(Oreochromis niloticus)
WORDIANTI SIALLAGAN 130302008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
(Oreochromis niloticus)
SKRIPSI
WORDIANTI SIALLAGAN 130302008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
(Oreochromis niloticus)
SKRIPSI
WORDIANTI SIALLAGAN 130302008
Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Wordianti Siallagan
NIM : 130302008
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Efektifitas Garam (NaCl) terhadap Pengendalian Infeksi Argulus sp. pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dijadikan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam bagian akhir skripsi ini.
Medan, September 2017
Wordianti Siallagan
NIM. 130302008
i
ABSTRAK
WORDIANTI SIALLAGAN. Efektifitas Garam (NaCl) terhadap Pengendalian Infeksi Argulus sp. pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan RITA ROSMALA DEWI.
Salah satu produk perikanan yang mempunyai permintaan pasar yang luas adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), selain bernilai ekonomis juga memiliki kandungan gizi yang tinggi. Namun potensi yang besar dan prospek pengembangan yang begitu terbuka, bukanlah jaminan bahwa budidaya ikan akan berjalan mulus tanpa permasalahan. Kendala terbesar dalam budidaya ikan adalah munculnya serangan penyakit, salah satunya adalah serangan Argulus sp.
Masalah serius yang dapat menimbulkan kerugian para pembenihan ikan nila yaitu menurunnya produksi ikan, serta rendahnya nilai jual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas garam terhadap serangan infeksi Argulus sp. pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan untuk mengetahui kadar garam yang optimal dalam pengendalian infeksi Argulus sp. pada ikan nila. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu 3 perlakuan dan 1 kontrol dengan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, dengan dosis perlakuan 3 ppt, 6 ppt, 9 ppt. Data dianalisis dengan sistem ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian garam berpengaruh pada nilai prevalensi, intensitas infeksi Argulus sp. dan tingkat kelangsungan hidup ikan nila.
Konsentrasi garam terbaik dalam pengendalian serangan Argulus sp. terdapat pada perlakuan G3 (9 ppt) yaitu nilai prevalensi 37.33%, nilai intensitas 1.72 ind/ekor dengan tingkat kelangsungan hidup ikan 73,33 %.
Kata Kunci : Ikan Nila, Argulus sp., Garam (NaCl), Prevalensi, Intensitas, Tingkat
Kelangsungan Hidup
ABSTRACT
WORDIANTI SIALLAGAN. The Effectiviness of Salt (NaCl) against Argulus sp. Infection on Tilapia seeds. Under academic supervision DWI SURYANTO and RITA ROSMALA DEWI.
Tilapia is one of fishery product thas has a large market demand. It has an economic value as well a high nutritional content. However the huge potential and prospect of development are not guarantee that fish farming will success without problems. The highest obstacle in aquaculture is the emerging of disease attack.
The emergency problem that could make the economic loss in tilapia hatchery are the reducing of fish product and price. The research objective is to know the salt effectiveness against Argulus sp. Infection in tilapia fish (Orechromis niloticus) and the optimum salt concentration in controlling Argulus infection. This study used a Randomized Complete Design (RAL), namely 3 treatment and 1 control with each treatment was repeated as many as 3 times, with a dose of the treatment are 3 ppt, 6 ppt, 9 ppt. Data is analyzed using ANOVA. The G3 (9ppt) treatment give the best performance in controlling argulus infection with prevalence about 37, 33 %, intensity value about 1,72 and survival rate about 73,33 %.
Key words : Tilapia, Argulus sp., Salt (NaCl), Prevalence, Intensity, Survival Rate
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, 16 Juni 1995 dari pasangan K. Siallagan dan D. Nababan.
Penulis merupakan anak ke 5 (Lima) dari 6 (Enam) bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis adalah di SD GKPS Pematangsiantar tahun 2001 , SMP Negeri 1 Pematangsiantar tahun 2007, SMA Negeri 4 pematangsiantar tahun 2010, penulis diterima di Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian melalui jalur SNMPTN tahun 2013.
Penulis aktif dalam kegiatan organisasi diantaranya sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA), mengikuti organisasi Kegiatan Mahasiswa Kristen (KMK) dan mengikuti organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Penulis pernah menjadi asisten Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan dan Dasar Ilmu Perairan. Pada Tahun 2016 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta Utara dari bulan Juli sampai Agustus 2016.
Untuk menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara, penulis menulis
skripsi dengan judul “Efektifitas Garam (NaCl) terhadap Pengendalian
Infeksi Argulus sp. pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)”, yang
dibimbing oleh Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Si dan drh. Rita Rosmala Dewi, M.Si
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari penelitian ini adalah “Efektifitas Garam (NaCl) terhadap Pengendalian Infeksi Argulus sp. pada Benih Ikan Nila (Oreochromis
niloticus)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar SarjanaPerikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada kedua orang tua, K. Siallagan dan D. Nababan, kelima saudara
penulis, Arlina Siallagan, Novalina Siallagan, Tutriva Siallagan, Masni Siallagan
dan Juando Siallagan yang telah memberikan dukungan materi, doa dan kasih
sayang kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr Dwi Suryanto, M.Sc sebagai Ketua Komisi Pembimbing
dan Ibu Drh. Rita Rosmala Dewi, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
pengerjaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Eri
Yusni, M.Sc selaku Ketua Jurusan, seluruh staf pengajar dan pegawai di Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Bapak R. Gatot Pahlawan, S.Pi dan Staff pegawai di UPTD yang telah
memberikan masukan dan dukungan selama penelitian. Penulis juga tak lupa
mengucapkan terima kasih kepada Dohar Nainggolan, Lihardo Sinaga S.Pi, Petrus
Nainggolan, Gracia Tumanggor, Erna Nababan, Memory Sihombing, Winny
Simbolon, M. Guntur S.Pi, Citra pakpahan S.Pd, Arga Simorangkir A.md, Chris
v
Sihombing, dan rekan-rekan mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan stambuk 2013.
Demikian skripsi ini penulis perbuat, semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan dan Perikanan Budidaya.
