• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.5 Kualitas Hasil Audit

De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas hasil audit sebagai “probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien.” Probabilitas auditor untuk melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien tergantung pada independensi auditor. Tetapi lebih lanjut dinyatakan bahwa tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap, dan obyektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan.

Pemeriksaan harus memuat komentar tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya.

Menurut Irahandayani (2003) kualitas audit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : “berkualitas (dapat dipertanggungjawabkan) dan tidak berkualitas (tidak dapat dipertanggung jawabkan)”. Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dikatakan berkualitas jika hasil pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan bobot pertanggungjawaban atau akuntabilitas, serta dapat memberikan informasi pembuktian ada tidaknya penyimpangan, kesalahan serta tindak pidana korupsi. Hal ini akan memberikan kontribusi bagi mutu akuntabilitas instansi pemerintah daerah yang bersih dan bebas korupsi.

Kualitas hasil audit bisa juga dilihat dari kualitas keputusan-keputusan yang diambil. Menurut Edwards et. al (1984) “ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi sebuah keputusan yaitu

outcome oriented dan process oriented.” Pendekatan outcome oriented

digunakan jika solusi dari sebuah permasalahan atau hasil dari sebuah pekerjaan sudah dapat dipastikan. Untuk menilai kualitas keputusan yang diambil dilakukan dengan cara membandingkan solusi atau hasil yang dicapai dengan standar hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pendekatan process oriented digunakan jika solusi sebuah permasalahan atau hasil dari sebuah pekerjaan sangat sulit dipastikan. Maka untuk menilai kualitas keputusan yang diambil auditor dilihat dari kualitas

tahapan / proses yang telah ditempuh auditor selama menyelesaikan pekerjaan dari awal hingga menghasilkan sebuah keputusan.

Terdapat empat hal yang dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu: (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada cenderung klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga (Alim dkk, 2007).

2.1.6 Akuntabilitas

Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris

accountability yang berarti pertanggungjawaban atau keadaan untuk

dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Tetlock (1984) mendefinisikan akuntabilitas sebagai “bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya.” Dari definisi akuntabilitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan melalui media pertanggungjawaban secara periodik. Sedangkan menurut

Mardiasmo (2005:20), “akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban.”

Menurut standar akuntabilitas instansi pemerintah yang diterbitkan oleh BPKP, akuntabilitas merupakan kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang / badan hukum / pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara mencakup akuntabilitas yang harus diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Akuntabilitas menjelaskan peran dan tanggungjawab pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan dan kedisiplinan dalam melengkapi pekerjaan dan pelaporan. Kualitas dari hasil pekerjaan pemeriksa dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki pemeriksa dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Peran dan tanggung jawab auditor adalah sebagai berikut: (a)Tanggung jawab mendeteksi dan melaporkan kecurangan (fraud), kekeliruan, dan ketidakberesan. (b) Tanggung jawab mempertahankan sikap independensi dan menghindari konflik. (c) Tanggung jawab mengkomunikasikan informasi yang berguna

tentang sifat dan hasil proses audit. (d) Tanggung jawab menemukan tindakan melanggar hukum dari klien. (Slamet Sugiri dan Nasuhi Hidayat 2003:305-306)

Akuntabilitas diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut. Ada banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan dan pengaruh akuntabilitas seseorang terhadap kualitas audit, Penelitian mengenai akuntabilitas pernah dilakukan oleh Messier dan Quilliam (1992), meneliti tentang akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan, yang mengungkapkan bahwa akuntabilitas yang dimiliki oleh seorang auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini keputusan audit yang berpengaruh terhadap kualitas audit.

Selain itu, Cloyd (1997) melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kedua, seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. dan ketiga, seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan.

2.1.7 Integritas

Integritas diatur dalam Kode Etik dan Standar Audit (2008) yang menyatakan integritas adalah “suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip”. Dalam menghadapi aturan, standar, panduan khusus atau menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan apakah angggota telah menjaga integritas dirinya. Dimana integritas mengharuskan anggotanya untuk menaati standar teknis dan etika. Selain itu juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan dimana auditor harus menaati bentuk standar teknis dan etika,bersikap jujur dan transparan, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit serta tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang berkualitas.

Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambil. “Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap

jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.” (Ayuningtias, 2012).

Dokumen terkait