• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriyawan Kritikus dan Kurator Kriya

Dalam dokumen Pameran Besar Seni Kriya Undagi #1 (Halaman 54-59)

SENI KRIYA INDONESIA

5. Kriyawan Kritikus dan Kurator Kriya

Indonesia, juga langka akan Kriyawan Krititus, dan juga Kurator dalam bidang Kriya. Keberadaan mereka amat dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang produk-produk mana yang masuk kategori adiluhung atau yang massal. Melubernya karya-karya kriya plagiat perlu diputus mata rantainya oleh ketajaman pena sang kritikus. Demikian juga, hamparan karya kriya yang bersifat simulacra sudah selayaknya tidak lagi tersaji dalam suatu pameran.

Arranger Industri Kriya

Ketidak-terhubungan antara Kriyawan dengan Sang Market merupakan permasalahan utama bagi ekosistim seni kria. Sang Market lazimnya Pedagang Besar di suatu Negara sebagai pemasok Department Store yang menginginkan sejumlah produk kriya tertentu sebagai pemasok event tertentu seperti; natal, thanks giving day, imlek dsb. Mereka juga tidak ingin memesan sesuatu yang serupa dengan pemasok lainnya. Situasi seperti ini terjadi karena persaingan di Negara-Negara yang memiliki tingkat kesejahteraan tertentu, yang mampu membeli karya kriya dengan harga tinggi sebagai bagian dari prestisenya.

Dalam praktek, seringkali terjadi gap atau ketak-terhubungan antara Kriyawan yang sifatnya halus, perasa, dan cenderung percaya diri atau memaksakan ide-idenya, sementara Sang Marketer yang aktif, serta tidak banyak waktu untuk menerjemahkan keinginan pasar, sering kali memvisualkan apa yang menjadi harapannya dengan mendikte dan memberi sample karya dengan kriteria serta standar mutu tertentu. Perbedaan karakteristik, ditambah perbedaan kultur menjadikan cultural gap keduanya menjadi sumber masalah.

Hadirnya Arranger akan mengurai kebuntuan-kebuntuan antara Kriyawan dan Marketernya menuju keberhasilan industri seni kria, yaitu terwujudnya ekosistim kriya yang mensejahterakan. Arranger berkemampuan menuju ke arah itu. Talentanya mampu memotivasi serta mensinergikan ke-7 (tujuh) elemen industri kriya, Kriyawan melalui; pembentukan institusi ‘arranger’ kriya Indonesia yang bertugas a. Menemukan calon kreator kriya yang relevan dengan program pemerintah, b. Mempersiapkan semacam platform/template/pola tertentu untuk memfasilitasi ekosistim industri kriya yang mencakup 7 (tujuh) elemen utamanya yaitu; (1) proses penciptaan karya seni kriya (2) produksi (3) 'delivery’ (4) distribusi (5) media pementasan (6) pemasaran (7) konsumen/ audience.

Memuliakan Kriyawan sebagai Profesi

Negara memang peduli akan peran kriya sebagai motor penggerak perekonomian, maka Negara perlu hadir dan segera mungkin menemukan terobosan demi memecahkan kelangkaan Kriyawan itu. Salah satu solusinya adalah memuliakan Profesi Kriyawan layaknya Arsitek, Desainer, bahkan seorang Dokter. Negara perlu mendorong terciptanya Profesi Kriyawan memperoleh Regristrasi bahkan sertifikasi keahlian secara nasional.

Negara perlu memetakan apa saja bidang Kriya, siapa saja yang telah berpraktek sebagai Kriyawan dan siapa saja yang sedang menempuh studi secara akademik, maupun nyantrik/magang pada Kriyawan tertentu, juga perlu dipetakan seberapa luas komunitas perajin yang berperan penting sebagai pengganda kerja Kriyawan itu. Setelah itu, Negara baru dapat memetakan bidang-bidang kriya potensial dan mengatur regulasi, termasuk menciptakan lembaga pendidikan formal, pendidikan tambahan kepada Kriyawan tentang orientasi pasar. Akan tetapi, proses pelembagaan Kriyawan ini harus pula mencakup penggemblengan mentalitas perajin di komunitas-komunitas perajin, yang dilanjutkan berbagai pelatihan penguasaan teknik dan keterampilan (craftsmanship) yang tinggi agar mampu menghasilkan produk kriya yang berkualitas world class atau standar internasional.

Pengindustrian Karya Seni Kria

Industri Indonesia yang berbasis kriya, perlu meninjau keberlangsungan ekosistim seni kria yang mampu mensejahterakan ke-tujuh elemennya. Rumusan gagasan itu terkait sistim struktur sistem dinamai Pengindustrian Karya Seni Kria, serta upaya-upaya kunci yang perlu ditempuh dalam menegakkannya. Karya seni kriya merupakan bagian dari karya seni, sehingga proses penciptaannya mempunyai kesamaan dengan proses penciptaan teknologi, yaitu melalui proses kreatif. Upaya pengindustrian karya seni kriya ini merujuk model proses pengindustrian inteligensi oleh Sasmojo, 1999.