Medan, Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 3
Kerangka Pemikiran ... 3
Tujuan Penelitian ... 6
Manfaat Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 7
Parasit dan Parasitisme ... 8
Parasit Argulus sp pada Ikan... 10
Pengendalian Parasit Argulus sp ... 12
Garam Budidaya ... 13
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 15
Alat dan Bahan Penelitian ... 15
Rancangan Percobaan ... 15
Prosedur Penelitian ... 16
Pengembangan Argulus sp ... 16
Persiapan Media Uji ... 16
Adaptasi Ikan ... 17
Pelaksanaan Penelitian ... 17
Pengamatan Hasil ... 18
Prevalansi ... 18
Intensitas ... 18
vii
Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan ... 19
Kualitas Air ... 19
Analisis Data ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21
Prevalensi ... 21
Intensitas ... 22
Tingkat Kelansungan Hidup Ikan ... 24
Gejala Klinis ... 25
Kualitas Air ... 25
Pembahasan ... 26
Prevalensi ... 28
Intensitas ... 28
Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan ... 31
Gejala Klinis ... 33
Kualitas Air ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35
Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Serangan Argulus sp. pada Bagian Tubuh Ikan ... 23
2. Parameter Kualitas Air selama Penelitian ... 25
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4
2. Morfologi Argulus sp. ... 10
4. Grafik Harian Prevalensi Ikan Uji yang Terinfeksi Argulus sp. ... 21
6. Grafik Harian Intensitas Ikan Uji Terinfeksi Argulus sp. ... 22
8. Grafik Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan perhari ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Alat dan Bahan dalam Penelitian ... 39
2. Foto Kegiatan Pembiakan dan Pengambilan Argulus sp. ... 41
3. Foto Kegiatan Penelitian ... 42
4. Perhitungan Nilai Prevalensi Argulus sp. selama Penelitian ... 43
5. Perhitungan Nilai Intensitas Argulus sp. selama Penelitian ... 44
6. Intensitas Serangan Argulus sp. selama Penelitian ... 44
7. Perhitungan Tingkat Kelangsungan Hidup ... 45
8. Perhitungan Persentase Prevalensi, Intensitas, Survival Rate ... 46
9. Statistik Prevalensi Argulus sp. selama Penelitian ... 46
10. Statistik Intensitas Argulus sp. selama Penelitian ... 47
11. Statistik Tingkat Kelangsungan Hidup ... 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi pada makanan semakin meningkat sehingga menyebabkan permintaan produk perikanan semakin meningkat pula. Salah satu produk perikanan yang mempunyai permintaan pasar yang luas adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), selain bernilai ekonomis juga memiliki kandungan gizi yang tinggi (Rukmini, 2012).
Hal ini menyebabkan semakin banyak para petani ikan yang membudidayakan ikan nila karena selain banyak peminatnya juga mudah dalam pemeliharaannya, tidak memerlukan banyak perawatan dan dapat hidup pada kualitas perairan yang buruk sesuai dengan ambang batasnya. Sehingga berpotensi besar dalam pengembangannya.
Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak di budidayakan karena mengandung gizi yang sangat tinggi, memiliki rasa lezat dan disukai konsumen, sehingga nilai ekonominya relatif cukup tinggi. Budidaya ikan nila cukup mudah dipelihara, pertumbuhannya sangat cepat dan daya adaptasi terhadap lingkungan cukup baik (Mulia, 2006).
Potensi yang besar dan prospek pengembangan yang begitu terbuka, bukanlah jaminan bahwa budidaya ikan akan berjalan mulus tanpa permasalahan.
Telah banyak masalah yang dihadapi oleh sektor budidaya ikan, masalah yang
dianggap sering menjadi penghambat budidaya ikan terbesar adalah munculnya
serangan penyakit. Budidaya ikan nila, tidak luput dari permasalahan yang
dihadapinya, seperti penyakit yang disebabkan oleh parasit, bakteri, virus dan
jamur. Serangan penyakit dapat menimbulkan kerugian ekonomis, bahkan menggagalkan hasil panen (Ginting dkk., 2010).
Salah satu jenis penyakit ikan adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi parasit. Infeksi parasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi organisme patogen yang lebih berbahaya, seperti penyakit bakterial atau jamur yang menyebabkan kerusakan organ luar, pertumbuhan yang lambat, penurunan nilai jual, dan peningkatan sensitivitas terhadap stressor. Tingkat infeksi parasit yang tinggi dapat mengakibatkan mortalitas tanpa menunjukkan gejala terlebih dahulu (Marlan dan agustina, 2014).
Parasit Argulus sp. menyebabkan penyakit Argulosis. Sifat parasit cenderung temporer yaitu mencari inang secara acak dan dapat berpindah dengan bebas pada tubuh ikan lainnya dan bahkan meninggalkannya. Hal ini dapat dilakukan karena Argulus sp. mampu bertahan hidup selama beberapa hari di luar tubuh ikan. Serangan parasit ini umumnya tidak menimbulkan kematian pada ikan sebab Argulus sp. hanya menghisap darah ikan sehingga ikan menjadi kurus. Luka bekas gigitan ini bagian yang mudah diserang oleh bakteri atau jamur. Infeksi sekunder inilah yang bisa menyebabkan kematian ikan secara massal (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Kegiatan budidaya ikan terutama pada tingkat pembenihan merupakan
periode yang rawan terhadap serangan penyakit. Menurut Afrianto (1992), ikan
dapat terserang penyakit yang di sebabkan oleh organisme lain, pakan maupun
kondisi lingkungan yang kurang menunjang kehidupan ikan. Interaksi yang tidak
serasi akan mnyebabkan ikan mengalami stress sehingga mekanisme pertahanan
diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit.
Berbagai dampak negatif tersebut menjadi faktor yang mendorong dikembangkannya upaya pengendalian infeksi parasit. Pengendalian penyakit parasit biasa dilakukan dengan obat / bahan kimia dan treatment suhu. Obat atau bahan kimia yang biasa digunakan antara lain : formalin, malachite, dan quinine hydrochloride. Perlakuan dengan bahan kimia relatif lebih mudah dan efektif untuk membunuh parasit. Akan tetapi bahan kimia/obat mempunyai efek yang negatif antara lain menyebabkan resistensi dan residu terhadap lingkungan serta harganya relatif mahal. Oleh karena itu dikembangkan penggunaan bahan yang terjangkau dan ramah lingkungan diantaranya Sodium chloride (NaCl )
(Rahayu dkk., 2009).
Rumusan Masalah
a. Apakah pemberian (NaCl) pada benih ikan nila (Oreochromis niloticus) berpengaruh terhadap parasit Argulus sp. ?
b. Berapakah kadar garam yang efektif untuk digunakan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam pengendalian infeksi Argulus sp. ?
Kerangka Pemikiran
Dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada ikan budidaya
manusia memegang peranan yang penting dalam menjaga dan memelihara
kualitas dan kuantitas produksi ikan yang dibudidayakan baik dikolam, keramba,
tambak, maupun di wadah budidaya lainnya. Sehingga tidak sedikit para petani
ikan yang menggunakan bahan-bahan kimia dengan dosis tertentu untuk
menghindari ikan dari penyakit contohnya oleh serangan parasit Argulus sp.
