• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

H. Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh

suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari 2 fase,

salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah tertentu

dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya

perbedaan dalam absorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau

kerapatan muatan ion (Kemenkes RI, 2013).

Teknik kromatograafi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di

melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya. Umumnya zat terlarut

dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau

gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap seperti

halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau

dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam

dan fase gerak (Kemenkes RI, 2013).

Jenis-jenis kromatografi dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang

digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian FHI adalah Kromatografi Lapis

Tipis (KLT), Kromatografi Gas (KG), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT). KLT umumnya lebih banyak digunakan untuk tujuan identifikasi,

karena mudah dan sederhana serta memberikan pilihan fase diam yang lebih luas

dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari

suatu campuran (Kemenkes RI, 2013).

Dalam KLT, zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang

dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata, umumnya

digunakan lempeng kaca. KLT dapat memisahkan senyawa berdasarkan tigkat

kepolarannya. Perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu terhadap jarak

rambat fase gerak, diukur dari titik penotolan sampai titik yang memberikan

intensitas maksimum pada bercak, dinyatakan sebagai harga Rf (Kemenkes RI,

2013). Petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak pada KLT, antara

1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf antara

0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisihan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan meentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga

menentukan nilai Rf.

4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut

sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan

perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

I. Spektrofotometri

Spektrofotometri UV/Visibel memiliki prinsip yaitu radiasi pada rentang

panjang gelombang 200–700 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron pada ikatan dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga berada pada

keadaan energi yang lebih tinggi dalam proses menyerap sejumlah energi yang

melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam

ikatan molekul, panjang gelombang radiasi yang diserap semakin panjang

(Watson, 2010).

Absorpsi cahaya ultraviolet atau cahaya tampak mengakibatkan adanya

transisi elektronik, yaitu perpindahan elektron dari orbital dasar yang energinya

rendah menuju keadaan tereksitasi yang energinya lebih tinggi. Panjang

gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya

untuk memindahkan elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih

pendek dan begitu sebaliknya (Fessenden dan Fessenden, 1982).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis:

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal yang perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap

pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi

senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang

digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

 Reaksinya selektif dan sensitif

 Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel

 Hasil reaksi stabil dalam dalam jangka waktu yang lama

Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent

atau penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Waktu Operasional (Operating Time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau

pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran

yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara

waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna ini

meningkat sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil.

tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya turun

akibatnya absorbansinya juga turun (Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Pemilihan Panjang Gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih

panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan

antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada

konsentrasi tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang

maksimal, yaitu:

 Pada panjang gelombang maksimal, bentuk kurva kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan

absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

 Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

 Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika

digunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

d. Pembuatan Kurva Baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi

diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi

disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan reaksi ikutan

yang terjadi (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan

Absorban yang terbaca hendaknya antara 0,2 - 0,8 atau 15% - 70% jika

dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini ini berdasarkan anggapan bahwa

kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (Gandjar dan Rohman,

2007).

Dokumen terkait