• Tidak ada hasil yang ditemukan

Immunostimulan merupakan suatu senyawa biologi dan sintetis atau bahan lainnya yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Apabila masuk ke dalam tubuh ikan, akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan menggiatkan sel limfosit yang kemudian membelah menjadi limfosit-T dan B. Limfosit-T memproduksi interferon yang meningkatkan kemampuan

makrofag sehingga dapat memfagositosis bakteri, virus dan partikel asing lainnya yang masuk ke dalam tubuh ikan. Masuknya immunostimulan juga akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen. Interleukin juga menggiatkan limfosit-B untuk memproduksi antibodi (Raa et al.

1992).

Berdasarkan sumber bahannya (Sakai 1999; Dalmo dan Bricknell 2005) membagi immunostimulan dalam beberapa kelompok yaitu: bahan asal bakteri, bahan asal alga, bahan asal hewan, faktor nutrisi dan hormon/sitokin. Beberapa bahan dari faktor nutrisi berpengaruh dalam mendukung kesehatan dan mengurangi kerentanan terhadap penyakit (Gatta et al. 2001), sehingga bahan tersebut tergolong sebagai bahan immunostimulan. Sejumlah bahan nutrisi mikro berupa vitamin meliputi vitamin (ascorbic acid) C, (tocopherol) E, retinol dan

pyridoxine, mampu berperan sebagai immunostimulan (Blazer, 1992 ; Pulsford et al. 1995 dalam Gatta et al. 2001). Bahan mikro nutrisi kromium akhir-akhir ini mendapat perhatian pula sebagai bahan immunostimulan bagi ikan (Gatta et al.

2001; Hastuti 2004).

Kromium (Cr3+) merupakan trace element essential untuk hewan dan manusia (Lall 2002) dan merupakan komponen penting pada GTF (glucose toleranice faktor). GTF (glucose tolerance faktor) adalah suatu komponen hati yang larut dalam air, plasma darah, ragi brewer (brewer’s yeast) dan beberapa ekstrak biologis serta sel (Linder 1992). GTF yang mengandung Cr (kompleks organik) berpotensi meningkatkan bioaktivitas insulin sampai 2 kali lipat dalam rnentransfer glukosa ke sel, glikogenesis, lipogenesis, dan transport serta pengambilan asam amino.

Beberapa kriteria fisiologis tubuh, termasuk fungsi imunitas, dapat ditingkatkan oleh kromium trivalensi, dan efeknya terlihat lebih jelas selama stres. Sistim imunitas dipengaruhi secara negatif selama stres. Hubungan antara kromium dan fungsi imunitas telah diteliti pada sapi dan angsa. Konsentrasi total imunoglobulin dan IgM ditemukan mengalami peningkatan setelah stres transportasi pada sapi yang diberi suplemen ragi yang mengandung kromium (Chang dan Mowat 1992). Suplementasi kromium dalam ikatan chelat juga

meningkatkan produksi antibodi dalam merespon ovalbumin pada sapi setelah melahirkan (Van de Ligt et al. 2002).

Hasil penelitian yang konsisten adalah bahwa kromium mereduksi tingkat kortisol serum (Berger 1996). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kromium sangat bermanfaat selama periode stres, karena dalam periode tersebut, hewan akan meningkatkan mobilisasi kromium dan simpanan dalam tubuh (Berger 1996). Dalam periode stres, sapi mudah mengalami defisiensi Cr, dan setelah diberi suplemen kromium organik menghasilkan produksi, status kekebalan dan kesehatan yang nyata meningkat, namun konsentrasi kortisol dalam darah menurun selama kondisi sangat stres (Burton 1995). Respon penurunan kortisol (kortikosteron) juga ditemukan pada burung quail yang diberi pakan dengan suplemen kromium-pikolinat dan dipelihara dalam kondisi stres suhu (Sahin et al.

2002).

Studi peran kromium pada ikan umumnya terkait dengan metabolisme, pertumbuhan dan toksisitas. Sejumlah penelitian mengenai peran kromium dalam metabolisme menunjukkan bahwa kromium berpengaruh positif dalam peningkatan pertumbuhan ikan mas (Jain et al. 1994 dalamGatta et al. 2001), dan meningkatkan pemanfaatan karbohidrat pada ikan mas dan nila (Hertz et al. 1989; Shiau & Chen 1993; Shiau & Shy 1998 dalam Gatta et al. 2001). Namun aplikasi kromium pada ikan chanel catfish (Ichtalurus punctatus) oleh (Ng & Wilson 1997) dan gilthead sea bream (Sparus aurata) oleh (Fernandes et al. 1999) menunjukkan respon negatif.

