• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antioksidan dan penetapan karakter ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) pohon inang teh (Camellia sinensis (L.) O.K) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji aktivitas antioksidan dan penetapan karakter ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) pohon inang teh (Camellia sinensis (L.) O.K) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH)."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

TEH DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH)

Dionisius Laffyanto 128114100

INTISARI

Pemakaian bahan alam semakin luas karena memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan menghambat suatu radikal bebas dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif menjadi radikal bebas relatif stabil. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakter dan aktivitas antioksidan tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G Price pohon inang tanaman teh. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan

Pengujian dilakukan dengan karakterisasi simplisia dan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga mengikuti parameter standar umum yang terdapat pada Materia Medika Indonesia Jilid V. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif menggunakan KLT dan secara kuantitatif menggunakan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH) yang dinyatakan dengan nilai Inhibition Concentration 50 (IC50). Keberadaan senyawa beraktivitas antioksidan akan mengubah

warna larutan dari ungu menjadi kuning. Kontrol positif yang digunakan adalah rutin. Hasil uji karakterisasi menunjukkan bahwa tumbuhan simplisia dan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga inang tanaman teh telah memenuhi standar umum pada MMI. Hasil kuantitatif aktivitas antioksidan menunjukkan terdapat aktivitas antioksidan lemah dengan nilai IC50 (2.003,666 ±

31,0215) µg/mL pada ekstrak diklorometan, (582,166 ± 6,6275) µg/mL pada ekstrak etil asetat, dan (160,8 ± 3,84317) µg/mL pada ekstrak metanol.

(2)

The used of natural materials more extensive because it has antioxidant activity. Antioxidant inhibit a free radical with the reaction of reactive free radical into a relatevely stable free radical. The study was conducted to determine the character and antioxidant activity of sisik naga plant (Pyrrosia piloselloides (L) M.G Price of host tree tea. It is one of the plant that have antioxidant activity.

The testing conducted with the characterization of simplicia and dichloromethane extract, ethyl acetate extract, and methanol extract of sisik naga plant of host tree tea following by a common parameters standard of Materia Media Indonesia 5th Volume. The antioxidant activity testing was conducted qualitatively by TLC and quantitatively with 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH) method which expressed as the value Inhibition Concentration 50 (IC50). The existence of active antioxidant compounds would

change DPPH color from purple to yellow. Rutin was a control positive at this study.

The result showed that the characterization of simplicia and methanol extract of sisik naga plant of host tree tea to qualified by a common parameters standard of Materia Media Indonesia 5th Volume. The IC50 were (003.666 ± 31.021) µg/mL of

dichloromethane extract, (582.166 ± 6.627) µg/mL of ethyl acetate extract, and (160.800 ± 3.8431) µg/mL of methanol extract. The quantitatively result of antioxidant activity was weak.

(3)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENETAPAN KARAKTER EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G

Price) POHON INANG TEH (Camellia sinensis (L.) O.K) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Dionisius Laffyanto

NIM : 128114100

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENETAPAN KARAKTER EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G

Price) POHON INANG TEH (Camellia sinensis (L.) O.K) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Dionisius Laffyanto

NIM : 128114100

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Nothing can stop God’s plan for your life

-Isaiah 14 : 27-

I can do all things through Christ who strengthens me

-Philippians 4 : 13-

God always gives his best to those who leave the choice with him

-Jim Elliot-

Be strong. Be brave. Be fearless. You’re not alone.

-Joshua 1 : 9-

Dengan mengucap syukur, Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberikan perlindungan, kekuatan dan pertolongan saat aku terjatuh

Papa, Mama, Mas Ogyk dan Mbak Tisa yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam

setiap langkahku dan kehidupanku

Orang tersayang dan sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku dan memberiku semangat

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan

penyertaanNya yang selalu menyertai penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan Dan Penetapan Karakter Ekstrak Tumbuhan Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) Pohon Inang Teh (Camellia sinensis (L.) O.K) dengan Metode 2,2-Diphenyl-1-Picrylhidrazil (DPPH)”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi (S.Farm) program studi Farmasi di

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian menyadari bahwa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini

tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulsi sangat mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayanti, M.Si., Ph.D., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan

pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan selama rancangan, pengusulan skripsi,

pelaksanaan penelitian, dan penulisan skripsi.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang menguji serta

memberi arahan, kritik, dan saran yang bersifat membangun bagi penulis.

4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku dosen penguji yang

menguji serta memberi arahan, kritik, dan saran yang bersifat membangun

(11)

viii

5. Segenap dosen Fakultas Farmasi yang tidak bisa disebutkan satu per satu

selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendidik, mengarahkan, dan

memberi nasihat-nasihat positif.

6. Bapak Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Mas

Bimo slaku laboran Laboratorium Kimia Analisis Instrumental, dan segenap

laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas segala bantuan untuk penulis

selama pelaksanaan penelitian

7. Keluarga (Papa, Mama, Mas Ogyk, dan Mbak Tisa) yang selalu memberikan

dukungan kepada penulis, baik secara moral maupun materil.

8. Eugenius Yogia dan Gama Nindya, sahabat dan teman seperjuangan dalam

penyelesaian skripsi atas segala dukungan, masukan, kritik, saran, keluh

kesah, canda, tawa kepada penulis selama proses dari awal hingga akhirnya

lulus bersama.

9. Dewita Cici Ernia, teman, sahabat, pacar yang tidak pernah berhenti untuk

selalu mengingatkan dan memberi dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

10. Natasha Queen Ferdinand, teman, sahabat, yang telah menemani penulis

ketika mengambil sampel dan membantu baik dalam hal moral dan selalu

memberikan dukungannya agar penulis segera menyelesaikan skripsi.

11. Seluruh teman-teman Farmasi angkatan 2012 dan teman-teman Mas Boy

2012 yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah berdinamika

(12)

ix

dilalui bersama dari awal Titrasi hingga sekarang ini, tidak lupa juga atas

dukungan doanya selalu kepada penulis.

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat

disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan pada

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi semua pihak.

