BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Analisis Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
2.5.1 Kromatografi gas
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut- solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan
titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya kisaran 50oC- 350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2008).
Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan beberapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom yang diukur mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan puncak) (Gritter, dkk., 1991). Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.
2.5.1.1 Gas pembawa
Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni dan mudah diperoleh. Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2).
Keuntungannya adalah karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Pemiliihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai (Agusta, 2000).
2.5.1.2 Sistem injeksi
Sistem injeksi pada GC-MS dilakukan dengan menyuntikkan cuplikan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik (injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet (rubber septum). Ruang
suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu kolom. Seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).
2.5.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam (Gandjar dan Rohman, 2008). Kolom dapat terbuat dari tembaga, baja tahan karat, aluminium atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung, ataupun gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang. Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler (Agusta, 2000; McNair dan Bonelli, 1988).
Kolom kemas terdiri dari fase cair (sekurang- kurangnya pada suhu kromatografi) yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3 mm). Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah halusnya partikel fase diam ini. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara 60- 80 mesh (Gandjar dan Rohman, 2008).
Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) dengan ukuran 0,02-0,2 mm. Kolom kapiler kini lebih banyak digunakan untuk menganalisis komponen minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut yang memberikan hasil analisis dengan daya pisah yang tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi. Keuntungan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit dan pemisahan lebih sempurna (Agusta, 2000; Gandjar dan Rohman, 2008).
2.5.1.4 Fase diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, semi polar, dan polar. Berdasarkan minyak atsiri yang non polar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat non polar, misalnya SE-52 dan SE-54. Jika dalam analisis minyak atsiri digunakan kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar (tidak tajam) dan sebagian puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000).
2.5.1.5Suhu
a. Suhu injektor
Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkam cuplikan sedemikian cepat, tetapi sebaliknya suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (Gandjar dan Rohman, 2008).
b. Suhu kolom
Kromatografi gas didasarkan pada 2 sifat senyawa yang dipisahkan yakni, kelarutan senyawa dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau keatsiriannya (titik didih senyawa). Oleh karena tekanan uap berbanding langsung dengan suhu, maka suhu merupakan faktor yang utama pada kromatografi gas (Gandjar dan Rohman, 2008). Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal) atau pada suhu yang berubah secara terkendali (suhu diprogram,
temperature programming). GC isotermal paling banyak dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan.
Pilihan awal yang baik adalah suhu beberapa derajat dibawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu lainnya dengan laju yang diketahui dan terkendali pada waktu tertentu (Gritter, dkk., 1991).
c. Suhu detektor
Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan/fase diam tidak mengembun dan juga untuk mencegah pengembunan air atau hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan (McNair dan Bonelli, 1988).
2.5.1.6 Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisa kuanlitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah diantara fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2008).
Beberapa jenis detektor adalah Flame Photometric Detector (FPD) yang digunakan untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Nitrogen Phosphorous Detector (NPD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Electron Capture Detector (ECD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa organik kelompok elektrofilik (elektro negatif), seperti halogen, peroksida dan nitro. Mass Spectrometric Detector (MSD) yaitu merupakan sambungan langsung dari suatu spektrometer massa dengan suatu kolom dalam kromatografi gas kapiler.
2.5.2 Spektrometri Massa
Suatu spektrometer massa bekerja dengan membangkitkan molekul- molekul bermuatan atau fragmen- fragmen molekul baik dalam keadaan sangat hampa atau segera sebelum sampel memasuki ruang sangat hampa (Watson, 2010). Molekul senyawa organik pada spektrometer massa, ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil (Sastrohamidjojo, 2004).
Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia (masing-masing puncak pada kromatogram). Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e, massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut dengan spektrum massa. Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia. Selanjutnya, spektrum massa komponen kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi dengan cara dibandingkan dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu bank data (Agusta, 2000).
Spektrometer massa terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, ruang pengion dan percepatan, tabung analisis, pengumpul ion dan penguat dan pencatat. Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu.
Hal ini disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa. Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, dkk., 1986).