Tingkat serangan parasit Argulus sp. sangat tergantung pada ukuran dan jumlah individu parasit yang menyerang. Pada masa pembenihan, maka ikan lebih rentan terserang parasit. Meskipun tidak menimbulkan ancaman kematian pada ikan, namun luka yang ditimbulkan dapat menjadi rentan terhadap serangan jamur dan bakteri. Pada serangan yang sangat parah ikan dapat kehilangan darah, atau mengalami stres osmotik akibat luka-luka kemungkinan pada serangan parah dapat menyebabkan kematian (Ali dkk., 2013).
Penggunaan bahan-bahan kimia memiliki efek negatif pada lingkungan maka untuk itu upaya pencegahan dilakukan dengan penggunaan bahan yang terjangkau dan ramah lingkungan diantaranya (NaCl) dengan penyediaan media pemeliharaan ikan yang diberi garam sesuai dengan kemampuan adaptasi ikan.
Berikut ini adalah kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Budidaya Benih Nila
Penyakit/Parasit
Endoparasit
Ektoparasit
Argulus
sp
.Pengendalian :
Pemberian Garam dalam Media Pemeliharaan Ikan
Kebutuhan akan Ikan Konsumsi Air Tawar dalam Negeri
Meningkatkan Tingkat Hidup Nila dan Menurunkan Daya
Infeksi Argulus sp.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah ;
1. Untuk mengetahui pengaruh garam terhadap Argulus sp. pada benih nila (O. niloticus).
2. Untuk mengetahui konsentrasi garam yang efektif terhadap pengendalian Argulus sp. pada benih nila (O. niloticus).
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang
pengendalian parasit yang mudah, murah, dan praktis guna mengurangi
pertumbuhan parasit Argulus sp. pada budidaya ikan air tawar.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, telah lama dikenal oleh masyarakat dan telah dibudidayakan secara massal. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang berasal dari Benua Afrika. Namun demikian, pada saat ini ikan nila telah menyebar di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Secara global, ikan nila merupakan salah satu komoditas penting dengan produksi dan kebutuhan yang semakin meningkat (Fitzsimmons, 2008).
Ikan nila mempunyai kemampuan yang baik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Menurut kebiasaan tempat makan, ikan nila termasuk floating feeder, yaitu pemakan di permukaan, namun terkadang bottom feeder yaitu pemakan di dasar perairan. Ikan nila termasuk ikan yang bergerak aktif, bergerak cepat ketika diberi pakan (Suyanto, 1994).
Ikan nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora) sehingga bisa mengkonsumsi pakan berupa hewan atau tumbuhan. Karena itu, ikan nila sangat mudah dibudidayakan. Ikan nila bisa bertahan hidup dan berkembangbiak di dataran rendah hingga dataran tinggi sekitar 500 m dpl. Habitat hidup ikan nila sangat beragam antara lain sungai, kolam, waduk, danau, sawah, rawa ataupun tambak. Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14
o- 18
oC.
Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya ikan nila memiliki suhu optimum
yang berkisar antara 25º – 30º C (Dana dan Angka, 1990).
Produksi ikan nila di Indonesia sangat tinggi, hal ini dikarenakan banyak keuntungan yang diberikan oleh ikan nila antara lain daging ikan nila memiliki
rasa yang enak dan harga ikan nila juga terjangkau bagi masyarakat (Hossain dkk., 2008). Melihat keuntungan pada ikan nila, banyak pembudidaya
ikan memelihara ikan nila dan mengeksport dagingnya ke berbagai negara. Hal inilah yang menjadikan ikan nila sebagai salah satu komoditas unggulan air tawar.
Parasit dan Parasitisme
Parasit adalah organisme yang hidup pada organisme lain yang mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Menurut Grabda (1991), parasit adalah organisme yang hidup di dalam atau pada organisme lain yang biasanya menimbulkan bahaya terhadap inangnya. Berdasarkan habitatnya pada inang, parasit dapat dibedakan menjadi parasit eksternal (ektoparasit) dan parasit internal (endoparasit). Ektoparasit hidup pada permukaan tubuh inang atau tempat – tempat yang sering terbuka seperti mulut dan insang. Endoparasit hidup dalam tubuh inang, yaitu organ dalam dan jaringan.
Perkembangbiakan parasit dapat terjadi pada kolam, jika kolam tersebut
manajemen budidayanya buruk, pakan yang berlebihan, perubahan lingkungan
yang dapat menurunkan resistensi ikan tersebut. Cara penularan penyakit pada
ikan adalah (1) melalui air, apabila kita menggunakan air yang telah
terkontaminasi oleh organisme patogen, maka biasanya ikan yang dipelihara akan
segera terserang penyakit tersebut, (2) melalui kontak atau gesekan secara
langsung dengan ikan yang terserang penyakit, (3) melalui alat-alat yang telah
digunakan untuk menangani atau mengangkut ikan-ikan yang terserang penyakit.
Parasit bisa terbawa oleh ikan, makanan atau tumbuhan dari daerah asalnya yang berkembang dengan pesat di kolam yang baru. Hal ini diduga karena individu tersebut di daerah asalnya tidak dapat berkembang sedangkan di daerah baru
dengan kondisi yang sesuai mereka dapat tumbuh dengan pesat (Dana dan Angka, 1990).
Parasit yang menyerang ikan budidaya akan mempengaruhi kelangsungan hidup seperti terhambatnya pertumbuhan ikan. Pengaruh yang muncul diawali dengan terganggunya sistem metabolisme tubuh hospes sampai merusak organ (seperti insang, lambung dan usus), sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan, bahkan dapat menyebabkan kematian. Daur hidup parasit yang menginfeksi ikan budidaya dapat diketahui melalui hubungan antara hospes yaitu ikan budidaya, parasit serta lingkungan hospes tersebut hidup, sehingga para pembudidaya ternak dapat mengantisipasi keadaan yang timbul akibat parasit tersebut (Nofyan dkk., 2015).
Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana
inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan atau
nutrisi, Tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan lingkungan
sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata, 1985). Menurut Crofton
(1971) parasitisme merupakan suatu bentuk hubungan ekologi antara dua
organisme, yang satu disebut parasit dan yang lainnya disebut inang. Selanjutnya
ditambahkan bahwa sifat - sifat esensial yang dimiliki hubungan tersebut adalah
Adanya ketergantungan fisiologi parasit terhadap inangnya, Inang yang terinfeksi
berat akan mengalami kematian dan distribusi frekuensi parasit pada populasi
inang umumnya overdispers yang berarti bahwa varians (S2) dari populasi parasit jauh lebih besar di banding dengan rata – rata (X) populasi parasit.
Parasit Argulus sp. ada Ikan
Argulus sp. adalah salah satu parasit eksternal yang paling banyak ditemukan menyerang ikan. Argulus sp. merupakan kutu ikan penyebab penyakit Argulosis atau juga dikenal dengan istilah penyakit kutu ikan (fish louse) (Kurniawan, 2012). Argulus sp. memiliki sucker yang besar pada bagian ventral, sucker merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai organ penempel utama pada Argulus sp. (Philip, 2004). Selain itu terdapat proboscis untuk melukai dan menghisap sari makanan dari inang. Stylet terletak di anterior mulut (Rohde, 1978). Argulus atau biasa disebut kutu ikan adalah kelompok parasit dari sub filum crustasea dan masuk dalam kelas maxillopoda. Bentuk morfologi Argulus dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi Argulus (Poly, 2008)
Argulus sp. dewasa berdiameter 3 - 4 mm, sedangkan panjangnya 28 mm.
Dengan ukuran ini maka parasit dapat dilihat dengan mata tanpa menggunakan alat pembesar. Pada tubuh argulus sp. terdapat karapas yang berfungsi melindungi diri dari taxic material disekitarnya. Selain itu terdapat pula 4 pasang maxillapoda lainnya yang tidak mengalami modifikasi, sehingga argulus sp. dapat bergerak bebas dari satu ikan ke ikan lainnya (Handajani dan Samsundari, 2005).
Parasit jenis ini biasa ditemukan di belakang sirip atau sekitar kepala, atau di lokasi terlindung. Parasit ini memiliki tubuh rata oval mirip kuku, yang hampir seluruhnya ditutupi oleh karapas lebar, mata majemuk menonjol, dan antenna yang termodifikasi membentuk mulut, memiliki belalai berduri yang digunakan sebagai senjata untuk mengisap darah ikan sehingga ikan akan menjadi kurus.
Mereka memiliki dua pasang toraks, yang digunakan untuk berenang antara inang yang berbeda (Zulaeha dkk., 2012).
Daur hidup Argulus sp. terjadi selama 28 hari dimana 12 hari untuk fase
telur dan menetas, sedangkan fase larva sampai dewasa membutuhkan waktu
berkisar 16 hari. Larva Argulus sp. dapat hidup tanpa ikan selama 36 jam
sedangkan individu dewasa dapat hidup tanpa inang selama 9 hari. Jumlah telur
yang dihasilkan individu betina antara 50 - 250 butir. Telur yang dihasilkan akan
diletakkan pada berbagai benda yang ada dalam perairan. Telur akan menetas
menjadi larva setelah beberapa kali berganti kulit dan berubah menjadi argulus
dewasa. Menurut Kismiyati dkk., (2009) menyatakan 5 ekor Argulus sp. sudah
dapat membuat luka dan 19 ekor Argulus sp. dapat menyebabkan peluang
terjadinya luka dan kematian pada ikan nila.
Argulus sp. merupakan ancaman yang sangat serius bagi kesehatan ikan, karena dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi. Ikan yang terinfeksi biasanya terdapat bercak perdarahan dan kulit terjadi pembengkakan disekitar insang atau sirip. Ikan yang terjangkit Argulus sp. akan menjadi gelisah, meluncur kesana kemari atau terkadang melompat keluar permukaan air serta menggosokan badannya. Serangan yang parah bisa menyebabkan ikan menjadi malas, kehilangan nafsu makan, dan warna berubah karena produksi lendir yang berlebihan (Ali dkk., 2013).
Untuk mengetahui tingkat infeksi/serangan parasit dalam populasi inang dikenal dengan istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit. Prevalensi menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit tertentu dalam populasi ikan. Intensitas menggambarkan jumlah parasit tertentu yang ditemukan pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi, sedangkan kelimpahan rata-rata adalah jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik yang terinfeksi maupun tidak (Fernando dkk., 1972).
Pengendalian Parasit Argulus Sp.
Pengendalian merupakan langkah yang ditujukan untuk memulihkan
kondisi kesehatan ikan yang telah terinfeksi oleh penyakit parasiter. Sifat dari
patogen menentukan pilihan terhadap obat yang harus diberikan. Menurut
(Putra, 1997) dalam menanggulangi wabah penyakit ikan, dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu : usaha preventif dan usaha kuantitatif dengan menggunakan zat
kimia atau pestisida.
Pemilihan obat merupakan hal yang tidak mudah, berbagai pertimbangan harus dilakukan terutama bahwa obat yang digunakan hanya bersifat toksik terhadap parasit tetapi tidak bersifat toksik bagi ikan dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk pengendalian penyakit adalah ukuran parasit, siklus hidup parasit dan hubungan dengan inang. Selain itu pertimbangan dari kemampuan ikan mentolerir obat- obatan sangat bervariasi tergantung pada spesies ikan, ikan yang sakit cenderung untuk berhenti makan sehingga pemberian obat lewat makanan kurang efisien (Anshary, 2008).
Argulus sp. merupakan parasit yang menyerang bagian luar tubuh ikan, sehingga pencegahan akan lebih efisien dengan penyediaan air bersalinitas pada media pemeliharaan ikan dengan dosis yang tepat dan tidak mengakibatkan pengaruh buruk bagi ikan dan lingkungan perairan. Menurut Bachtiar (2002), Ikan yang terinfeksi Argulus sp. dapat diobati dengan cara mencelupkan ikan ke dalam larutan garam dapur (NaCl) 20 gram/liter selama 15 menit.
Garam Budidaya
Garam budidaya atau garam non iodium atau garam ikan adalah salah satu
bahan kimia yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit ikan. Apabila
sekilas dilihat, garam ikan tidaklah begitu berbeda dengan garam dapur, baik
warna maupun rasa. Garam ikan memiliki tingkat kemurnian NaCl yang lebih
tinggi dikarenakan keberadaan senyawa kimia lainnya dapat berdampak buruk
bagi ikan, sedangkan garam dapur pada umumnya masih mengandung mineral
lain yang dibutuhkan manusia sebagai trace element (Kurniawan, 2012).
