• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3.1 Hasil .1 Sintasan

3.1.9 Kualitas Air

Udang normal Nekrosis pada ruas tubuh

Nekrosis pada ruas tubuh dan warna kemerahan pada ekor

Gambar 9. Perubahan makro anatomi udang uji setelah infeksi IMNV

3.1.9 Kualitas Air

Kualitas air selama masa pemeliharaan diukur pada awal dan akhir masa pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi temperatur, pH, kandungan oksigen terlarut (DO), salinitas, dan TAN selama pemeliharaan (Tabel 2).

15 Tabel 2. Nilai kualitas air pada media pemeliharaan udang vaname

Parameter Perlakuan Literatur SNI 01-7246-2006 Tandon awal A B C D E Suhu (oC) 27-30 28-30 28-30 28-30 28-30 28-30 28.5-31.5oC pH 7,83 7,72 7,73 7,65 7,75 7,73 7.5-8.5 DO (mg/l) 5,1 4,1 4,3 3,9 4,7 4,5 > 3.5 Salinitas (ppt) 26 24-26 24-26 24-26 24-26 24-26 15-35 TAN (ppm) 0,14 0,31 0,29 0,37 0,32 0,34 < 1

Nilai kualitas air selama masa pemeliharaan pada semua perlakuan masih berada pada kisaran untuk pertumbuhan udang vaname. Sehingga diasumsikan perubahan kelangsungan hidup, pertumbuhan, konversi pakan, dan respon imun yang terjadi pada udang uji bukan diakibatkan oleh kualitas air media pemeliharaan.

3.2 Pembahasan

Sintasan merupakan peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu (Effendie 1997). Penghitungan nilai sintasan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilakukan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, sedangkan tahap kedua dilakukan pada akhir penelitian pasca infeksi IMNV. Setelah 30 hari perlakuan sinbiotik (Gambar 1), diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Sedangkan hasil pengamatan pasca uji tantang menggunakan IMNV diperoleh hasil bahwa perlakuan C menghasilkan sintasan yang tertinggi yaitu 80% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, D, dan E, namun berbeda nyata dengan perlakuan A.

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pemberian sinbiotik memberikan pengaruh yang baik terhadap kelangsungan hidup udang vaname yang diinfeksi IMNV. Hal tersebut diduga karena probiotik V. alginolyticus (SKT-b) dapat meningkatkan respon imun udang. Gullian et al. (2004) menyatakan bahwa V. alginolyticus mampu meningkatkan pertumbuhan dan respon imunitas pada udang vaname. Peningkatan respon imun tersebut terlihat pada jumlah sel hemosit yang dihasilkan oleh udang uji (Gambar 4). Jumlah hemosit pada perlakuan C memiliki nilai yang tinggi sehingga udang lebih siap dalam menghadapi patogen. Rodriguez dan Lee Moullac (2000) menyatakan bahwa hemosit pada krustase memainkan peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan

16 metazoa. Selain itu, penambahan prebiotik juga mampu meningkatkan kerja dari bakteri probiotik. Schrezenmeir & Vrese (2001) menyatakan bahwa prebiotik mampu menstimulir pertumbuhan atau aktivitas metabolik bakteri di dalam usus. Hasil penelitian Li et al. (2009) menunjukkan bahwa penambahan gabungan probiotik Bacillus dan prebiotik isomaltooligosaccharides pada udang vaname yang diinfeksi WSSV memberikan nilai sintasan 41,38% lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol.

Udang uji pada perlakuan D juga menunjukkan jumlah hemosit yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan C, namun pada perlakuan D nilai sintasan yang dihasilkan rendah. Hal tersebut diduga karena jumlah sel hemosit yang melakukan proses fagositosis pada udang perlakuan D (56,82%) lebih rendah dibanding perlakuan C (64,76%) dan menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 8). Sehingga udang pada perlakuan C lebih mampu menghadapi patogen. Rodriguez dan Lee Moullac (2000) menyatakan bahwa nilai indeks fagositik yang tinggi menggambarkan bahwa organisme tersebut memiliki kemampuan untuk memproduksi sel-sel fagosit dalam darah dengan jumlah lebih banyak, sehingga ketika terjadi paparan mikroorganisme patogen, sel darah siap melakukan proses fagositosis.

