Tugas Akhir
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : Rio Dwi Hapsoro
20120130044
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Tugas Akhir
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : Rio Dwi Hapsoro
20120130044
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta,
Jangan berhenti berbuat baik, karena perbuatan
yang baik akan menghasilkan kebaikan-kebaikan
yang lain”.
“Berusahalah, karena janji Allah itu pasti”.
“Kejarlah suksesmu, karena kesuksesan tidak akan
Pengasih, Maha Penyayang, serta Maha Pemberi Nikmat, penulis mempersembahkan skripsi ini untuk :
1. Kedua orangtua tercinta, yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, do’a, motivasi, dan dukungan.
2. Kedua dosen pembimbing tugas akhir, Bapak Teddy Nurcahyadi, S.T., M.Eng dan Bapak Wahyudi, S.T., M.Eng. yang selalu sabar membimbing, arahan, dan masukan selama pelaksanaan tugas akhir.
3. Dosen penguji, Tito Hadji Agung Santosa, S.T., M.T. yang telah bersedia menguji, memberikan masukan, dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis. 4. Laboran laboratorium teknik mesin, Bapak Joko Suminto dan Bapak Mujiarto
atas bantuan penyediaan alat bantu sehingga tugas akhir dapat berjalan dengan lancar.
5. Indah Depriyanti, yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
6. Muhammad Reza Rezeki, Muhammad Fatkhi, Rizky Arief Budiman, Bagus Triaji, Hidayat Jati Asmara, Al Musthofa serta sahabat-sahabat yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 4
2.1. Tinjauan Pustaka ... 4
2.2. Dasar Teori ... 6
2.2.1. Pengertian Motor Bakar ... 6
2.2.2. Motor Bensin (Otto) ... 7
2.2.3. Siklus Termodinamika ... 8
2.2.4. Prinsip Kerja Motor Bakar ... 9
2.2.4.1. Motor Bensin 4 Langkah ... 9
2.2.5. Sistem Pengapian ... 10
2.2.5.1. Sistem Pengapian Elektronik ... 11
2.2.5.2. Sistem Pengapian CDI ... 12
2.2.5.3. Sistem Pengapian CDI-DC (Direct Current) ... 12
2.2.6. Komponen Sistem Pengapian ... 14
2.2.6.2. Capasitor Discharge Ignition (CDI) ... 14
2.2.6.4. Baterai ... 14
2.2.6.5. Ignition Coil (Koil) ... 15
2.2.6.6. Spark Plug (Busi) ... 17
2.2.8.4. Efisiensi Bahan Bakar dan Efisiensi Panas ... 23
2.2.8.5. Dynometer ... 24
2.2.8.6. Perhitungan Torsi, Daya, dan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ...24
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
3.1. Bahan Penelitian ... 26
3.1.1. Sepeda Motor ... 26
3.1.2. Ignition Coil (Koil) ... 27
3.1.3. Spark Plug (Busi) ... 29
3.2. Alat Penelitian ... 31
3.3. Tempat Penelitian dan Pengujian ... 36
3.4. Diagram Alir Penelitian ... 36
3.4.1. Diagram Alir Penelitian Percikan Bunga Api Busi ... 37
3.4.2. Diagram Alir Penelitian Kinerja Mesin ... 39
3.4.3. Diagram Alir Penelitian Konsumsi Bahan Bakar ... 41
3.5. Persiapan Pengujian ... 43
3.6. Tahap Pengujian ... 44
3.6.1. Pengujian Percikan Bunga Api Busi ... 44
3.6.2. Pengujian Kinerja Mesin ... 45
3.6.3. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 46
3.7. Alat Uji ... 47
3.7.1. Skema Alat Uji ... 47
3.7.2. Prinsip Kerja Alat Uji ... 48
3.8. Metode Pengujian ... 49
4.1. Hasil Pengujian Percikan Bunga Api Busi ... 50
4.1.1. Pengaruh Jenis Busi Terhadap Percikan Bunga Api yang Dihasilkan oleh 2 Jenis Koil ... 50
4.1.1.1. Kondisi Koil Standar ... 50
4.1.1.2. Kondisi Koil KTC Racing... 51
4.1.2. Pengaruh Jenis Koil Terhadap Percikan Bunga Api yang Dihasilkan oleh 4 Jenis Busi... 52
4.1.2.1.Busi NGK Standar ... 52
4.1.2.2. Busi NGK G-Power ... 53
4.1.2.3. Busi TDR Ballistic ... 53
4.1.2.4. Busi Denso Iridium Power ... 54
4.2. Hasil Pengujian Kinerja Mesin ... 55
4.2.1. Pengaruh Jenis Busi Terhadap Torsi dan Daya yang Dihasilkan oleh 2 Jenis Koil ... 55
4.2.1.1. Koil Standar ... 55
4.2.1.2. Koil KTC Racing ... 60
4.2.2. Pengaruh Jenis Koil Terhadap Torsi dan Daya yang Dihasilkan oleh 4 Jenis Busi... 65
4.2.2.1. Busi NGK Standar ... 65
4.2.2.2. Busi NGK G-Power ... 70
4.2.2.3. Busi TDR Ballistic ... 74
4.2.2.4. Busi Denso Iridium Power ... 78
4.3. Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 82
4.3.3. Pengaruh Jenis Koil Terhadap Konsumsi Bahan Bakar yang Dihasilkan
oleh 4 Jenis Busi ... 87
4.3.3.1. Busi NGK Standar ... 87
4.3.3.2. Busi NGK G-Power ... 89
4.3.3.3.Busi TDR Ballistic ... 90
4.3.3.4. Busi Denso Iridium Power ... 92
BAB V PENUTUP ... 95
5.1. Kesimpulan ... 95
5.2. Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA ... 97
Gambar 2.2. Prinsip Kerja Motor Bensin 4 Langkah... 9
Gambar 2.3. Sirkuit Sistem Pengapian dengan Arus DC ... 13
Gambar 2.4. Capasitor Discharge Ignition (CDI) ... 14
Gambar 2.5. Konstuksi Baterai ... 15
Gambar 2.6. Konstruksi Koil ... 16
Gambar 2.7. Colour Temperature ... 17
Gambar 2.8. Konstruksi Busi ... 18
Gambar 2.9. Busi Panas ... 19
Gambar 2.10. Busi Dingin ... 20
Gambar 3.1. Sepeda Motor Jupiter MX 135cc ... 27
Gambar 3.2. Koil Standar Yamaha Jupiter MX 135 LC ... 28
Gambar 3.3. Koil KTC Racing ... 28
Gambar 3.4. Busi Standar NGK CPR6EA-9 ... 29
Gambar 3.5. Busi NGK G-Power CPR6EAGP-9 ... 29
Gambar 3.6. Busi TDR Ballistic ... 30
Gambar 3.11. Tachometer ... 32
Gambar 3.12. Kamera High Speed ... 32
Gambar 3.13. Buret ... 33
Gambar 3.14. Stopwatch ... 33
Gambar 3.15. Corong Minyak ... 34
Gambar 3.16. Tangki Mini A ... 34
Gambar 3.17. Tangki Mini B ... 35
Gambar 3.18. Tire Pressure Meter ... 35
Gambar 3.19. Diagram Alir Pengujian Percikan Bunga Api Busi ... 37
Gambar 3.20. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin ... 39
Gambar 3.21. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 41
Gambar 3.22. Pengujian Percikan Bunga Api Busi ... 44
Gambar 3.23. Pengujian Kinerja Mesin ... 45
Gambar 3.24. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 46
Gambar 3.25. Skema Alat Uji ... 47 Gambar 4.1. Percikan Bunga Api dengan Menggunakan Koil Standar, Busi NGK
Gambar 4.3. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar, Koil KTC Racing, dan Busi NGK Standar ... 52 Gambar 4.4. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar, Koil
KTC Racing, dan Busi NGK G-Power ... 53 Gambar 4.5. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar, Koil
KTC Racing, dan Busi TDR Ballistic ... 54 Gambar 4.6. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar, Koil
KTC Racing, dan Busi Denso Iridium Power ... 54 Gambar 4.7. Grafik Perbandingan Torsi dengan Variasi Koil Standar, Busi NGK
Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium Power Bahan Bakar Premium ... 57 Gambar 4.8. Grafik Perbandingan Daya dengan Variasi Koil Standar, Busi NGK
Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium Power Bahan Bakar Premium ... 59 Gambar 4.9. Grafik Perbandingan Torsi dengan Variasi Koil KTC Racing, Busi NGK
Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium Power Bahan Bakar Premium ... 62 Gambar 4.10. Grafik Perbandingan Daya dengan Variasi Koil KTC Racing, Busi
NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium Power Bahan Bakar Premium ... 64 Gambar 4.11. Grafik Perbandingan Torsi dengan Variasi Busi NGK Standar, Koil
... 69
Gambar 4.13. Grafik Perbandingan Torsi dengan Variasi Busi NGK G-Power, Koil Standar, dan Koil KTC Racing Bahan Bakar Premium ... ... 71 Gambar 4.14. Grafik Perbandingan Daya dengan Variasi Busi NGK G-Power, Koil
Standar, dan Koil KTC Racing Bahan Bakar Premium ... ... 73 Gambar 4.15. Grafik Perbandingan Torsi dengan Variasi Busi TDR Ballistic, Koil
Standar, dan Koil KTC Racing Bahan Bakar Premium ... ... 75 Gambar 4.16. Grafik Perbandingan Daya dengan Variasi Busi TDR Ballistic, Koil