Menurut Sachlan (1978) ikan-ikan yang hidup di perairan tawar lebih banyak diserang oleh parasit dibandingkan dengan ikan-ikan yang hidup di air payau dan air asin. Hal ini dikarenakan air payau dan air asin merupakan desinfektan, terbukti pada ikan yang tertangkap di laut tidak pernah dalam keadaan sakit.
Garam merupakan pengendali penyakit murah, mudah diperoleh, ramah lingkungan serta efektif untuk mengendalikan ektoparasit pada lingkungan air tawar dan tidak menimbulkan biaya yang besar pada pembudidaya. Menurut Moller (1997) ektoparasit pada ikan nila tidak mampu bertahan terhadap salinitas dengan menggunakan garam 7 ppt.
Untuk itu pemberian garam budidaya termasuk perlakuan yang aman bagi komoditas perikanan. Garam akan membantu menyeimbangkan kembali proses osmoregulasi cairan intraseluler dan ekstraseluler serta menstimulasi daya tahan tubuh atau imun ikan terhadap penyakit yang akan menyerangnya. Perubahan salinitas perairan secara tidak langsung akan mengganggu media hidup sumbersumber penyakit, seperti parasit, bakteri dan jamur (Kurniawan, 2012).
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2017, di Pusat Informasi dan Pengembangan Ikan Hias Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan, Jl. Karya Wisata Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm 12 unit, aerator, jaring ikan, pH meter, thermometer untuk mengukur suhu air, DO meter, refractometer, Amonia test kit, lup/kaca pembesar, timbangan analitik, kamera, kertas label dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah benih ikan nila dengan ukuran 5 - 7 cm sebanyak 60 ekor, air tawar bersih, Argulus sp. 240 ekor, garam non iodium dan pakan ikan diameter 1 mm dengan kadar protein 35%.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 1 kontrol, untuk
mengurangi kesalahan maka masing-masing perlakuan di buat ulangan sebanyak
tiga kali ulangan. Sebagai perlakuan dalam penelitian ini adalah: Perlakuan G0 =
Media uji tanpa garam (kontrol) Perlakuan G1 = Media uji dengan garam 36
gram/liter (3 ppt) Perlakuan G2 = Media uji dengan garam 72 gram/liter (6 ppt)
Perlakuan G3 = Media uji dengan garam 108 gram/liter (9 ppt).
Prosedur Penelitian
1. Pengembangan Argulus sp.
Argulus sp. yang dikembangkan berasal dari ikan yang terinfeksi oleh Argulus sp. yang didapat dari kolam pengembangan ikan hias milik Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan.
Cara pengembangan Argulus sp. yaitu ikan yang terinfeksi Argulus sp.
dikembangkan dalam bak dengan cara memasukkan ikan yang terinfeksi Argulus sp. ke dalam bak sebagai media pembiakan Argulus sp.
Kualitas air pada bak media pembiakan Argulus sp. dimanipulasi menjadi buruk sehingga sesuai dengan pertumbuhan Argulus sp . Manipulasi lingkungan dilakukan dengan cara pemberian pakan ikan yang berlebih sehingga sisa pakan menumpuk di dasar. Hal ini akan menyebabkan kualitas air buruk sehingga ikan akan lemah dan Argulus sp. dapat berkembang dengan cepat.
Pengembangan Argulus sp. dilakukan selama 36 hari untuk mencapai jumlah Argulus sp. yang dibutuhkan yaitu sebanyak 240 ekor atau 20 ekor per media uji. Untuk mengetahui jumlah Argulus sp. yang dikembangkan sudah mencukupi atau belum maka dilakukan dengan cara menghitung secara langsung sebab Argulus sp. dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop.
2. Persiapan Media Uji
Akuarium sebagai media uji sebelum digunakan dicuci dan
dibersihkan dahulu menggunakan deterjen lalu dibilas dengan air bersih dan
dikeringkan selama 24 jam. Akuarium yang telah dibersihkan kemudian diisi
dengan air sebanyak 12 liter air tawar bersih sehingga air di media uji setinggi
15 cm, setelah terisi semua kemudian akuarium didiamkan dan diaerasikan selama 48 jam.
3. Adaptasi Ikan
Benih ikan nila sebagai ikan uji terlebih dahulu di aklimatisasi pada wadah sesuai dengan perlakuan garam dalam bak penampungan selama 3 hari.
Aklimatisasi adalah proses pengadaptasian organisme (ikan) dari suatu keadaan lingkungan (asalnya) ke suatu lingkungan baru yang kondisi fisiknya dan kimianya berbeda dengan lingkungan asalnya. Selama proses adaptasi media diberi aerasi, sehingga kelarutan oksigen di dalam air optimum untuk pertumbuhan hidup ikan.
Pelaksanaan Penelitian
Setelah media uji/akuarium yang telah diaerasikan lalu masukkan ikan uji yang sudah diaklimatisasi ke dalam media uji sebanyak 5 ekor per akuarium. Selanjutnya diberikan garam sesuai dengan perlakuan yaitu kontrol tanpa garam, pemberian garam 36 gram/liter (3 ppt), pemberian garam 72 gram/liter (6 ppt), pemberian garam 108 gram/liter (9 ppt) dibiarkan selama 1 jam.
Jumlah Argulus sp. yang dibutuhkan adalah sebanyak 240 ekor atau
sebanyak 20 ekor Argulus sp. per akuarium. Argulus sp. diambil dari media
yang memang dikultur sebelumnya, ambil Argulus sp. pada bagian luar ikan
kultur dengan merendam ikan dalam air garam selama 5 menit jika masih ada
Argulus sp. yang belum terlepas dari ikan dapat diambil menggunakan tangan, hitung sampai 20 ekor kemudian masukkan ke media uji.
Pengamatan hasil dilakukan setiap hari selama 10 hari penelitian, pengamatan difokuskan kepada nilai prevalensi, nilai Intensitas, tingkat kelangsungan hidup ikan dan kualitas air sebagai parameter pendukung dalam penelitian.