Menurut Effendie (1997), pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu. Penghitungan laju pertumbuhan harian udang vaname dalam penelitian ini dilakukan setelah 30 hari pemberian perlakuan sinbiotik. Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa laju pertumbuhan harian udang pada perlakuan C, D, dan E memiliki nilai yang tinggi (6,93-6,97%) dan memberikan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan A dan B. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik pada udang melalui pakan memberikan pengaruh yang baik. Lisal (2005) menyatakan bahwa penambahan sinbiotik mampu meningkatkan mikroflora normal di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan. Berdasarkan pengujian terhadap aktivitas amilolitik dan proteolitik bakteri probiotik SKT-b yang dilakukan Widagdo (2011), diketahui bahwa bakteri tersebut menghasilkan enzim amilase dan protease. Enzim-enzim tersebut diduga telah membantu kecernaan pakan sehingga pertumbuhan udang yang diberi pakan

17 sinbiotik meningkat. Menurut Atlas et al. (1984), mikroba amilolitik adalah mikroba yang mampu menghasilkan enzim amilase yang akan mendegradasi zat pati menjadi maltosa dan glukosa yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Sedangkan mikroba proteolitik adalah mikroba yang mampu menghasilkan enzim protease yang akan merombak protein menjadi asam amino yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi.

Effendi (2004) menyatakan bahwa Feed Conversion Ratio (FCR) atau rasio konversi pakan merupakan suatu ukuran yang menyatakan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging. Gambar 3 menunjukkan bahwa setelah 30 hari perlakuan sinbiotik diperoleh nilai konversi pakan pada perlakuan C dan D (1,54-1,58%) berbeda nyata dengan perlakuan A dan B (1,86%). Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa pemberian pakan sinbiotik terhadap udang vaname memberikan pengaruh yang baik terhadap nilai FCR. Hal tersebut diduga disebabkan oleh bakteri probiotik SKT-b yang mampu menghasilkan enzim amilase dan protease. Berdasarkan hasil penelitian Widagdo (2011), diketahui bahwa SKT-b merupakan bakteri yang memiliki aktivitas enzim amilase dan protease. Sehingga kemampuan probiotik SKT-b dalam menghasilkan enzim-enzim tersebut yang diduga menyebabkan nilai konversi pakan udang lebih baik. Price dan Stevens (1996) dalam Yandri et al. (2008) menyatakan bahwa protease merupakan suatu enzim yang berfungsi memecah ikatan peptida untuk menghasilkan asam amino dan peptida sederhana lainnya. Protease adalah salah satu enzim yang penting dalam proses pencernaan, termasuk di dalamnya tripsin dan kemotripsin yang bertanggung jawab terhadap hampir 60% pada proses pencernaan udang (Lemos et al. 2000).

Hemosit memiliki peranan yang penting dalam sistem imun udang. Hemosit berperan dalam proses fagositosis, enkapsulasi, degranulasi, dan agregasi nodular terhadap patogen atau partikel asing, serta berperan dalam produksi dan pelepasan proPO (Sahoo et al. 2008). Berdasarkan Gambar 4, hasil pengukuran THC yang didapat pada akhir masa perlakuan sinbiotik diketahui bahwa THC pada perlakuan C dan D memiliki nilai tertinggi (3,03-3,05)x107sel/ml, serta menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan lainnya. Jumlah sel hemosit pada

18 perlakuan E lebih rendah dibanding perlakuan C dan D namun lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol, serta menunjukkan perbedaan yang nyata.

