• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Tahap I

4.1.2. Kualitas asap cair

Hasil analisa asap cair dari bahan pengasap campuran (tempurung kelapa dan batang ubi kayu) yang diproduksi pada suhu pirolisis berbeda menghasilkan kadar fenol yang berbeda. Rata-rata kadar fenol asap cair pada suhu pirolisis 200 ºC, 300 ºC dan 400 ºC berturt-turut adalah 0.29%, 1.96% dan 2.0%. Secara jelas kadar fenol asap cair bahan pengasap campuran yang diproduksi dari berbagai suhu pirolisis disajikan pada Gambar 15.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa kadar fenol makin bertambah dengan meningkatnya suhu pirolisis. Peningkatan ini akibat semakin banyak terjadi degradasi lignin dan selulosa pada suhu yang lebih tinggi.

Kayu atau bahan pengasap mengandung berbagai komponen utama seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin. Lignin adalah bagian kayu paling keras sehingga baru akan terurai pada suhu yang tinggi. Menurut Simon et al, (2005) pirolisis lignin akan menghasilkan fenol dan turunannya yang penting sebagai bahan pengawet dalam asap cair.

Jika dibandingkan dengan asap cair dari tempurung kelapa dan batang ubi kayu yang diproduksi secara terpisah, kadar fenol bahan pengasap campuran berada diantara keduanya, lebih tinggi dari kadar fenol asap cair batang ubi kayu

Gambar 15. Kadar fenol asap cair bahan pengasap campuran pada berbagai suhu pirolisis

0 2 4 6 8 10 12 T o ta l As a m ( % ) 200 300 400

Suhu Pirolisa (oC)

Campuran TK BS

tetapi lebih rendah dari asap cair tempurung kelapa (Tabel 14). Namun secara umum untuk semua asap cair, baik yang produksi dari bahan pengasap campuran maupun secara terpisah menunjukkan peningkatan kadar fenol dengan bertambahnya suhu pirolisis.

Tabel 14. Kadar fenol asap cair beberapa bahan pengasap pada berbagai suhu pirolisis

Suhu Pirolisis (oC) Kadar Fenol (%) Campuran BS + TK TK BS 200 0.29±0.13 0.60±0.12 0.08±0.02 300 0.90±0.16 1.55±0.73 0.34±0.00 400 1.96±0.05 2.76±0.00 0.60±0.12 TK : Tempurung Kelapa BS : Batang ubi kayu

Total Asam

Hasil analisa asap cair dari bahan pengasap campuran (tempurung kelapa dan batang ubi kayu) yang diproduksi pada suhu pirolisis berbeda menghasilkan kadar asam yang tidak jauh berbeda. Rata-rata kadar total asam asap cair pada suhu pirolisis 200 ºC, 300 ºC dan 400 ºC berturt-turut adalah 7.32%, 8.72% dan 9.03%. Secara jelas total asam asap cair bahan pengasap campuran yang diproduksi dari berbagai suhu pirolisis disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Kadar total asam asap cair bahan pengasap campuran pada berbagai suhu pirolisis

Gambar diatas memperlihatkan kadar asam makin bertambah dengan meningkatnya suhu pirolisis, tetapi peningkatannya sangat kecil terutama menjelang suhu pirolisis 400 ºC. Hal ini mungkin karena semakin kecil selulosa yang terurai pada suhu yang lebih tinggi. Penguraian terbesar terjadi menjelang suhu 300 ºC dimana pada suhu tersebut merupakan suhu optimal degradasi selulosa. Menurut Pearson dan Tauber (1973) dalam Tampubolon (1983) terurainya lignin dan terbentuknya fenol paling banyak pada temperatur diatas 310 o

C, sedangkan pada suhu dibawahnya yang paling banyak adalah senyawa- senyawa asam.

Jika dibandingkan dengan asap cair dari tempurung kelapa dan batang ubi kayu yang diproduksi secara terpisah, kadar asam bahan pengasap campuran berada diantara keduanya, lebih tinggi dari kadar fenol asap cair batang ubi kayu tetapi lebih rendah dari asap cair tempurung kelapa (Tabel 15). Namun secara umum untuk semua asap cair, baik yang produksi dari bahan pengasap campuran maupun secara terpisah menunjukkan peningkatan kadar asam dengan bertambahnya suhu pirolisis.

