• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Insan Cita

BAB III HMI CABANG CIPUTAT DALAM LINTASAN SEJARAH

B. Kualitas Insan Cita

Organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, hingga setiap usaha yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur. Begitu pula

dengan HMI. HMI memiliki tujuan “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi

yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.” Sesuai yang tercantum dalam Anggaran Dasar HMI pasal IV yang disahkan dalam kongres ke-9 di Malang pada tanggal 3–10 Mei

16

Pengalaman ini didapat hampir rata-rata kader HMI Cabang Ciputat yang sedang berkunjung ke HMI cabang lain, semisal dalam mengikuti LK 2. Kader-kader Ciputat terkesan masih dihormati oleh cabang-cabang lain se-Indonesia. Kader-kader HMI Cabang Ciputat akan heran, karena kader-kader HMI dari cabang lain sangat antusias bertanya tentang Cabang Ciputat, atau bahkan terkesan kagum dengan Cabang Ciputat. Hal ini tak lain karena karya-karya alumninya serta banyak tokoh Nasional berasalan dari HMI Cabang Ciputat.

17

Fachry Ali, “Intelektual, Pengaruh Pemikiran dan Lingkungannya” pengantar dalam

Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan; Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer(Jakarta: Paramadina, 1998).

9

1969. Selain menghasilkan tujuan tersebut dalam kongres tersebut Cak Nur terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI. Rumusan tujuan tersebut HMI bukannya organisasi massa dalam pengertian kuantitatif, sebailknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensiyang mendidik, memimpin dan membimbing para anggotanya untuk mencapai tujuan tersebut.18 Perwujudan dari tujuan tersebut tercermin dalam kualitas insan cita yang harus dimiliki oleh kader HMI.

Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud dalam HMI melalui pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI (AD) yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas Insan Akademis

a. Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, objektif dan kritis.

b. Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.

c. Sanggup berdiri sendiri dengan lapang ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja secara alamiah yaitu secara bertahap. Teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.

8

4

2. Kualitas Insan Pencipta; Insan Akademis Pencipta

a. Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan.

b. Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif. Insan yang menyadari dengan sikap demikian. Potensi kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah.

c. Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan tugas kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.

3. Kualitas Insan Pengabdi; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi

a. Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat.

b. Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya membuat dirinya baik, tetapi juga mampu membuat lingkungan disekelilingnya menjadi lebih baik. c. Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah bersungguh-sungguh

mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesama.

4

4. Kualitas Insan yang bernafaskan Islam; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam

a. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapaki dan menjiwai karyanya.

b. Ajaran Islam telah berhasil membentuk unity personality dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah dilema pada dirinya sebagai warga Negara dan dirinya sebagai muslim insan cita ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.

5. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT

a. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

b. Berwatak sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya kesadaran moral. c. Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi

4

d. Rasa tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

e. Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

f. Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai khalifah fil ard yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.19

C. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI sebagai Warisan Intelektual Cak Nur

Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI sangat identik dengan sosok Cak Nur. Meskipun Cak Nur merumuskan naskah NDP tidak sendiri, bersama Syakib Mahmud dan Endang Saifudin Anshori. Namun, buah pikiran Cak Nur lebih mendominasi dalam naskah NDP ini.

Naskah NDP dibuat oleh Cak Nur saat menjadi Ketua Umum PB HMI periode pertama (1966 - 1969). Setelah Cak Nur melakukan perjalanan ke Timur Tengah yang menginspirasinya untuk membuat suatu tulisan yang dasar dari ideologi HMI. Naskah NDP disahkan pada kongres ke-9 di Malang pada tanggal 3 – 10 Mei 1969 dan mengantarkan Cak Nur menjadi Ketua Umum PB HMI untuk kedua kalinya.20

Dalam Naskah NDP Bab I menjelaskan tentang Dasar-dasar Kepercayaan. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Allah SWT dan

9

Badridduja & Arridho Sugiarto, Modul Latihan Kader I, HMI Cabang Ciputath. 86-88

4

kecintaan kepada-Nya yaitu taqwa. Iman dan taqwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu memancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal soleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan kebudayaan.21 Bab I NDP ini sejalan dengan ideologi bangsa yaitu Pancasila dalam sila pertama

yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Bab II NDP HMI membahas Pengertian-pengertian Dasar Tentang Kemanusiaan. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia telah melebihkan sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain.22

Bab III NDP HMI membahas tentang Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir). Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil

!"

Badridduja & Arridho Sugiarto, Modul Latihan Kader I, h. 126 ! !