Nilai THC pasca uji tantang mengalami penurunan pada semua perlakuan, namun penurunan THC pada perlakuan B (kontrol (-)) tidak terlalu signifikan. Jumlah sel hemosit tertinggi pada pengukuran pasca uji tantang terdapat pada udang yang diberi perlakuan C yaitu sebesar 2,76x107 sel/ml, serta menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan lainnya. Jumlah sel hemosit pada perlakuan D dan E lebih rendah dibanding perlakuan C, namun lebih tinggi dibanding perlakuan A (kontrol(+)) dan memberikan perbedaan yang nyata.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa walaupun jumlah sel hemosit mengalami penurunan, namun perlakuan dengan pemberian sinbiotik tetap memberikan nilai THC yang lebih tinggi dibanding kontrol (+). Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh sinbiotik yang diberikan dalam pakan udang. Bachere (2000) menyatakan bahwa proses imun pertama pada krustase adalah rekognasi mikroorganisme penyerang yang dimediasi oleh hemosit. Pembentukan hemosit ini dapat dirangsang oleh beta glukan dan probiotik.

Phenoloxidase (PO) merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada krustase sebagai respon terhadap penyerang asing (Sritunyalucksana dan Soderhall 2000). Enzim phenoloxidase (PO) terdapat dalam hemolim sebagai inactive pro-enzyme yang disebut proPO. Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang dikenal sebagai proPO activing system (sistem aktivasi proPO). Sistem ini terutama diaktifkan oleh beta glukan, peptidoglikan, dan LPS.

Aktivitas PO di akhir perlakuan sinbiotik sebelum uji tantang pada perlakuan C dan D memiliki nilai yang tinggi yaitu 0,32 dan 0,33 serta menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan A, B, dan E (Gambar 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik mampu meningkatkan aktivitas PO pada udang. Hasil penelitian Li et al. (2009) menunjukkan bahwa penambahan gabungan probiotik Bacillus dan prebiotik isomaltooligosaccharides pada udang vaname yang diinfeksi WSSV, mampu menghasilkan nilai PO sebesar 31,93% lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol. Aktivitas PO udang uji mengalami penurunan pasca uji tantang. Aktivitas PO berkaitan dengan jumlah

19 total sel hemosit, karena salah satu fungsi dari hemosit udang adalah dalam produksi dan pelepasan PO ke dalam hemolim dalam bentuk inactive pro-enzyme (Manoppo 2011). Sehingga pada umumnya semakin banyak jumlah hemosit semakin tinggi pula produksi PO, begitu pula sebaliknya.

Tipe hemosit udang dapat diklasifikasikan berdasarkan keberadaan granula sitoplasma, yaitu sel hyaline dan granular (Johansson et al. 2000). Sel hyaline merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa granular. Sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula. Berdasarkan Gambar 6, penghitungan yang dilakukan diketahui bahwa jumlah persentase sel hyaline yang tinggi terdapat pada perlakuan C dan D (38,1-39,77%), serta menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan A, B, dan E (32,78-35,06%). Sedangkan persentase sel granular berbanding terbalik dengan sel hyaline (Gambar 7). Sel granular dengan jumlah yang rendah terdapat pada perlakuan C dan D, serta menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan A, B, dan E. Total diferensial hemosit merupakan jumlah persentase dari sel hyaline dan sel granular. Masing-masing tipe sel aktif dalam reaksi kekebalan tubuh. Sel hyaline terlibat dalam fagositosis, sedangkan sel granular aktif dalam enkapsulasi, pelepasan proPO dan cytotoxicity (Johansson et al. 2000). Fase saat pergantian kulit pada udang berpengaruh terhadap jumlah sel hyaline dan granular. Rodriguez dan Lee Moullac (2000) menyatakan bahwa jumlah sel hyaline yang tinggi terdapat pada fase molting, sedangkan jumlah sel granular yang tinggi dalam hemolim terjadi selama fase intermoult.

Salah satu mekanisme respon imun yang dibentuk oleh tubuh udang dalam mempertahankan diri dari serangan infeksi adalah melalui proses fagositosis (Rodriguez dan Lee Moullac 2000). Nilai indeks fagositik selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa nilai indeks fagositik selama penelitian cukup bervariasi. Berdasarkan hasil uji statistik setelah 30 hari masa perlakuan sinbiotik, nilai indeks fagositik perlakuan C, D, dan E berbeda nyata dengan perlakuan A dan B.

