• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITISASI UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2002

Dalam dokumen makalah pranata (Halaman 39-44)

15. Kaveling/persil adalah suatu perpetakan tanah, yang menurut pertimbangan Pemerintah Daerah dapat dipergunakan untuk tempat mendirikan bangunan

3.1 KRITISASI UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2002

 Bab I : Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1

“(1) Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau

didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.”

Pasal 1 ayat 1 pada bab ketentuan umum mengandung ketidak jelasan mengenai wujud fisik bangunan itu sendiri, yang sesungguhnya tidak dapat terukur hanya dari fungsi, perlu diperjelas mengenai ukuran baku dari elemen bangunan semisal ukuran ketinggian dinding atau luasan minimal bangunan gedung itu sendiri.

Karena pada pelaksaannanya tidak semua wujud fisik hasil konstruksi dapat memenuhi salah satu maupun kesemua kriteria yang ada pada pengertian bangunan gedung diatas jika tidak dilengkapi dengan parameter terukur dari elemen konstruksinya tersebut.

 Bab II Asas, Tujuan, Dan Lingkup Pasal 3 ayat 1 “Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:

(1) mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;”

pasal 3 ayat 1 Bab II Asas, Tujuan dan Lingkup ini pengertian “serasi dan selaras dengan lingkungannya” tidak cukup jelas, dimana ruang lingkup penafsirannya terlalu luas dan tidak relevan dengan fenomena yang ada dimana arsitektur dewasa ini sudah kurang memperhatikan relevansi dengan lingkungan.

 Bab IV : Persyaratan Bangunan Gedung, Bagian Kedua Persyaratan Administratif Bangunan Gedung , Pasal 8 Ayat 2

“(2) Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung.”

Pasal 8 ayat 2 Bab IV ini mengandung sedikit keambiguan pada pernyataan “bagian bangunan gedung” karena mengisyarakat bahwa bangunan gedung dapat memiliki fungsi-fungsi utama yang berbeda.

 Paragraf 2 Persyaratan Peruntukan Dan Intensitas Bangunan Gedung, Pasal 10 ayat 2 “(2) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka

tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang memerlukannya.”

Pasal 10 ayat 2 paragraf 2 Bab IV Paragraf 2 ini tidak menerangkan mengenai sejauh apa informasi tersebut dapat diakses erta bentuk dan cara perolehannya. Pasal ini perlu diikuti lagi dengan tata cara tertulis amupun pedoman teknis.

 Paragraf 2 Persyaratan Peruntukan Dan Intensitas Bangunan Gedung, Pasal 11 ayat 2 “(2) Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau

prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.”

Pasal 11 Ayat 2 ini pernyataan “air” dan “fungsi lindung kawasan” ini kurang mewakili bentuk nyata yang ingin digambarkan pasal tersebut. Perlu diperjelas baik di pasalnya maupun penambahan pedoman teknis.

 Paragraf 2 Persyaratan Peruntukan Dan Intensitas Bangunan Gedung, Pasal 12 ayat 2 “(2) Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian bangunan gedung

yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan keamanan kesehatan, dan daya dukung lingkungan yang dipersyaratkan.”

Pasal 12 ayat 2 ini kurang relevan dengan fenomena pada saat ini karena tidak mengatur dengan tegas berapa banyak jumlah lantai basement yang diperbolehkan dalam satu bangunan gedung, yang pada dasarnya mempengaruhi struktur lapisan tanah. Perlu diperjelas dan dipertegas mengenai kaitannya dengan kondisi tanah/lingkungan tempat pembangunan. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai celah oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

 Paragraf 2 Persyaratan Peruntukan Dan Intensitas Bangunan Gedung, Pasal 13 ayat 2 “(2) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang

dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan,dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan

pembangunannya.”

Pasal 13 ayat 2 ini kurang diperjelas mengenai dampak dari pembangunan basement itu sendriri terhadap kondisi tanah asal, dimana factor keamanan saja tidak cukup. Pembangunan dalam tanah berpotensi merusak struktur lapisan tanah dan ekosistem yang sudah ada, oleh karenanya pasal ini perlu mencantumkan aspek diatas sebagai bahan pertimbangan.