Akhir kata, penulsi berharap agar skripsi ini dapt berguna bagi pembaca dan

pengemban ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Yogyakarta, 15 Januari 2016

(13)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

(14)

xi

1. Klasifikasi Tumbuhan ... 7

2. Morfologi Tumbuhan ... 7

3. Kandungan Kimia ... 8

B. Kandungan Kimia Metabolit Sekunder ... 9

C. Radikal Bebas ... 11

D. Antioksidan ... 13

E. Metode Uji Aktivitas Antioksidan ... 16

F. Tahap Pembuatan Simplisia ... 18

G. Ekstraksi ... 20

H. Kromatografi ... 22

I. Spektrofotometri ... 24

J. Landasan Teori ... 27

K. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

B. Variabel ... 29

C. Definisi Operasional ... 30

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 31

1. Bahan Penelitian ... 31

2. Alat Penelitian ... 31

E. Tata Cara Penelitian ... 32

1. Determinasi Tumbuhan ... 32

(15)

xii

3. Pembuatan Simplisia Tumbuhan Sisik Naga ... 32

4. Ekstraksi Tumbuhan Sisik Naga ... 33

5. Karakterisasi Ekstrak ... 33

a. Pemeriksaan Mikroskopik ... 33

b. Penetapan Kadar Abu Total ... 34

c. Penetapan Kadar Abut Tidak Larut Asam ... 34

d. Penetapan Kadar Sari Larut Air ... 34

e. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ... 35

f. Uji Kandungan Kimia Ekstrak ... 35

6. Uji Aktivitas Antioksidan ... 36

a. Uji Pendahuluan (Optimasi Panjang Gelombang DPPH) ... 36

b. Uji Pendahuluan (Penentuan Reaction Time) ... 36

c. Pembuatan Larutan ... 37

1) Pembuatan Larutan DPPH ... 37

2) Pembuatan Larutan Uji Ekstrak ... 37

3) Pembuatan Larutan Blanko ... 38

4) Pembuatan Larutan Standar Rutin ... 38

d. Pengujian Aktivitas Antioksidan ... 39

e. Perhitungan Nilai IC50 ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Determinasi Tumbuhan Sisik Naga ... 40

B. Pengumpulan Tumbuhan Sisik Naga ... 40

(16)

xiii

D. Penyerbukan Tumbuhan Sisik Naga ... 42

E. Ekstraksi Tumbuhan Sisik Naga ... 43

F. Pemeriksaan Mikroskopik ... 44

G. Karakterisasi Tumbuhan Sisik Naga ... 46

H. Kandungan Kimia Ekstrak ... 47

1. Pengujian Senyawa Minyak Atsiri ... 49

2. Pengujian Senyawa Flavonoid ... 52

3. Pengujian Senyawa Tanin ... 54

4. Pengujian Senyawa Steroid ... 56

F. Uji Aktivitas Antioksidan Tumbuhan Sisik Naga ... 57

1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 57

2. Penentuan Reaction Time / Operating Time (OT) ... 58

3. Uji Aktivitas Antioksidan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 69

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Macam ROS dan Antioksidan yang Menetralisir ... 14

Tabel II. Klasifikasi Serbuk Berdasarkan Nomor Mesh ... 42

Tabel III. % Kadar Uji Karakteristik Simplisia, Ekstrak Diklorometan, Etil Asetat, dan Metanol ... 47

Tabel IV. Nilai Rf Sampel dan Standar Eugenol ... 49

Tabel V. Nilai Rf Sampel dan Standar Rutin ... 51

Tabel VI. Nilai Rf Sampel dan Standar Asam Tanat ... 52

Tabel VII. Nilai Rf Sampel dan Standar β-sitosterol ... 54

Tabel VIII. Nilai IC50 Rutin dan Ekstrak Diklorometan, Etil Asetat, Metanol Tumbuhan Sisik Naga Pohon Inang Teh ... 59

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penangkapan radikal bebas metode DPPH ... 17

Gambar 2. Hasil uji mikroskopik dengan pembanding MMI Jilid V ... 45

Gambar 3. Hasil elusi KLT standar eugenol dan sampel ... 50

Gambar 4. Hasil elusi KLT standar rutin dan sampel ... 51

Gambar 5 hasil elusi KLT standar asam tanat dan sampel ... 53

Gambar 6. Hasil elusi KLT standar β-sitosterol dan sampel ... 55

Gambar 7. Grafik kurva Operating Time DPPH dan rutin ... 57

Gambar 8. Mekanisme reaksi radikal DPPH dengan senyawa antioksidan ... 58

Gambar 9. Mekanisme reaksi rutin dengan DPPH ... 58

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Tumbuhan Sisik Naga ... 70

Lampiran 2. Surat Determinasi Tumbuhan Sisik Naga ... 71

Lampiran 3. Penimbangan Serbuk Simplisia Tumbuhan Sisik Pohon

Inang Teh ... 72

Lampiran 4. Volume Maserasi Menggunakan Pelarut Diklorometan,

Etil Asetat, dan Metanol ... 72

Lampiran 5. Bobot Tetap dan % Rendemen Ekstrak Diklorometan,

Etil Asetat, dan Metanol Tumbuhan Sisik Naga Pohon

Inang Teh ... 73

Lampiran 6. Penimbangan dan % Rendemen Karakterisasi Simplisia

Dan Ekstrak Diklorometan, Etil Asetat, dan Metanol

Tumbuhan Sisik Naga Pohon Inang Teh ... 74

Lampiran 7. Penimbangan dan Perhitungan Konsentrasi DPPH untuk

Panjang Gelombang Maksimum ... 79

Lampiran 8. Hasil Panjang Gelombang Maksimum Metode DPPH ... 80

Lampiran 9. Penimbangan Dan Perhitungan Konsentrasi Rutin untuk

Penentuan Operating Time ... 80

Lampiran 10. Hasil Operating Time metode DPPH ... 81

Lampiran 11. Penimbangan dan Perhitungan Konsentrasi DPPH dan

Rutin Sebagai Kurva Pembanding ... 83

(20)

xvii

Antioksidan Rutin ... 86

Lampiran 13. Penimbangan dan Perhitungan Konsentrasi DPPH dan

Sampel Larutan Uji Untuk Kurva Sampel Uji ... 88

Lampiran 14. Hasil Pengukuran Absorbansi dan Perhitungan Aktivitas

Antioksidan Sampel Uji ... 94

Lampiran 15. Hasil Statistika Uji Normalitas dan uji t tidak

(21)

xviii

INTISARI

Pemakaian bahan alam semakin luas karena memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan menghambat suatu radikal bebas dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif menjadi radikal bebas relatif stabil. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakter dan aktivitas antioksidan tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) pohon inang Teh (Camellia sinensis (L.) O.K). Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan.

Pengujian dilakukan dengan karakterisasi simplisia dan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga mengikuti parameter standar umum yang terdapat pada Materia Medika Indonesia Jilid V. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif menggunakan KLT dan secara kuantitatif menggunakan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH) yang dinyatakan dengan nilai Inhibition Concentration 50 (IC50). Keberadaan senyawa

beraktivitas antioksidan akan mengubah warna larutan dari ungu menjadi kuning. Kontrol positif yang digunakan adalah rutin.

Hasil uji karakterisasi menunjukkan bahwa tumbuhan simplisia dan ekstrak metanol tumbuhan sisik naga pohon inang Teh telah memenuhi standar umum pada MMI. Hasil kuantitatif aktivitas antioksidan menunjukkan terdapat aktivitas antioksidan lemah dengan nilai IC50 (2.003,666 ± 31,021) µg/mL pada

ekstrak diklorometan, (582,166 ± 6,627) µg/mL pada ekstrak etil asetat, dan (160,800 ± 3,843) µg/mL pada ekstrak metanol.