Nilai indeks fagositik pasca infeksi IMNV mengalami penurunan kecuali pada perlakuan B (kontrol (-)). Namun nilai tertinggi tetap diperoleh pada

20 perlakuan C dengan nilai 56,12%, kemudian diikuti perlakuan D dan E. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik mampu meningkatkan respon imun udang. Rodriguez dan Lee Moullac (2000) menyatakan bahwa nilai indeks fagositik yang tinggi menggambarkan bahwa organisme tersebut memiliki kemampuan untuk memproduksi sel-sel fagosit dalam darah lebih banyak, sehingga ketika terjadi paparan mikroorganisme patogen, sel darah siap melakukan proses fagositosis. Sel yang melakukan aktivitas fagositosis pada udang adalah sel hyaline. Johansson et al. (2000) menyatakan bahwa sel hyaline terlibat dalam proses fagositosis.

Pengamatan gejala klinis dilakukan untuk mengetahui perkembangan infeksi IMNV terhadap udang uji. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa terjadi perubahan makro anatomi udang uji pasca infeksi (Gambar 9). Perubahan awal yang terjadi adalah munculnya nekrosis pada bagian abdomen udang. Selain itu gejala klinis juga ditunjukkan dengan terbentuknya otot putih pada ruas-ruas tubuhnya, dan muncul warna kemerahan pada ekor udang. Senapin et al. (2007) menyatakan bahwa ciri-ciri umum udang yang terinfeksi IMNV meliputi nekrosis pada otot, terutama pada segmen abdominal dan ekor, timbulnya perubahan warna pada otot menjadi putih hingga warna seperti udang rebus. Kematian biasanya terjadi pada saat gejala klinis sudah parah seperti ekor merah dan sebagian atau seluruh tubuh udang memutih.

21

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik dalam pakan dengan frekuensi setiap hari memberikan pengaruh yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Udang yang dipelihara dengan pemberian pakan sinbiotik setiap hari dan diinfeksi IMNV memiliki sintasan yang tinggi yaitu sebesar 80%. Selain itu, perlakuan pemberian pakan sinbiotik mampu meningkatkan respon imun udang.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penerapan pemberian sinbiotik melalui pakan pada budidaya udang vaname skala massal.

22

DAFTAR PUSTAKA

Anderson and Siwicki AK., 1993. Basic Haemotology and Serologi For Fish Health Program. Paper Presented. In Second Symposium on Disease in Asian Aquaculture ”Aquatic Animal Health and The Eviroment” Phuket, Thailand. 25-29th October 1993.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budiyanti., 1989. Petunjuk Laboratorium Pengujian Pangan. IPB Press, Bogor.

Atlas, R.M., Brown, A.E., Dobra, K.W., Miller, L., 1984. Experimental Microbiology. Fundamental and Applications. Macmillan Publishing Company, New York.

Bachere, E., 2000. Shrimp immunity and desease control. Aquaculture 191:3-11 Blaxhall and Daysley. 1973. Routine Haematological Methods For Use with Fish

Blood. Journal Fish Biology 5:577-581.

Coelho, M.G.L., Silva, A.C.G., Nova, C.M.V.V., Neto, J.M.O., Lima, A.C.N., Feijo, R.G., Apolinario, D.F., Maggioni, R., Gesteira, T.C.V., 2009. Susceptibility of the wild southern brown shrimp (Farfantepenaeus subtilis) to infectious hypodermal and hematopoietic necrosis (IHHN) and infectious myonecrosis (IMN). Aquaculture 294, 1–4

Costa, A.M., Buglione, C.C., Bezerra, F.L., Martins, P.C.C., Barracco, M.A., 2009. Immune assessment of farm-reared Penaeus vannamei shrimp naturally infected by IMNV in NE Brazil. Aquaculture 291, 141-146.