Standar, dan Koil KTC Racing Bahan Bakar Premium ... ... 77 Gambar 4.17. Grafik Perbandingan Torsi dengan Variasi Busi Denso Iridium Power,
Koil Standar, dan Koil KTC Racing Bahan Bakar Premium ... 79 Gambar 4.18. Grafik Perbandingan Torsi dengan Variasi Busi Denso Iridium Power,
Koil Standar, dan Koil KTC Racing Bahan Bakar Premium ... 81 Gambar 4.19. Diagram Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar dengan Variasi Koil
Standar, Busi NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium Power Menggunakan Bahan Bakar Premium... ... 84 Gambar 4.20. Diagram Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar dengan Variasi Koil
Gambar 4.22. Diagram Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar dengan Variasi Koil Standar, Koil KTC Racing, dan Busi NGK G-Power Menggunakan Bahan Bakar Premium ... 89 Gambar 4.23. Diagram Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar dengan Variasi Koil
Standar, Koil KTC Racing, dan Busi TDR Ballistic Menggunakan Bahan Bakar Premium ... 91 Gambar 4.24. Diagram Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar dengan Variasi Koil
Tabel 2.2. Angka Oktan untuk Bahan Bakar ... 23 Tabel 3.1. Kondisi 1 s.d. 8 Penelitian Percikan Bunga Api Busi ... 36 Tabel 4.1. Perbandingan Torsi dengan Variasi Koil Standar dan 4 Jenis Busi ... ... 56 Tabel 4.2. Perbandingan Daya dengan Variasi Koil Standar dan 4 Jenis Busi ... ... 58 Tabel 4.3. Perbandingan Torsi dengan Variasi Koil KTC Racing dan 4 Jenis Busi ... 61 Tabel 4.4. Perbandingan Daya dengan Variasi Koil KTC Racing dan 4 Jenis Busi ... 63 Tabel 4.5. Perbandingan Torsi dengan Variasi Koil Standar, Koil KTC Racing dan
Busi NGK Standar ... 66 Tabel 4.6. Perbandingan Daya dengan Variasi Koil Standar, Koil KTC Racing dan
Busi NGK Standar ... 68 Tabel 4.7. Perbandingan Torsi dengan Variasi Koil Standar, Koil KTC Racing dan
Busi NGK G-Power ... 70 Tabel 4.8. Perbandingan Daya dengan Variasi Koil Standar, Koil KTC Racing dan
Busi NGK G-Power ... 72 Tabel 4.9. Perbandingan Daya dengan Variasi Koil Standar, Koil KTC Racing dan
Busi TDR Ballistic ...74 Tabel 4.10. Perbandingan Daya dengan Variasi Koil Standar, Koil KTC Racing dan
Tabel 4.13. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi Koil Standar dan 4 Jenis Busi ... 83 Tabel 4.14. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi
Koil KTC Racing dan 4 Jenis Busi ... 85 Tabel 4.15. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi
Koil Standar, Koil KTC Racing dan Busi NGK Standar ... ... 87 Tabel 4.16. Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi Koil
Standar, Koil KTC Racing dan Busi NGK G-Power ... ... 89 Tabel 4.17. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi
Koil Standar, Koil KTC Racing dan Busi TDR Ballistic ... ... 90 Tabel 4.18. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Premium dengan Variasi
xix
Rio Dwi Hapsoro
INTISARI
Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, salah satunya bidang transportasi. Sepeda motor adalah salah satu alat transportasi yang cukup banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Kondisi wilayah Indonesia yang bervariasi membuat performa sepeda motor tidak stabil. Penggantian komponen-komponen pada sistem pengapian dapat membantu meningkatkan performa sepeda motor, komponen tersebut antara lain Capasitor Discharge Ignition (CDI), Ignition Coil (Koil), dan Spark Plug (Busi).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan motor bensin 4 langkah 135cc dengan penggunaan variasi koil standar, koil racing, busi standar, busi platinum¸dan busi iridium. Pengujian dilakukan dengan alat uji percikan bunga api busi, dynotest, dan uji jalan. Parameter yang dicari adalah percikan bunga api busi, torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar.
Hasil hasil pengujian menunjukkan bahwa percikan bunga api yang paling baik terdapat pada penggunaan busi standar merk NGK dan koil KTC Racing dengan bunga api berwarna biru tua yang memiliki suhu antara 10000 s.d. 12000 K, torsi dan daya terbesar terdapat pada penggunaan busi platinum merk NGK G-Power dan koil KTC Racing dengan nilai kenaikan torsi sebesar 3,56 % dan nilai kenaikan daya sebesar 5,21 % dibandingkan dengan kondisi standar (busi dan koil standar), dan konsumsi bahan bakar paling rendah terdapat pada penggunaan busi NGK G-Power dan koil KTC Racing dengan nilai kenaikan konsumsi bahan bakar sebesar 1,05 % dibandingkan dengan kondisi standar ( busi dan koil standar).
1 1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, salah satunya bidang transportasi. Sepeda motor adalah salah satu alat transportasi yang cukup banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, jumlah pengguna sepeda motor yang ada di Indonesia mencapai 84.732.652. Sepeda motor banyak dijadikan pilihan oleh masyarakat sebagai alat transportasi karena lebih efisien dibandingkan dengan alat transportasi yang lain. Selain memiliki kelebihan tersebut, sepeda motor juga memiliki beberapa kekurangan salah satunya mengalami penurunan performa ketika digunakan untuk perjalanan jarak jauh. Melihat kekurangan tersebut, para pengguna sepeda motor berpikir untuk melakukan perubahan pada bagian tertentu, salah satunya perubahan pada sistem pengapian dengan cara mengganti komponen Ignition Coil (koil) dan Spak Pulg (busi).
Saat ini berbagai macam busi dan koil telah tersedia dipasaran yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan koil dan busi standar, penggantian koil dan busi ini diprediksi dapat meningkatkan kinerja motor bensin 4 langkah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan variasi koil dan busi terhadap kinerja motor bensin 4 langkah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengaruh penggantian koil dan busi standar dengan jenis-jenis koil dan busi yang tersedia dipasaran untuk meningkatkan performa mesin standar pabrikan.
Pada penelitian ini digunakan 2 jenis koil dan 4 jenis busi. Penggunaan komponen-komponen ini bertujuan untuk mengetahui komponen yang tepat untuk diaplikasikan kedalam motor bensin 135cc dengan mesin standar. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar premium. Penggunaan bahan bakar premium ini bertujuan untuk mengetahui jenis busi dan koil yang tepat untuk digunakan pada motor bensin dengan mesin dan bahan bakar standar.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi pokok pembahasan adalah pengaruh penggunaan variasi koil dan variasi busi terhadap kinerja motor bensin 4 langkah 135 cc dengan bahan bakar premium.
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini adalah :
1. Motor bensin yang digunakan dalam penelitian ini adalah motor bensin 4 langkah dengan volume silinder 135cc dengan merk Jupiter MX.
2. Jenis busi yang digunakan adalah busi Standar NGK CPR6EA-9, Busi NGK Platinum CPR6EAGP-9 (NGK G-Power), Busi TDR Ballastic, Busi Denso Iridium Power.
3. Koil yang digunakan adalah koil standar Yamaha Jupiter MX 135 LC dan koil KTC racing.
5. Bahan bakar yang digunakan adalah premium.
6. Parameter yang diamati adalah daya, torsi, percikan bunga api, dan konsumsi bahan bakar.
7. Pengambilan data dimulai pada putaran mesin rendah kemudian dilanjutkan dengan menaikkan kecepatan putar sampai diperoleh kecepatan putar maksimum.
8. Torsi dan Daya diukur dengan Dynometer.
9. Pengambilan data putaran mesin menggunakan Tachometer.
10.Pengujian dilakukan dengan perbandingan kompresi standar (tanpa perubahan apapun).