1. Pengukuran Prevalensi
Prevalensi adalah persentase ikan yang terserang atau terinfeksi oleh parasit dari sejumlah ikan yang diamati. Menurut (Fernando dkk., 1972) tingkat prevalensi parasit terhadap ikan nila dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Prev = Prevalensi (%)
N = Jumlah ikan yang terinfeksi Argulus sp. (ekor) n = Jumlah total ikan yang diperiksa (ekor)
2. Pengukuran Intensitas
Intensitas adalah jumlah (banyaknya) ektoparasit yang menyerang ikan uji
dalam interval waktu tertentu. Menurut (Fernando dkk., 1972) intensitas serangan
parasit terhadap ikan nila dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Int = Intensitas (ind/ekor)
= Jumlah Argulus sp. yang menyerang (ind) N = Ikan yang terinfeksi (ekor)
3. Kelangsungan Hidup Ikan Uji
Tingkat kelangsungan hidup ikan uji dihitung dengan rumus :
Keterangan :
SR = Survival Rate (%) N
tN
= Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
o
= Jumlah ikan diawal pengamatan (ekor)
4. Pengukuran Kualitas Air
Kualitas air sebagai parameter pendukung dalam penelitian ini mengamati
antara lain : suhu, pH, oksigen terlarut dan amoniak. Menurut Kordi dan Tancung
(2007), kadar amoniak (NH
3) yang terdapat dalam perairan umumnya merupakan
hasil metabolisme ikan berupa kotoran padat (feses) dan terlarut (amonia), yang
dikeluarkan lewat anus, ginjal dan jaringan insang. Kotoran padat dan sisa pakan tidak termakan adalah bahan organik dengan kandungan protein tinggi. Makin tinggi konsentrasi oksigen, pH dan suhu air makin tinggi pula konsentrasi NH
3.
Analisis Data
Hasil pengamatan dari masing- masing perlakuan ditabulasi ke dalam
bentuk tabel secara menyeluruh, baik prevalensi, intensitas Argulus sp. dan tingkat
kelangsungan hidup ikan. Untuk mengetahui efektifitas kadar garam maka data
dianalisis dengan uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS meliputi Analisis
Sidik Ragam (ANOVA) dengan uji F untuk mengetahui pengaruh dari masing-
masing perlakuan terhadap parameter. Apabila berpengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Prevalensi
Prevalensi adalah persentase ikan yang terserang/terinfeksi oleh parasit dari sejumlah ikan yang ada dalam media uji. Prevalensi ikan yang terserang oleh Argulus sp. dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Harian Prevalensi Ikan Uji yang Terinfeksi Argulus sp.
Pada grafik terlihat bahwa prevalensi Argulus sp. yang diberi perlakuan garam menunjukkan nilai yang rendah dibanding perlakuan kontrol. Selain itu perlakuan G3 menunjukkan prevalensi parasit yang paling rendah diantara kontrol dan perlakuan lainnya. Dapat dilihat bahwa peningkatan infeksi setiap harinya semakin bertambah, hal ini disebabkan karena serangan parasit dan penurunan kualitas air. Hari pertama dan kedua belum terlihat adanya serangan argulus sp.
pada perlakuan G
3beda hal dengan perlakuan G
2, G
1dan G
0yang sama sama
terserang pada hari yang sama yaitu hari pertama dengan jumlah serangan yang berbeda.
Untuk nilai persentase prevalensi tertinggi terdapat perlakuan G
0(kontrol) yang terlihat pada hari pertama sudah terinfeksi dengan nilai 88 %, kemudian diikuti perlakuan G
1(3 ppt) dengan nilai 73,83, selanjutnya perlakuan G
2(6 ppt) dengan 64 % dan yang terakhir adalah perlakuan G
3(9 ppt) yang terinfeksi pada hari ketiga dengan nilai 37, 33 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 8.
2. Intensitas
Intensitas adalah jumlah (banyaknya) ektoparasit yang menyerang ikan uji dalam interval waktu tertentu. Serangan infeksi Argulus sp pada benih nila selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Harian Intensitas Ikan Uji
Pada grafik terlihat penurunan jumlah serangan argulus sp. pada ikan uji
yang diberi perlakuan garam. Pada perlakuan G2 dan G3 menunjukkan penurunan
jumlah parasit setiap harinya sedangkan G0 (kontrol) dan G1 menunjukkan nilai
intensitas yang tinggi di akhir pengamatan. Dari hasil ini maka diketahui jika kadar garam semakin tinggi maka serangan argulus sp. semakin kecil.
Untuk nilai rata-rata serangan Argulus sp. dapat terlihat perbandingan antara nilai G
3terhadap G
0, G
1dan G
2sangat berbeda. Pada G
0nilai rata-rata intensitas adalah 5,64 ind/ekor, G
15,54 ind/ekor dan G
24,32 ind/ekor sedangkan G
3Adapun data nilai intensitas Argulus sp. yang menyerang bagian tubuh ikan disajikan pada Tabel 1.
nilai rata-rata intensitasnya adalah 1,72 ind/ekor. Dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 1. Rata-rata Nilai Serangan Argulus sp. pada organ yang berbeda
Perlakuan(
Serangan Argulus Bagian Tubuh Ikan
)Kepala Badan Sirip
G0 2,4 4,3 3,5
G1 2,1 4,1 3,2
G2 1,8 3,7 3,1
G3 1,2 2,0 1,2
Rata-rata 1,87 3,52 2,75
Keterangan : K = Kepala, B = Badan,
S= Sirip
Dari tabel 1 diketahui serangan Argulus sp bagian tubuh ikan dengan
jumlah terbanyak terdapat pada bagian badan ikan nila yaitu 3,52 daripada bagian
kepala maupun sirip ikan nila yaitu 1,87 dan 2,75. Perbedaan tingkat serangan
pada ikan setiap perlakuan, dimungkinkan juga disebabkan oleh perbedaan daya
tahan (status kesehatan) ikan nila yang didatangkan setiap waktu pengamatan
.3. Tingkat Kelangsungan hidup ikan
Tingkat kelangsungan hidup adalah jumlah ikan uji yang hidup pada akhir pengamatan dibagi dengan jumlah ikan uji pada awal penelitian. Tingkat kelangsungan ikan benih nila selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan perhari
Dibandingkan dengan perlakuan G
0dan G
1yang masing-masing kematian dimulai pada hari kelima berbeda dengan perlakuan G
2dan G
3Tingkat kelangsungan hidup ikan uji yang tertinggi terdapat pada perlakuan G3 (9 ppt) dengan nilai 73,3 % disusul oleh perlakuan G2 (6 ppt) dengan nilai 53,3 %, perlakuan G1 (3 ppt) dengan nilai 33,3 % dan perlakuan G0 (kontrol) dengan nilai 20 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 8.
dimana masing-
masing mortalitas ikan dimulai pada hari yang ketujuh tetapi dengan jumlah
kematian yang berbeda. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kadar garam sangat
mempengaruhi kelangsungan hidup ikan uji pada setiap perlakuan terhadap
serangan parasit Argulus sp. selain itu ketahanan tubuh juga mempengaruhi
menimbang bahwa setiap ikan memiliki ketahanan tubuh yang berbeda-beda.