Tabel 15. Kadar total asam asap cair beberapa bahan pengasap pada berbagai suhu pirolisis

Suhu Pirolisis (oC) Kadar Asam (%) Campuran BS + TK TK BS 200 7.32±0.52 9.45±0.16 6.24±0.57 300 8.72±0.20 10.03±0.99 6.48±0.08 400 9.03±0.15 10.15±0.49 6.65±0.16 TK : Tempurung Kelapa BS : Batang ubi kayu

Kadar Benzo(a)piren

Hasil analisa menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa Benzo(a)pyren tidak ditemukan pada asap cair bahan pengasap campuran yang diproduksi pada semua suhu pirolisis baik 200 ºC, 300 ºC maupun 400 ºC (Lampiran 9a). Hal yang sama juga terjadi pada asap cair pembanding (Lampiran 9b).

Tidak ditemukannya Benzo(a)pyren dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan karena kandungannya sangat rendah atau memang sudah tidak ada dalam asap cair akibat proses redestilasi. Selain itu belum bakunya teknik preparasi sampel dengan pelarut yang tepat merupakan salah satu faktor yang diduga berperan dalam ketelitian ekstraksi benzopyren.

Menurut Pszczola (1995) dalam Darmaji (2002) redestilasi merupakan salah satu cara pemurnian terhadap asap cair, yaitu proses pemisahan kembali suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Redestilasi asap cair dilakukan untuk menghilangkan senyawa yang berbahaya seperti poliaromatik hidrokarbon (PAH) dan tar. Benzo(a)pyren mempunyai titik didih yang cukup tinggi yaitu 312 ºC (Jaya et al. 1997) dan diduga tidak akan teruapkan pada saat redestilasi dengan suhu 125 ºC.

Hasil analisa ini menunjukkan bahwa tujuan yang diharapkan dari proses pembuatan asap cair untuk mengurangi resiko kesehatan bagi manusia akibat kandungan senyawa karsinogen sudah terpenuhi dengan tidak ditemukan Benzo(a)pyren dalam asap cair.

4.2. Penelitian Tahap II 4.2.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kisaran awal konsentrasi yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penelitian utama. Pada tahap ini dilakukan uji hedonik atau kesukaan untuk menentukan perlakuan terbaik.

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai ikan asap yang direndam dalam asap cair konsentrasi 2% dibanding 6% dan 10%. Nilai rata-rata hedonik ikan asap untuk konsentrasi asap cair 2%, 6% dan 10% berturut-turut adalah 5.93 (agak suka), 5.60 (mendekati agak suka) dan 5.27 (lebih dari netral).

Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa kesukaan panelis terhadap ikan asap semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi asap cair. Hal ini menurut beberapa panelis karena ikan dengan konsentrasi asap cair tinggi agak terasa pahit. Penggunaan konsentrasi asap cair yang tinggi selama perendaman menyebabkan tingkat penyerapan ke dalam daging ikan juga menjadi tinggi

Gambar 17. Nilai hedonik ikan tongkol asap pada berbagai konsentrasi asap cair 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N ila i O rgan ol e pt ik 2 6 10

Konsentrasi Asap Cair (%)

sehingga akan berpengaruh pada rasa ikan asap. Keadaan ini sejalan dengan pendapat Maga (1988) yang menyatakan makin tinggi kandungan fenol pada bahan yang diasap umumnya makin tidak disukai, karena golongan fenol memberikan bau pungent (tajam), manis asap dan seperti bau terbakar.

Secara umum rata-rata nilai hedonik ikan asap tertinggi masih diatas batas penerimaan (mendekati agak suka), sehingga berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi asap cair 2% merupakan konsentrasi terbaik yang dapat digunakan sebagai acuan perlakuan pada penelitian utama.

4.2.2. Penelitian Utama Parameter Organoleptik

Uji organoleptik yang dipakai dalam tahap ini adalah uji hedonik atau kesukaan yang merupakan gabungan dari berbagai sifat sensori yang ada pada produk, dan bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap ikan tongkol asap yang baru diproduksi.