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh penggunaan 4 jenis busi terhadap torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan 2 jenis koil terhadap torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang pengaruh penggunaan variasi 2 jenis koil dan 4 jenis busi terhadap kinerja motor bensin 4 langkah.
2. Dari percobaan dan penelitian ini diharapkan akan menghasilkan kinerja motor bensin 4 langkah yang lebih optimal.
4 2.1. Tinjauan Pustaka
Tristianto (2014), meneliti tentang pengaruh komponen dan setting
pengapian terhadap kinerja motor 4 langkah 113 cc berbahan bakar campuran premium-ethanol dengan kandungan ethanol 25%. Parameter yang dicari adalah daya, torsi, dan konsumsi bahan bakar. Dari hasil penelitian diperoleh torsi tertinggi pada penggunaan CDI standar dengan torsi sebesar12,43 (Nm) pada putaran mesin 3707 (RPM). Daya tertinggi diperoleh pada penggunaan CDI
racing dengan daya sebesar 7,6 (HP) pada putaran mesin 7828 (RPM). Konsumsi
bahan bakar spesifik sebesar 0,96 kg/jam pada putaran 8000 (RPM).
tekanan, efektif rata-rata (BMEP), dan efisiensi thermal (Ƞbt) tertinggi didapat pada pemakaian busi elektroda Runcing (BER), sedangkan untuk konsumsi bahan bakar (SFC) terendah pada busi elektroda standar.Pemakaian berbagai jenis busi untuk nilai torsi, daya, tekanan, efektif rata-rata (BMEP), dan efisiensi thermal (Ƞbt) tertinggi didapat pada kondisi main jet 75 & pilot jet 40 dengan pemakaian busi elektroda runcing (BER), sedangkan untuk konsumsi bahan bakar (SFC) terendah pada busi elektroda standar.
Wardana (2016), meneliti tentang pengaruh variasi CDI terhadap kinerja motor 4 langkah 200 cc berbahan bakar premium. Paramater yang dicari adalah daya, torsi, dan konsumsi bahan bakar. Dari hasil penelitian diperoleh torsi tertinggi pada penggunaan CDI racing Siput Advan Tech dengan torsi sebesar 17,38 (Nm) pada putaran mesin 7750 (RPM). Daya tertinggi diperoleh pada penggunaan CDI racing Siput Advan Tech dengan daya sebesar 17,5 HP pada putaran mesin 6450 (RPM). Konsumsi bahan bakar CDI standar sebesar 35,87 km/l, CDI BRT sebesar 33,3 km/l, dan CDI SAT sebesar 32,85 km/l dengan menggunakan bahan bakar yang sama yaitu premium 420 ml.
Setyono (2014), meneliti tentang pengaruh penggunaan variasi busi terhadap performa motor bensin torak 4 langkah 1 silinder Honda Supra-X 125 cc. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian busi elektroda Platinum dan
Iridium dibandingkan dengan busi elektroda Nikel pada putaran 7000-9000 rpm
memberikan kenaikan torsi, daya, Bmep, dan effisiensi thermal masing-masing sebesar 4,84%, 6,43%, 6,43%, dan 6,08% (untuk busi elektroda Platinum) dan 8,42%, 12,02%, 12,02%, dan 13,10% (untuk busi elektroda Iridium), penurunan Sfc, emisi gas buang CO dan HC masing-masing sebesar 5,68%, 5,64%, dan 8,46% (untuk busi elektroda Platinum) dan 11,43%, 7,48%, dan 11,15% (untuk busi elektroda Iridium).
Yulianto (2013), meneliti tentang pengaruh bensol sebagai bahan bakar motor empat langkah Yamaha Vega 105 cc dengan variasi CDI tipe standar dan
racing. Parameter yang dicari adalah daya torsi, dan konsumsi bahan bakar (mf).
motor dalam keadaan standar dengan torsi maksimal sebesar 6,80 N.m dan daya maksimal sebesar 4,7 kW. Pada kondisi dua yaitu motor standar bahan bakar premium dan CDI BRT diperoleh torsi maksimal sebesar 6,82 kW dan daya maksimal sebesar 4,7 N.m.
Puspitasari (2009), meneliti pengaruh pemakaian jenis busi terhadap unjuk kerja motor bensin 4 langkah 100 cc dengan variasi CDI dan koil. Hasil penelitian yang dilakukan pada motor bensin 4 langkah 100 cc dengan alat uji dynometer. Pengujian dilakukan dengan variasi berbagai jenis busi dengan menggunakan busi elektroda standar, racing 2 dan Y. Pengujian dilakukan dengan mesin standar, koil
racing, CDI racing dan koil racing dengan CDI racing. Parameter yang dicari
adalah torsi, daya, tekanan efektifitas rata-rata (BMEP), konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) dan efisiensi thermal. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variasi pemakaian berbagai jenis busi menunjukkan rata-rata kenaikan untuk kerja mesin sebesar 3,05% bila dibandingkan dengan pemakaian busi elektroda standar. Pada pengujiann dengan variasi kondisi mesin (standar, CDI racing, koil racing
dan CDI racing dengan koil racing), unjuk kerja tertinggi rata-rata didapat pada kondisi mesin CDI racing dengan presentase 2,83% sedangkan konsumsi bahan bakar spesifik terendah didapat pada kondisi standar.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Pengertian Motor Bakar
Motor bakar adalah salah salah satu jenis mesin kalor yang mengubah energi thermal menjadi energi mekanik. Sebelum menjadi energi mekanik, energi kimia bahan bakar diubah terlebih dahulu menjadi energi thermal atau panas melalui pembakaran bahan bakar dengan udara.
Berdasarkan tempat pembakaran bahan bakarnya mesin kalor terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
tetapi disalurkan terlebih dahulu melalui media penghantar kemudian diubah menjadi energi mekanis. Contoh mesin yang menggunakan sistem ECE adalah turbin uap.
2. Motor pembakaran dalam atau Internal Combustion Enginge (ICE), adalah mesin yang proses pembakarannya dilakukan di dalam motor bakar, sehingga panas dari hasil pembakaran dapat langsung diubah menjadi energi mekanis Contoh mesin yang menggunakan sistem ICE adalah motor bakar torak. Motor pembakaran dalam terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Motor Bensin (Otto) dan Motor Diesel. Perbedaan kedua motor tersebut terdapat pada bahan bakar dan sistem pengapiannya. Motor Bensin (Otto) menggunakan bahan bakar premium dan menggunakan busi sebagai sistem penyalaannya, sedangkan Motor Diesel menggunakan bahan bakar solar dan memanfaatkan suhu kompresi yang tinggi sebagai media pembakar bahan bakar.
2.2.2. Motor Bensin (Otto)
2.2.3. Siklus Termodinamika
Proses termodinamika dan kimia yang terjadi di dalam motor bakar torak sangat kompleks untuk dianalisis. Untuk mempermudah proses analisis tersebut perlu diberikan gambaran tentang suatu keadaan yang ideal. Untuk menganalisis motor bakar digunakan siklus udara sebagai siklus yang ideal. Di dalam siklus udara terdapat 3 jenis siklus, yaitu :
1. Siklus udara volume-konstan (siklus Otto). 2. Siklus udara tekanan-konstan (siklus Diesel). 3. Siklus udara tekanan-terbatas (siklus gabungan).
Siklus udara volume konstan (siklus Otto). Siklus ini dapat digambarkan dengan grafik P vs v seperti berikut:
Gambar 2.1. Diagram P vs v dari siklus Otto volume konstan (Sumber : Arismunandar, 2002)
Sifat ideal yang dipergunakan serta keterangan mengenai proses siklusnya adalah sebagai berikut :
1. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan; 2. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan-konstan;
3. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik;
4. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukkan kalor pada volume konstan;
6. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume-konstan;
7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan-konstan;
8. Siklus dianggap ‘tertutup’, artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang sama; atau, gas yang berada di dalam silinder pada titik 1 dapat dikeluarkan dari dalam silinder pada waktu langkah buang, tetapi pada langkah isap berikutnya akan masuk sejumlah fluida yang sama.
2.2.4. Prinsip Kerja Motor Bakar 2.2.4.1. Motor Bensin 4 Langkah
Motor bensin 4 langkah adalah motor yang setiap satu kali pembakaran bahan bakar memerlukan 4 langkah dan dua kali putaran poros engkol.
Gambar 2.2. Prinsip Kerja Motor Bensin 4 Langkah (Sumber : Arismunandar, 2002)
Langkah Isap :
1. Torak bergerak dari TMA ke TMB.
2. Katup masuk terbuka katup buang tertutup.
3. Campuran bahan bakar dengan udara yang telah tercampur didalam karburator masuk kedalam silinder melalui katup masuk.
Langkah Kompresi :
1. Torak bergerak dari TMB ke TMA
2. Kedua katup buang dan katup isap tertutup sehingga gas yang telah dihisap tidak keluar pada waktu ditekan oleh torak yang mengakibatkan tekanan gas naik.