(22)

xix

ABSTRACT

The used of natural materials more extensive because it has antioxidant activity. Antioxidant inhibit a free radical with the reaction of reactive free radical into a relatevely stable free radical. The study was conducted to determine the character and antioxidant activity of sisik naga plant (Pyrrosia piloselloides (L) M.G Price of host tree tea. It is one of the plant that have antioxidant activity.

The testing conducted with the characterization of simplicia and dichloromethane extract, ethyl acetate extract, and methanol extract of sisik naga plant of host tree tea following by a common parameters standard of Materia Media Indonesia 5th Volume. The antioxidant activity testing was conducted qualitatively by TLC and quantitatively with 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH) method which expressed as the value Inhibition Concentration 50 (IC50).

The existence of active antioxidant compounds would change DPPH color from purple to yellow. Rutin was a control positive at this study.

The result showed that the characterization of simplicia and methanol extract of sisik naga plant of host tree tea to qualified by a common parameters standard of Materia Media Indonesia 5th Volume. The IC50 were (003.666 ±

31.021) µg/mL of dichloromethane extract, (582.166 ± 6.627) µg/mL of ethyl acetate extract, and (160.800 ± 3.8431) µg/mL of methanol extract. The quantitatively result of antioxidant activity was weak.

(23)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pemakaian bahan alam saat ini semakin meluas seiring dengan besarnya

pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit

degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, serta gejala penuaan dini.

Masalah-masalah ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai

inhibitor reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu

pencetus penyakit-penyakit di atas (Tahir, Wijaya, Widianingsih, 2003).

Tanpa disadari, dalam tubuh manusia terbentuk radikal bebas secara terus

menerus, baik melalui proses metabolisme sel normal maupun akibat respon

terhadap pengaruh dari luar tubuh, seperti paparan polusi lingkungan, ultraviolet,

dan asap rokok. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron

tidak berpasangan (unpaired electron). Adanya elektron yang tidak berpasangan

menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara

menyerang dan mengikat elektron molekul sekitarnya misalnya protein, asam

lemak tak jenuh, dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari

molekul-molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal

bebas adalah asam lemak tak jenuh. Radikal bebas terbentuk melalui suatu reaksi

oksidasi, dimana radikal bebas yang terbentuk memiliki tingkat kereaktifan yang

tinggi sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan oksidatif yang

(24)

beragam penyakit seperti arterosklerosis, diabetes, sirosis, dan kanker

(Aruldoss and Thangavel, 2011).

Kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dapat dihambat oleh

antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan,

dimana senyawa tersebut mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi.

Antioksidan menghambat suatu radikal bebas dengan cara bereaksi dengan radikal

bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif dan relatif stabil (Fessenden

dan Fessenden, 1982). Tubuh secara alami memiliki antioksidan untuk membatasi

kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Salah satu contoh antioksidan

alami yang terdapat pada tubuh adalah enzim SOD (superoxyde dismutase).

Secara alamiah tubuh memiliki antioksidan di dalamnya, namun jumlahnya cukup

terbatas, oleh karena itu dibutuhkan asupan antioksidan tambahan dari luar tubuh.

Sumber antioksidan dapat berasal dari alam maupun sintetik. Antioksidan

sintetik menunjukkan adanya potensi sebagai agen penyebab kanker

(karsinogenik). Beberapa antioksidan sintetik menunjukkan dampak yang

merugikan pada kesehatan, meskipun tidak beracun pada tingkat yang biasa

digunakan, tetapi antioksidan sintetik terlibat dalam menimbulkan beberapa

penyakit, misalnya kanker. Oleh karena itu antioksidan yang berasal dari alam

lebih aman untuk dikonsumsi.

Tumbuhan paku-pakuan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

ekosistem hutan dan manusia. Ekosistem hutan, tumbuhan paku-pakuan berperan

dalam pembentukan humus dan melindungi tanah dari erosi, sedangkan dalam

(25)

kerajinan tangan, tanaman hias maupun sebagai obat-obatan tradisional

(Purnawati, Turnip, dan Lovadi, 2014).

Tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G Price merupakan

salah satu contoh dari tumbuhan paku-pakuan dengan familia Polypodiaceae

berupa tumbuhan herba yang hidup epifit pada pohon inang. Tumbuhan sisik naga

dapat hidup epifit pada tanaman teh, kopi, jambu, palem dan lain-lain. Tanaman

teh bersifat antioksidan dengan kandungan kimia utama senyawa fenol seperti

katekin dan epigallokatekin gallat (EGCG). Pada penelitian sebelumnya diperoleh

hasil ekstrak diklorometan tumbuhan sisik naga berefek antioksidan dengan nilai

IC50 12,82 ug/mL (Wulandari, Elya, Hanani, and Pawitan, 2013). Terdapat

perbedaan aktivitas antioksidan ekstrak tumbuhan benalu dengan inang tanaman

kepel, kedondong, srikaya dan teh. Perbedaan pohon inang menyebabkan

perbedaan kandungan kimia dalam tanaman sehingga menyebabkan efek

antioksidannya juga berbeda.

Tumbuhan sisik naga mengandung senyawa flavonoid, tanin, steroid atau

triterpenoid, minyak atsiri dan glikosida yang diduga berpotensi sebagai

antikanker. Kanker merupakan penyakit mematikan yang sulit diobati dan

penyebab utama kematian seluruh dunia (Sahid, Pandiangan, Siahaan, dan

Rumondor, 2013). Pemilihan pelarut yang sesuai merupakan faktor penting dalam

proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat menyari

sebagian besar metabolit sekunder dalam simplisia (Astarina, Astuti, dan

(26)

Penentuan karakter dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik

simplisia, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam,

penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, dan uji kandungan

kimia ekstrak menggunakan KLT.

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan adalah metode

DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl). Pada metode ini penangkap radikal bebas

menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan

penghilangan warna. Nilai aktivitas antioksidan diketahui melalui nilai IC50 yang

merupakan konsentrasi yang menyebabkan penurunan 50% dari konsentrasi

DPPH awal (Sunarni, 2005). Digunakan metode DPPH pada penelitian ini karena

metode ini sederhana, cepat, dilakukan dalam suhu ruangan dan mudah untuk

skrining aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini

terbukti akurat dan praktis (Prakash, Rigelhof, and Miller, 2001).

B. Permasalahan

1. Bagaimana karakter simplisia dan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan

metanol tumbuhan sisik naga pohon inang teh?

2. Bagaimana aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak

diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga pohon inang teh?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai uji aktivitas

antioksidan menggunakan metode DPPH ekstrak diklorometan, etil asetat, dan

metanol tumbuhan sisik naga pohon inang tanaman teh belum ada. Penelitian lain

(27)

Wulandari, Elya, Hanani, dan Pawitan, 2013 yang menguji aktivitas antioksidan

tumbuhan sisik naga menggunakan metode DPPH tetapi tidak meneliti karakter

dari simplisia dan ekstrak tumbuhan sisik naga.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai karakter dan aktivitas antioksidan pada ekstrak diklorometan, etil

asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga pohon inang teh yang diukur dengan

metode DPPH.