Peran kromium sebagai immunostimulan pada mamalia telah mendorong pula kajian yang sama pada ikan. Hasil pengujian Gatta et al. (2001) pada ikan

rainbow trout (Onchorinchus mykiss), menunjukkan bahwa kromium ragi (Cr3+) mampu berperan meningkatkan respon imunitas berupa peningkatan aktivitas sel-sel fagosit, respiratory burst dan serum lysozyme. Aplikasi kromium-ragi (Cr3+) dalam pakan baru-baru ini efektif juga diterapkan sebagai immunostimulan pada ikan gurame (Hastuti 2004). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan kromium-ragi (Cr3+) dalam pakan sebesar 1.5 hingga 3.2 ppm mampu meningkatkan respon imunitas ikan gurame yang dinfeksi oleh bakteri, ditandai dengan kenaikan total sel leukosit dan total immunoglobulin.

Kebutuhan kromium dipengaruhi oleh kondisi fisiologis ikan. Stres meningkatkan mobilisasi kromium dari jaringan dan selanjutnya meningkatkan ekskresinya. Sehingga stres akan mempengaruhi defisiensi kromium marginal dan meningkatkan kebutuhannya (Sahin et al. 2002). Kromium dibutuhkan dalam konsentrasi yang kecil dan belum diketahui dengan pasti. Sumber kromium yang ekonomis dalam diet kemungkinan adalah kromium klorida, ragi yang kaya kromium, kromium nikotinat dan kromium pikolinat (Berger 1996; Lall 2002).

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Penelitian tahap satu untuk mengkaji pengaruh suhu terhadap gambaran darah ikan dan keterkaitannya dengan kejadian infeksi KHV. Penelitian tahap dua dilakukan untuk menguji efektifitas suplementasi kromium-ragi (Cr3+) sebagai bahan immunostimulan untuk meningkatkan respon imunitas selular non spesifik ikan mas dalam menghadapi serangan KHV.

Penelitian tahap satu dan dua menggunakan model eksperimental laboratorium. Penelitian tahap satu dalam aplikasinya berupa penginfeksian KHV secara intramuscular (Dosis FID50-120 jam), pada ikan mas yang dipelihara dalam suhu media yang berbeda. Rancangan yang digunakan pada penelitian tahap ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 3 perlakuan, yaitu penginfeksian virus pada level suhu media : 20±2 oC (Ti), 25±2 oC (Tii) dan 30±2oC (Tiii). Masing-masing perlakuan suhu media, diaplikasikan dengan 3 ulangan.

Adapun untuk penelitian tahap dua menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (Faktorial RAL), terdiri atas faktor suhu dan dosis kromium-ragi (Cr 3+). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu Ti (suhu 20±2 o

C) dan Tii (suhu 25±2 0C), sedangkan dosis kromium-ragi terdiri dari 3 level yaitu, suplementasi kromium ragi dalam pakan sebanyak 1.5 ppm (K1); 2.0 ppm (K2); 2.5 ppm (K3) dan kontrol yaitu kromium 0 ppm (K0). Kombinasi perlakuan suhu media pemeliharan dan konsentrasi kromium ragi yang diaplikasikan pada penelitian tahap dua dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan konsentrasi kromium-ragi (Cr3+) dan suhu media pemeliharaan pada penelitian tahap dua

Perlakuan* Cr 3+ -ragi 0 ppm (K0) Cr3+-ragi 1.5 ppm (K1) Cr3+-ragi 2.0 ppm (K2) Cr3+-ragi 2.5 ppm (K3) Suhu 20±2 0C (Ti) K0Ti (A) K1Ti (B) K2Ti (C) K3Ti (D) Suhu 25±2 0C (Tii) K0Tii (E) K1Tii (F) K2Tii (G) K3Tii (H) Keterangan* : Masing-masing kombinasi diulang sebanyak 3 kali.

