• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Kualitas air

5. Kualitas air

Kualitas air selama penelitian sangat mempengaruhi. Kualitas yang diukur adalah Suhu, pH, dan DO air. Adapun Nilai Rata-rata kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Perlakuan

Parameter kualitas air G0 G1 G2 G3

Suhu 27,21 27,35 27,47 27,34

pH 8,24 7,95 8,0 8,25

DO 7,85 7,72 6,42 7,93

Pembahasan 1.Prevalensi

Terjadinya infeksi pada hari pertama pengamatan pada setiap perlakuan disebabkan oleh tingginya aktifitas Argulus sp. mencari inang. Sedangkan adaptasi ikan uji belum sempurna ini terbukti pada hari pertama ikan uji tidak banyak melakukan pergerakan dan sering berdiam diri di dasar inilah yang memudahkan Argulus sp. menginfeksi ikan uji. Tingginya persentase nilai prevalensi Argulus sp. terhadap ikan uji dipengaruhi oleh kondisi kualitas air yang tidak terjaga akibat banyaknya metabolisme dan sisa sisa pakan yang dibiarkan selama pemeliharaan dalam media. Hal ini didukung oleh Ali, dkk., (2013) yang menyatakan bahwa Argulus sp. Memiliki 2 mata majemuk untuk mendeteksi inang. Warna terang pada betina untuk perilaku penyerangan pada waktu gelap sehingga bisa berenang dan mencari makan sampai 4 kali lebih jauh. Pada waktu gelap, ikan tidak bisa berenang cepat hal ini memudahkan Argulus sp. Jika parasit bergerak mencari inang disaat daya tahan ikan yang tidak prima sehingga ikan tidak mampu mengeliminasi patogen pada tubuh ikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan prevalensi antara tiap perlakuan masing-masing pada ikan uji. Persentase ikan yang terserang Argulus sp. yaitu pada kontrol 88%, tidak berbeda jauh dengan perlakuan garam (3 ppt) yaitu 73,83 %, sedangkan perlakuan garam (6 ppt) adalah 64 % dan yang sangat berbeda adalah perlakuan garam (9 ppt) yaitu 37,33 %. Hal ini didukung oleh Sinaga (2010) yang menjelaskan bahwa perlakuan kadar garam pada ikan hias mas koki mempengaruhi prevalensi ikan yaitu pada kontrol persentase ikan yang terserang Argulus sp. adalah 96,71 % tidak jauh berbeda dengan perlakuan garam

1,70 gram/liter yaitu 96,52 %, pada perlakuan garam 4,75 gram/liter yaitu 94 % sedangkan prevalensi terendah terdapat pada perlakuan garam 6,70 gram/liter yaitu 60,17 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil dari setiap pengamatan jika dilihat secara keseluruhan bahwa prevalensi ikan pada setiap perlakuan dan ulangan tidak terlalu beda. Namun setelah dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam prevalensi ikan uji yang terinfeksi Argulus sp. menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 1 %. Hal ini berarti adanya pengaruh yang sangat nyata dari pemberian garam terhadap nilai prevalensi Argulus sp. pada ikan uji.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa perlakuan G3

Dari tabel prevalensi yang disajikan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan namun dari hasil analisis uji lanjut beda nyata terkecil didapatkan hasil bahwa perlakuan G

(9 ppt) memberikan hasil paling baik dalam pengendalian serangan Argulus sp. pada ikan nila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Untuk lebih jelas perhitungan disajikan pada Lampiran 9.

0 dengan G1 tidak berbeda nyata, perlakuan G0 dengan G2 dan perlakuan G1 dengan G2 berbeda nyata, sedangkan perlakuan G0, G1, G2 dengan G3

Berdasarkan analisis pemberian garam pada media uji dapat menurunkan prevalensi Argulus sp. pada ikan uji. Penurunan prevalensi yang terbaik adalah pada perlakuan G

menunjukkan perbedaan sangat nyata.

3 (9 ppt). Dari hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa pemberian garam pada habitat ikan mampu mengurangi atau mengilangkan parasit pada ikan pembudidaya. Menurut Hadiroseyani et al (2009), Parasit tidak

beradaptasi dengan kadar salinitas kisaran yang luas, dengan demikian peningkatan kadar garam dalam air media hidup ikan yang terserang data menghambat pertumbuhan parasit tersebut.