2. Manfaat praktis : penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang efek antioksidan yang terdapat pada tumbuhan sisik naga pohon inang

tanaman teh sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertahanan

tubuh manusia dari radikal bebas.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum : mengetahui karakter simplisia dan ekstrak diklorometan, etil

asetat, metanol tumbuhan sisik naga pohon inang tanaman teh dan aktivitas

antioksidan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga

pohon inang tanaman teh menggunakan metode DPPH.

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui karakter simplisia dan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan

(28)

b. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan yang dinyatakan dengan nilai IC50

pada ekstrak diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga

(29)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sisik Naga a. Klasifikasi Tumbuhan

Famili : Polypodiaceae

Genus : Drymoglossum

Spesies : Drymoglossum piloselloides (L.) C. Presl

Sinonim : Pyrrosia piloselloides (L.) M.G. Price

(United States Department of Agriculture, 2015).

Nama Daerah : Sumatra: picisan, sisik naga, sakat riburibu (Melayu).

Jawa: paku duduwitan (Sunda), pakis duwitan (Jawa)

(Anonim, 1989).

b. Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan sisik naga merupakan tumbuh-tumbuhan epifit kecil

dengan akar rimpang tipis, merayap jauh. Daun satu sama lain tumbuh

pada jarak yang pendek, tangkai pendek, tidak terbagi, pinggir utuh,

berdaging atau seperti kulit, permukaan buah tidak berbulu sama sekali

atau sedikit (Heyne, 1987).

Daun tumbuhan paku ini bulat dan kecil yang menyerupai sisik

naga. Daunnya ada 2, yaitu tropofil dan sporofil. Pada jenis yang tropofil,

daun berbentuk bulat dan kecil, sedangkan jenis sporofil daunnya lebih

(30)

Sporangium terdapat pada daun fertil (Purnawati, Turnip, dan Lovadi

2014).

Tumbuh-tumbuhan ini tersebar di seluruh Asia Tropik, di daerah

dengan musim kering yang banyak hujan, dari daerah datar hingga ± 1000

m di atas permukaan laut, tumbuh secara umum pada batang, dahan pohon

dan perdu yang daunnya tidak begitu lebat (Heyne, 1987). Tumbuhan paku

ini ditemukan di hutan kerangas, rawa dan gambut, menempel pada batang

pohon atau hidupnya epifit. Akarnya menjulur dan melekat kuat pada

inangnya (Purnawati, Turnip, dan Lovadi, 2014).

Tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G Price

merupakan salah satu familia Polypodiaceae berupa tanaman herba yang

hidup epifit pada pohon inang. Sisik naga dapat hidup epifit pada pohon

mangga, angsana, mahoni, flamboyan, ketapang, palma, nangka, kerai

payung, dan lain sebagainya (Sahid, Pandiangan, Siahaan, dan Rumondor,

2013).

c. Kandungan Kimia

Tumbuhan sisik naga mengandung senyawa flavonoid, tanin,

steroid atau triterpenoid, minyak atsiri dan glikosida falvonoid (Sahid,

Pandiangan, Siahaan, dan Rumondor, 2013). Metanol dapat melarutkan

flavonoid, glikosida flavonoid, tanin, steroid, senyawa fenolik, saponin,

dan alkaloid karena metanol merupakan pelarut universal yang memiliki

gugus polar (-OH) dan gugus non polar (CH3) sehingga dapat menarik

(31)

steroid dapat larut dalam senyawa non polar karena tersusun atas senyawa

triterpenoid. Triterpenoid tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30

yang menyebabkan sifatnya non polar sehingga dapat mudah terekstrak

dalam pelarut yang bersifat non polar. Senyawa triterpenoid juga dapat

terikat dengan gugus gula sehingga akan dapat tertarik oleh pelarut yang

bersifat semi polar bahkan pelarut polar (Astarina, Astuti, dan Warditiani,

2013). Digunakan 3 pelarut untuk ekstraksi yaitu diklorometan (non

polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar) untuk menyari senyawa

metabolit sekunder. (Yuhernita dan Juniarti, 2011).

B. Kandungan Kimia Metabolit Sekunder

Metabolit diklasifikasikan menjadi 2, yaitu metabolit primer dan

metabolit sekunder. Metabolit primer dibentuk dalam jumlah terbatas dan

digunakan untuk pertumbuhan dan kehidupan organisme. Metabolit sekunder

adalah senyawa kimia yang dibentuk pada biosintesis metabolit sekunder yang

terjadi setelah berlangsungnya biosintesis metabolit primer (Nofiani, 2008).

Kandungan utama dalam metabolit sekunder antara lain, saponins,

cardiac, dan cyanogenic glycosides, terpenoids, sterols, phenols,

phenilpropanoids, alkaloids, flavonoids, and tannins. Untuk saponins, cardiac /

cyanogenic glycosides yang terbentuk dari glukosa selama proses fotosintesis,

bisa juga terbentuk melalui respirasi dari asam amino dan metabolisme terpenoid.

Beberapa tanaman memiliki kemampuan untuk memproduksi sianida dan

glikosida sianogenik yang merupakan sitotoksin kuat dan inhibitor kompetitif

(32)

polisiklik aglikon baik dari steroid kolin maupun terpenoid (Bianchi and Canuel,

2011).

Terpenoid dan steroid termasuk dalam derivative isoprena polimer.

Ketika 2 isoprena tersebut bergabung akan membentuk monoterpenoid,

sesquiterpenoid terbentuk dari 3 unit isoprena, dan diterpenoid terbentuk dari 4

unit isoprena. Terpenoid termasuk di dalam triterpenoid, yang terbentuk dari

polimerisasi 6 unit isoprena. Steroid terdapat pada hampir semua jenis tanaman

(gymnoesperm dan angiosperm), dan juga pada jamur dan hewan. Pada tumbuhan,

steroid dibiosintesis dari cycloartenol (Bianchi and Canuel, 2011).

Fenol dibiosintesis oleh beberapa rute yang berbeda, dan demikian

merupakan kelompok heterogen. Walaupun sering dibilang memiliki kesamaan

dengan alkohol karena adanya gugus hidroksil (-OH), fenol tetap diklasifikasikan

secara terpisah karena –OH tidak terikat pada atom karbon jenuh. Fenol juga

mudah teroksidasi dan dapat membentuk polimer, umumnya adalah shikimate. 2

jalur dasar yang terlibat adalah asam shikimat dan asam malonat. Turunan lain

dari fenol antara lain, phenylpropanolol, kumarin, asam sinamat, asam sinapinic

dan coniferyl alkohol, fenol dan turunannya ini termasuk intermediet dalam

biosintesis lignin (Bianchi and Canuel, 2011).

Alkaloid dihasilkan oleh dekarboksilasi asam amino atau transaminasi

dari aldehida. Biosintesis alkaloid yang berbeda membutuhkan enzim yang

berbeda. Pada biosintesis opiate, enzimnya adalah tirosin / dopa dekarboksilase

(33)

Flavonoid adalah senyawa polifenol pada tumbuhan yang melindungi

dari ultraviolet dan sebagai media interaksi antara tumbuhan dan mikroba.