44

bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha -usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf , disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.23 Bab III ini sejalan dengan Pancasila sila kedua

yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Bab IV NDP HMI membahas tentang Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh

#$

4%

sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.24

Bab V membahas tentang individu dan masyarakat. Individu atau manusia memiliki kemerdekaan pribadi, dan kemerdekaan pribadi itu adalah hak asasi yang pertama dan yang paling berharga. Manusia memiliki kemerdekaan pribadi setelah manusia bertauhid kepada Tuhan. Karena dengan bertauhid manusia bebas dari segala ketergantungan terhadap selain Tuhan. Kerena ketergantuangan kepada selain Tuhan itu syirik dan syirik adalah awal segala kejahatan. Manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai makhluk sosial. Untuk itu, manusia merdeka harus juga menjaga kemerdekaan orang lain dalam masyarakat.

Bab VI membahas Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran

&4

46

tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.25Sejalan dengan sila kelima dalam Pancasila

yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Dalam NDP terdapat banyak kesamaan dengan Pancasila sebagai Ideologi bangsa. HMI dengan NDP dan kualitas insan cita berusaha ikut aktif dalam pembangunan kader-kader penerus bangsa ini, dengan semangat Islaman, ke-Indonesiaan dan ke-Modernan. Dari NDP tugas kader HMI disederhanakan menjadi beriman, berilmu, dan beramal.

25

BAB IV

PERKEMBANGAN TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG

CIPUTAT 1960-1998

Tradisi Intelektual sesuai dengan desain operasional yang dijelaskan pada Bab I, adalah adat atau kebiasaan yang dianggap paling baik dan benar yang dapat mendukung proses terbentuknya kemampuan seorang intelektual (cerdas, berakal, berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan tinggi, menyangkut pemikiran dan pemahaman) beserta nilai-nilai yang harus dimiliki; kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab, sehingga akan menghasilkan karya intelektual yang adil, benar dan rasional.

Tradisi intelektual tersebut sudah sepatutnya sangat dekat dengan kehidupan mahasiswa ataupun organisasi mahasiswa, karena di tangan generasi muda inilah nasib bangsa dipertaruhkan. Jika generasi mudanya tidak memiliki tradisi intelektual yang kuat untuk membangun masa depan bangsa sudah barang tentu di masa depan bangsa ini tidak dapat mewujudkan cita-cita dan keinginan para pendiri bangsa. Untuk itu sangat penting jika mahasiswa memiliki tradisi intelektual baik individu ataupun kelompok. Seperti halnya tradisi intelektual yang ada dalam HMI Cabang Ciputat, yang senantiasa dikembangkan. Dalam perjalannya tradisi intelektual pada kehidupan para kader HMI Cabang Ciputat, mengalami pasang-surut. Pada setiap masa mengembangkan sendiri pola perkaderan yang membentuk suatu tradisi intelektual. Selain itu kondisi sosial-politik yang terjadi di lingkungan kampus maupun dinamika sosial-politik yang terjadi pada tingkat nasional mempengaruhi civitas akademika dengan aturan-aturan

)8

yang diterapkan melalui universitas juga turut mempengaruhi pasang-surutnya tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat. Maka dari itu penting melihat perkembangan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat dari awal terbentuknya HMI Cabang Ciputat sampai awal era reformasi dari berbagai sisi guna mengetahui pola tradisi intelektual dalam kurun waktu tersebut.

A. Cak Nur sebagai Tonggak Pewaris Tradisi Intelektual di HMI

Tradisi Intelektual di HMI Cabang Ciputat dibangun, dibentuk, dikembangkan dan diwariskan oleh Cak Nur1 kepada kader-kader HMI lainnya baik yang setingkatan ataupun yang di bawah tingkatan. Cak Nur mempunyai kemampuan intelektual itu bukan tanpa proses panjang. Sehingga Cak Nur dapat mengeluarkan kemampuan intelektualnya dengan karya-karya tulisannya yang sangat luar biasa yang kemudian jejaknya diikuti oleh teman-teman semasanya seperti Mursyid Ali, A. Syarifudin, M. Atho Mudzhar, Ridho Masduki, dan junior-juniornya seperti Fachry Aly, Komarudin Hidayat, Hadimulyo, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Kurniawan Zulkarnain, dan masih banyak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Kemampuan intelektual Cak Nur mengalami proses yang panjang juga, sejak kecil dia dapat menikmati dua model pendidikan, pendidikan yang pertama pendidikan Madrasah yang mengajarkan tentang keagamaan dan pendidikan umum seperti Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Menengah Pertama, (SMP), dan melanjutkan di Pesantern Darul Ulum, Rejoso. Namun pendidikannya di Rejoso