3. Beberapa saat sebelum torak mencapai TMA, busi mengeluarkan bunga api listrik.
4. Gas bahan bakar yang telah masuk mencapai tekanan tinggi terbakar.
5. Akibat pembakaran bahan bakar, tekanan akan naik menjadi kira-kira tiga kali lipat.
Langkah Kerja/Ekspansi :
1. Kedua katup dalam keadaan tertutup.
2. Gas terbakar dengan tekanan yang tinggi akan mengembang kemudian menekan torak turun ke bawah dari TMA ke TMB.
3. Tenaga ini disalurkan melalui batang penggerak, selanjutnya poros engkol mengubah tenaga gerak ini menjadi gerak berputar.
Langkah Pembuangan :
1. Katup buang terbuka dan katup isap tertutup. 2. Torak bergerak dari TMB ke TMA.
3. Gas sisa hasil pembakaran terdorong oleh torak keluar melalui katup buang.
2.2.5. Sistem Pengapian
pembakaran, mendorong piston ke TMB menjadi langkah usaha. Agar busi dapat memercikkan bunga api, diperlukan suatu sistem yang bekerja secara akurat. Sistem pengapian terdiri dari berbagai komponen yang bekerja bersama-sama dalam waktu yang sangat cepat dan singkat. Sistem pengapian terdiri dari 2 jenis, yaitu sistem pengapian konvensional dan sistem pengapian elektronik. Perbedaan mendasar kedua sistem pengapian ini terletak pada pengatur sistem pengapiannya. Pengapian konvensional menggunakan platina sebagai pengatur pengapiannya, sedangkan pengapian elektronik menggunakan CDI sebagai pengatur pengapiannya.
2.2.5.1. Sistem Pengapian Elektronik
Sistem pengapian elektronik pada motor dibuat untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem pengapian konvensional, baik yang menggunakan baterai maupun magnet. Pada pengapian konvensional umumnya kesulitan membuat komponen seperti contact breaker (platina) dan unit pengatur saat pengapian otomatis yang cukup presisi (teliti) untuk menjamin keterandalan dari kerja mesin. Sistem pengapian elektrik menggunakan CDI
(Capasitor Discharge Ignition) sebagai pengganti platina pada sistem pengapian
konvensional. Komponen CDI secara umum merupakan suatu alat yang mampu mengatur dan menghasilkan energi listrik yang sangat baik diseluruh rentang putaran mesin (rpm) mulai dari putaran rendah pada saat start sampai putaran mesin tinggi saat kendaraan dipacu sangat kencang. Terdapat beberapa macam sistem pengapian elektronik, antara lain :
1) Sistem pengapian semi transisistor, merupakan sistem pengapian elektronik yang masih menggunakan platina.
2) Sistem pengapian full-transistor, merupakan sistem yang tidak terdapatnya bagian-bagian yang bergerak (secara mekanik) dan mengandalkan magnetic
trigger (magnet pemicu) dan sistem pick up coil untuk memberikan sinyal ke
control unit guna menghasilkan percikan bunga api busi.
ini. Sistem pengapian CDI lebih menguntungkan dan lebih baik dibandingkan pengapian konvensional (menggunakan platina). Dengan pengapian CDI, tegangan pengapian yang dihasilkan lebih besar dan stabil sehingga proses pembakaran campuran bensin dan udara bisa berpeluang makin sempurna.
2.2.5.2. Sistem Pengapian CDI
Sistem pengapian CDI merupakan salah satu jenis sistem pengapian pada kendaraan bermotor yang memanfaatkan arus pengosongan muatan (discharge
current) dari kondensator yang berfungsi mencatu daya kumparan pengapian
(ignition coil). Pengapian sistem ini lebih ke arah pengapian yang diatur secara
elektrik oleh suatu komponen yang dinamakan CDI (Capasitor Discharge
Ignition). CDI mempunyai tugas yang sama dengan platina, yaitu mengatur waktu
meletiknya bunga api pada busi yang akan membakar bahan bakar yang telah dimampatkan oleh piston.
Sistem pengapian CDI terbagi menjadi jenis, yaitu :
1) Sistem pengapian CDI-AC (Alternative Current), merupakan sistem pengapian CDI yang sumber tegangan listriknya berasal dari sourch coil. 2) Sistem Pengapian CDI-DC (Dirrect Current), merupakan sistem pengapian
CDI yang sumber tegangannya berasal dari baterai. Kelebihan sistem pengapian CDI adalah :
1) Menghemat pemakaian bahan bakar 2) Mesin lebih mudah dihidupkan 3) Komponen pengapian lebih awet
4) Polusi gas buang yang timbul lebih kecil
2.2.5.3. Sistem Pengapian CDI-DC (Direct Current)
proses pengisian (Charging System). Dari baterai arus ini dihubungkan ke kunci kontak, CDI unit, koil pengapian, dan busi
Gambar 2.3. Sirkuit Sistem Pengapian CDI dengan Arus DC (Sumber : Jama, 2008)
2.2.6. Komponen Sistem Pengapian 2.2.6.1. Capasitor Discharge Ignition (CDI)
CDI menurut fungsinya adalah pengatur waktu/timming untuk meletikkan bunga api busi yang sudah dibesarkan oleh koil untuk memicu pembakaran pada ruang bakar silinder. Pengaturan pengapian akan memaksimalkan kemampuan akselerasi dan power mesin hingga maksimal. Komponen ini digunakan pada sistem pengapian elektronik.
Gambar 2.4. Capasitor Discharge Ignition (CDI)
2.2.6.2. Baterai
Gambar 2.5. Konstruksi Baterai (Sumber : Jama, 2008) 2.2.6.3. Ignition Coil (koil)
Pada koil pengapian, kumparan primer dan sekunder digulung pada inti besi. Kumparan-kumparan ini akan menaikkan
baterai menjadi tegangan yang sangat tinggi melalui induksi elektromagnetik. Inti besi (core) dikelilingi kumparan yang terbuat dari baja
kumparan yaitu kumparan sekunder dan primer dimana lilitan pri oleh lilitan sekunder.
Terdapat tiga tipe utama koil yang umum digunakan, yaitu : 1) Tipe Canister
Tipe ini mempunyai inti besi di bagian tengahnya dan kumparan sekunder mengelilingi inti besi tersebut. Kumparan primernya berada di sisi luar kum sekunder. Keseluruhan komponen dirakit dalam salah satu rumah di logam
canister. Terkadang, koil
meredam panas yang dihasilkan koil. 2) Tipe Koil Moulded
Tipe moulded coil
tipe ini, inti besi di bagian tengahnya dikelilingi oleh kumparan primer, sedangkan kumparan sekunder berada di sisi luarnya. Keseluruhan komponen dirakit
Gambar 2.6. Konstruksi Koil (Sumber : Tristanto, 2014)
Pada koil pengapian, kumparan primer dan sekunder digulung pada inti kumparan ini akan menaikkan tegangan yang diterima dari baterai menjadi tegangan yang sangat tinggi melalui induksi elektromagnetik. Inti ) dikelilingi kumparan yang terbuat dari baja silicon tipis. Terdapat dua kumparan yaitu kumparan sekunder dan primer dimana lilitan pri
Terdapat tiga tipe utama koil yang umum digunakan, yaitu :
Tipe ini mempunyai inti besi di bagian tengahnya dan kumparan sekunder mengelilingi inti besi tersebut. Kumparan primernya berada di sisi luar kum sekunder. Keseluruhan komponen dirakit dalam salah satu rumah di logam
. Terkadang, koil canister ini diisi dengan oli (pelumas) untuk membantu meredam panas yang dihasilkan koil.
Moulded
moulded coil merupakan tipe yang sekarang umum digunakan. Pada
tipe ini, inti besi di bagian tengahnya dikelilingi oleh kumparan primer, sedangkan kumparan sekunder berada di sisi luarnya. Keseluruhan komponen dirakit Pada koil pengapian, kumparan primer dan sekunder digulung pada inti tegangan yang diterima dari baterai menjadi tegangan yang sangat tinggi melalui induksi elektromagnetik. Inti tipis. Terdapat dua kumparan yaitu kumparan sekunder dan primer dimana lilitan primer digulung
Tipe ini mempunyai inti besi di bagian tengahnya dan kumparan sekunder mengelilingi inti besi tersebut. Kumparan primernya berada di sisi luar kumparan sekunder. Keseluruhan komponen dirakit dalam salah satu rumah di logam ini diisi dengan oli (pelumas) untuk membantu
kemudian dibungkus dalam resin (damar) agar tahan terhadap getaran yang biasanya ditemukan dalam sepeda motor.