Beberapa golongan flavonoid, antara lain, flavonones, anthocyanes yang memberi

pigmentasi pada bunga (merah, kuning, dll) serta jaringan tumbuhan lainnya.

Flavonoid berbeda dari senyawa fenolik yang lain dilihat dari tingkat oksidasi

pada pusat cincin pyran dan sifat biologisnya (Bianchi and Canuel, 2011).

Flavonoid akan menunjukkan pemadaman bercak pada UV 254 nm

sedangkan pada UV 366 nm bercak akan berfluorosensi kuning gelap, hijau, atau

biru. Digunakan deteksi kimia semprot AlCl3 akan mengeluarkan warna kuning

pada flavonoid (Sari, Djannah, dan Nurani, 2010).

Tanin adalah senyawa polifenol yang mengikat dan mengendapkan

protein, biasanya dibagi menjadi tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin

terhidrolisis terdiri dari polyol-carbohydrate, dimana gugus -OH dari karbohidrat

sebagian atau seluruhnya diesterifikasi dengan golongan fenolik seperti asam

gallic dan asam ellagic. Tanin tersebut dihidrolisis oleh asam lemah untuk

produksi karbohidrat dan asam fenolat (Bianchi and Canuel, 2011).

C. Radikal Bebas

Dalam struktur atom dan molekul, elektron biasanya saling berpasangan

satu sama lainnya, setiap pasangan bergerak dalam orbitnya. Namun suatu kali

terdapat suatu spesies elektron yang keberadaanya mampu bergerak dalam orbital

namun dalam keadaan tanpa pasangan elektron. Spesies yang mampu bergerak

dalam orbitnya tanpa pasangan biasa masuk dalam istilah “free”. Atom tanpa

(34)

sehingga akan bersifat radikal dan akan mudah dalam berinteraksi dengan

senyawa-senyawa lain. Senyawa dengan elektron bebas tersebut disebut dengan

radikal bebas (Nonhebel and Walton, 1974).

Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan

elektron. Sebagai dampak kerja radikal bebas tersebut, akan terbentuk radikal

bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk

berpasangan dengan radikal sebelumnya. Namun, bila 2 senyawa radikal bertemu,

elektron-elektron yang tidak berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan

bergabung dan membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa

radikal bebas bertemu dengan senyawa bukan radikal bebas, akan terjai 3

kemungkinan :

1. Radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak berpasangan (reduktor)

kepada senyawa bukan radikal bebas.

2. Radikal bebas menerima elektron (oksidator) dari senyawa bukan radikal

bebas.

3. Radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan bebas (Winarsi, 2007).

Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh, dan

lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga molekul tersebut,

yang paling rentan terhadap radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh, akibatnya

dinding sel menjadi rapuh karena membran sel yang rusak akibat radikal bebas.

Senyawa oksigen reaktif ini juga mampu merusak bagian dalam pembuluh darah

sehingga meningkatkan pengendapan kolesterol dan menimbulkan aterosklerosis.

(35)

mengacaukan sistem info genetika, dan berlanjut pada pembentukan sel kanker

(Winarsi, 2007).

D. Antioksidan

Radikal bebas dari berbagai bentuk selalu dihasilkan dalam metabolisme

spesifik dalam tubuh dan dicegah dengan antioksidan yang dapat menangkal

radikal bebas tersebut. Ketika tingkat radikal bebas lebih tinggi daripada

antioksidan yang ada, hal ini dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif pada

jaringan dan bimolekul, sehingga dapat menyebabkan penyakit, seperti penyakit

kanker (Rajesh and Natvar, 2011).

Reactive Oxygen Species (ROS) adalah molekul oksigen yang sangat

reaktif dan di dalamnya pula mengandung radikal bebas. Jenis ROS termasuk

dalam radikal hidroksil, radikal anion superoksida, hidrogen peroksida, singlet

oksigen, radikal oksida nitrat, radikal hipoklorit, dan berbagai peroksida lipid.

Semuanya mampu bereaksi dengan membran lipid, asam nukleat, protein, dan

enzim, serta molekul kecil lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan sel

(Pervical, 1998).

Untuk melindungi sel-sel dan sistem organ tubuh dari ROS, terdapat

beberapa komponen dalam tubuh manusia sebagai antioksidan baik endogen

maupun eksogen yang dapat menetralisir radikal bebas, antara lain:

1. Nutrient-derived antioxidant, seperti asam askorbat (vitamin C), tocopherols

dan tocotrienols (vitamin E), karotenoid, dan senyawa dengan bobot molekul

(36)

2. Antioxidant enzymes, seperti superokside dismutase, glutathione peroxidase,

dan glutathione reductase

3. Metal binding proteins, seperti ferritin lactoferrin, albumin, dan

caruloplasmin (Pervical, 1998).

Tabel. I Macam ROS dan Antioksidan Yang Menetralisir (Pervical, 1998).

ROS SENYAWA ANTIOKSIDAN

Radikal Hidroksil Vitamin C, glutation, flavonoid, asam lipoic

Radikal Superoksida Vitamin C, glutation, flavonoid, SOD Hidrogen Peroksida Vitamin C, glutation, betakaroten,

vitamin E, CoQ10, flavonoid, asam lipoic

Lemak Peroksida Betakaroten, vitamin E, ubiquinone, flavonoid, glutation peroksidase

Sistem antioksidan secara alami telah tersedia di dalam tubuh seperti

superoksida dismutase (SOD) dan glutation-s-transferase (GST) serta antioksidan

yang berasal dari makanan seperti senyawa fenolik dan flavonoid. Kekurangan

antioksidan di dalam tubuh dapat berakibat perlindungan tubuh terhadap serangan

radikal bebas lemah (Pujimulyani, Raharjo, Marsono, dan Santoso, 2010).

Efek antioksidan mengacu pada senyawa fenolik seperti, flavonoid, asam

fenolat, dan diterpen fenolik. Senyawa tersebut dapat menghambat autooksidasi

melalui mekanisme penangkapan radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu

elektron yang tidak berpasangan dalam radikal. Setelah bereaksi dengan radikal

bebas dan menyumbangkan satu elektronnya antioksidan akan membentuk radikal

antioksidan namun radikal antioksidan bersifat tidak reaktif karena distabilkan

(37)

Aktivitas senyawa polifenol sebagai antioksidan meliputi 3 mekanisme,

antara lain:

1. Aktivitas penangkapan radikal bebas dengan proses transfer elektron

2. Mencegah spesies senyawa reaktif memproduksi katalisis melalui reaksi

logam

3. Interaksi dengan antioksidan lain untuk meningkatkan aktivitasnya

Antioksidan adalah suatu senyawa yang ketika dalam konsentrasi rendah

berada bersama substrat yang mudah teroksidasi secara signifikan mampu untuk

menunda atau menghambat reaksi oksidasi dari substrat tersebut (Cadenas and

Packer, 2002).