1

Dengan pemikiran pembaharuan dalam Islam yang diwariskan dalam naskah NDP yang berisi semangat ke-Islaman, ke-Indonesiaan, dan ke-Modernan, yang hingga kini masih digunakan dalam pelatihan HMI hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria dkk, Membingkai Perkaderan Intelektual.... h. xxix

*9

tidak bertahan lama, ini disebabkan karena ayah dan ibu Cak Nur merupakan aktivis Masyumi dan pada saat itu sedang terjadi gejolak politik antara partai Masyumi dengan partai NU.2 Yang kemudian Cak Nur melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor. Pada jenjang pendidikan di Gontor ini banyak memberikan bekal ilmu keagamaan yang dipelajari dengan metode modern, serta penguasaan bahasa Inggris dan Arab yang menjadi bekal nantinya ketika Cak Nur melanjutkan jenjang pendidikannya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Status Cak Nur sebagai mahasiswa IAIN, keikutsertaannya di dalam HMI Cabang Ciputat, jarak geografis yang tak terlalu jauh dengan ibu kota adalah infrastuktur yang mempertemukannya dengan tokoh-tokoh muda Masyumi tingkat Nasional, seperti Buya Hamka. Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru menjadi basis kekuatan politik untuk melawan PKI dan kekuatan-kekuatan politik masa Demokrasi Terpimpin yang sedang bertarung dengan sengit.3

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, Cak Nur mempunyai kemampuan menyimak dan mengambil makna secara distingtif atau berbeda dari perjalanannya ke Timur Tengah.4 Sebelumnya saat menjadi Ketua Umum PB HMI Cak Nur mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Amerika Serikat selama lima pekan setelah mendapat undangan dari Dubes Amerika Serikat di

2

Anas Urbaningrum, Islam dan Demokrasi; Pemikiran Cak Nur, (Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta 2000) h. 38. Ayah dan Ibu Cak Nur telah membawa proses perubahan budaya politik dari pola kepemimpinan tradisional menuju kepemimpinan Islam modern. Masyumi pada saat itu dipimpin dan dikelola oleh kaum intelektual muslim, yang merupakan lapisan pertama santri yang berinterakasi dengan pendidikan Barat.

3

Fachry Ali, Op.Cit, h. xxvii

4

Lukisan tentang pengalamannya di Timur Tengah, dapat dilihat pada Solichin, HMI: Candradimuka Mahasiswa(Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation 2010) h. 215-238.

Indonesia. Sebab Dubes Amerika di Indonesia telah melihat dinamika politik Islam di Indonesia dengan HMI. Yang terpenting di sini adalah setelah kembali dari Timur Tengah, Cak Nur mendapati Timur Tengah sedang mengalami deintelektualisasi (kehilangan daya intelektual) akut, ketika nilai kemanusiaan, demokrasi, lingkungan kehidupan dan keislaman tidak memberikan pantulan intelektual terhadap kesadaran kolektif dan individual. Kenyataan ini

mendorongnya untuk menyempurnakan gagasan yang tertuang dalam “Dasar

-dasar Islamisme” dan “Modernisasi ialah Rasionalisasi” ke dalam sebuah karya yang lebih komprehensif yaitu “Nilai-nilai Dasar Perjuangan” (NDP) bersama Sakib Mahmud dan Endang Saifuddin Anshori yang dikukuhkan dalam kongres HMI ke-9 di Malang, Jawa Timur pada 1969.5 Dari sini adalah salah satu bukti kualitas Intelektual Cak Nur dan dilanjutkan dengan hasil-hasil karyanya yang lain.

Dengan NDP inilah warisan intelektual pertama Cak Nur, sebagai warga HMI Cabang Ciputat, dalam bentuk gagasan sistematis dan komprehensif dipresentasikan dalam setiap training di HMI. Sebab secara keseluruhan, NDP membedah hubungan antara Tuhan dengan manusia dan alam; posisi individu dan masyarakat, keadilan sosial dan ekonomi, serta kedudukan ilmu pengetahuan bagi manusia. Karya-karya pemikiran berikutnya yang dihadirkan Cak Nur terfokus pada gagasan pembaharuan pemikiran Islam. Cak Nur bukan hanya seorang terpelajar, melainkan juga aktor aktif dalam gerakan intelektual. Kombinasi antara kesarjanaan dan aktor gerakan intelektual ini telah menciptakan khazanah tak ternilai yang diwariskan Cak Nur. Di samping struktur pengalaman yang bisa