Ditjen Perikanan Budidaya, 2010. Program peningkatan produksi budidaya tahun 2010-2014. Di dalam: Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010, Batam 25-28 Januari 2010.

Effendi, I., 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.

Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Gullian, M., Thompson, F., Rodriguez, J., 2004. Selection of probiotic bacteria

and study of their immunostimulatory effect in Penaeus vannamei. Aquaculture 233, 1-14.

Huisman, E.A., 1987. Principles of Fish Production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen Agriculture University, Netherland.

Johansson, M.W., Keyser, P., Sritunyalucksana, K., Soderhall, K., 2000. Krustasen haemocytes and haemotopoiesis. Aquaculture 191, 45-52.

23 Lemos, D., Ezquerra J.M., Garcia-Carreno F.L., 2000. Protein digestion in penaeid shrimp: digestive proteinases, proteinase inhibitors and feed digestibility. Aquaculture 186, 89-105.

Li, J., Beiping T., Kangsen M., 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291, 35–40.

Lisal, J.S., 2005. Konsep porbiotik dan prebiotik untuk modulasi mikrobiota usus besar. Medical Nusantara 26, 256-262.

Liu C.H., Chen J.C., 2004. Effect of Ammonia On The Immune Response Of White Shrimp Litopenaeus vannamei And Its Susceptibility To Vibrio alginolyticus. Fish and Shellfish Immunol 16: 321-334.

Mahious, Getesoupe, Hervi, M., Metailler, R., Ollevier, 2006. Effect of dietary inulin and oligosaccharides as prebiotics for weaning turbot, Psetta maxima (Linnaeus, C.1758). Aquaculture Internasional 14 (3), 219-229.

Manoppo, H., 2011. Peran nukleotida sebagai imunostimulan terhadap respon imun nonspesifik dan resistensi udang (Litopenaeus vannamei). [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Marlis, A., 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dan pengaruh pengolahan terhadap potensi prebiotiknya. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Martin, G.G., and Graves L.B., 1995. Structure and Classification Of Shrimp Haemocytes. J Morfology. 185:339-348.

Muchtadi, D., 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud, Ditjen Dikti-PAU IPB.

Rodriguez, L., Le Moullac G., 2000. State of the art immunological tools and health controlof penaeid shrimp. Aquaculture 191: 109-119

Sahoo, P.K., Das, A., Mohanty, S., Mohanty, B.K., Pilai, B.R., Mohanty, J., 2008.

Dietary β-1,3 glucan improve the immunity and disease resistance of

freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii challenged with Aeromonas hydrophyla. Aquaculture Research 39, 1574-1578

Schrezenmeir, J. & Vrese, M., 2001. Probiotics, Prebiotics and Synbiotic-Approaching a Definition. American Journal of Clinical Nutrition, 73: 2; 361-364.

Senapin, S., K. Phewsaiya, M. Briggs, T.W. Flegel. 2007. Outbreaks of infectious myonecrosis virus (IMNV) in Indonesia confirmed by genome sequencing

24 and use of an alternative RT-PCR detection method. Aquaculture 266, 32-38.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. Produksi udang vaname L. vannamei di tambak dengan teknologi intensif. Badan Standardisasi Nasional.

Sritunyalucksana, K., Soderhall, 2000. The proPO and clotting system in crustaceans. Aquaculture 191, 53-69

Tang, K.F., Pantoja, C.R., Poulos, B.T., Redman, R.M., Lightner, D.V., 2005. In situ hybridization demonstrates that Litopenaeus vannamei, L. stylirostris and Penaeus monodon are susceptible to experimental infection with infectious myonecrosis virus (IMNV). Dis. Aquat. Org. 63, 261–265.

Verschuere, L., Rombaut, G., Sorgeloos, P., Verstraete, W., 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biology Review 64, 655-671.

Wang, B.Y., 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity of the shrimp penaeus vannamei. Aquaculture 269, 259-264.