3) Tipe koil gabungan (menyatu) dengan tutup busi (spark plug)
Tipe koil ini merupakan tipe baru dan sering disebut koil batang (stick coil). Ukuran dan beratnya lebih kecil dibanding tipe moulded coil dan keuntungan paling besar adalah koil ini tidak memerlukan kabel tegangan tinggi.
2.2.6.4. Spark Plug (busi)
Busi berfungsi untuk menghasilkan loncatan bunga api diantara celah elektroda busi di dalam ruang bakar, sehinga campuran udara dan bahan bakar dapat terbakar. Loncatan bunga api tersebut memiliki berbagai macam warna yang sesuai dengan tingkat panas busi, berikut adalah warna yang sering dijumpai pada percikan bunga api busi :
Gambar 2.7. Colour Temperature
(Sunber : lowel.tiffen.com)
Busi terdiri dari logam, keramik, dan kaca. Material-material ini memiliki sifat yang berbeda. Terminal stud, insulator, shell, ground electrode (elektroda negatif) merupakan bagian terpenting dari sebuah busi.
Gambar 2.8. Konstruksi Busi ( Sumber : Jama, 2008)
1) Terminalstud
Terminal stud terletak di dalam insulator.Terminal stud ini dihubungkan
dengan kaca konduktif khusus yang berhubungan dengan centre electrode secara langsung. Bagian dari ujung terminal stud yang keluar dari insulator memiliki aliran yang berfungsi untuk memasang kabel tegangan tinggi (kabel busi). Pada ulir dipasang sebuah terminal yang digunakan untuk memasang kabel busi.
2) Insulator
Insulator terbuat dari material keramik yang diproduksi dengan nama dagang sintox, pyranit, corudite, dan sebagainya. Biasanya insulator berbahan dasar aluminium oxide yang dicampur dengan keramik. Insulator berfungsi untuk mengisolasi elektroda pusat dan terminal stud dan shell. Agar tidak terjadi hubungan singkat, insulator harus memiliki kekuatan mekanik yang cukup, tahanan listrik yang tinggi, dan konduktivitas panas yang tinggi untuk memenuhi kondisi kerjanya.
3) Ground Electrode
4) Centre Electrode
Elektroda pusat terletak di dalam insulator. Diameter dari elektroda pusat ini lebih kecil daripada diameter lubang insulator. Ujung dari elektroda ini sebagian keluar dari hidung insulator. Elektroda pusat terbuat dari logam khusus yang memiliki konduktivitas listrik yang tinggi. Selain itu juga harus dipilih dari bahan yang memiliki ketahanan korosiyang tinggi.
5) Celah Elektroda
Celah elektroda adalah jarak terpendek antara elektroda pusat dengan
electrode negative, dimana busur api listrik dapat meloncat. Ada suatu hubungan
antara tegangan penyalaan yang dibutuhkan dengan lebarnya celah elektroda. Apabila celah elektrodanya kecil maka tegangan penyalaan yang dibutuhkan semakin besar. Celah elektroda yang digunakan sekitar 0,5-1,0 mm. Tetapi pada ketepatan celah elektroda yang paling optimal masing-masing tergantung pada desain dari setiap mesin itu sendiri.
Berdasarkan kemampuan mentransfer panas, busi dibagi dalam dua jenis, yaitu : 1) Busi Tipe Panas
Busi tipe panas adalah busi yang lebih lambat mentransfer panas yang diterima. Cepat mencapai temperatur kerja yang optimal tetapi jika untuk pemakaian berat dapat terbakar. Biasa digunakan pada motor standar untuk jarak dekat.
2) Busi Tipe Dingin
Busi tipe dingin lebih mudah mentransfer panas ke bagian silinder kepala. Biasanya digunakan untuk penggunaan yang lebih berat, misalnya untuk balap atau pemakaian jarak jauh karena sifatnya mudah dalam pendinginan.
Gambar 2.10. Busi Dingin (Sumber : Jama, 2008)
2.2.7. Pengaruh Pengapian
Sistem pengapian CDI merupakan penyempurnaan dari sistem pengapian magnet konvensional (sistem pengapian dengan kontak platina) yang mempunyai berbagai kelemahan sehingga akan mengurangi efisiensi kinerja mesin. Sebelumnya sistem pengapian pada sepeda motor menggunakan sistem pengapian konvensional.
Dalam hal ini sumber arus yang dipakai ada dua macam, yaitu dari baterai dan pada generator. Perbedaan yang mendasar dari sistem pengapian baterai menggunakan baterai (aki) sebagai sumber tegangan, sedangkan untuk sistem pengapian magnet menggunakan arus listrik AC (alternative current) yang berasal dari alternator.
Sekarang ini sistem pengapian magnet konvensional sudah jarang digunakan. Sistem tersebut sudah tergantikan oleh banyaknya sistem pengapian CDI pada sepeda motor. Sistem CDI mempunyai banyak keunggulan dimana tidak dibutuhkan penyetelan berkala seperti pada sisem pengapian konvensional.
ada di dalam unit CDI lebih tahan air dan kejutan karena dibungkus dalam cetakan plastik. Pada sistem ini bunga api yang dihasilkan oleh busi sangat besar dan relatif lebih stabil, baik dalam putaran tinggi maupun putaran rendah. Hal ini berbeda dengan sistem pengapian magnet dimana saat putaran tinggi api yang dihasilkan akan cenderung menurun sehingga mesin tidak dapat bekerja secara optimal. Kelebihan inilah yang membuat sistem pengapian CDI banyak digunakan saat ini.
Sistem pengapian CDI pada sepeda motor sangat penting, dimana sistem tersebut berfungsi sebagai pembangkit atau penghasil tegangan tinggi untuk dialirkan ke busi. Bila sistem pengapian mengalami gangguan atau kerusakan, maka tenaga yang dihasilkan oleh mesin tidak akan maksimal.
2.2.8. Bahan Bakar 2.2.8.1.Premium
Premium merupakan bahan bakar fosil yang sering digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar ini sering disebut juga dengan
gasoline atau petrol. Disisi lingkungan, premium masih memiliki kandungan
logam berat atau timbal yang berbahaya bagi kesehatan. Dari sisi teknologi, penggunaan premium dalam mesin berkompresi tinggi akan menyebabkan mesin mengalami knocking, premium di dalam bahan bakar akan terbakar dan meledak tidak sesuai dengan gerakan piston. Premium sendiri memiliki Research Octane
Tabel 2.1. Spesifikasi Premium
No Sifat Batasan
Min Max
1 Angka oktan riset 88
2 kandungan pb (gr/lt) 0,03
3 DESTILASI
- 10% VOL.penguapan (0C) 74 - 50% VOL.penguapan (0C) 88 125 - 90% VOL.penguapan (0C) 180 - Titik didih akhir (0C) 205
- Residu (%vol) 2
4 Tekanan Uap Reid pada 37,80C (psi) 9,0 5 Getah purawa (mg/100ml) 4 6 Periode induksi (menit) 240 7 Kandungan Belerang (% massa) 0,02 8 Korosi bilah tembaga (3jam/500C) No.1 9 Uji doktor atau alternative belerang mencapai
(%massa)
0,00
10 Warna Kuning
11 Massa Jenis (kg/m3) 711
(Keputusan Dirjen Migas No.3674 K/24/DJM/2006)
2.2.8.2.Angka Oktan
Tabel 2.2. Angka Oktan untuk Bahan Bakar Jenis Bahan Bakar Angka Oktan
Bensin 88
Pertalite 90 Pertamax 92 Pertamax Plus 95 Pertamax Racing 100
Bensol 100
2.2.8.3.Kestabilan Kimia dan Kebersihan Bahan Bakar
Kestabilan kimia dan bahan bakar sangat penting berkaitan dengan kebersihan bahan bakar yang selanjutnya berpengaruh terhadap sistem pembakaran dan sistem saluran. Pada temperatur tinggi, sering terjadi polimer
yang berupa endapan-endapan gum. Endapan gum (getah) ini berpengaruh terhadap sistem saluran baik terhadap sistem saluran masuk maupun sistem saluran buang katup bahan bakar.
2.2.8.4. Efisiensi Bahan Bakar dan Efisiensi Panas
Nilai kalor (panas) bahan bakar harus diketahui, agar panas dari motor dapat dibuat efisien atau tidak terjadi kinerja motor menjadi menurun. Ditinjau dari nilai kalor bakarnya, nilai kalor mempunyai hubungan dengan berat jenis. Pada umumnya, makin tinggi berat jenis maka makin rendah nilai kalornya, maka pembakaran dapat berlangsung dengan sempurna. Namun dapat juga terjadi ketidaksempurnaan pembakaran.
