Sebagaimana sudah dikemukakan di atas bahwa Putusan 1887 mengandung unsur asing, sehingga putusan perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur asing tersebut mempunyai hubungan hukum dalam bidang Hukum Perdata Internasional77 (Private International Law). Unsur asing ini ditentukan oleh subjek, tempat atau formasinya. Yang menjadi persoalan dalam HPI adalah menentukan hukum manakah yang harus berlaku atau dikenal dengan prinsip lex causae78.
Prinsip lex causae merupakan pendekatan yang berkembang di dalam ilmu hukum perdata internasional, bekerja dalam menyelesaikan persolan-persolan hukum yang mengadung unsur asing, khususnya dalam menetapkan hukum apa yang harus diberlakukan untuk menyelesaikan perkara yang mengandung unsur asing tersebut79.
Dengan prinsip lex causae membuka kemungkinan bagi pengadilan dan hakim untuk dapat memakai hukum perdagangan internasional, dalam hal ini
76
Lihat penerapan hal ini pada halaman 42-43 di atas, Supra
77
Selanjutnya Penulis singkat menjadi HPI.
78
Rachmat Setiawan, SH.,Op.Cit.,hlm., 125.
79 Dr. Bayu Seto Hardjowahono, SH.,LL.M. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Buku kesatu Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm.,81.
48 konversi dalam proses pengambilan keputusan hukum untuk “merekayasa” dan “mengarahkan” penarikan kesimpulan-kesimpulan hukum secara diskresioner dan lebih berkeadilan atau apa yang telah Penulis kemukakan di atas80 lebih ideal81. Tidak jarang bahwa pada suatu saat pengadilan dalam putusannya menganut suatu prinsip, namun dalam perkembangnnya berubah sikap dan mengganti pola pendekatan yang digunakannya untuk menyelesaikan perkara-perkara HPI82. Yang terpenting dalam kaitan ini tentunya adalah nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi dalam penengakan hukumlah yaitu nilai-nilai keadilan (justice), kewajaran (reasonablenees), kepastian hukum (legal certainty), serta tanggung jawab profesional (professional responsibility) harus selalu menjadi dasar pemanfaatan HPI dalam aktivitas pengambilan keputusan hukum sehari-hari83.
Pada tahap ini, sebagai akibat dari adanya unsur-unsur asing maka hakim84, harus menentukan fakta-fakta di dalam perkara yang menunjukan adanya keterkaitan (connection) antara perkara dan tempat-tempat asing (tempat-tempat diluar wilayah negara forum). Fakta-fakta ini dalam HPI disebut sebagai
80
Lihat Bab I hal., 8.
81Ibid. hlm., 13.
82
Di dalam sistem Conflict of Laws Amerika Serikat, misalnya, telah berkembang pelbagai metode berpikir dan atau pendekatan yang secara teoritik berbeda-berbeda. Namun, dalam praktik, pengadilan-pengadilan di negara bagian di AS ternyata tampak bebas untuk memiilih metode berpikir atau pendekatan apa yang hendak digunakannya dalam penyelesaian perkara-perkara
conflict of Laws. Lihat Symeonides, Symeon C., Choice of Law in the American Courts in 2003 Seventeenth Annual Survey. American Journal of Comparative Law, 52 Am. J. Comp. L. 9, 2004.
83 Dr. Bayu Seto Hardjowahono,Op.Cit., hlm. Penulis lebih suka memanfaatkan kaedah hukum yang mengatur transaksi bisnis atau perdagangan internasional.
84 Istilah “hakim” di sini hendaknya diartikan secara luas dan mencakup juga siapa saja yang harus mengalami proses berpikir yuridis semacam ini.
49 titik-titik taut primer85 adanya titik-titik taut primer di dalam sekumpulan fakta menunjukan bahwa orang sedang menghadapi sebuah perkara HPI86.
Menghadapi suatu perkara HPI (atau “perkara yang menunjukan pertautan dengan lebih dari satu sistem hukum nasional dari negara-negara yang berbeda”), maka hakim dapat mengabaikan konsekuensi bahwa:
Lex fori87 bukanlah satu-satunya sistem hukum yang otomatis harus
diberlakukan dalam penyelesain perkara yang bersangkutan. Artinya, ada kebutuhan untuk menentukan sistem hukum manakah di antara sistem-sistem hukum yang relevan, yang harus diberlakukan dalam penyelesaian perkara yang sedang dihadapi88.
Dalam kaitan dengan persoalan di atas setiap proses pengambilan keputusan hukum oleh hakim maka, tindakan “kualifikasi” adalah bagian dari proses yang hampir pasti dilalui karena dengan kualifikasi, orang dalam hal ini hakim mencoba untuk menata sekumpulan fakta yang dihadapinya (sebagai
85 Titik-titik taut adalah fakta-fakta dalam sebuah perkara yang mempertautkan perkara dengan suatu tempat/wilayah negara tertentu. Sedangkan titik-titik taut primer adalah fakta-fakta dalam sebuah perkara HPI yang, ditinjau dari kedudukan forum, mempertautkan perkara dengan tempat atau wilayah suatu negara asing tertentu. Lihat lebih lanjut pada Bab V buku DR. Bayu Seto Kardjowahono, SH., LLM. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Buku Kesatu Penerbit PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2006, hlm., 121-139.