Dari hasil penelitian pendahuluan didapatkan ikan tongkol asap yang direndam dalam asap cair konsentrasi 2% yang lebih disukai panelis dengan nilai kesukaan masih sekitar 5.93 (agak suka). Untuk itu dalam penelitian lanjutan digunakan konsentrasi asap cair dengan kisaran yang lebih rendah yaitu dari 0.5 sampai 2%. Hasil pengujian terhadap nilai kesukaan ikan tongkol asap disajikan pada Tabel 16.

Hasil analisis Kruskal Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair dan lama perendaman berbeda nyata terhadap kesukaan panelis (P≤0.05). Berdasarkan Gambar 18, terlihat semakin tinggi konsentrasi asap cair, ikan tongkol asap makin disukai baik yang direndam selama 30 maupun 60 menit dengan nilai rata-rata organoleptik berkisar antara 5.87 (mendekati agak suka) sampai 7.06 (suka).

Tabel 16. Nilai organoleptik ikan tongkol asap hasil perendaman dalam asap cair dengan berbagai konsentrasi

A0B0 = Tanpa asap cair dan tanpa perendaman A1B1 = Asap cair 0.5 %, rendam selama 30 menit A1B2 = Asap cair 0.5 %, rendam selama 60 menit A2B1 = Asap cair 1 %, rendam selama 30 menit A2B2 = Asap cair 1 %, rendam selama 60 menit A3B1 = Asap cair 1.5 %, rendam selama 30 menit A3B2 = Asap cair 1.5 %, rendam selama 60 menit A4B1 = Asap cair 2 %, rendam selama 30 menit A4B2 = Asap cair 2 %, rendam selama 60 menit

Walaupun sama-sama meningkat, tetapi peningkatan nilai organoleptik tertinggi dicapai pada ikan yang direndam dalam asap cair konsentrasi 2% selama 30 menit (A4B1) yaitu 7.06 (suka), sedangkan ikan yang direndam selama 60 menit pada konsentrasi yang sama (A4B2) mempunyai nilai 6.80 (mendekati suka). Untuk nilai organoleptik terendah dimiliki oleh kontrol tanpa asap cair (A0B0) yaitu 5.87.

Uji lanjut Tukey (Lampiran 5) menunjukkan bahwa ikan yang direndam dalam asap cair konsentrasi 2% selama 30 menit (A4B1) tidak berbeda dengan ikan yang direndam dalam asap cair konsentrasi 2% selama 60 menit (A4B2) serta perendaman dalam asap cair konsentrasi 1.5% selama 30 menit (A3B1) dan 60

Perlakuan Nilai Organoleptik A0B0 5.87±1.24 A1B1 6.00±1.31 A1B2 5.90±1.46 A2B1 5.96±1.17 A2B2 6.10±1.67 A3B1 6.20±1.32 A3B2 6.73±1.16 A4B1 7.06±0.80 A4B2 6.80±0.83

Gambar 18. Nilai hedonik ikan tongkol asap selama perendaman pada berbagai konsentrasi asap cair.

1 2 3 4 5 6 7 Ni la i He d o n ik 0 0,5 1 1,5 2

Konsentrasi Asap cair (%)

30 mnt 0 mnt 60 mnt

menit (A3B2), tetapi berbeda dengan ikan yang tidak direndam asap cair (A0B0) maupun yang direndam dalam asap cair konsentrasi 0.5% selama 30 menit (A1B1) dan 60 menit (A1B2) serta konsentrasi 1% selama 30 menit (A2B1) dan 60 menit (A2B2). Hal ini menunjukkan bahwa panelis memberikan apresiasi yang tidak berbeda pada ikan tongkol yang diberi asap cair 1.5% dan 2% baik yang direndam selama 30 menit maupun 60 menit, tetapi sebaliknya apresiasi yang berbeda ditunjukkan panelis jika konsentrasi asap cair di perkecil atau dikurangi menjadi 1% atau 0.5% bahkan akan lebih rendah lagi jika ikan tongkol tidak direndam asap cair.