2. Intensitas

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangan Argulus sp. sudah terlihat pada pengamatan hari pertama. Pada G2 dan G3 jumlah serangan semakin hari nya semakin berkurang lain dengan G0 (kontrol) dan G1 yang sedikit diberi garam mengalami kematian pada ikan uji. Perbedaan tingkat serangan pada ikan setiap perlakuan, dimungkinkan juga disebabkan oleh perbedaan daya tahan (status kesehatan) ikan nila yang didatangkan setiap waktu pengamatan. Adanya variasi tingkat serangan pada ikan nila disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kondisi lingkungan yang memungkinkan parasit tumbuh dan berkembang, kelimpahan parasit dan sistem kekebalan tubuh ikan itu sendiri. Hal ini didukung oleh Rukyani (1991) menyatakan bahwa perbedaan tingkat serangan ektoparasit dimungkinkan oleh adanya sifat kosmopolit parasit, siklus hidup organism pathogen, habitat yang cocok dengan parasit dan ketahanan tubuh organisme yang dijadikan inang.

Pada nilai intensitas menunjukkan bahwa serangan Argulus sp. pada ikan uji per ekornya dapat mencapai 5, 64 ind/ekor yang ditemukan pada perlakuan G0

(kontrol), pada perlakuan G1 dengan nilai rata-rata 5,54 ind/ekor, perlakuan G2 dengan nilai rata-rata 4,32 ind/ekor, sedangkan intensitas terendah terdapat pada perlakuan G3 dengan nilai rata-rata 1,72 ind/ekor. Untuk perhitungan lebih jelas dapat dilihat di Lampiran 5.

Hasil analisis sidik ragam intensitas Argulus sp. yang menyerang ikan uji menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 1 %. Hal ini berarti adanya pengaruh yang sangat nyata dari pemberian garam terhadap nilai intensitas Argulus sp. pada ikan uji. Untuk lebih jelas perhitungan disajikan pada Lampiran 10 .

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa perlakuan G0 terhadap perlakuan G1 tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan G2 terhadap G1 berbeda nyata dan perlakuan G3 terhadap perlakuan G0, G1 dan G2

berbeda sangat nyata. Maka perlakuan yang terbaik dalam menurunkan intensitas serangan Argulus sp. adalah perlakuan G3

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangan Argulus sp. sudah terlihat pada pengamatan hari pertama. walaupun tidak terlihat secara signifikan.

Parasit paling banyak ditemukan pada bagian badan, sirip ikan uji. Adanya parasit yang menyerang ikan nila disebabkan karena sirip dan kulit merupakan salah satu organ tubuh yang langsung berhubungan dengan air maka parasit akan lebih mudah menempel pada bagian sirip dan kulit dibandingkan dengan organ tubuh lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kabata (1985) dalam Riko dkk, (2012), menyatakan bahwa kulit dan sirip ikan mengandung banyak lendir yang merupakan makanan yang baik untuk parasit sehingga pada organ tubuh ini dapat dijadikan sebagai tempat hidup ektoparasit.

dengan pemberian garam 108 gram/liter (9 ppt).

Jika dilihat dari intensitas serangan menunjukkan bahwa perbedaan nilai intensitas yang sangat nyata pada bagian tubuh ikan. Pada masing-masing

perlakuan intensitas terendah adalah bagian kepala kemudian sirip dan yang tertinggi adalah badan. Sedangkan pada perlakuan G3 intensitas pada bagian kepala, sirip dan bagian badan memiliki nilai yang rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Ini menunjukkan adanya pengaruh garam dalam mengatasi serangan Argulus sp. pada ikan nila.

Rendahnya infeksi Argulus sp. pada bagian kepala ikan disebabkan karena kepala memiliki batok yang keras sedangkan ototnya tipis. Ini yang menyebabkan Argulus sp. sulit menginfeksi bagian kepala. Hal ini sesuai Sinaga (2010) yang menjelaskan bahwa ketika Argulus sp. menggigit bagian kepala maka giginya mungkin hanya sampai ke batok kepala. Jika Argulus sp. mengigit terlalu dangkal maka akan mudah terlepas. Selain bentuk fisik kepala, rendahnya infeksi Argulus sp. pada bagian kepala disebabkan oleh adanya sifat dari ikan, jika ikan merasa ada sesuatu mengganggu di bagian tubuhnya maka ikan selalu melakukan gesekan pada ikan lain atau benda lunak lainnya. Jika hal ini dilakukan ikan maka Argulus sp. akan terlepas. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya infeksi Argulus sp.

pada bagian kepala.

Secara keseluruhan terlihat bahwa Argulus sp. lebih suka menginfeksi bagian tubuh yang lunak dan mudah baginya untuk menancapkan gigi sebagai tempat menyerap darah inang. Hal ini didukung oleh Ali dkk (2013) yang menyatakan bahwa letak insang, struktur dan mekanisme kontak dengan lingkungan menjadikan insang sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta menjadi tempat yang tepat bagi berlangsungnya infeksi oleh organisme pathogen penyebab penyakit seperti parasit. Selain itu Argulus sp.

tanpaknya lebih suka menginfeksi pada tempat-tempat yang sulit bagi ikan untuk melepaskannya.

Dokumen terkait