Pembakaran yang kurang sempurna dapat mengakibatkan :
1) Kerugian panas dalam motor menjadi besar, sehingga efisiensi motor menjadi menurun, usaha dari motor menjadi turun dan penggunaan bahan bakar menjadi tidak tetap.
3) Sisa bahan bakar dapat melekat pada lubang pembuangan antara katup dan dudukannya, terutama pada katup buang, sehingga katup tidak dapat menutup dengan baik.
4) Sisa pembakaran dapat menjadi kerak dan melekat pada bagian dinding piston sehingga dapat menghalangi sistem pelumasan, dan dapat menyebabkan silinder atau dinding silinder menjadi mudah aus.
2.2.8.5. Dynometer
Dalam dunia otomotif, dynometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur torsi, rpm, dan daya yang dihasilkan sebuah mesin sehingga tidak diperlukan tes di jalan raya. Jenis-jenis dinamo antara lain :
1) Engine dyno
Mesin yang akan diukur parameternya dinaikkan ke mesin dyno tersebut, pada dyno jenis ini tenaga yang diukur merupakan hasil dari putaran mesin murni.
2) Chasis dyno
Roda motor diletakkan diatas drum dyno yang dapat berputar. Pada jenis ini kinerja mesin yang didapat merupakan power sesungguhnya yang dikeluarkan mesin karena sudah dikurangi segala macam faktor gesek yang bisa mencapai 30% selisihnya jika dibandingkan dengan engine dyno.
2.2.8.6. Perhitungan Torsi, Daya, dan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) Torsi adalah indikator baik dari ketersediaan mesin untuk kerja. Torsi didefinisikan sebagai daya yang bekerja pada jarak momen dan apabila dihubungkan dengan kerja dapat ditunjukkan dengan persamaan (Heywood, 1988)
T = F x L ... (2.1) Dengan :
T = Torsi (Nm)
Daya adalah besar usaha yang dihasilkan oleh mesin tiap satuan waktu, didefinisikan sebagai laju kerja mesin, ditunjukkan oleh persamaan : (Heywood,1988)
P = ... (2.2) Dengan :
P = Daya (kW)
n = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (Nm)
Dalam hal ini daya secara normal diukur dalam kW, tetapi HP masih digunakan juga, dimana :
1 HP = 0,7457 kW 1 kW = 1,341 HP
Besar konsumsi bahan bakar diambil dengan cara pengujian jalan dengan menggunakan tangki mini dengan volume 150 ml kemudian tangki diisi penuh dan digunakan untuk uji jalan dengan jarak tempuh sama pada tiap sampel yaitu 3 km, dapat dirumuskan sebagai berikut :
K
bb=
sv...(2.3)
Dengan :
v = volume bahan bakar terpakai (ml)
26 3.1. Bahan Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat beberapa bahan yang digunakan dalam proses penelitian diantaranya adalah :
3.1.1. Sepeda Motor
Sepeda motor yang digunakan dalam penelitian ini adalah YAMAHA Jupiter MX 135 LC 4 Langkah 135 cc Tahun 2010 dengan spesifikasi sebagai berikut :
1.Spesifikasi Mesin
Type Mesin : 4 Langkah, SOHC, 4 Klep (Berpendingin Cairan)
Diameter x Langkah : 54.0 x 58.7 mm
Volume Silinder : 135 CC
Perbandingan Kompresi : 10.9 : 1
Power Max : 8, 45kw (11,33 HP) pada putaran 8500 rpm
Torsi Max : 11,65N.m (1,165 kgf.M) pada putaran 5500 rpm
Sistem Pelumasan : Pelumasan Basah
Kapasitas Oli Mesin : Penggantian Berkala 800 cc : Penggantian Total 1000 cc Kapasitas Air Pendinga : Radiator dan Mesin 620 cc
Tangki Recovery 280 cc, Total 900 cc
Karburator : MIKUNI VM 17 x 1,
Setelan Pilot Screw 1-5, 8 putaran keluar Putaran Langsam Mesin : 1.400 rpm
Saringan Udara Mesin : Tipe Kering
Sistem Starter : Motor Starter & Starter Engkol
Type Tranmisi: :Type ROTARY 4 Kecepatan dengan kopling
2. Spesifikasi Kelistrikan
Lampu Depan : 12V, 32.0W / 32.0W x 1
Lampu Belakang : 12V, 5.0W / 21.0W x1
Lampu Sein Depan : 12V, 10.0W x 2
Lampu Sein Belakang : 12V, 10.0W x 2
Baterai : YB5L-B/GM5Z-3B / 12V, 5.0Ah
Busi : NGK/CPR 8 EA-9 / DENSO U 24 EPR-9
Sistem Pengapian : DC. CDI
Sekring : 10.0A
Gambar 3.1. Sepeda Motor Jupiter MX 135cc
3.1.2.Ignition Coil (koil)
1. Koil Standar YAMAHA Jupiter MX 135 LC
Gambar 3.2. Koil Standar Yamaha Jupiter MX 135 LC
2. Koil KTC Racing
Koil KTC Racing merupakan koil dengan performa tinggi, penggunaan koil KTC Racing sebenarnya lebih pada penggunaan sepeda motor untuk keperluan balap. Koil KTC Racing mempunyai kelebihan dibanding koil standar yaitu menghasilkan bunga api yang cukup besar.
3.1.3. Spark Plug (Busi)
1. Busi Standar NGK CPR6EA-9
Busi standar NGK CPR6EA-9 merupakan busi yang direkomendasikan oleh pabrikan sepeda motor. Busi tipe standar mempunyai diameter elektroda sebesar 1,5 sampai dengan 2 mm.
Gambar 3.4. Busi Standar NGK CPR6EA-9
2. Busi NGK Platinum CPR6EAGP-9 (NGK G-Power)
Pada dasarnya busi tipe platinum mempunyai fungsi yang sama dengan busi pada umumnya, perbedaanya terdapat pada diameter pada elektroda. Diameter elektroda pada busi platinum adalah 1,1 mm lebih kecil dibandingkan dengan busi standar dengan diameter 2,5 mm. Busi platinum dilengkapi dengan lapisan platinum pada bagian ujung elektroda dengan tujuan untuk memperpanjang usia pemakaian.
3. Busi TDR Ballastic
Busi TDR Ballastic merupakan busi tipe racing dengan ukuran elektroda hampir sama dengan NGK G-Power yaitu sebesar 1,1 mm.
Gambar 3.6. Busi TDR Ballastic
4. Busi Denso Iridium Power
Busi Iridium mempunyai fungsi yang sama dalam sistem pengapian, yaitu meneruskan tegangan tinggi dari koil yang digunakan untuk memercikan bunga api pada langkah akhir kompresi. Perbedaan busi Iridium dengan standar terletak pada diameter elektroda pada busi Iridium lebih kecil diantara busi standar dan
Platinum yaitu sebesar 0,4 mm.
3.2. Alat Penelitian
1. Dynometer, adalah alat yang digunakan untuk mengukur torsi dan daya
sebuah mesin.
2. Personal Computer
, adalah alat yang digunakan untuk mengukur torsi dan daya
Gambar 3.8. Dynometer
Computer (PC), berfungsi sebagai akuisi data dari Dynometer
Gambar 3.9. Personal Computer
, adalah alat yang digunakan untuk mengukur torsi dan daya
3. Alat uji pengapian, digunakan untuk mengetahui besarnya bunga api yang dihasilkan pada busi.
Gambar 3.10. Alat Uji Pengapian
4. Tachometer, adalah alat yang berfungsi untuk mengetahui kecepatan motor
listrik yang terdapat pada alat uji pengapian.
Gambar 3.11. Tachometer
5. Kamera High Speed, adalah alat yang digunakan untuk mengambil gambar percikan bunga api busi.
6. Buret, adalah alat untuk mengukur volume bahan bakar.
Gambar 3.13. Buret
7. Stopwatch, adalah alat ukur untuk menghitung waktu pengambilan dan
konsumsi bahan bakar.
8. Corong minyak, digunakan untuk membantu memasukkan bensin ke dalam tangki bahan bakar.
Gambar 3.15. Corong Minyak
9. Tangki Mini A, digunakan sebagai pengganti tangki standar pada pengujian kinerja mesin yang berfungsi untuk mempermudah penggantian bahan bakar.
10. Tangki Mini B, digunakan sebagai pengganti tangki standar pada pengujian konsumsi bahan bakar yang berfungsi agar perhitungan bahan bakar yang digunakan menjadi lebih akurat.
Gambar 3.17. Tangki Mini B
11.Tire Pressure Meter, digunakan untuk mengukur tekanan angin ban.