Asap cair dengan konsentrasi 1.5 dan 2% ternyata lebih dapat diterima panelis dibanding konsentarsi yang lebih rendah. Hal ini diduga sangat berhubungan dengan kandungan fenol dan senyawa asap lainnya pada ikan. Pada konsentrasi yang lebih rendah senyawa-senyawa asap yang diserap ikan agak rendah sehingga akan mempengaruhi sifat organoleptik (terutama flavor dan aroma asap). Hal ini diperkuat dengan kisaran fenol ikan asap pada konsentrasi 0.5 dan 1% (Tabel 17) berkisar antara 3.05 - 4.17 ppm. Menurut Girard (1992) senyawa-senyawa asap yang paling berperan dalam pembentukan sifat-sifat makanan yang diinginkan adalah fenol, asam dan karbonil. Fenol mempunyai kontribusi besar pada citarasa produk asap. Senyawa-senyawa fenol dengan titik didih rendah dan sedang seperti guaiakol dan siringol berperan besar dalam

memberikan rasa dan aroma asap pada produk (Rojum, 1999), sedangkan karbonil terutama aldehid dan keton berpengaruh pada warna (Daun, 1979 dalam Darmadji, 2002). Selain itu menurut Rojum (1999) asam juga berperan dalam memberi rasa pada produk, sehingga diduga kuat dengan semakin tinggi konsentrasi asap cair (sampai batas 2%) makin banyak senyawa-senyawa tersebut yang diserap sehingga akan meningkatkan penerimaan panelis.

Daya terima panelis terhadap sifat organoleptik ikan asap secara umum menjadi lebih tinggi karena selama pemanasan (pengovenan) produk akan menjadi lebih awet, tekstur, aroma dan rasa menjadi lebih baik serta daya cerna meningkat (Muchtadi et al. 1992). Ditambahkan bahwa lemak merupakan salah satu komponen gizi yang paling mempengaruhi nilai flavor ikan asap. Selama pengovenan lemak dalam daging ikan akan mencair sehingga menambah palabilitas daging tersebut. Hal ini disebabkan karena pecahnya komponen- komponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam- asam dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh pada pembentukan citarasa.

Walupun secara statistik tidak berbeda, tetapi rata-rata nilai kesukaan yang diberikan panelis terhadap perlakuan A4B1 lebih tinggi dari perlakuan A4B2 sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan tongkol yang direndam dalam asap cair konsentrasi 2% selama 30 menit merupakan perlakuan terbaik yang dapat digunakan pada penelitian selanjutnya.

Hasil penelitian ini tidak sama dengan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terutama terhadap nilai organoleptik (kesukaan) ikan asap. Hal ini dapat terjadi akibat penggunaan bahan pengasap yang berbeda. Menurut Rojum (1999) untuk memperoleh produk dengan flavour yang tidak khas, kombinasi dari beberapa jenis kayu dapat dilakukan untuk memproduksi asap cair.

Parameter Kimia dan Mikrobiologi

Parameter kimia dan mikrobiologi sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan gizi, keamanan pangan dan daya awet ikan asap. Hasil pengujian terhadap parameter kimia dan mikrobiologi ikan tongkol asap disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil analisis kimiawi (berdasarkan berat kering) ikan tongkol asap pada berbagai konsentarsi asap cair

Perlakuan Kadar Air Protein Lemak Fenol Benzo(a)piren (%) (%) (%) (ppm) (ppb) A0B0 144,65±1,06 45,12±0,33 A0 1,92±0,05 A0 3,05±0,21 tdk terdeteksi A1B1 152,21±1,62 56,63±0,19 A1 2,11±0,10 A1 3,50±0,18 tdk terdeteksi A1B2 150,00±0,88 55,90±0,67 A2 2,24±0,03 A2 3,85±0,51 tdk terdeteksi A2B1 143,07±0,17 60,71±1,15 A3 1,45±0,01 A3 3,95±0,44 tdk terdeteksi A2B2 156,23±2,88 52,49±0,30 A4 1,31±0,05 A4 4,17±0,40 tdk terdeteksi A3B1 157,73±4,09 52,42±0,26 B0 3,05±0,21 tdk terdeteksi A3B2 145,91±0,73 54,79±1,20 B1 3,62±0,19 tdk terdeteksi A4B1 149,60±1,10 58,62±0,05 B2 4,11±0,49 tdk terdeteksi A4B2 148,72±1,66 58,13±1,45 tdk terdeteksi

