• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an. KG merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi yang signifikan dalm bidang elektronik, komputer dan kolom telah menghasilkan batas dekteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat. KG menggunakan gas sebagai gas pembawa/fase geraknya. Ada dua jenis kromatografi gas, yaitu (1) kromatografi gas-cair (KGC) yang fase diamnya berupa cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam; dan (2) kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya berupa padatan dan kadang-kadang berupa polimerik. Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel dalam inlet injektor pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi tiap komponen dengan detektor.

Sistem peralatan KG ditunjukan oleh gambar dibawah ini dengan komponen utama adalah

1. Kontrol dan penyedia gas pembawa; 2. Ruang suntik sampel;

3. Kolom yang diletakkan dalam oven yang di kontrol secara termostatik 4. Sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder); serta

1. Fase gerak

Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif; murni/kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor; dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen dan abu-abu untuk nitrogen).

2. Ruang suntik sampel

Lubang injeksi di desain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Desain yan populer terdiri atas saliran gelas yang kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu:

a) Injeksi langsung (Direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% sampel masuk menuju kolom.

b) Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.

c) Injeksi tanpa pemecahan (splitnes injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa kedalam kolom dan katup pemecah ditutup; dan

d) Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit dimasukan langsung ke dalam kolom.

Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap, karena kalau penyuntikanya melalui lubang suntik, dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi atau terjadi pirolisis.

3. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada KG. Ada 3 jenis kolom pada KG yaitu kolom kemas,(packing column) dan kolom kapiler (capillary column); serta kolom preparatif (preparative column). Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Panjang jenis kolom ini adalah 1-5 meter dengan diameter dalam 1-4 mm. Kolom kapiler sangat banyak dipakai karena kolom kapiler memberikan efisiensi yang timggi (harga jumlah pelat teori yang sangat besar > 300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks.

4. Detektor

Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah diantar fase diam dan fase gerak. Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial, dalam arti respons yang keluar dari detektor memberikan relasi yang linear dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang teresolusi. Kromatografi yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh KG disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasi dalam senyawa baku.

5. Komputer

Komponen KG selanjutnya adalah komputer. KG modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya (softwere) untuk digitalisasi signal detektor yang mempunyai beberapa fungsi antara lain :

 Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti aliran fase gas; suhu oven dan pemrograman suhu; penyuntikan sampel secara otomatis.

 Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan menggunakan grafik berwarna

 Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistik

 Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu (Rohman. 2009)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan penting di Indonesia, karena kakao sebagai penghasil devisa negara, sebagai sumber penghasil bagi petani maupun masyarakat lainnya. Indonesia merupakan salah satu produsen kakao utama di dunia setela Pantai Gading dan Ghana. Indonesia mempunyai tanaman kakao paling luas didunia yaitu sekitar 1.462.000 ha. Yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/th. Produktivitas kakao Indonesia hingga saat ini rata-rata masih rendah yaitu sekitar 900 kg/ha. Beberapa penyebabnya adalah bahan tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, tanaman yang sudah berumur tua, serta masalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Diperkirakan rata-rata kehilangan hasil akibat OPT mencapai 30% setiap tahunnya bahkan ada penyakit penting yang dapat mengakibatkan kematian tanaman(Karmawati et al.,2010). Sehingga dalam budidaya kakao pada umumnya sekitar 40% dari biaya produksi dialokasikan untuk biaya pengendalian OPT (Sulistyowati et al, 2003). Pengendalian hama pada tanaman kakao pada umumnya petani masih menggunakan insektisida kimiawi. Penggunaan insektesida kimiawi yang tidak tepat akan membawa dampak yang buruk lebih merugikan dibanding manfaat yang dihasilkan antara lain dapat menyebabkan timbulnya resistensi hama, munculnya hama sekunder, pencemaran lingkungan dan ditolaknya produk karena masalah residu yang melebihi ambang batas toleransi. Penggunaan insektesida kimiawi secara intensif, juga memberikan berbagai dampak yang tidak diinginkan, terkait dengan kerusakan ekosistem lahan pertanian, terganggunya ekosistem fauna dan flora di sekitar lahan pertanian dan kesehatan petani dan pekerja (Regnault-Roger, 2005). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya terjadi keracunan pestisida antara 44.000-2.000.000 orang dan dari angka tersebut yang terbanyak terjadi di negara berkembang (Siswanto et al.,2012).

Salah satu dampak negatif penggunaan pestisida yang kurang bijaksana adalah bahaya adanya residu pestisida pada produk tanaman yang dilindungi maupun pada lingkungan sekitar. Produk tanaman kakao Indonesia, biji keringnya digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk hilir dengan berbagai varian maupun produk antara (intermediate products), sebagian besar diekspor ke negara-negara maju. Negara pengimpor biji kakao umumnya sangat peduki terhadap aspek kesehatan maupun lingkungan. Oleh karena itu adanya residu bahan berbahaya sangat diperhatikan. Jepang yang merupakan salah satu pengimpor produk kakao dari Indonesia, sangat ketat memberlakukan residu bahan berbahaya, khususnya dari bahan agrokimia pestisida. Hal ini sangat penting bagi prospek pasar kakao Indonesia di pasar global mengingat berbagai negara pengimpor kakao saat ini sangat peduli terhadap masalah residu pestisida, karena berkaitan dengan kesehatan konsumen di negara tersebut (Soekadar, 2013). 1.2. Permasalahan

Apakah kadar klorpirfos yang terdapat pada perkebunan tanaman kakao di kabupaten Karo dan Kabupaten Labuhan Batu telah sesuai dengan kadar yang telah ditentukan?

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui kadar residu pestisida klorpirifos pada tanaman kakao di Kabupaten Karo dan Labuhan Batu.

1.4. Manfaat

Dapat mengetahui kadar residu pestisida pada klorpirifos pada tanaman kakao di Kabupaten Karo dan Kabupaten Labuhan Batu.

IDENTIFIKASI KLORPIRIFOS PADA KOMODITI KAKAO DENGAN

Dokumen terkait