Gambar 3.18. Tire Pressure Meter
3.3. Tempat Penelitian dan Pengujian
Tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Laboratorium Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Mototech Yogyakarta, Jalan Ringroad Selatan, Banguntapan Yogyakarta. 3. Bengkel Yudhi Costum, Ringroad Selatan, Bantul, Yogyakarta.
3.4. Diagram Alir Penelitian
Diagram di bawah ini menjelaskan tahapan-tahapan penelitian mulai dari tahap persiapan alat dan bahan hingga tahap akhir penelitian yang berisi data penelitian. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kondisi yang menunjukkan kondisi pada saat pengujian.
Tabel 3.1. Kondisi 1 s.d. 8 Penelitian Percikan Bunga Api Busi
Kondisi Keterangan
1 Koil Standar, Busi NGK Standar
2 Koil Standar, Busi NGK G-Power
3 Koil Standar, Busi TDR Ballistic
4 Koil Standar, Busi Denso Iridium
5 Koil KTC Racing, Busi NGK Standar
6 Koil KTC Racing, Busi NGK G-Power
7 Koil KTC Racing, Busi TDR Ballistic
3.4.1. Diagram Alir Penelitian Percikan Bunga Api Busi
Mulai
Studi Literatur : Pengaruh Penggunaan 4 Jenis Busi dan 2 Jenis Koil
Persiapan Alat dan Bahan : 1. Persiapan Pengujian 2. Pengadaan Alat dan Bahan
Kondisi 1 sampai dengan 8 : Variasi Koil (Koil Standar, Koil KTC Racing)
Variasi Busi (NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, Denso Iridium)
Menghidupkan Alat Uji
Mengatur Kecepatan Putar Motor Listrik
Pencatatan Hasil Pengujian : Percikan Bunga Api Busi
Gambar 3.19. Diagram Alir Pengujian Percikan Bunga Api Busi
A B
Mematikan Alat Uji
Pemeriksaan Alat Uji
Semua Komponen Selesai Diuji
Analisis Percikan Bunga Api Busi
Kesimpulan dan Saran
3.4.2. Diagram Alir Penelitian Kinerja Mesin
Mulai
Studi Literatur :
Pengaruh Kinerja Mesin Standar dengan Variasi Busi dan Varasi Koil dengan Bahan Bakar Premium
Persiapan Alat dan Bahan : 1. Persiapan Pengujian 2. Pengadaan Alat dan Bahan
Kondisi 1 sampai dengan 8 : Variasi Koil (Koil Standar, Koil KTC Racing)
Variasi Busi (NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, Denso Iridium)
Menghidupkan Mesin
Posisi Gigi Transmisi 1 sampai dengan 3
A B
Gambar 3.20. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin
A B
Mematikan Mesin
Servis Ringan Menyeluruh
Semua Komponen Selesai Diuji
Analisis dan Pengolahan Data Torsi dan Daya
Kesimpulan dan Saran
Selesai Pembahasan :
3.4.3. Diagram Alir Penelitian Konsumsi Bahan Bakar
Mulai
Studi Literatur :
Pengaruh Konsumsi Bahan Bakar dengan Variasi Koil dan Variasi Busi dengan Bahan Bakar Premium
Persiapan Alat dan Bahan : 1. Persiapan Pengujian 2. Pengadaan Alat dan Bahan 3. Servis Menyeluruh
Kondisi 1 sampai dengan 8 : Variasi Koil (Koil Standar, Koil KTC Racing)
Variasi Busi (NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, Denso Iridium)
Menghidupkan Mesin
Posisi Gigi Transmisi 1 sampai dengan 4
A B
Gambar 3.21. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan
A B
Mematikan Mesin
Servis Ringan Menyeluruh
Semua Komponen Selesai Diuji
Analisis dan Pengolahan Data Konsumsi Bahan Bakar
Kesimpulan dan Saran
3.5. Persiapan Pengujian
Persiapan awal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian adalah memeriksa keadaan alat dan mesin kendaraan yang akan diuji, agar data yang diperoleh mendapatkan hasil yang akurat. Adapun langkah-langkah pemeriksaan meliputi :
1) Sepeda Motor
Sebelum dilakukan pengujian sepeda motor harus diperiksa terlebih dahulu. Mesin, komponen lainnya dan oli mesin harus dalam keadaan bagus dan normal sesuai dengan kondisi standar, dalam pengujian mesin harus dalam stedy terlebih dahulu.
2) Alat Ukur
Alat ukur seperti gelas dan stopwatch, sebelum digunakan harus diperiksa dan dipastikan dalam kondisi normal dan standar, atau biasa disebut kalibrasi alat. 3) Bahan Bakar
3.6. Tahap Pengujian
3.6.1. Pengujian Percikan Bunga Api Busi
Gambar 3.22. Pengujian Percikan Bunga Api Busi
Pada proses pengujian dan pengambilan data untuk daya dan torsi dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam proses pengujian
diantaranya charger baterai, multitester, tachometer, dan tool kit. 2) Melakukan pemeriksaan terhadap alat pengujian sistem pengapian. 3) Menyiapkan bahan uji berupa koil standar, CDI standar, dan 4 jenis busi. 4) Melakukan penggantian dengan 2 variasi jenis koil dan penggantian 4 variasi
jenis busi.
5) Menempatkan busi, koil dan cdi pada alat pengujian.
6) Melakukan pengujian dan pengambilan data berupa gambar percikan bunga api dengan menggunakan kamera berkecepatan tinggi.
7) Melekukan pemeriksaan ulang terhadap alat pengujian.
3.6.2. Pengujian Kinerja Mesin
Gambar 3.23. Pengujian Kinerja Mesin
Proses pengujian dan pengambilan data daya dan torsi dengan langkah-langkah berikut :
1) Mempersiapkan alat seperti Dynometer, koil standar, koil racing, busi standar, busi NGK G-Power, busi Denso Iridium, dan busi TDR.
2) Mempersiapkan bahan bakar premium pada tangki kendaraan sebelum melakukan pengujian, pengecekan sistem karburasi, kelistrikan, dan oli.
3) Penggantian variasi 2 jenis koil dengan variasi 4 jenis busi.
4) Menempatkan sepeda motor pada tempat pengujian yaitu pada unit
Dynometer.
5) Melakukan pengujian dan pengambilan data, yaitu data daya dan torsi sesuai prosedur.
6) Melakukan pengecekkan pada kendaraan jika terjadi perubahan pada suara kendaraan.
3.6.3.Pengujian Konsumsi Bahan Bakar
Gambar 3.24. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar
Proses pengujian dan pengambilan data konsumsi bahan bakar uji jalan dengan langkah sebagai berikut :
1) Mempersiapkan alat ukur , seperti gelas ukur, tangki mini, stopwatch, koil standar, koil racing, busi standar, busi NGK G-Power, busi Denso Iridium, dan busi TDR.
2) Mengisi bahan bakar premium pada tangki kendaraan sebelum melakukan pengujian, pengecekan sistem karburasi, sistem kelistrikan, dan oli
3) Penggantian variasi 2 jenis koil dengan variasi 4 jenis busi.
4) Melakukan pengujian dengan mengendarai sepeda motor di jalan raya.
5) Melakukan pengambilan data, yaitu konsumsi bahan bakar dengan sesuai prosedur uji jalan.
6) Melakukan pengecekkan pada kendaraan jika terjadi perubahan pada suara kendaraan.
3.7. Alat Uji
3.7.1. Skema Alat Uji
Gambar 3.25. Skema Alat Uji Kinerja Mesin
Keterangan gambar :
1) PC Dynometer
2) Sepeda Motor
3) Drum Dynometer
4) Penaham Sepeda Motor
1
3 2
3.7.2. Prinsip Kerja Alat Uji
1) Prinsip Kerja Dynometer
Dynometer terdiri dari suatu rotor yang digerakkan oleh motor yang
tenaganya akan diukur dan berputar dalm medan magnet. Kekakuan medan magnetnya dikontrol dengan mengubah arus sepanjang susunan kumparan yang ditempatkan pada kedua sisi dari motor. Rotor ini berfungsi sebagai konduktor yang memotong medan magnet. Karena pemotongan medan magnet tersebut maka terjadi arus dan arus ini diinduksikan dalam rotor sehingga rotor menjadi panas.
Dynometer adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur torsi atau
momen puntir poros output penggerak mula seperti motor bakar, motor listrik, turbin uap, dan turbin gas. Tujuan pengukuran torsi ini adalah untuk mengukur besar daya yang bisa dihasilkan penggerak tersebut.
Rotor atau bagian yang berputar dihubungkan ke stator menggunakan kopling tak tetap seperti elektromagnetik hidrolik atau gesekan mekanik, fungsi dari kopling ini untuk mengubah daya mesin menjadi bentuk daya lain agar mudah diukur. Bila rotor berputar maka stator akan ikut berputar akibat hubungan kopling tak tetap, akan tetapi dengan jarak tertentu dari sumbu putar. Pengukur gaya akan mengukur besarnya gaya F (kg) akibat torsi yang diberikan rotor ke stator.