Keterangan : Kode perlakuan lihat Tabel 16

Kadar Air

Kadar air bahan pangan sangat berpengaruh terhadap nilai organoleptik serta daya awet bahan tersebut. Dalam pengolahan ikan asap, selain proses pengasapan juga dilakukan pengovenan yang secara tidak langsung dapat mengurangi kadar air ikan. Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air ikan tongkol asap yang telah diberi perlakuan.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7a) menunjukkan bahwa hanya interaksi perlakuan konsentrasi asap cair dan lama perendaman yang berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air ikan tongkol asap (P≤0.05).

Perubahan kadar air terjadi secara tidak beraturan dengan meningkatnya konsentrasi asap cair (Gambar 19). Rata-rata kadar air tertinggi dicapai pada ikan tongkol yang direndam dalam asap cair konsentrasi 1.5% selama 30 menit (A3B1) yaitu 157,73%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada ikan tongkol yang direndam dalam asap cair konsentrasi 1% selama 30 menit (A2B1) sebesar 143,07%.

Hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 7a) menunjukkan bahwa kadar air tertinggi yaitu pada ikan yang direndam asap cair konsentrasi 1.5% selama 30 menit (A3B1) berbeda dengan perlakuan lainnya kecuali dengan ikan yang direndam asap cair konsentrasi 1% selama 60 menit (A2B2) dan ikan yang direndam asap cair konsentrasi 0,5% selama 30 menit (A1B1).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 K a dar A ir (% bk ) 0 0,5 1 1,5 2

Konsentrasi Asap Cair (%)

30 mnt 0 mnt 60 mnt

Berdasarkan data yang ada ternyata perbedaan kadar air pada semua perlakuan berdasarkan berat kering ternyata cukup besar, tetapi jika dilihat berdasarkan berat basah (menurut acuan SNI) ternyata perbedaan nilainya cukup kecil yaitu sekitar 3% (58.8 - 61%). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun mempunyai pengaruh tetapi pengaruh konsentrasi dan waktu perendaman cukup kecil terhadap perubahan kadar air ikan tongkol asap. Perubahan yang fluktuatif ini mungkin juga akibat perbedaan kadar air bahan segarnya. Menurut Hadiwiyoto (1993) komposisi ikan segar tergantung dari umur, kelamin, ukuran, daerah penangkapan serta habitat tempat hidupnya.

Jika dibandingkan dengan Standara Nasional Indonesia untuk ikan asap (SNI 01-2725-1992) dimana kadar air (%bb) maksimal ikan asap adalah 60%, maka kadar air ikan tongkol asap dalam penelitian ini tidak berbeda jauh yaitu berkisar antara 58.86 - 61.19 %bb (143.07 - 157.73 %bk).

Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran senyawa organik bila dibakar sempurna dalam tungku pengabuan. Di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fa, Mn dan Cu, di (BSN, 1991). Analisis kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan total mineral yang terdapat pada ikan tongkol asap.

Gambar 19. Perubahan kadar air ikan tongkol asap pada berbagai konsentrasi asap cair

Gambar 20. Perubahan kadar abu ikan tongkol asap pada berbagai konsentrasi asap cair

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 K ada r A b u (% bk ) 0 0,5 1 1,5 2

Konsentrasi Asap Cair (%)

30 mnt 0 mnt 60 mnt

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7b) menunjukkan bahwa semua perlakuan baik konsentrasi asap cair, lama perendaman maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar abu ikan tongkol asap (P>0.05).

Walaupun tidak berpengaruh tetapi kadar abu ikan tongkol asap cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi asap cair (Gambar 20). Rata-rata peningkatan tertinggi dicapai pada ikan tongkol yang diberi asap cair konsentrasi 2% dan direndam selama 60 menit yaitu 3.02%, sedangkan kadar abu terendah terdapat pada ikan tongkol yang tidak diberi asap sebesar 1.50%.