Secara umum antioksidan dibedakan menjadi dua yaitu antioksidan

enzimatis dan antioksidan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis disebut juga

sebagai antioksidan primer atau antioksidan endogenus. Suatu senyawa dapat

dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen

secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang

terbentuk segera menjadi senyawa yang lebih stabil. Contoh antioksidan enzimatis

adalah superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase.

Antioksidan non enzimatis disebut juga sebagai antioksidan sekunder atau

antioksidan eksogenus. Kerja sistem antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara

memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara

menangkap radikal bebas sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan

(38)

E. Metode Uji Aktivitas Antioksidan

Ada beberapa metode uji aktivitas antioksidan antara lain, metode

deoksiribosa, ABTS, DPPH, dll. Metode deoksiribosa atau hydroxyl radical

scavenging assay merupakan suatu metode pengukuran aktivitas antioksidan

untuk menghambat radikal bebas. Prinsipnya adalah radikal hidroksil yang

dihasilkan oleh reakis kompleks Re-EDTA akan menyerang deoksiribosa

sehingga menghasilkan malonaldehida (MDA), setelah pemanasan dengan

penambahan asam tiobarbiturat menghasilkan kromogen warna merah. Senyawa

yang memiliki aktivitas antioksidan akan memudarkan kromogen warna merah

(Halliwell, Gutteridge, and Auroma, 1987).

Metode ABTS (asam 2,2-azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat)

merupakan senyawa radikal kation yang lebih reaktif dibandingkan dengan

metode DPPH. ABTS merupakan senyawa yang larut air dan stabil secara kimia.

Kemampuan relatif antioksidan untuk mereduksi ABTS dapat diukur dengan

spektrofotometri pada panjang gelombang 734 nm. perbandingan antara uji

sampel dengan baku diekspresikan sebagai TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant

Activity) (Pokorny, Yanishlieva, and Gordon, 2001).

Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji

dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang

gelombang 517 nm dengan warna ungu. Penangkap radikal bebas menyebabkan

elektron menjadi berpasangan dengan adanya donor hidrogen yang kemudian

(39)

sebanding dengan jumlah elektron yang diambil, dan sebagai konsekuensinya

absorbansi dari DPPH juga menurun (Shekar and Anju, 2014).

Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak

untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen

penghambatan. Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan

adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition

Concentration (IC50), yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan 50% (Molyneux, 2004).

Gambar 1. Penangkapan radikal bebas metode DPPH (Prakash, Rigelhof, and Miller, 2001).

Kelebihan metode DPPH antara lain sederhana, cepat, dilakukan dalam

suhu ruangan dan mudah untuk skrining aktivitas penangkap radikal beberapa

senyawa, selain itu metode ini terbukti akurat dan praktis. Kelemahannya hanya

dapat larut dalam media organic (terutama alkohol), tidak pada media aqueous

sehingga membatasi kemampuannya dalam penentuan peran antioksidan

(40)

F. Tahap Pembuatan Simplisia

Tahap pembuatan simplisia antara lain, sortasi basah, pencucian,

perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan, serta

pemeriksaan mutu (Prasetyo dan Inoriah, 2013).

Tumbuhan yang didapatkan disortasi basah terlebih dahulu untuk

memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing selain bahan simplisia,

misalnya, tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta

kotoran lain harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam

jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut

dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Kemudian dilakukan pencucian untuk

menghilangkan tanah dan kotoran lain yang melekat pada bahan simplisia

(Prasetyo dan Inoriah, 2013).

Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih mengalir pada

simplisia. Cara ini sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia.

Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba

pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada

permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba (Prasetyo

dan Inoriah, 2013).

Setelah pencucian, dilakukan pengeringan dengan tujuan untuk

mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam

waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi

(41)

tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu merupakan media pertumbuhan

kapang jasad renik lainnya. Enzim dalam sel, masih dapat bekerja menguraikan

senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih

mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan

kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya

keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,

transformasi, dan penggunaan isi sel. Reaksi enzimatik tidak berlangsung bila

kadar air dalam simplisia kurang dari 10% (Prasetyo dan Inoriah, 2013).

Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari dengan cara simplisia

diletakkan 1 lapis dalam tempat bersih kemudian ditutup dengan kain hitam

kemudian dimasukkan di dalam oven. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama

proses pengeringan adalah suhu udara, kelembaban udara, aliran udara, waktu

pengeringan, dan luas permukaan bahan (Prasetyo dan Inoriah, 2013).

Pembuatan simplisia dengan cara menjemur di bawah sinar matahari

langsung memiliki banyak kelemahan yaitu sangat tergantung dengan cuaca, suhu

yang tidak terkontrol dan rawan terhadap kontaminasi. Suhu yang tidak terkontrol

dapat menyebabkan kerusakan pada bahan diantaranya, terpenoid hidrokarbon,

minyak atsiri, seskuiterpen lakton, dan senyawa-senyawa yang memiliki ikatan

rangkap (Ma’mun et al, 2006).

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir

pembuatan simplisia. Tujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti

bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang

(42)

penyimpanan menggunakan wadah yang bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi

dengan isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan

warna, bau, rasa, dan sebagainya. Selain itu wadah harus melindungi simplisia

dari cemaran mikroba, kotoran dan serangga, serta mempertahankan senyawa

aktif yang mudah menguap atau terhindar dari sinar matahari (Prasetyo dan

Inoriah, 2013).

G. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan pemisahan zat aktif jaringan tanaman atau hewan

dari komponen inaktif atau inert dengan menggunakan pelarut yang selektif sesuai

dengan prosedur standar. Tujuan dari prosedur standar untuk ekstraksi simplisia

adalah mendapatkan zat aktif yang diinginkan. Ekstrak yang diperoleh mungkin

siap untuk digunakan sebagai agen obat dalam bentuk tincture dan ekstrak cair,

atau dapat diproses lebih lanjut untuk dimasukkan dalam bentuk sediaan seperti

tablet atau kapsul. Ekstrak yang diperoleh juga dapat difraksinasi untuk

mengisolasi suatu senyawa kimia yang lebih spesifik. Beberapa teknik ekstraksi

yang sering digunakan adalah maserasi, perkolasi, digesti, dan sokletasi (Handa,

Khanuja, Longo, and Rakesh, 2008). Terdapat 2 cara ekstraksi menggunakan

pelarut, yaitu cara dingin dan cara panas. Untuk yang cara dingin antara lain:

1. Maserasi

Proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi,

maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

(43)

pengadukan secara kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan

ekstraksi dengan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat

pertama dan seterusnya. Metode ini merupakan pilihan terbaik untuk

ekstraksi simplisia yang mengandung senyawa-senyawa yang termolabil

(Depkes RI, 2000).

2. Perkolasi

Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak

yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).

Untuk ekstraksi cara panas, antara lain:

1. Digesti

Maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang

lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu umumnya dilakukan pada

temperatur 40º-50º C (Depkes RI, 2000).