Prosedur Penelitian

Penelitian Tahap Satu: Penentuan Pengaruh Suhu terhadap Infeksi KHV

Ikan dan wadah pemeliharaan

Ikan yang digunakan adalah ikan mas berumur 3 bulan dengan bobot 10-12 gram, diaklimatisasi selama 1 bulan dalam satu wadah, untuk mendapatkan ikan yang berukuran sama dan menentukan status kesehatan ikan. Ikan tersebut merupakan ikan bebas KHV, berasal dari daerah bebas serangan KHV. Validasi ikan uji bebas KHV ini dilengkapi pula dengan pemeriksaan DNA virus menggunakan metoda PCR. Selama proses aklimatisasi kondisi kesehatan ikan dievaluasi. Ikan yang digunakan selain bebas KHV, merupakan ikan yang sehat, tidak terserang parasit dan bakteri. Wadah penelitian adalah akuarium berukuran 60 X 40 X 40 cm3 sebanyak 9 buah. Sebelum digunakan, akuarium dibersihkan dengan larutan KMnO4 5 ppm, kemudian dibilas air bersih dan dikeringkan.

Pemeliharan, aplikasi perlakuan suhu media

Setelah wadah siap kemudian diisi dengan air bersih, yaitu air yang telah melewati proses klorinasi. Setelah akuarium diisi air ikan ditebar sebanyak 15 ekor ikan/akuarium Ikan dikondisikan di akuarium pada suhu 25-26 oC selama 4 minggu. Penyesuaian suhu air media sesuai dengan perlakuan dilakukan sebelum penginfeksian virus, dengan cara penambahan es untuk suhu 20±2 oC dan pemasangan water heater untuk 30±2 oC. Besarnya perubahan suhu/hari sebesar ± 2 oC/hari, hingga diperoleh suhu media 20±2 oC , 25±2 oC dan 30±2 oC, yang kemudian diperlakukan selama 3 minggu masa penginfeksian virus.

Selama pemeliharaan ikan diberi pakan komersial sebanyak 5% bobot badan/hari dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 50-70% pada pagi hari. Air yang digunakan untuk

pergantian air telah disiapkan 24 jam sebelumnya hasil proses klorinasi dan diaerasi. Sebelum proses pergantian air, suhu air disesuaikan terlebih dahulu dengan pemberian es dan atau dipertahankan dengan water heater

Virus yang digunakan dan metoda infeksi

Virus yang digunakan adalah virus herpes yang diperoleh dan ikan mas yang terserang penyakit herpes di karamba jaring apung Cirata. Ekstraksi virus dilakukan dengan cara menggerus insang ikan dengan mortar dan ditambahkan larutan NaCI fisiologis, sehingga menghasilkan konsentrat virus 10%. Pada pelaksanaan penggerusan ini, mortar dan larutan NaCl fisiologis dalam kondisi dingin. Hasil gerusan yang telah halus, disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit dengan suhu 5 °C. Supernatan diambil dengan syringe kemudian disaring dengan kertas saring miliphore 0.45 µm. Hasil saringan ini merupakan inokulan baku virus herpes. Untuk keperluan selama penelitian bahan inokulan virus ini kemudian diawetkan dalam deep freezer (suhu -85 °C).

Sebelum dipakai bahan inokulan baku virus tersebut ditambah dengan larutan NaCl fisiologis untuk mendapatkan konsentrasi 10-5, titer yang akan digunakan untuk menginfeksi ikan mas. Dalam penelitian ini konsentrasi virus yang digunakan adalah dosis FID50-120 jam (berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, tertera pada lampiran 24). Hasil pengenceran ditambahkan antibiotik 10.000 IU penecillin dan 10.000 μg streptomycin. Ikan yang telah dikondisikan pada suhu sesuai perlakuan, diinjeksi 0,1 ml inokulum virus herpes dengan konsentrasi 10-5.

Pengumpulan data

Pengamatan kejadian infeksi KHV dilakukan berdasarkan pengamatan gejala klinis (secara visual). Pengamatan gejala klinis dilakukan setelah injeksi virus hingga hari ke-21 berdasarkan deskripsi ikan terinfeksi KHV sesuai Hedrick

et al. (2000); OATA (2001); Sunarto et al. (2002), terdiri atas pemeriksaan kerusakan insang (pendarahan, kerusakan lamella, adanya bercak kekuningan dan insang warna buram), pendarahan pada bagian tubuh, perubahan warna tubuh yang menjadi buram, ketebalan lendir, penurunan nafsu makan ikan, ikan susah bernafas dan posisi renang ikan. Jumlah ikan yang mati karena infeksi virus herpes pada masing-masing perlakuan suhu dihitung dari awal infeksi hingga hari

ke-21. Ikan yang mati terinfeksi KHV, adalah ikan mati dan atau sekarat (moribund) yang menunjukkan gejala klinis khas serangan KHV. Prosentase ikan mati karena terinfeksi KHV dihitung berdasarkan rumus:

Nt

I = --- X 100% No

Keterangan : I = Prosentase ikan mati karena terinfeksi KHV (%)

Nt = Jumlah ikan mati terinfeksi KHV (ekor) No = Jumlah ikan tiap unit percobaan (ekor)

Validasi kejadian infeksi virus dilakukan pada setiap ikan uji, dengan bantuan metoda histologi. Ikan yang terinfeksi KHV dengan gejala klinis khas yang parah atau sekarat (moribund), diambil dan insangnya dipreparasi untuk keperluan analisa histologi. Sisa ikan yang bertahan terhadap serangan virus dipreparasi pada akhir penelitian.

Melalui metoda histologi infeksi virus dievaluasi berdasarkan keberadaan badan inklusi virus pada preparat histologi. Pembuatan preparat histologi insang melalui tahapan: penyiapan sediaan, dehidrasi, clearing (penjernihan), embedding

(infiltrasi), pemotongan (trimming), pewarnaan (staining), mounting dan

mikrofotografi. Tahapan pembuatan preparat histologi dapat dilihat pada Lampiran 26. Preparat histologi kemudian diamati dengan bantuan mikroskop.

Pengamatan terhadap status kesehatan ikan pada berbagai suhu media penginfeksian KHV dikaji berdasarkan gambaran darahnya. Pengamatan terhadap gambaran darah lebih diarahkan untuk melihat respon imunitas selular. Pemeriksaan respon imunitas selular terdiri atas prosentase hematokrit, penjenisan leukosit, total leukosit dan indeks fagositik. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melakukan pembiusan dan mengambil darah dari 3 ekor ikan pada masing-masing unit penelitian, dari bagian kaudal (vena caudalis) dengan syringe 1 ml yang telah dibilas dengan anti koagulan (Na-sitrat 3,8%). Darah yang telah diambil ditampung ke dalam tabung mikro tube dan selanjutnya diperiksa. Metode pengukuran parameter darah tertera pada Lampiran 25.

Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur terdiri atas suhu air, kandungan oksigen terlarut, pH, amoniak, nitrit. Suhu air diukur setiap hari dengan menggunakan

thermometer maksimum-minimum, sedangkan parameter yang lain diukur setiap minggu.

Penelitian Tahap Dua: Penentuan Efektivitas Suplementasi Kromium-ragi sebagai Immunostimulan pada Suhu Rentan KHV

Penelitian tahap dua mengaplikasikan 2 level suhu media yaitu Ti (suhu 20±2 oC) dan Tii (suhu 25±2 oC), dimana kedua suhu tersebut bersifat rentan terhadap infeksi KHV (hasil penelitian tahap satu), sedangkan dosis kromium-ragi terdiri dari 3 level yaitu, suplementasi kromium ragi dalam pakan sebanyak 1.5 ppm (K1); 2.0 ppm (K2); 2.5 ppm (K3) dan kontrol yaitu kromium 0 ppm (K0).

Ikan dan wadah pemeliharaan

Ikan yang digunakan adalah ikan mas berumur 4 bulan dengan bobot 20-25 gram, diaklimatisasi selama 4 minggu untuk mendapatkan ikan yang berukuran sama dan menentukan status kesehatan ikan. Ikan yang digunakan merupakan bagian dari populasi ikan yang sama, yang digunakan pada penelitian tahap satu Wadah penelitian adalah akuarium berukuran 60 X 40 X 40 cm3 sebanyak 24 buah. Sebelum digunakan, akuarium dibersihkan dengan larutan KMnO4 5 ppm, kemudian dibilas air bersih dan dikeringkan.

Pakan yang digunakan

Pakan yang digunakan adalah pakan ikan komersial berbentuk pellet dengan kandungan protein 28%. Pakan dihancurkan dengan blender kemudian dibagi 3 kelompok, masing-masing ditambahkan kromium-ragi, hingga diperoleh konsentrasi kromium (Cr3+) sebesar 1.5 ppm, 2.0 ppm dan 2.5 ppm. Masing-masing kelompok pakan tersebut dihomogenkan dan dibentuk pellet kembali. Sedangkan untuk kontrol (kromium 0 ppm) adalah pakan tanpa penambahan kromium.