Peningkatan kadar abu yang terjadi berhubungan dengan kandungan awal pada ikan segar yang sudah berbeda serta menurunnya kadar air ikan asap selama pengovenan yang secara langusng akan mempengaruhi persentase nilai gizi lainnya dalam ikan termasuk jumlah mineral. Selain itu perendaman dalam larutan garam 10% juga dapat mempengaruhi kandungan mineral ikan asap walaupun dalam jumlah kecil.

Kadar Lemak

Kadar lemak ikan tongkol asap selama pemanasan mengalami perubahan. Peningkatan persentase kadar lemak selama pemanasan terjadi pada ikan asap yang tidak diberi asap cair (0%) dan ikan asap yang diberi asap cair 0,5 serta 1%, tetapi pada ikan asap yang diberi asap cair 1,5 dan 2% mengalami penurunan. Jika melihat pola perubahan kadar lemak yang tidak teratur (Gambar 21), ternyata

Gambar 21. Perubahan kadar lemak ikan tongkol asap pada berbagai konsentrasi asap cair 0 0,5 1 1,5 2 2,5 K a d a r Le m a k (% ) 0 0,5 1 1,5 2

Konsentrasi Asap Cair (%)

sesuai dengan pola perubahan kadar airnya, dimana mulai meningkat dari konsentrasi asap cair 0 sampai 1% kemudian turun lagi sampai 2%.

Tetapi secara statistik perubahan kadar lemak ini juga dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi asap cair. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7c) menunjukkan bahwa perubahan kadar lemak ikan tongkol asap dipengaruhi oleh perlakuan konsentrasi asap cair (P≤0,05).

Uji lanjut Tukey (Lampiran 7c) menunjukkan bahwa kadar lemak tertinggi yaitu pada ikan yang direndam dalam asap cair konsentrasi 1% (A2) tidak berbeda dengan ikan yang tidak direndam asap cair (A0) maupun ikan yang direndam asap cair konsentrasi 0.5% (A1) tetapi berbeda dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan dengan kadar lemak terendah yaitu pada ikan yang direndam asap cair konsentrasi 2% (A4) tidak berbeda dengan ikan yang tidak direndam asap cair (A0) maupun yang direndam asap cair konsentrasi 1.5% (A3) tetapi berbeda dengan perlakuan lainnya.

Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair 0.5 sampai 2% memberikan pengaruh yang bervariasi dibanding kontrol (asap cair konsentrasi 0%). Berdasarkan kenyataan ini maka dapat dikatakan bahwa kemungkinan perubahan kadar lemak ikan asap lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan kadar airnya dibanding pengaruh perbedaan konsentrasi asap cair, karena pola perubahannya mengikuti perubahan kadar air selama pemanasan. Perbedaan kandungan lemak pada berbagai pelakuan konsentrasi asap cair mungkin juga disebabkan oleh perbedaan kandungan lemak awal ikan tongkol sehingga saat pemanasan akan berpengaruh terhadap persentase jumlah lemak ikan asap.

Gambar 22. Perubahan kadar protein ikan tongkol asap pada berbagai konsentrasi asap cair

0 10 20 30 40 50 60 70 K a da r P rot e in ( % bk ) 0 0,5 1 1,5 2

Konsentrasi Asap Cair (%)

30 mnt 0 mnt 60 mnt

Kadar Protein

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7d) menunjukkan bahwa semua perlakuan baik konsentrasi asap cair, lama perandaman maupun interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar protein ikan tongkol asap (P≤0.05).

Walaupun berfluktuasi tetapi kadar protein secara umum cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi asap cair, baik yang direndam selama 30 maupun 60 menit (Gambar 22). Rata-rata kadar protein tertinggi dicapai pada ikan tongkol yang direndam asap cair konsentrasi 1% selama 30 menit (A2B1) yaitu 60.71%, sedangkan kadar protein terendah terdapat pada ikan tongkol yang tidak diberi asap cair (A0B0) sebesar 45.12%.

Uji lanjut Tukey (Lampiran 7d) menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi pada ikan yang direndam asap cair konsentrasi 1% selama 30 menit (A2B1) tidak berbeda dengan konsentrasi 2% lama perendaman 30 menit (A4B1) dan 60 menit (A4B2), tetapi berbeda dengan perlakuan lainnya. Sedangkan ikan asap dengan kadar protein terendah yaitu yang tidak direndam asap cair (A0B0) berbeda dengan semua ikan asap yang direndam dalam asap cair.