Pengindustrian seni kriya sebagai sesuatu yang setara dengan pengindustrian inteligensi yaitu sebagai tempat penyelenggaraan dan

pengelolaan proses-proses pegembangan karya pikir guna menghasilkan preskripsi teknologi, dan memfungsikannya di dalam proses-proses produksi. Rumusan tentang pengindustrian karya seni kriya, menuntut tersambungnya ketujuh komponen- komponen Pengindustrian Seni Kriya antara lain;

1. Komponen Pendidikan

Ia berperan sebagai sarana institusional pengembang kemampuan dan pembentukan para calon kreator di seni kriya. Selain melalui pendidikan formal, juga dapat dikembangkan kreator mandiri dengan belajar pada seorang maestro/empu dengan cara magang atau nyantrik. Peran 'Arranger' industri seni kriya sangat diperlukan guna menemukan kreator atau calon kreator melalui upaya-upaya: a. Sebagai mediator mempertemukan kreator ulung dengan seorang cantrik, b. Memotitivasi kreator mandiri/romantis untuk menemukan jati diri agar kelak mampu menjadi kreator ulung. c. Memfasilitasi kreator rasionalis/lulusan akademik untuk meningkatkan kemampuan melalui kegiatan penyegaran desain, d. Menciptakan forum komunikasi kreator seni kriya agar tercipta pengkayaan pengembangan desain.

Peran Arranger diperlukan untuk mendorong terjadinya kolaborasi seni, melalui cara; a. Pengkayaan ide terkait unsur-unsur desain, motif hias, pembauran gaya ataupun perluasan fungsi produk, b. Memberikan advis terhadap pola manajemen ataupun organisasi intern kreator, c. Memberikan advis kepada kreator terkait teknologi bahan, material, wama untuk memaksimalkan terwujudnya daya cipta, dan d. Membuka kemungkinan terjadinya pengembangan desain sebagai bagian dari pendidikan.

Terkait proses penciptaan karya seni kriya, calon kreator perlu dimotivasi oleh rangsangan tertentu, berupa; a. Dorongan kreativitas, b. Permintaan masyarakat sehari-hari, c. Terlestarikannya kebutuhan ritual/religi, dan d. Berkembangnya permintaan pasar/pesanan. Dalam proses artistik-kreatif itu terjadi proses unik, karena merefleksikan jiwa sang kreatornya, yang terefleksi pada produk yang dihasilkan. Menurut Yusuf Effendi, 1999, sedikitnya 13 jenis pengetahuan yang mempengaruhi daya cipta kreator antara lain; 1. Pemahaman genius loci atau spirit of place, 2 pengetahuan ketrampilan tradisional, 3. Pengetahuan bahan alam lokal atau indegenous

material, 4. Pemahaman misteri budaya tak tersentuh, 5. Pemahaman teknologi baru dan produk baru, 6. Kemampuan manajemen/wawasan pasar, 7. Pengetahuan sejarah/artefak/teknologi, 8. Pengetahuan teropong dunia/peristiwa dunia, 9. Pemahaman model as a fashion trend, 10. Pengetahuan pariwisata, 11. Pengolahan bahan baru, 13. Design as art. 3. Komponen Pengembangan

Merupakan aktivitas lanjutan untuk mentransformasikan karya pikir atau karya cipta menjadi sketsa atau model sempurna yang disebut mock-up/dummy. Bila kreator memiliki keterbatasan memvisualkan ide, ia dapat dibantu seorang visualizer. Peran Arranger di tahap ini, difokuskan kepada pemberian dukungan fasilitas kepada para kreator dalam menangani dan mengatasi masalah penyediaan material/ bahan baku sebagai media eksperimennya, melalui aktivitas; a. menghubungkan kreator dengan produsen material tertentu untuk membuat prospek kerjasama, b. membuka akses institusi keuangan atau donatur untuk memberikan dukungan dana bagi terwujudnya karya, c. menciptakan publikasi untuk 'awarenes' terhadap kehadiran karya cipta sang kreator.

4. Komponen Perancangan Sistem

Seringkali proses ini tidak dilalui kecuali untuk daya cipta rancangan untuk digandakan sebagai produk berukuran khusus atau jumlah massal, sehingga diperlukan pembuatan pola, lazimnya didasarkan ukuran standar internasional. Untuk produk busana, dikenal ukuran S, M, L, Extra L dan lainnya. Bagi produk sepatu dengan nomor 35, 36, 37 dan seterusnya. Pada mebel, dikenal ukuran meja kerja satu biro dan setengah biro. kriya tekstil mengenal ukuran lebar 90 cm, 115 cm, atau 150 cm. Demikian juga teknik pewarnaan, dikenal finishing 'glossy', textured', "mattpainted', dan sebagainya. Pembuatan pola ditujukan untuk memudahkan pembuatan dan pengulangan desain. Ada ’software’ tertentu pembuatan pola dengan teknik computer disebut ‘Polygon Marker Organizer' .

5. Komponen Uji Keandalan Dan Kelayakan

Merupakan proses produk kriya yang memerlukan pertimbangan keselamatan atas kemungkinan terjadinya kegagalan yang dapat merugikan atau mencelakakan konsumennya. Cara uji yang umum dilakukan berupa pengujian 'visual' berupa apresiasi produk dengan mengandalkan cita-rasa artistik. Proses ini terutama untuk memberikan penilaian terhadap produk kriya barang hadiah, barang dekorasi dan barang koleksi dengan cara memandangi secara seksama, menyentuh permukaan produk, memantas-mantas pada lokasi yang ingin ditempatkan, sampai dapat disimpulkan suatu persepsi artistik terhadap benda tersebut. Untuk kriya busana, apresiasi produk dilakukan melalui 'fitting' atau pengepasan dikenakan oleh model/peragawati atau cukup dengan 'manequin’/ boneka peraga. Uji keandalan dan kelayakan pada produk mebel dilakukan melalui uji coba langsung untuk menguji kekuatan sekaligus kenyamanannya.

Dalam dokumen Pameran Besar Seni Kriya Undagi #1 (Halaman 54-59)