2. Sokletasi

Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstran dengan adanya pendingin balik. Metode ini

tidak dapat digunakan untuk senyawa-senyawa yang termolabil karena

pemanasan yang dapat menyebabkan degradasi senyawa tersebut (Depkes

(44)

3. Refluks

Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampa 3-5 kali sehinggan dapat diperoleh proses ekstraksi

sempurna (Depkes RI, 2000).

4. Infus

Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur 96º-98º C selama

15-20 menit (Depkes RI, 2000).

5. Dekok

Infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai

titik didih air. Ekstraksi ini digunakan untuk simplisia yang mengandung

senyawa larut air dan stabil terhadap pemanasan (Depkes RI, 2000).

H. Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh

suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari 2 fase,

salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah tertentu

dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya

perbedaan dalam absorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau

kerapatan muatan ion (Kemenkes RI, 2013).

Teknik kromatograafi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di

(45)

melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya. Umumnya zat terlarut

dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau

gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap seperti

halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau

dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam

dan fase gerak (Kemenkes RI, 2013).

Jenis-jenis kromatografi dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang

digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian FHI adalah Kromatografi Lapis

Tipis (KLT), Kromatografi Gas (KG), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT). KLT umumnya lebih banyak digunakan untuk tujuan identifikasi,

karena mudah dan sederhana serta memberikan pilihan fase diam yang lebih luas

dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari

suatu campuran (Kemenkes RI, 2013).

Dalam KLT, zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang

dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata, umumnya

digunakan lempeng kaca. KLT dapat memisahkan senyawa berdasarkan tigkat

kepolarannya. Perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu terhadap jarak

rambat fase gerak, diukur dari titik penotolan sampai titik yang memberikan

intensitas maksimum pada bercak, dinyatakan sebagai harga Rf (Kemenkes RI,

2013). Petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak pada KLT, antara

(46)

1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf antara

0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisihan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan meentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga

menentukan nilai Rf.

4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut

sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan

perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

I. Spektrofotometri

Spektrofotometri UV/Visibel memiliki prinsip yaitu radiasi pada rentang

panjang gelombang 200–700 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa.

Elektron pada ikatan dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga berada pada

keadaan energi yang lebih tinggi dalam proses menyerap sejumlah energi yang

melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam

ikatan molekul, panjang gelombang radiasi yang diserap semakin panjang

(Watson, 2010).

Absorpsi cahaya ultraviolet atau cahaya tampak mengakibatkan adanya

transisi elektronik, yaitu perpindahan elektron dari orbital dasar yang energinya

rendah menuju keadaan tereksitasi yang energinya lebih tinggi. Panjang

gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya

(47)

untuk memindahkan elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih

pendek dan begitu sebaliknya (Fessenden dan Fessenden, 1982).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis:

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal yang perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap

pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi

senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang

digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

 Reaksinya selektif dan sensitif

 Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel

 Hasil reaksi stabil dalam dalam jangka waktu yang lama

Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent

atau penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Waktu Operasional (Operating Time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau

pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran

yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara

waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna ini

meningkat sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil.

(48)

tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya turun

akibatnya absorbansinya juga turun (Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Pemilihan Panjang Gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih

panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan

antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada

konsentrasi tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang

maksimal, yaitu:

 Pada panjang gelombang maksimal, bentuk kurva kepekaannya juga

maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan

absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

 Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar

dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

 Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika

digunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

d. Pembuatan Kurva Baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi

diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi

(49)

disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan reaksi ikutan

yang terjadi (Gandjar dan Rohman, 2007).

e. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan

Absorban yang terbaca hendaknya antara 0,2 - 0,8 atau 15% - 70% jika

dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini ini berdasarkan anggapan bahwa

kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (Gandjar dan Rohman,

2007).

J. Landasan Teori

Sisik naga merupakan tumbuh-tumbuhan epifit kecil dengan akar

rimpang tipis, merayap jauh. Daun satu sama lain tumbuh pada jarak yang

pendek, tangkai pendek, tidak terbagi, pinggir utuh, berdaging atau seperti kulit,

permukaan buah tidak berbulu sama sekali atau sedikit. Tumbuhan sisik naga

mengandung minyak atsiri, terpenoid, fenol, tanin, flavonoid, saponin, steroid.

Penentuan karakter simplisia dan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan

metanol tumbuhan sisik naga dilakukan dengan uji pemeriksaan mikroskopik

simplisia berupa serbuk simplisia, akar, batang dan daun, kemudian penetapan

kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut air, penetapan kadar sari tidak

larut asam, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, dan uji

kandungan kimia ekstrak menggunakan KLT.

Tumbuhan sisik naga mengandung senyawa flavonoid, tanin, steroid atau

triterpenoid, minyak atsiri dan glikosida falvonoid (Sahid, et al, 2013). Metanol

dapat melarutkan flavonoid, glikosida flavonoid, tanin, steroid, senyawa fenolik,

(50)

gugus polar (-OH) dan gugus non polar (CH3) sehingga dapat menarik

analit-analit yang bersifat polar maupun non polar. Minyak atsiri dan steroid dapat larut

dalam senyawa non polar karena tersusun atas senyawa triterpenoid. Triterpenoid

tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30 yang menyebabkan sifatnya non

polar sehingga dapat mudah terekstrak dalam pelarut yang bersifat non polar.

Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan

suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang

517 nm dengan warna ungu. Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron

menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang

sebanding dengan jumlah elektron yang diambil.

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah

harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition

Concentration (IC50), yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%.

K. Hipotesis

1. Karakter simplisia dan ekstrak diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan

sisik naga pohon inang tanaman teh sudah memenuhi standar.

2. Ekstrak diklorometan, etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga pohon

(51)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan rancangan

acak lengkap pola searah. Merupakan jenis penelitian eksperimental karena

penelitian ini mencari hubungan sebab akibat dari ekstrak diklorometan, etil

asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga yang menempel pada pohon inang teh

yang digunakan dengan nilai IC50 yang dihasilkan. Rancangan acak karena

pengambilan sampel tumbuhan sisik naga yang menempel pada pohon inang teh

dilakukan secara acak, tidak ada pemilihan secara khusus. Rancangan lengkap

karena terdapat kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok perlakuan.

B. Variabel

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak diklorometan,

etil asetat, dan metanol tumbuhan sisik naga pohon inang teh.

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah aktivitas antioksidan

tumbuhan sisik naga pohon inang teh (%IC).

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah waktu pemanenan,

waktu inkubasi, suhu pada saat inkubasi.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi cuaca

pada tempat tumbuh tumbuhan, umur tumbuhan yang dipanen, dan

(52)

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak diklorometan tumbuhan sisik naga pohon inang teh adalah hasil dari

proses maserasi simplisia kering tumbuhan sisik naga pohon inang teh yang

menggunakan menggunakan pelarut dikloromethan sampai filtrat jernih.