86 Dr. Bayu Seto Hardjowahono, Op.Cit., hlm., 17.
87Lex fori adalah sistem hukum dari tempat dimana persoalan hukum diajukan sebagai perkara.
Dengan kata lain, lex fori adalah hukum dari forum tempat perkara diselesaikan.
88 Sistem hukum yang harus digunakan untuk menyelesaikan sebuah perkara HPI dalam pembahasan ini disebut dengan istilah lex causae.
50 persoalan hukum), mendefinisikannya, dan kemudian menempatkannya ke dalam kategori yuridik tertentu89.
Kualifiksi masalah hukum (classification of the cause of action) secara lebih khusus dalam perkara perdata internasional dimana orang selalu berurusan dengan kemungkinan berlakunya lebih dari satu sistem atau aturan hukum kaedah dan asas dari dua negara yang berbeda. Sehingga kualifikasi dalam Hukum Perdata Internasional dilakukan berdasarkan sistem hukum mana/apa, di antara pelbagai sistem hukum yang relevan dalam suatu perkara90.Dalam HPI Lex Causae yang bisa dipakai untuk menjawab masalah di atas.
Menurut Martin Wolf91 prinsip lex causae di definisikan sebagai:
proses kualifikasi dalam perkara Hukum Perdata Internasional dijalankan sesuai dengan sistem hukum serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara.
Tindakan kualifikasi tersebut menunjukan adanya lex causae dengan lex fori yang diperluas. Hal itu jugadimaksudkan untuk menentukan kaidah hukum perdata Internasional mana dari lex fori yang paling erat kaitanya dengan kaidah hukum asing yang mungkin diberlakukan. Penentuan ini harus dilakukan dengan memperhatikan sistem hukum asing92 bersangkutan. Setelah kategori yuridik dari
89 Dr. Bayu Seto Hardjowahono, Op.Cit., hlm., 68. Harus Penulis akui bahwa demikian itu pulah dilakukan dalam penelitian dan penulisan karya tulis ini.
90Ibid.
91Private Internasional Law. 2nd Edition, Oxford, 1950, hal., 146 dan seterusnya.
92 Sebetulnya lebih tepat apabila istilah yang digunakan adalah sistem hukum perdagangan internasional/ lex mercatoria. Inilah perbedaan titik kajian antara skripsi ini dengan skripsi tentang HPI atau Private International Law.
51 suatu peristiwa hukum ditetapkan dengan cara itu, barulah dapat ditetapkan kaidah hukum perdata Internasional mana dari lex fori yang akan digunakan untuk menunjuk ke arah lex causae93.
Tindakan kualifikasi dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara hukum perdata Internasional dan salah saatu fungsi utama hukum perdata Internasional adalah menetapkan aturan-aturan yang dapat diterapkan pada perkara-perkara yang merasuk ke dalam suatu sistem hukum asing. Dengan demikian, jelaslah bahwa hakim dalam perkara hukum perdata internasional harus juga mempertimbangkan aturan-aturan dan lembaga-lembaga hukum asing. Karena hal itu pula, hakim tidak dapat terikat secara kaku (rigid) pada konsep-konsep hukum lex fori yang paling dikenal oleh hakim saja. Sikap yang demikian dapat mengakibatkan dikesampingkan suatu lembaga atau konsep hukum asing yang seharusnya digunakan, hanya karena alasan tidak dikenalnya lembaga atau konsep hukum asing itu di dalam lex fori94. Padahal hakim itu sendiri adalah lex fori, setidak-tidaknya menurut hemat Penulis.
Ada pendapat yang megemukakan bahwa: konsep - konsep seperti “kontrak”, “perbuatan melawan hukum”, dan sebagainya dalam hukum perdata
93 Perlu disadari di sini bahwa Kaidah HPI(choice of law rule) umumnya merupakan kaidah penunjuk yang di dalamnya memuat titik taut apa yang harus digunakan sebagai tititk taut penentu dalam rangka menetapkan hukum yang akan diberlakukan.
94
52 internasional diberi pengertian yang lebih luas sehingga dapat mencakup peristiwa/hubungan hukum yang sejenis dari suatu sistem asing95”.
Jika diteliti lebih jauh Putusan 1887 tersebut di atas mengandung elemen-elemen asing, maka dalam penerapan hukum mana yang lebih berlaku di dalam transaksi adalah adil bila para hakim dalam mengadili dan memutus perkara Putusan 1887 menetapkan lex causae berdasarkan prinsip hukum perdagangan internasional yaitu; lex mercatoria.