• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

D. Kromatografi Lapis Tipis

1. Tinjauan Umum

Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam ( & ) dan fase gerak ( " & ) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya,yang terelusi lebih awal atau lebih akhir (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995b).

Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaan yang melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol dan penarikan yang diinduksi oleh dipol. Pada adsorben polar, pelarut yang polar diadsorbsi lebih kuat dibanding yang kurang polar. Hal ini berlaku sebaliknya pada adsorben non polar. Kompetisi antara substansi yang dikromatografi dan pelarut pada permukaan adsorben. Semakin polar substansi yang dikromatografi dibanding pelarut, semakin kuat substansi diadsorbsi dibandingkan fase gerak. Hal sebaliknya jika fase gerak lebih kuat diadsorbsi maka fase gerak akan menggantikan molekul yang dikromatografi sehingga dapat dielusi bersama fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

9

Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya (D), dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua fase (fase diam dan fase gerak). Dalam konteks kromatografi, nilai D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan dalam fase gerak (Cm).

D =

(1)

Apabila semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat dan semakin kecil nilai D maka migrasi solut semakin cepat. Solut aka terelusi menurut perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan (Gandjar dan Rohman, 2007).

KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulja dan Suharman, 1995). Metode ini paling sederhana dan paling banyak digunakan dibandingkan metode lain. Pemisahan dengan metode kromatografi planar terjadi secara paralel, berbeda dengan pemisahan pada kromatografi kolom yang terjadi secara berurutan ( . " . Pada metode KLT terdiri dari dua sistem yaitu fase diam dan fase gerak yang akan bermigrasi di sepanjang fase diam. Selama proses pengembangan, campuran akan terpisah dan terdistribusi antara fase diam dan fase gerak (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Dalam kromatografi lapis tipis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peralatan yang diguna semua laboratorium da Rohman, 2007).

2. Sistem KLT

a. Fase diam bahan penjerap (adsor penting untuk menentu anorganik atau organi sangat amorf dan berpo Silika gel me KLT (Rohman, 2007). mengandung substans Permukaan silika gel membentuk ikatan hid sebagaimana halnya ga

b. Fase gerak atau beberapa pelarut. berpori karena ada ga

igunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan ium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat

diam. Fase diam yang sering digunakan dalam (adsorben). Tingkat kemurnian dari adsorben men enentukan sifat adsorpsi, terkadang ketidakmurnia organik muncul pada proses manufaktur. Sifat d

berporus (Stahl,1969).

el merupakan bahan penjerap yang paling baik dig 007). Silika gel merupakan fase diam untuk KLT bstansi yang mana dapat berpendar dalam sin

a gel sangat polar oleh karenanya gugus h an hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesua nya gaya ! # / " dan atraksi dipol-dipol (Cl

Gambar 4. Struktur silika gel (Stahl, 1969)

gerak. Fase gerak adalah medium angkut yang te elarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam

da gaya kapiler (Stahl, 1985). Sistem yang pal

akan bahwa hampir cepat (Gandjar dan

dalam KLT adalah n menjadi hal yang murnian ( ) Sifat dari silika gel

aik digunakan dalam KLT seringkali juga m sinar ultraviolet. gus hidroksi dapat sesuai disekitarnya,

ol (Clark, 2007).

ang terdiri atas satu diam yaitu lapisan ng paling sederhana

11

adalah dengan menggunakan campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut dapat mudah diatur (Gandjar dan Rohman, 2007).

Komposisi dari fase gerak tergantung dari komposisi pelarut masing-masing yang dimodifikasi dengan interaksinya pada fase diam dan fase uap yang akan berubah selama proses pengembangan. Dalam kromatografi, pelarut mempunyai dua fungsi ganda yaitu bertanggungjawab untuk membawa sampel dan membentuk suatu sistem pemisahan. Kekuatan pelarut menentukan kemampuannya dalam membawa sampel melalui sistem dan selektivitas akan menentukan proses pemisahan (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011).

Tabel I. Indeks polaritas larutan kimia (Snyder, 1978)

Berikut adalah beberapa hal terkait dengan memilih dan mengoptimasi fase gerak:

1) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga R( terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai R(. Penambahan pelarut yang sedikit polar seperti dietileter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga R(

secara signifikan.

4) Solut-solut ionik dan solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat asam atau basa (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Aplikasi (penotolan) sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis akan optimal jika penotolan sampel dengan ukuran bercak sekecil mungkin dan sesempit mungkin. Penotolan sampel dapat dilakukan sebagai suatu bercak, pita atau dalam bentuk . (Gandjar dan Rohman, 2007).

Separasi dimulai dengan aplikasi totolan dengan diameter yang sempit, sehingga dapat memberikan pemisahan yang tinggi dan resolusi yang bagus. Aplikasi sampel dengan bentuk totolan bulat besar memberikan kerugian karena aplikasi sampel dengan zona bercak akan mengarah pada distribusi massa yang tidak teratur sehingga akan menghasilkan bentuk separasi yang tidak sempurna

13

(Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011). Berikut ini adalah contoh gambar penotolan sampel dengan berbagai bentuk:

Gambar 5. Penotolan sampel dalam bentuk bercak, pita dan zig zag (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011)

Keterangan: a. sesudah penotolan; b. sesudah pengembangan

Aplikasi sampel sangat berpengaruh pada kualitas pemisahan dan hasil secara kuantitatif. Aplikasi sampel yang buruk akan berpengaruh pada hasil selektivitas dari sistem pemisahan. Aplikasi sampel sedapat mungkin dilakukan secara otomatis jika untuk kepentingan kuantitatif. Hal ini dikarenakan variasi yang timbul dari aplikasi volume menjadi faktor utama dalam pengujian. Bercak totolan juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Bercak yang besar mengandung sampel seharusnya diaplikasikan untuk mendapat sensitivitas yang terbaik, tetapi totolan dengan diameter sekecil diperlukan untuk meningkatkan resolusi (Spangenberg, Poole dan Weins, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl. Jika volume sampel yang

a

b

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antara totolan (Gandjar dan Rohman, 2007). Berikut ini adalah gambar alat otomatis yang digunakan untuk aplikasi penotolan dalam KLT-Densitometri:

Gambar 6. Linomat V (CAMAG) (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011)

4. Pengembangan

Apabila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin. Penjenuhan fase gerak dilakukan menggunakan bejana yang dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar dan Rohman, 2007).

15

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Selama proses elusi, bejana kromatografi harus ditutup rapat.Penjenuhan bejana adalah suatu keadaan dimana fase uap masih dalam keadaan belum jenuh hingga penjenuhan dalam bejana diperoleh. Apabila lempeng KLT diletakkan di dalam bejana, maka molekul solven dari fase evaporasi akan menguap ke atas lempeng, dan proses saturasi sorpsi akan terjadi di permukaan lempeng. Saturasi sorpsi didefinisikan sebagai pemisahan lapisan pada keadaan equilibrium dengan fase uap yang jenuh. Apabila volume pori dari lapisan lempeng dipenuhi dengan fase uap maka keadaan ini disebut penjenuhan kapilaritas ( "" ) (Spangenberg, Poole, dan Weins, 2011).

Dokumen terkait