 Paragraf 3, Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung, Pasal 14 ayat 1-2 dan 4 “(1) Persyaratan arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat

(1) meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.”

“(2) Persyaratan penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan

lingkunganyang ada disekitarnya.”

“(4) Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung,ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.”

Pada pasal 14 ayat 1, 2, 4 ini menyebutkan nilai-nilai sosial budaya dan lingkungan kedalam bentuk rancangan arsitektur sebagai persyaratan bangunan gedung. Pada kenyataanya nilai tersebut tidak memiliki parameter terukur. Dikhawatir pada aplikasiya dilapangan perda ini tidak akan diacuhkan karena dirasa dengan tidak adanya parameter tersebut tidak ada pihak yang dapat menyidik maupun menegur pemilik/pengguna bangunan gedung.

 Paragraf 4, Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan, Pasal 15 ayat 1

“(1) Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.”

Pada Pasal 15 Ayat 1 ini seharusnya pengendalian dampak lingkungan dapat diterapkan bagi seluruh jenis bangunan. Hal ini disebabkan dengan fenomena perubahan iklim global yang sedang terjadi, dimana jika pasal ini dapat direvisi, setidaknya pemerintah telah menetapkan langkah nyata dalam upaya penanggulangan fenomena tersebut.

 Paragraf 5, Prasyaratan Kemudahan, Pasal 29 ayat 4

“(4)Bangunan gedung dengan jumlah lantai lebih dari 5(lima) harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal (lift) yang dipasang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.”

Pada Pasal 29 Ayat 4 ini sesungguhnya bertujuan untuk menjamin kenyamanan transportasi pengguna bangunan namun sayangnya pasal ini justru menjadi beban bagi pengembang, karena untuk fungsi bangunan tertentu lift dapat tergolong sebagai salah satu sarana transportasi mewah dalam suatu bangunan. Perlu ada kejelasan mengenai jenis dan fungsi bangunan lebih lanjut dari pasal ini.

 Bab V1 : Peran Masyarakat Pasal 42, ayat 1-2

“(1) Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat : d. memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan;

e. memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam

f. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang 
 terhadap penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan, rencana teknis bangunan gedung tertentu, dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan

dampak penting terhadap lingkungan;

d. melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.”

“(2) Ketentuan mengenai peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

Pada pasal 42 ini tidak dijelaskan mengenai timbal balik apa yang didapat dari peran masyarakat itu sendiri, seharus hal tersebut dapat dicantumkan pada pasal ini sehingga masyrakat mendapat kan jaminan bahwa semua partisipasinya akan direspon, atau terbentuk hubungan timbal-balik yang nyata. Jika masyrakat paham bahwa partisipasinya dihargai, diharapkan pasal ini akan diterapkan secara lebih maksimal.

Bab VIII, Sanksi, Pasal 45 ayat 1

“Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat berupa:

 peringatan tertulis,

 pembatasan kegiatan pembangunan,

 penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan,

 penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;

 pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;

 pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;

 pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;

 perintah pembongkaran bangunan gedung. “

Pada pasal 45 ini sebaiknya ditambahkan dengan penolakan izin mendirikan bangunan dalam jangka waktu tertentu untuk melengkapi sanksi. Dengan begitu diharapkan pihak-pihak yang sudah sering melanggar UU tidak secara terus menerus melakukan kesalahannya. Dengan penolakan izin tersebut diharapkan pihak pengembang dapat lebih berhati-hati dalam membangun bangunan gedung.

Secara keseluruhan Undang-undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung ini sebagian besar meneangkan tentang pengertian, fungsi dan pemanfaatan bangunan gedung secara general yang sayangnya terkesan kurang aplikatif karena kurangnya penggambaran parameter terukur dari hal-hal yang sebenarnya ingin diatur melalui pasal ini. Serta pada beberapa pasal terdapat ketidakjelasan mengenai siapa objek pasal tersebut.

3.2 KRITISASI PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG

Dalam dokumen makalah pranata (Halaman 39-44)

Dokumen terkait