2) Prinsip Kerja Alat Penguji Percikan Bunga Api
3.8. Metode Pengujian
Sebelum melakukan pengujian, bahan dan alat uji harus dalam kondisi baik agar pengujian yang dilakukan mendapatkan hasil yang optimal. Selain itu, pengujian harus dilakukan sesuai prosedur agar tidak terjadi kecelakaan kerja atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
3.9. Metode Pengambilan Data
Metode pengujian dengan cara menarik throttle secara cepat mulai dari 4000 rpm sampai dengan 11000 rpm. Tahap awal motor dihidupkan kemudian dilakukan perpindahan dari kecepatan 1 sampai dengan kecepatan 3. Throttle distabilkan pada posisi 4000 rpm, setelah stabil pada posisi 4000 rpm kemudian gas ditarik secara cepat hingga posisi 11000 rpm. Setelah itu throttle dilepas hingga 4000 rpm dan pengujian diulang kembali.
3.10. Metode Perhitungan Torsi, Daya, dan Konsumsi Bahan Bakar
Data torsi dan daya diperoleh langsung melalui pengujian dengan menggunakan Dynometer kemudian diolah menggunakan komputer, hasil akan didapatkan dalam bentuk print out berupa grafik dan tabel.
50
Perhitungan dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan dan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi data spesifik objek penelitian dan hasil pengujian. Data-data tersebut diolah untuk mendapatkan variabel yang diinginkan kemudian dilakukan pembahasan. Berikut merupakan proses pengumpulan data, perhitungan, dan pembahasan.
4.1. Hasil Pengujian Percikan Bunga Api Busi
4.1.1. Pengaruh Jenis Busi Terhadap Percikan Bunga Api yang Dihasilkan oleh 2 Jenis Koil
4.1.1.1. Kondisi Koil Standar
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan percikan bunga api busi dengan menggunakan koil standar dan variasi 4 jenis busi. Berikut ini merupakan hasil percikan bunga api busi NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium Power. Parameter yang digunakan untuk mengetahui temperatur bunga api busi adalah Colour Temperature pada gambar 2.18.
Gambar 4.1. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar, Busi NGK Standar (A), NGK G-Power (B), TDR Ballistic (C), dan Denso Iridium Power (D)
A
B
Gambar 4.1. merupakan hasil pengujian percikan bunga api busi dengan menggunakan koil standar dan variasi 4 jenis busi. Dari hasil pengujian, terdapat perbedaan warna bunga api yang cukup signifikan yang disebabkan oleh bentuk elektroda dan bahan inti elektroda busi tersebut. Pada pengujian ini, busi NGK G-Power (B) yang inti elektrodanya terbuat dari Platinum dan memiliki bentuk elektroda runcing, menghasilkan warna bunga api kombinasi biru tua dan ungu. Warna tersebut menunjukkan bahwa busi NGK G-Power memiliki suhu bunga api yang paling tinggi diantara 3 jenis busi yang lain dengan nilai suhu mencapai 8500 s.d. 11000 Kelvin.
4.1.1.2. Kondisi Koil KTC Racing
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan percikan bunga api busi dengan menggunakan koil KTC Racing dan variasi 4 jenis busi. Berikut ini merupakan hasil percikan bunga api busi NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium Power. Parameter yang digunakan untuk mengetahui temperatur bunga api busi adalah Colour Temperature pada gambar 2.18.
Gambar 4.2. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil KTC Racing, Busi NGK Standar (A’), NGK G-Power (B’), TDR Ballistic (C’), dan Denso Iridium Power (D’)
Gambar 4.2. merupakan hasil pengujian percikan bunga api busi dengan menggunakan koil KTC Racing dan variasi 4 jenis busi. Dari hasil pengujian, terdapat perbedaan warna bunga api yang cukup signifikan yang disebabkan oleh jenis koil, bentuk elektroda dan bahan elektroda busi tersebut. Pada pengujian ini,
A
B
C
D
A’
B’
busi NGK Standar (A’) yang inti elektrodanya terbuat dari Nikel dan memiliki bentuk elektroda datar, menghasilkan warna bunga api biru tua. Warna tersebut menunjukkan bahwa busi NGK Standar memiliki suhu bunga api yang paling tinggi diantara 3 jenis busi yang lain dengan nilai suhu mencapai 10000 s.d. 12000 Kelvin.
4.1.2. Pengaruh Jenis Koil Terhadap Percikan Bunga Api yang Dihasilkan Oleh 4 Jenis Busi
4.1.2.1. Busi NGK Standar
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan percikan bunga api busi dengan menggunakan koil standar, koil KTC Racing dan busi NGK Standar. Berikut ini merupakan hasil percikan bunga api busi NGK Standar dengan variasi koil standar dan koil KTC Racing. Parameter yang digunakan untuk mengetahui temperatur bunga api busi adalah Colour Temperature pada gambar 2.18.
Gambar 4.3. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (A), Koil KTC Racing (A’), dan Busi NGK Standar
Gambar 4.3. merupakan hasil pengujian percikan bunga api busi NGK Standar dengan variasi koil standar (A), koil KTC Racing (A’). Dari hasil pengujian, terdapat perbedaan warna bunga api yang cukup signifikan yang disebabkan oleh jenis koil yang digunakan. Pada pengujian ini, penggunaan koil KTC Racing yang merupakan penghasil arus listrik yang tinggi, menghasilkan warna bunga api biru tua. Warna tersebut menunjukkan bahwa penggunaan koil KTC Racing pada busi NGK Standar memiliki suhu bunga api yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunan koil standar dengan nilai suhu mencapai 10000 s.d. 12000 Kelvin.
4.1.2.2. Busi NGK G-Power
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan percikan bunga api busi dengan menggunakan koil standar, koil KTC Racing dan busi NGK Standar. Berikut ini merupakan hasil percikan bunga api busi NGK G-Power dengan variasi koil standar dan koil KTC Racing. Parameter yang digunakan untuk mengetahui temperatur bunga api busi adalah Colour Temperature pada gambar 2.18.
Gambar 4.4. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (B), Koil KTC Racing (B’), dan Busi NGK G-Power
Gambar 4.4. merupakan hasil pengujian percikan bunga api busi NGK G-Power dengan variasi koil standar (B), koil KTC Racing (B’). Dari hasil pengujian, terdapat perbedaan warna bunga api yang cukup signifikan yang disebabkan oleh jenis koil yang digunakan. Pada pengujian ini, penggunaan koil KTC Racing yang merupakan penghasil arus listrik yang tinggi, menghasilkan warna bunga api kombinasi ungu dan biru. Warna tersebut menunjukkan bahwa penggunaan koil KTC Racing pada busi NGK G-Powermemiliki suhu bunga api yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunan koil standar dengan nilai suhu mencapai 9000 s.d. 10000 Kelvin.
4.1.2.3. Busi TDR Ballistic
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan percikan bunga api busi dengan menggunakan koil standar, koil KTC Racing dan busi TDR Ballistic. Berikut ini merupakan hasil percikan bunga api busi TDR Ballistic dengan variasi koil standar dan koil KTC Racing. Parameter yang digunakan untuk mengetahui temperatur bunga api busi adalah Colour Temperature pada gambar 2.18.
Gambar 4.5. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (C), Koil KTC Racing (C’), dan Busi TDR Ballistic
Gambar 4.5. merupakan hasil pengujian percikan bunga api busi TDR Ballistic dengan variasi koil standar (C), koil KTC Racing (C’). Dari hasil pengujian, terdapat warna bunga api yang cukup signifikan yang disebabkan oleh jenis koil yang digunakan. Pada pengujian ini, penggunaan koil KTC Racing yang merupakan penghasil arus listrik yang tinggi, menghasilkan percikan bunga api berwarna ungu. Warna tersebut menunjukkan bahwa penggunaan koil KTC Racing pada busi TDR Ballistic memiliki suhu bunga api yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunan koil standar dengan nilai suhu mencapai 6500 s.d. 8000 Kelvin.
4.1.2.4. Busi Denso Iridium Power
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan percikan bunga api busi dengan menggunakan koil standar, koil KTC Racing dan busi Denso Iridium Power. Berikut ini merupakan hasil percikan bunga api busi Denso Iridium Powerdengan variasi koil standar dan koil KTC Racing. Parameter yang digunakan untuk mengetahui temperatur bunga api busi adalah Colour Temperature pada gambar 2.18.
Gambar 4.6. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (D), Koil KTC Racing (D’), dan Busi Denso Iridium Power