Widagdo, P., 2011. Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas perikanan dan ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widanarni, Suwanto, A., Sukenda, Lay, B.W., 2003. Potency of Vibrio isolates for biocontrol of vibriosis in tiger shrimp (Penaeus monodon) larvae. Biotropia 20, 11-23.

Yandri, Suhartati, T., Herasari, D., Hadi S. 2008. The chemical modification of protease enzyme isolated from locale bacteria isolate, Bacillus subtilis itbccb148 with cyanuric chloride-polyethylenglycol. European Journal of Scientific Research 23, 177-186.

Zonneveld, N., Huisman, E.A., Boon, J.H., 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

25

26 Lampiran 1. Analisis statistik terhadap sintasan udang vaname pada akhir

perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 90,00 5.00000 2.88675 B 3 96,67 2.88675 1.66667 C 3 91,67 2.88675 1.66667 D 3 96,67 2.88675 1.66667 E 3 93,33 7.63763 4.40959 Anova

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Perlakuan 106.667 4 26.667 1.231 0.358 Galat 216.667 10 21.667 Total 323.333 14 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 A 3 90,00 C 3 91,67 E 3 93,33 B 3 96,67 D 3 96,67 Sig. 0.563

Lampiran 2. Analisis statistik terhadap sintasan udang vaname pasca infeksi IMNV

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 53.3333 6.66500 3.84804 B 3 91.1100 3.84515 2.22000 C 3 80.0000 6.67000 3.85093 D 3 62.2233 3.85093 2.22333 E 3 64.4467 10.36737 5.75910 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 2743.434 4 685.859 6.430 0.008 Galat 1066.711 10 106.671 Total 3810.145 14

27 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 A 3 53.3333 D 3 62.2233 62.2233 E 3 64.4467 64.4467 C 3 80.0000 80.0000 B 3 91.1100 Sig. 0.237 0.071 0.217

Lampiran 3. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan harian udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 6.6470 0.15156 0.08750 B 3 6.6560 0.12400 0.07159 C 3 6.9650 0.01947 0.01124 D 3 6.9407 0.06553 0.03783 E 3 6.9313 0.02501 0.01444 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan .313 4 0.078 8.978 0.002 Galat .087 10 0.009 Total .401 14 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 A 3 6.6470 B 3 6.6560 E 3 6.9313 D 3 6.9407 C 3 6.9650 Sig. 0.908 0.683

Lampiran 4. Analisis statistik terhadap rasio konversi pakan udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 1.85450 0.021920 0.015500 B 3 1.85850 0.044548 0.031500 C 3 1.54100 0.142836 0.101000 D 3 1.57750 0.116673 0.082500 E 3 1.65350 0.050205 0.035500

28 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan .183 4 0.046 5.859 0.040 Galat .039 5 0.008 Total .222 9 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 C 3 1.54100 D 3 1.57750 E 3 1.65350 1.65350 A 3 1.85450 B 3 1.85850 Sig. 0.270 0.074

Lampiran 5. Analisis statistik terhadap total haemocyte count udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 1.41700 0.134350 0.095000 B 3 1.58000 0.223446 0.158000 C 3 3.03000 0.212132 0.150000 D 3 3.05250 0.432042 0.305500 E 3 2.34200 0.073539 0.052000 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 4.796 4 1.199 19.651 0.003 Galat .305 5 0.061 Total 5.101 9 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 A 3 1.41700 B 3 1.58000 E 3 2.34200 C 3 3.03000 D 3 3.05250 Sig. 0.538 1.000 0.931

29 Lampiran 6. Analisis statistik terhadap total haemocyte count udang vaname pada

pasca infeksi IMNV

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 0.9450 0.13435 0.09500 B 3 1.5300 0.21213 0.15000 C 3 2.7600 0.31113 0.22000 D 3 1.4830 0.08061 0.05700 E 3 1.4800 0.11314 0.08000 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 3.600 4 0.900 25.116 0.002 Galat .179 5 0.036 Total 3.779 9 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 A 3 0.9450 E 3 1.4800 D 3 1.4830 B 3 1.5300 C 3 2.7600 Sig. 1.000 0.806 1.000