Pemeliharaan, aplikasi perlakuan suhu dan pemberian pakan kromium-ragi

Setelah wadah siap diisi dengan air yang bersih hasil klorinasi, selanjutnya ikan ditebar sebanyak 15 ekor/akuarium. Setelah ikan dipelihara selama 3 minggu, maka suhu mulai diaklimasi dengan perubahan 2 0C/hari hingga mencapai suhu perlakuan dan kemudian dipertahankan pada masing-masing kisaran perlakuan dengan pemasangan water heater dan atau penambahan es ke dalam akuarium.

Sejalan dengan pemberian suhu maka pemberian pakan kromium-ragi dilakukan pula yaitu dimulai pada awal minggu ke-5. Pemberian pakan berkromium diberikan sebelum penginfeksian virus (28 hari pertama), dan dilanjutkan pula setelah penginfeksian virus (selama 28 hari), hingga akhir penelitian tahap dua. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Setiap unit penelitian masing-masing diberi pakan yang mengandung kromium-ragi sesuai dengan perlakuan dengan dosis 5% bobot biomassa/hari, dan pemberiannya dilakukan 3 kali/hari, pada pagi, siang dan sore hari. Pergantian air dilakukan setiap hari sebanyak 50-70%/hari, dilakukan pada pagi hari. Air yang digunakan untuk pergantian air telah disiapkan 24 jam sebelumnya hasil proses klorinasi dan diaerasi. Sebelum proses pergantian air, suhu air disesuaikan dengan pemberian es dan atau dipertahankan dengan water heater.

Tabel 2. Uraian tahapan kegiatan pada penelitian tahap dua Waktu (minggu ke-)

Uraian Tahapan Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Aklimatisasi ikan √ √ √ √

Aplikasi suhu dan pakan berkromium

√ √ √ √ √ √ √ √

Uji tantang virus √ √ √ √

Virus yang digunakan dan metoda infeksi

Bahan virus yang digunakan pada penelitian tahap dua adalah virus dari sumber yang sama yang digunakan pada penelitian tahap satu, demikian pula dengan metode preparasi dan penginfeksian adalah sama seperti pada penelitian tahap satu. Sedangkan penginfeksian virus dilakukan pada hari ke-29 (28 hari setelah pemberian pakan berkromium).

Pengumpulan data

Pengamatan terhadap beberapa parameter darah dilakukan untuk menilai status kesehatan ikan selama pemberian pakan berkromium, baik pada masa sebelum penginfeksian virus maupun pada saat setelah penginfeksian virus. Pengamatan parameter gambaran darah dan metode pengukurannya, sesuai dengan penelitian tahap satu. Pengambilan sample darah dilakukan pada hari ke-0 (sebelum pemberian pakan kromium ragi), dan setelah pemberian pakan

berkromium yaitu : hari ke-7, 14, 21, 28 (sebelum infeksi virus) dan hari ke-36, 43, 50, 57 (setelah penginfeksian virus).

Pengamatan kematian karena infeksi KHV dievaluasi berdasarkan gejala klinis secara visual, dan dilakukan setelah penginfeksian virus (hari ke-29) hingga hari ke-57 (metode pengamatan sesuai penelitian tahap satu). Ikan yang mati terinfeksi KHV, adalah ikan mati dan atau sekarat(moribund) yang menunjukkan gejala klinis khas terserang KHV, hingga hari ke-57. Prosentase ikan mati karena terinfeksi KHV dihitung berdasarkan rumus sesuai penelitian tahap satu.

Kualitas air

Parameter kualitas air yang diukur terdiri atas suhu air, kandungan oksigen terlarut, pH, amoniak, nitrit. Suhu air diukur setiap hari dengan menggunakan

thermometer maksimum-minimum, sedangkan parameter yang lain diukur setiap minggu.

Analisis Data

Data gambaran darah yang diukur pada penelitian ini meliputi prosentase hematokrit, total lekosit, jenis leukosit dan indeks fagositik (parameter-parameter imunologi) dianalisis secara statistik dengan ANOVA menggunakan SPSS 12. Apabila signifikan, maka digunakan uji lanjut Duncan. Adapun variabel kualitas air, gejala klinis (visual) dan histopatologi dianalisa secara deskriptif.