2. Ekstrak etil asetat tumbuhan sisik naga pohon inang teh adalah hasil dari

proses maserasi simplisia kering tumbuhan sisik naga pohon inang teh yang

menggunakan menggunakan pelarut asetat sampai filtrat jernih.

3. Ekstrak metanol tumbuhan sisik naga pohon inang teh adalah hasil dari

proses maserasi simplisia kering tumbuhan sisik naga pohon inang teh yang

menggunakan menggunakan pelarut metanol sampai filtrat jernih.

4. Penetapan karakter tumbuhan sisik naga pohon inang teh meliputi

pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu

tidak larut asam, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut

etanol, dan uji kandungan kimia ekstrak sisik naga.

5. Persen inhibition concentration (%IC) adalah nilai yang diperoleh dari selisih

absorbansi larutan kontrol (tanpa sampel sisik naga) dan larutan dengan

sampel sisik naga dibagi larutan kontrol dikalikan 100%.

6. Inhibition Concentrations 50 (IC50) merupakan nilai konsentrasi ekstrak

tanaman sisik naga yang menghasilkan penangkapan 50% radikal bebas

(53)

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Penelitian

Tumbuhan

Tumbuhan yang diteliti adalah tumbuhan sisik naga yang tumbuh

pada pohon inang teh diperoleh dari perkebunan teh di daerah

Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah dan telah diidentifikasi di

Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

Bahan Kimia

Air suling, bahan kualitas teknis Brataco Chemica, yaitu

dikorometan, etil asetat, metanol, bahan berkualitas pro analitik (E.Merck)

yaitu, toluen, asam asetat, metanol, n-butanol, lempeng silika, eugenol,

alumunium klorida, besi 3 klorida, dan bahan kualitas pro analitik Sigma

Chem Co., USA meliputi, DPPH, Rutin, Asam tanat, β sitosterol.

2. Alat penelitian

Alat penggiling, bejana maserasi, peralatan kromatografi lapis tipis,

pH meter (Eutech Instrumen pH 510) penguap putar (rotary evaporator)

(Buchi R-205, Jerman), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U 2000, Jepang),

(54)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan sisik naga pohon inang teh dilakukan di

Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta menggunakan bahan acuan United States Department of

Agriculture.

2. Pengumpulan Tumbuhan Sisik Naga

Tumbuhan sisik naga pohon inang tanaman teh diambil dari

perkebunan Teh Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah tanggal 16 Mei 2015

pukul 06.00 WIB.

3. Pembuatan Simplisia Tumbuhan Sisik Naga

Tumbuhan sisik naga pohon inang teh yang didapat dilakukan sortasi

basah untuk menghilangkan pengotor serta tumbuhan lain. Setelah itu

pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel seperti

debu dan serangga. Bagian daun dipisahkan dari bagian tumbuhan lain yang

terikut saat pengumpulan. Kemudian dicuci dengan air mengalir untuk

menghilangkan kotoran yang melekat lalu ditiriskan sampai sisa air

menghilang. Tumbuhan sisik naga dikeringkan dalam oven pada suhu 40º C.

Dikatakan kering jika daun dapat hancur ketika diremas dengan tangan.

Setelah kering, tumbuhan sisik naga pohon inang teh disortasi kering untuk

menghilangkan pengotor-pengotornya. Tumbuhan sisik naga pohon inang teh

yang telah disortasi kering kemudian diserbuk menggunakan blender, lalu

(55)

4. Ekstraksi Tumbuhan Sisik Naga

Serbuk kering tumbuhan sisik naga pohon inang teh ditimbang kurang

lebih 100 g dimaserasi dengan pelarut diklorometan. Kemudian dilakukan

remaserasi dengan pelarut sama sampai filtrat hasil maserasi jernih. Hasil

maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan vacuum

rotary evaporator pada suhu lebih kurang 500 C sehingga diperoleh ekstrak

kental diklorometan. Ampas dikeringkan kemudian dimaserasi kembali

dengan pelarut etil asetat dan diremaserasi hingga hasil maserasi jernih. Hasil

maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan vacuum

rotary evaporator pada suhu lebih kurang 500 C sehingga diperoleh ekstrak

kental diklorometan. Ampas dikeringkan kemudian dimaserasi kembali

dengan pelarut metanol dan diremasirasi hingga hasil maserasi jernih kemudian

hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum

rotary evaporator pada suhu lebih kurang 500 C sehingga diperoleh ekstrak

kental etil asetat dan ekstrak kental metanol. Masing-masing ekstrak ditimbang

dan dihitung rendemen ekstrak.

5. Karakterisasi Ekstrak

a. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik tumbuhan sisik naga pohon inang teh

dilakukan dengan menggunakan bagian dari penampang melintang dan

penampang membujur daun serta batang tumbuhan sisik naga dan serbuk

(56)

pemotong khusus dengan bantuan kloralhidrat yang kemudian dipanaskan

untuk melihat fragmen pengenal pada tumbuhan.

b. Penetapan Kadar Abu Total

Timbang seksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan

dan masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan

perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan cara

ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring melalui

kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan

dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan

hingga bobot tetap.kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji,

dinyatakan dalam % b/b.

c. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total

dengan 25 mL asam klorida ence LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian

yang tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang

tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam

% b/b.

d. Penetapan Kadar Sari Larut Air

Timbang seksama lebih kurang 5 g serbuk (4/18) yang telah

dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100

mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan

Gambar

Tabel I.
Tabel. I Macam ROS dan Antioksidan Yang Menetralisir (Pervical, 1998).
Gambar 1. Penangkapan radikal bebas metode DPPH (Prakash, Rigelhof, ,
Tabel II. Klasifikasi Serbuk Berdasarkan Nomor Mesh (Sigma-Aldrich,
+7

Referensi

Dokumen terkait

[9] yang merupakan penghasil arus yang andingkan dengan koil standar, sehingga akan diperoleh suhu bunga api busi yang tinggi yang dapat membantu proses pembakaran dalam

Penyambungan pada saat batang bawah masih berumur sangat muda ini dikenal dengan istilah "Mini Grafting", dengan beberapa keuntungan sebagai berikut

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mengetahui kedudukan dari M.O.U diperlukan suatu pengamatan yang jeli terhadap substansi yang terdapat dalam M.O.U tersebut,

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemahaman perpajakan, tarif pajak, sanksi pajak, mekanisme pembayaran pajak, kesadaran wajib pajak dan kualitas

Berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat diketahui bahwa transaksi jual beli ikan secara tumpukan yang dilakukan oleh penjual dan pembeli di pasar ikan Lamnga dapat disebut

Pemilihan dalam menerapkan suatu konsep perhitungan cicilan kredit,khususnya kredit kepemilikan rumah berdasarkan kebijakan manajemen bank itu sendiri yang tentunya

Berdasarkan hasil studi dengan adanya kegiatan perguruan tinggi yang menyebabkan tarikan dan bangkitan, maka kegiatan-kegiatan tersebut berpengaruh besar terhadap