Lampiran 7. Analisis statistik terhadap aktivitas phenoloxidase udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 0.22250 0.010607 0.007500 B 3 0.21750 0.002121 0.001500 C 3 0.31650 0.031820 0.022500 D 3 0.33150 0.043134 0.030500 E 3 0.21800 0.046669 0.033000 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan .027 4 0.007 6.421 0.033 Galat .005 5 0.001 Total .032 9

30 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 B 3 0.21750 E 3 0.21800 A 3 0.22250 C 3 0.31650 D 3 0.33150 Sig. 0.885 0.660

Lampiran 8. Analisis statistik terhadap aktivitas phenoloxidase udang vaname pasca infeksi IMNV

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 0.05550 0.000707 0.000500 B 3 0.21250 0.038891 0.027500 C 3 0.18150 0.007778 0.005500 D 3 0.07650 0.010607 0.007500 E 3 0.07600 0.031113 0.022000 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan .041 4 0.010 19.147 0.003 Galat .003 5 0.001 Total .043 9 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 A 3 0.05550 E 3 0.07600 D 3 0.07650 C 3 0.18150 B 3 0.21250 Sig. 0.414 0.236

Lampiran 9. Analisis statistik terhadap jumlah sel hyaline udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 33.3333 1.52753 0.88192 B 3 32.7800 1.50243 0.86743 C 3 39.7700 1.82321 1.05263 D 3 38.1033 1.74684 1.00854 E 3 35.0600 1.60390 0.92601

31 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 110.455 4 27.614 10.198 0.001 Galat 27.077 10 2.708 Total 137.532 14 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 B 3 32.7800 A 3 33.3333 E 3 35.0600 D 3 38.1033 C 3 39.7700 Sig. 0.136 0.243

Lampiran 10. Analisis statistik terhadap jumlah sel hyaline udang vaname pasca infeksi IMNV

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 23.2900 1.06381 0.61419 B 3 30.7700 1.41078 0.81451 C 3 38.6100 1.76757 1.02051 D 3 37.8500 1.73156 0.99972 E 3 32.5033 1.49152 0.86113 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 461.151 4 115.288 50.260 0.000 Galat 22.938 10 2.294 Total 484.089 14 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 C 3 23.2900 D 3 30.7700 E 3 32.5033 B 3 37.8500 A 3 38.6100 Sig. 1.000 0.191 0.553

32 Lampiran 11. Analisis statistik terhadap jumlah sel granular udang vaname pada

akhir perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 66.6667 1.52753 0.88192 B 3 67.2200 1.50243 0.86743 C 3 60.2300 1.82321 1.05263 D 3 61.9000 1.74138 1.00539 E 3 64.9400 1.60390 0.92601 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 110.409 4 27.602 10.208 0.001 Galat 27.039 10 2.704 Total 137.448 14 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 C 3 60.2300 D 3 61.9000 E 3 64.9400 A 3 66.6667 B 3 67.2200 Sig. 0.242 0.136

Lampiran 12. Analisis statistik terhadap jumlah sel granular udang vaname pasca infeksi IMNV

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 76.7100 1.06381 0.61419 B 3 69.2300 1.41078 0.81451 C 3 61.3900 1.76757 1.02051 D 3 62.1500 1.73156 0.99972 E 3 67.5033 1.48716 0.85861 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 461.155 4 115.289 50.317 0.000 Galat 22.912 10 2.291 Total 484.067 14

33 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 C 3 61.3900 D 3 62.1500 E 3 67.5033 B 3 69.2300 A 3 76.7100 Sig. 0.552 0.193 1.000

Lampiran 13. Analisis statistik terhadap indeks fagositik udang vaname pada akhir perlakuan sinbiotik

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 28.5033 1.30822 0.75530 B 3 28.7400 1.31913 0.76160 C 3 64.7600 2.96885 1.71407 D 3 56.8200 2.60225 1.50241 E 3 52.9600 2.42877 1.40225 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 3362.569 4 840.642 168.558 0.000 Galat 49.872 10 4.987 Total 3412.442 14 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 A 3 28.5033 B 3 28.7400 E 3 52.9600 D 3 56.8200 C 3 64.7600 Sig. 0.899 0.060 1.000

