pusat Penelitian Tanah, 1980). Secara rinci hasil analisis tanah disajikan pada Tabel 8.

Tabel 2. Hasil Analisis pH Tanah dan Kandungan C-organik Tanah Sebelum dan Setelah Percobaan

Perlakuan pH C-organik

(%)

Sb St Sb St

1 dosis NPK 5.7a 4.7b 1.66a 2.39b

1 dosis NPK + Jerami 6.0a 4.7b 1.81a 2.52b

Tanpa Pupuk dan Tanpa Jerami 5.9a 4.6b 1.89a 2.64b

0.5 dosis NPK + Jerami 5.9a 4.6b 2.04a 2.60b

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 1 6.0a 4.7b 1.89a 2.47b

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 1 + Dek 5.9a 4.8b 2.16a 2.60b

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 1 + POG 5.9a 4.7b 2.00a 2.88b

0.5 dosis NPK + Jerami + Dek + POG + POC 6.0a 4.8b 1.94a 2.76b

0.5 dosis NPK + Jerami + Dek + POG + POC + 1 dosis PH 1

5.9a 4.7b 2.11a 2.42b

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 2 5.9a 4.8b 1.98a 2.60b

0.5 dosis NPK + 1 dosis PH 2 6.0a 4.8b 1.84a 2.52b

0.5 dosis NPK + 0.5 dosis PH 2 6.0a 4.7b 1.89a 2.56b

0.5 dosis NPK + Jerami + 0.5 dosis PH 2 6.1a 4.8b 1.87a 2.47b

Ket: 1) Sb:sebelum percobaan St:setelah percobaan

2) Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji t-student taraf 5 %

Berdasarkan hasil analisis statistik (uji t-student), pelakuan yang diaplikasikan nyata menurunkan nilai pH dan menaikan kandungan C-organik tanah antara sebelum dan setelah percobaan. Nilai pH tanah diakhir percobaan menunjukkan nilai rata-rata 4.7 satuan. Penurunan pH diduga karena adanya dekomposisi bahan organik berupa jerami yang dibenamkan ke tanah. Penurunan pH tanah sebagai akibat pemberian bahan organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan (sitrat, tatrad, acetat) (Sugito, 1995). Peningkatan C-organik tanah tertinggi

terlihat pada perlakuan Jerami + 0.5 dosis NPK + PH 1 + POG. Peningkatan C-organik dalam tanah diduga karena penambahan jerami maupun pupuk C-organik kedalam tanah. Widati et al. (2000) menyatakan pemberian jerami dapat meningkatkan kadar C-organik, K tanah, dan KTK tanah berturut-turut sebesar 13.2%, 28.6%, dan 153%.

Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Hara N dan P Tanah Sebelum dan Setelah Percobaan

Perlakuan N (%) P (ppm)

Sb St Sb St

1 dosis NPK 0.15a 0.14b 4.5a 3.5a

1 dosis NPK + Jerami 0.16a 0.16b 4.2a 4.1a

Tanpa Pupuk dan Tanpa Jerami 0.18a 0.15b 4.6a 6.4a

0.5 dosis NPK + Jerami 0.19a 0.17b 5.5a 6.2a

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 1 0.17a 0.15b 5.2a 3.9a

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 1 + Dek 0.21a 0.18b 7.1a 4.4a

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 1 + POG 0.19a 0.17b 7.5a 5.4a

0.5 dosis NPK + Jerami + Dek + POG + POC 0.18a 0.17b 5.8a 6.2a

0.5 dosis NPK + Jerami + Dek + POG + POC + 1 dosis PH 1

0.20a 0.16b 5.5a 6.6a

0.5 dosis NPK + Jerami + 1 dosis PH 2 0.19a 0.14b 6.2a 3.7a

0.5 dosis NPK + 1 dosis PH 2 0.17a 0.15b 5.7a 4.6a

0.5 dosis NPK + 0.5 dosis PH 2 0.18a 0.17b 6.1a 7.1a

0.5 dosis NPK + Jerami + 0.5 dosis PH 2 0.17a 0.16b 6.8a 6.7a

Ket: 1) Sb:sebelum percobaan St:setelah percobaan

2) Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji t-student taraf 5 %

Berdasarkan hasil uji t-student, terjadi penurunan yang nyata terhadap ketersediaan hara N total dalam tanah antara sebelum dan setelah percobaan. Ketersediaan hara N dalam tanah setelah percobaan menunjukkan terjadinya penurunan dan penurunan hara N tertinggi terjadi pada perlakuan jerami + 0.5 dosis NPK + PH 2. Penurunan hara N diduga karena selain adanya serapan oleh tanaman, hara N juga diasimilasi oleh mikroba yang terkandung dalam pupuk hayati atau mikroba endogenous untuk membentuk protein, asam nukleat DNA dan RNA serta dinding sel mikroba. Pada kondisi tersebut maka akan terjadi persaingan penggunaan hara N anatara tanaman dan mikroba. Oleh sebab itu untuk mencegah immobilisasi N pada proses dekomposisi bahan organik yang mempunyai nisbah C/N tinggi, maka diperlukan masukan N-anorganik dalam lingkungan tersebut 0D¶VKXPet al., 2003).

Dokumen terkait