4. Gejala Klinis
Adapun gejala klinis ikan selama penelitian berlangsung setelah ikan diserang oleh Argulus sp. adalah sebagai berikut :
no Gejala klinis
1 Pergerakan ikan menjadi abnormal
2 Ikan melompat-lompat kepermukaan air
3 Ikan mengesekkan tubuhnya ke dinding akuarium
4 Ikan berlendir berlebihan
5 Terdapat bercak merah dan luka pada tubuh ikan yang digigit Argulus sp.
.
5. Kualitas air
Kualitas air selama penelitian sangat mempengaruhi. Kualitas yang diukur adalah Suhu, pH, dan DO air. Adapun Nilai Rata-rata kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter Kualitas Air Selama Penelitian Perlakuan
Parameter kualitas air G0 G1 G2 G3
Suhu 27,21 27,35 27,47 27,34
pH 8,24 7,95 8,0 8,25
DO 7,85 7,72 6,42 7,93
Pembahasan 1.Prevalensi
Terjadinya infeksi pada hari pertama pengamatan pada setiap perlakuan disebabkan oleh tingginya aktifitas Argulus sp. mencari inang. Sedangkan adaptasi ikan uji belum sempurna ini terbukti pada hari pertama ikan uji tidak banyak melakukan pergerakan dan sering berdiam diri di dasar inilah yang memudahkan Argulus sp. menginfeksi ikan uji. Tingginya persentase nilai prevalensi Argulus sp. terhadap ikan uji dipengaruhi oleh kondisi kualitas air yang tidak terjaga akibat banyaknya metabolisme dan sisa sisa pakan yang dibiarkan selama pemeliharaan dalam media. Hal ini didukung oleh Ali, dkk., (2013) yang menyatakan bahwa Argulus sp. Memiliki 2 mata majemuk untuk mendeteksi inang. Warna terang pada betina untuk perilaku penyerangan pada waktu gelap sehingga bisa berenang dan mencari makan sampai 4 kali lebih jauh. Pada waktu gelap, ikan tidak bisa berenang cepat hal ini memudahkan Argulus sp. Jika parasit bergerak mencari inang disaat daya tahan ikan yang tidak prima sehingga ikan tidak mampu mengeliminasi patogen pada tubuh ikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan prevalensi antara tiap
perlakuan masing-masing pada ikan uji. Persentase ikan yang terserang Argulus
sp. yaitu pada kontrol 88%, tidak berbeda jauh dengan perlakuan garam (3 ppt)
yaitu 73,83 %, sedangkan perlakuan garam (6 ppt) adalah 64 % dan yang sangat
berbeda adalah perlakuan garam (9 ppt) yaitu 37,33 %. Hal ini didukung oleh
Sinaga (2010) yang menjelaskan bahwa perlakuan kadar garam pada ikan hias
mas koki mempengaruhi prevalensi ikan yaitu pada kontrol persentase ikan yang
terserang Argulus sp. adalah 96,71 % tidak jauh berbeda dengan perlakuan garam
1,70 gram/liter yaitu 96,52 %, pada perlakuan garam 4,75 gram/liter yaitu 94 % sedangkan prevalensi terendah terdapat pada perlakuan garam 6,70 gram/liter yaitu 60,17 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil dari setiap pengamatan jika dilihat secara keseluruhan bahwa prevalensi ikan pada setiap perlakuan dan ulangan tidak terlalu beda. Namun setelah dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam prevalensi ikan uji yang terinfeksi Argulus sp. menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 1 %. Hal ini berarti adanya pengaruh yang sangat nyata dari pemberian garam terhadap nilai prevalensi Argulus sp. pada ikan uji.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa perlakuan G
3Dari tabel prevalensi yang disajikan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan namun dari hasil analisis uji lanjut beda nyata terkecil didapatkan hasil bahwa perlakuan G
(9 ppt) memberikan hasil paling baik dalam pengendalian serangan Argulus sp. pada ikan nila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Untuk lebih jelas perhitungan disajikan pada Lampiran 9.
0
dengan G
1tidak berbeda nyata, perlakuan G
0dengan G
2dan perlakuan G
1dengan G
2berbeda nyata, sedangkan perlakuan G
0, G
1, G
2dengan G
3Berdasarkan analisis pemberian garam pada media uji dapat menurunkan prevalensi Argulus sp. pada ikan uji. Penurunan prevalensi yang terbaik adalah pada perlakuan G
menunjukkan perbedaan sangat nyata.
3
(9 ppt). Dari hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa
pemberian garam pada habitat ikan mampu mengurangi atau mengilangkan parasit
pada ikan pembudidaya. Menurut Hadiroseyani et al (2009), Parasit tidak
beradaptasi dengan kadar salinitas kisaran yang luas, dengan demikian peningkatan kadar garam dalam air media hidup ikan yang terserang data menghambat pertumbuhan parasit tersebut.
2. Intensitas
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangan Argulus sp. sudah terlihat pada pengamatan hari pertama. Pada G2 dan G3 jumlah serangan semakin hari nya semakin berkurang lain dengan G0 (kontrol) dan G1 yang sedikit diberi garam mengalami kematian pada ikan uji. Perbedaan tingkat serangan pada ikan setiap perlakuan, dimungkinkan juga disebabkan oleh perbedaan daya tahan (status kesehatan) ikan nila yang didatangkan setiap waktu pengamatan. Adanya variasi tingkat serangan pada ikan nila disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kondisi lingkungan yang memungkinkan parasit tumbuh dan berkembang, kelimpahan parasit dan sistem kekebalan tubuh ikan itu sendiri. Hal ini didukung oleh Rukyani (1991) menyatakan bahwa perbedaan tingkat serangan ektoparasit dimungkinkan oleh adanya sifat kosmopolit parasit, siklus hidup organism pathogen, habitat yang cocok dengan parasit dan ketahanan tubuh organisme yang dijadikan inang.
Pada nilai intensitas menunjukkan bahwa serangan Argulus sp. pada ikan uji per ekornya dapat mencapai 5, 64 ind/ekor yang ditemukan pada perlakuan G
0(kontrol), pada perlakuan G
1dengan nilai rata-rata 5,54 ind/ekor, perlakuan G
2dengan nilai rata-rata 4,32 ind/ekor, sedangkan intensitas terendah terdapat pada
perlakuan G
3dengan nilai rata-rata 1,72 ind/ekor. Untuk perhitungan lebih jelas
dapat dilihat di Lampiran 5.