Lampiran 14. Analisis statistik terhadap indeks fagositik udang vaname pasca infeksi IMNV

Perlakuan N Rata-rata Std. Deviasi Std. Eror A 3 22.3467 1.02890 0.59404 B 3 30.1400 1.38459 0.79940 C 3 56.1233 2.57170 1.48477 D 3 42.5400 1.95087 1.12634 E 3 40.6767 1.86358 1.07594

34 Anova SK JK DB KT F Hitung P Perlakuan 1987.111 4 496.778 147.253 0.000 Galat 33.736 10 3.374 Total 2020.848 14 Uji Duncana Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 4 A 3 22.3467 B 3 30.1400 E 3 40.6767 D 3 42.5400 C 3 56.1233 Sig. 1.000 1.000 .242 1.000

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN FREKUENSI BERBEDA

PADA PAKAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei UNTUK

PENCEGAHAN IMNV (INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)

GHITA RYAN SEPTIANI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

22

DAFTAR PUSTAKA

Anderson and Siwicki AK., 1993. Basic Haemotology and Serologi For Fish Health Program. Paper Presented. In Second Symposium on Disease in Asian Aquaculture ”Aquatic Animal Health and The Eviroment” Phuket, Thailand. 25-29th October 1993.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budiyanti., 1989. Petunjuk Laboratorium Pengujian Pangan. IPB Press, Bogor.

Atlas, R.M., Brown, A.E., Dobra, K.W., Miller, L., 1984. Experimental Microbiology. Fundamental and Applications. Macmillan Publishing Company, New York.

Bachere, E., 2000. Shrimp immunity and desease control. Aquaculture 191:3-11 Blaxhall and Daysley. 1973. Routine Haematological Methods For Use with Fish

Blood. Journal Fish Biology 5:577-581.

Coelho, M.G.L., Silva, A.C.G., Nova, C.M.V.V., Neto, J.M.O., Lima, A.C.N., Feijo, R.G., Apolinario, D.F., Maggioni, R., Gesteira, T.C.V., 2009. Susceptibility of the wild southern brown shrimp (Farfantepenaeus subtilis) to infectious hypodermal and hematopoietic necrosis (IHHN) and infectious myonecrosis (IMN). Aquaculture 294, 1–4

Costa, A.M., Buglione, C.C., Bezerra, F.L., Martins, P.C.C., Barracco, M.A., 2009. Immune assessment of farm-reared Penaeus vannamei shrimp naturally infected by IMNV in NE Brazil. Aquaculture 291, 141-146.

Ditjen Perikanan Budidaya, 2010. Program peningkatan produksi budidaya tahun 2010-2014. Di dalam: Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010, Batam 25-28 Januari 2010.

Effendi, I., 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.

Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Gullian, M., Thompson, F., Rodriguez, J., 2004. Selection of probiotic bacteria

and study of their immunostimulatory effect in Penaeus vannamei. Aquaculture 233, 1-14.

Huisman, E.A., 1987. Principles of Fish Production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen Agriculture University, Netherland.

Johansson, M.W., Keyser, P., Sritunyalucksana, K., Soderhall, K., 2000. Krustasen haemocytes and haemotopoiesis. Aquaculture 191, 45-52.

23 Lemos, D., Ezquerra J.M., Garcia-Carreno F.L., 2000. Protein digestion in penaeid shrimp: digestive proteinases, proteinase inhibitors and feed digestibility. Aquaculture 186, 89-105.

Li, J., Beiping T., Kangsen M., 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291, 35–40.

Lisal, J.S., 2005. Konsep porbiotik dan prebiotik untuk modulasi mikrobiota usus besar. Medical Nusantara 26, 256-262.

Liu C.H., Chen J.C., 2004. Effect of Ammonia On The Immune Response Of

Dokumen terkait