5

Prof. Agussalim Sitompul,Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Jakarta: Misaka Galiza, 2008) -h. 146

dijadikan model, rekonstruksi pemikiran dan gerakannya telah terkonservasi dalam lusinan tesis pada tingkat master dan doktoral dari sarjana-sarjana dalam dan luar negeri. Bahkan mungkin Cak Nur adalah segelintir ilmuwan di dunia yang buah pemikirannya memadai untuk melahirkan ensiklopedia6 tersendiri. Dilihat dari konteks ini, posisi dan prestasi intelektual Nurcholih Madjid sulit tertandingi oleh siapapun di Indonesia.7

Tradisi intelektual dimulai oleh generasi Cak Nur, dengan Cak Nur sendiri sebagai pelopor intelektualnya dan berada di puncak sendirian. Pada waktu itu terdapat jarak intelektual antara generasi Cak Nur dengan generasi di bawahnya. Pada generasi selanjutnya yang lebih dekat dengan Cak Nur antara lain Mursjid Ali, M. Atho Mudzhar, Lukman Hakim Batalemba. Bukan hanya membaca, berdiskusi, berbagi literatur, tetapi juga menulis yang selalu jadi santapan sehari-hari para kader HMI. Cak Nur benar-benar dapat menjadi panutan bagi para kader HMI, bagaimana tidak seseorang yang berasal dari IAIN, mempunyai pengetahuan yang begitu luas tentang bidang-bidang non agama dan begitu fasih dalam berbahasa asing, terutama Inggris dan Perancis seperti lulusan dari kampus umum. Kepiawaian Cak Nur bukan saja fasih menyebut ayat-ayat al-Qur’an, melainkan juga mengaitkan persoalan-persoalan Islam kepada dunia di luar dengan kekuatan analisis, ia mendemontrasikan ketika menjadi pemateri dalam pelatihan-pelatihan di HMI, telah memotivasi kader-kader juniornya di Ciputat. Itu menjadikan inspirasi bagi generasi sesudahnya. Tradisi menulis sendiri di HMI Cabang Ciputat telah dimulai sejak akhir 60-an, saat M. Atho Mudzhar aktif

6

Di bawah kerja gigih Budhy Munawar-Rahman, telah terbit pada 2006 ensiklopedi Cak Nur sebanyak 4 jilid, masing-masing terdiri dari lebih 700 halaman.

7

Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria dkk, Membingkai Perkaderan Intelektual.... h. xxxi

menjadi pimpinan Buletin Pemersatu bersama kawan-kawan HMI yang lain. Generasi sesudahnya angkatan 70-an ke atas seperti Fachry Ali, Hadimulyo, Komarudin Hidayat, Nabhan Husein, Kurniawan Zulkarnaen, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Pipip A Rifai, Iqbal Abd Rauf Saimima (alm), Bahtiar Effendy, Badri Yatim (alm) dan lain-lain seperti ingin menyamai apa yang telah dicapai oleh Cak Nur. Sehingga semangat ini yang mereka pegang untuk membentuk

intellectual community di Ciputat dengan diskusi rutin, membagi-bagi literatur, saling mengkritik, sampai pada saling membantu dalam penampilan di depan publik dan mewajibkan untuk menulis. Yang terpenting adalah ketika semangat intelektual ini dilanjutkan secara kolektif. Untuk makin mempertajam intelektualnya pada saat itu dilakukan pelatihan menulis.8

Kemudian lewat perkawanan di HMI juga angkatan 1970-an Fachry Aly, Komarudin Hidayat, Azyumardi Azra, dkk mendapatkan mentor yang sangat baik. M. Dawan Raharjo walaupun bukan alumni dari HMI Cabang Ciputat melainkan HMI Cabang Yogya, namun berkat perkawanan di HMI, M. Dawan Raharjo menjadi mentor yang baik bagi kawan-kawan angkatan 70-an dalam menulis. Dengan mengajak bergabung dan aktif dalam LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) LP3ES, sehingga kemampuan menulisnya semakin baik dan mengembangkan Tradisi Intelektual. Karena tak bisa dipungkiri memainkan peranan konkrit dalam usaha peningkatan kehidupan manusia dan lingkungan.9 HMI Cabang Ciputat saat itu cukup beruntung karena sering didatangi oleh para

8

Fachry Ali dan kawan-kawan dipengaruhi oleh M. Dawan Raharjo untuk mendirikan lembaga

Dokumen terkait