Hasil analisis sidik ragam intensitas Argulus sp. yang menyerang ikan uji menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel 1 %. Hal ini berarti adanya pengaruh yang sangat nyata dari pemberian garam terhadap nilai intensitas Argulus sp. pada ikan uji. Untuk lebih jelas perhitungan disajikan pada Lampiran 10 .
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa perlakuan G
0terhadap perlakuan G
1tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan G
2terhadap G
1berbeda nyata dan perlakuan G
3terhadap perlakuan G
0, G
1dan G
2berbeda sangat nyata. Maka perlakuan yang terbaik dalam menurunkan intensitas serangan Argulus sp. adalah perlakuan G
3Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangan Argulus sp. sudah terlihat pada pengamatan hari pertama. walaupun tidak terlihat secara signifikan.
Parasit paling banyak ditemukan pada bagian badan, sirip ikan uji. Adanya parasit yang menyerang ikan nila disebabkan karena sirip dan kulit merupakan salah satu organ tubuh yang langsung berhubungan dengan air maka parasit akan lebih mudah menempel pada bagian sirip dan kulit dibandingkan dengan organ tubuh lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kabata (1985) dalam Riko dkk, (2012), menyatakan bahwa kulit dan sirip ikan mengandung banyak lendir yang merupakan makanan yang baik untuk parasit sehingga pada organ tubuh ini dapat dijadikan sebagai tempat hidup ektoparasit.
dengan pemberian garam 108 gram/liter (9 ppt).
Jika dilihat dari intensitas serangan menunjukkan bahwa perbedaan nilai
intensitas yang sangat nyata pada bagian tubuh ikan. Pada masing-masing
perlakuan intensitas terendah adalah bagian kepala kemudian sirip dan yang tertinggi adalah badan. Sedangkan pada perlakuan G3 intensitas pada bagian kepala, sirip dan bagian badan memiliki nilai yang rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Ini menunjukkan adanya pengaruh garam dalam mengatasi serangan Argulus sp. pada ikan nila.
Rendahnya infeksi Argulus sp. pada bagian kepala ikan disebabkan karena kepala memiliki batok yang keras sedangkan ototnya tipis. Ini yang menyebabkan Argulus sp. sulit menginfeksi bagian kepala. Hal ini sesuai Sinaga (2010) yang menjelaskan bahwa ketika Argulus sp. menggigit bagian kepala maka giginya mungkin hanya sampai ke batok kepala. Jika Argulus sp. mengigit terlalu dangkal maka akan mudah terlepas. Selain bentuk fisik kepala, rendahnya infeksi Argulus sp. pada bagian kepala disebabkan oleh adanya sifat dari ikan, jika ikan merasa ada sesuatu mengganggu di bagian tubuhnya maka ikan selalu melakukan gesekan pada ikan lain atau benda lunak lainnya. Jika hal ini dilakukan ikan maka Argulus sp. akan terlepas. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya infeksi Argulus sp.
pada bagian kepala.
Secara keseluruhan terlihat bahwa Argulus sp. lebih suka menginfeksi
bagian tubuh yang lunak dan mudah baginya untuk menancapkan gigi sebagai
tempat menyerap darah inang. Hal ini didukung oleh Ali dkk (2013) yang
menyatakan bahwa letak insang, struktur dan mekanisme kontak dengan
lingkungan menjadikan insang sangat rentan terhadap perubahan kondisi
lingkungan serta menjadi tempat yang tepat bagi berlangsungnya infeksi oleh
organisme pathogen penyebab penyakit seperti parasit. Selain itu Argulus sp.
tanpaknya lebih suka menginfeksi pada tempat-tempat yang sulit bagi ikan untuk melepaskannya.
3. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Uji
Dari hasil pengamatan yang didapat pada hari pertama sampai dengan hari kesepuluh kematian tertinggi terjadi pada perlakuan G0 (kontrol). Jika dilihat perbandingan nilai kelangsungan hidup G
0dan G
1Tingkat kelangsungan hidup ikan nila yang tertinggi selama pemeliharaan terdapat pada perlakuan G
tidak berbeda jauh. . Hal ini ditunjukkan dengan pengamatan yang telah dilakukan bahwa kematian awal ikan uji yang terjadi pada kedua perlakuan sama yaitu dimulai pada hari kelima dengan jumlah kematian berbeda, berbeda dengan perlakuan G2 dan G3 dimana masing- masing mortalitas ikan dimulai pada hari yang ketujuh tetapi dengan jumlah kematian yang berbeda. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kadar garam sangat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan uji pada setiap perlakuan terhadap serangan parasit Argulus sp. selain itu ketahanan tubuh juga mempengaruhi menimbang bahwa setiap ikan memiliki ketahanan tubuh yang berbeda-beda.
3
(9 ppt) dengan nilai 73,33 % sedangkan yang terendah terjadi pada perlakuan G
0Tingkat serangan Argulus sp. sangat tergantung pada ukuran ikan dan
jumlah individu parasit yang menyerang. Meskipun demikian Argulus sp. tidak
menimbulkan ancaman kematian pada ikan bersangkutan. Akan tetapi luka yang
ditimbulkannya dapat menjadi rentan terhadap jamur dan bakteri. Pada serangan
yang sangat parah ikan dapat kehilangan banyak darah atau juga mengalami stress
(kontrol) dengan nilai 20 %. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada Lampiran 7.
osmotik akibat luka –luka yang tidak tertutup dapat berakibat pada kematian. Jika ikan banyak terserang oleh Argulus sp. maka daya tahannya akan lemah dan mudah mati.
Untuk mengetahui hubungan kadar garam dengan kelangsungan hidup ikan maka dilakukan analisis menggunakan ANOVA. Dari hasil analisis diketahui bahwa kontrol G
0dengan G
1tidak berbeda nyata, perlakuan G
0dengan G
2dan G
3berdeda nyata, perlakuan G
2dan G
3berbeda nyata dan perlakuan G
3terhadap G
0dan G
1Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan perlakuan kontrol (G
berbeda sangat nyata. Ini menunjukkan adanya pengaruh garam terhadap infeksi Argulus sp. yang memberi pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan uji.
0
Tingginya kelangsungan hidup pada nila berada pada perlakuan G ) disebabkan oleh infeksi Argulus sp. serta penyerangan hampir pada setiap organ tubuh ikan yang menyebabkan ikan menjadi lemah. Serangan yang parah bisa menyebabkan ikan menjadi lemah, kehilangan nafsu makan, dan warna berubah karena produksi lendir yang berlebihan.
3