Perubahan kadar protein yang tidak teratur ini dipengaruhi oleh perubahan kadar air yang juga sangat berfluktuatif. Selain itu perbedaan kandungan protein

Gambar 23. Perubahan kadar fenol ikan tongkol asap pada berbagai konsentrasi asap cair 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 K adar F en ol ( ppm ) 0 0,5 1 1,5 2

Konsentrasi Asap Cair (%)

pada bahan segarnya juga mempengaruhi jumlah protein akhir setelah pengasapan.

Walaupun selama penggaraman dan pengovenan dapat menyebabkan denaturasi protein dan keluarnya protein larut air, tetapi menurut Harris dan Karmas (1989) selama proses pemanasan terjadi susut air sehingga kadar protein dan lemak akan meningkat per unit bobot bahan.

Kadar Fenol

Fenol merupakan salah satu komponen asap yang sangat berpengaruh terhadap daya awet dan nilai organoleptik ikan asap. Analisis kandungan fenol ditujukan untuk mengetahui tingkat serapan fenol oleh daging ikan tongkol.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7e) menunjukkan bahwa hanya perlakuan tunggal konsentrasi asap cair dan perlakuan lama perendaman yang berpengaruh nyata terhadap perubahan kandungan fenol ikan asap, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh.

Kadar fenol cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi asap cair (Gambar 23). Hal yang sama juga terjadi pada waktu perendaman, semakin lama merendam ikan, makin tinggi kandungan fenol pada ikan (Gambar 24).

Rata-rata kadar fenol tertinggi terdapat pada ikan tongkol yang direndam dalam asap cair konsentrasi 2% yaitu 4.17 ppm, sedangkan kadar fenol terendah terdapat pada ikan tongkol yang tidak diberi asap cair sebesar 3.05 ppm.

Gambar 24. Perubahan kadar fenol ikan tongkol asap selama perendaman 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 0 30 60

Lama Perendaman (menit)

K a da r F e no l ( pp m )

Sementara pada perlakuan lama perendaman, rata-rata kadar fenol tertinggi dicapai oleh ikan yang direndam selama 60 menit yaitu 4.11 ppm, sedangkan terendah pada ikan tongkol yang tidak direndam asap cair sebesar 3.05 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan meningkatkan konsentarsi asap cair atau semakin lama merendam ikan dalam larutan asap, akan semakin tinggi kadar fenol ikan asap karena makin banyak jumlah fenol yang diserap daging ikan.

Uji lanjut Tukey untuk perlakuan konsentrasi asap cair (Lampiran 7e) menunjukkan bahwa ikan yang direndam asap cair konsentrasi (A4) tidak berbeda dengan perlakuan lainnya kecuali dengan ikan yang tidak direndam asap cair (A0), sedangkan untuk perlakuan lama perendaman (Lampiran 4f) menunjukkan bahwa ikan yang direndam asap cair selama 30 menit (B1) tidak berbeda dengan perendaman 60 menit (B2) tetapi berbeda dengan ikan yang tidak direndam (B0).

Keadaan ini menunjukkan bahwa pemberian asap cair dengan konsentrasi 0.5 sampai 2% tidak banyak mempengaruhi perbedaan tingkat penyerapan fenol ke ikan, akan tetapi perbedaan tersebut sangat kelihatan jika ikan tidak diberi asap cair karena memang tidak ada fenol yang diserap. Hal yang sama juga terjadi selama perendaman ikan. Waktu perendaman 30 dan 60 menit tidak banyak memberikan perbedaan terhadap tingkat penyerapan fenol.

Walaupun tidak direndam, tetapi hasil analisis menunjukkan pada perlakuan ikan yang tidak diberi asap juga mengandung fenol walaupun jumlahnya sangat kecil. Keadaan ini menunjukkan bahwa ikan segar juga mengandung fenol walaupun dalam jumlah sangat rendah. Menurut Hadiwiyoto et al. (2000)

terdapatnya fenol pada ikan segar merupakan kondisi alami sebagai hasil

Dokumen terkait