• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

HASIL PENELITIAN

5.3 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Pada penelitian ini, lansia pemakai GTP berjenis kelamin perempuan paling banyak merasakan kualitas hidup yang buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ingle dkk (2010) mengatakan bahwa perempuan memiliki kualitas hidup yang buruk dibandingkan laki-laki. Dalam penelitian Singh dkk (2012) mengenai kepuasan dalam memakai GTP yang didapati laki-laki merasa kualitas hidupnya lebih baik.39 Hal ini disebabkan karena kebanyakan perempuan merasa kehidupan sosialnya terganggu akibat kesehatan rongga mulut yang buruk.47 Sedangkan pemakaian GTP pada laki-laki digunakan sesuai dengan fungsinya.35 Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Parea dkk (2012) yang mengatakan perempuan lebih banyak merasakan kualitas hidup yang baik, hal ini kemungkinan karena tingginya tingkat kepuasan terhadap pemakaian GTP pada perempuan.17 Uji chi-square menunjukan ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara jenis kelamin dengan kualitas hidup.

Lansia pemakai GTP dengan tingkat pendidikan SD paling banyak merasakan kualitas hidup yang buruk. Hasil ini sesuai dengan penelitiaan Singh dkk (2012) yang mengatakan lansia dengan tingkat pendidikan rendah sangat kurang motivasinya untuk melakukan perawatan, sedangkan kualitas hidup itu meningkat seiring dengan meningkatnya motivasi perawatan dan motivasi yang tinggi untuk perawatan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan yang tinggi.35 Lansia dengan tingkat pendidikan SMA atau Perguruan Tinggi memiliki kualitas hidup yang baik karena mereka mengerti intruksi perawatan dan merasa penting untuk menjaga kesehatan, termasuk kesehatan mulut.17 Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Adam (2006) lansia dengan tingkat pendidikan rendah lebih baik kualitas hidupnya dibandingkan lansia dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidaktahuan lansia yang berpendidikan rendah mengharapkan bimbingan dari kelompok yang lebih ahli atau profesional dalam masalah kesehatan mulut.6 Uji chi

square juga menunjukan ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup.

Kebanyakan lansia pemakai GTP yang hidup tanpa pasangan memiliki kualitas hidup yang buruk dibandingkan dengan lansia yang hidup berpasangan. Hal ini sejalan dengan penelitian Singh dkk (2012) yang mengatakan kelompok tanpa pasangan hanya memprioritaskan gigitiruan mengatasi masalah psikologis.35 Hal ini mungkin juga disebabkan karena lansia dengan pasangan sama-sama memotivasi diri sendiri dan juga termotivasi oleh orang lain untuk melakukan perawatan gigitiruan penuh. Sementara pertimbangan prioritas untuk perawatan gigitiruan pada kelompok yang hidup berpasangan lebih dominan untuk estetis dan fungsi. Parea dkk (2012) dalam penelitiannya juga mengatakan lansia yang hidup berpasangan lebih cenderung mengekspresikan kepuasannya terhadap gigitiruan dari pada lansia yang hidup tanpa pasangan.17 Uji chi square menunjukan tidak ada hubungan signifikan (p > 0,05) antara hidup dengan pasangan atau tanpa pasangan dengan kualitas hidup.

5.4 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan Kondisi Klinis Rongga Mulut

Pada penelitian ini, lansia yang memakai GTP dan mempunyai bentuk tulang V kebanyakan memiliki kualitas hidup yang buruk. Hal ini sesuai dengan penelitian Abdulaziz dan Albaker (2012) yang mengatakan adanya perubahan bentuk tulang berdampak pada kualitas hidup, dalam penelitian didapati adanya hubungan signifikan antara perubahan bentuk tulang dengan kualitas hidup.48 Parea dkk (2012) dalam penelitiannya mengatakan resorbsi tulang pada pemakai GTP masih sangat tinggi pada pemakaian yang kurang dari lima tahun, terutama pada rahang bawah sehingga muncul dampak buruk dari kualitas hidup. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perubahan bentuk tulang mempengaruhi retensi, stabilisasi dan kenyamanan dalam pemakaian GTP. Chen dkk (2012) juga mengatakan bahwa bentuk dari tulang alveolar mempengaruhi kualitas gigitiruan, kurangnya retensi yang dibuat oleh tulang alveolar maka akan menimbulkan dampak yang buruk terhadap

kualitas hidup.20 Menurut Bilhan dkk dalam penelitiannya, resorbsi tulang alveolar tidak hanya pada ketinggian alveolar puncak tetapi juga pada permukaan tulang alveolar sehingga sangat mempengaruhi kualitas hidup.48 Uji chi square menunjukan ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara bentuk tulang dan kualitas hidup.

Dalam penelitian ini tidak ada lansia yang memiliki kompresibilitas mukosa yang tebal, hal ini disebabkan karena adanya proses penuaan.48 Lansia pemakai GTP dengan ketebalan mukosa yang tipis banyak merasakan kualitas hidup yang buruk, namun tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Parea dkk (2013) adanya mukosa yang tipis sangat berdampak buruk terhadap kualitas hidup, terutama pada saat pengunyahan tetapi tidak ditemukan hubungan yang signifikan diantara keduanya.17 Andi (2003) dalam penelitiannya juga mengatakan adanya mukosa yang tipis sering menyebabkan rasa sakit dan rasa tidak nyaman pada pemakai GTP.19 Adanya mukosa yang tipis akan sering menimbulkan trauma atau iritasi dan hal ini sangat mempengaruhi kepuasan dan kualitas hidup.49 Uji chi square didapati tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0,05) antara ketebalan mukosa mulut dengan kualitas hidup.

Lansia pemakai GTP dengan keadaan xerostomia memiliki kualitas hidup yang buruk jika dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami xerostomia. Hasil ini sesuai dengan penelitian Andi dkk (2003), lansia yang mengalami xerostomia lebih banyak mengeluhkan kualitas hidup yang buruk.19 Parea dkk (2013) juga mengatakan saliva memiliki peranan penting dalam kenyamanan saat memakai GTP, memiliki keadaan mulut kering akan mengakibatkan dampak yang buruk dalam kualitas hidup tetapi dalam penelitiannya tidak ada hubungan yang signifikan diantara keduanya.17 Lansia yang mengalami xerostomia banyak mengeluhkan kualitas hidup buruk mungkin karena berkurangnya jumlah saliva. Saliva mempunyai peranan penting dalam keberhasilan GTP, berkurangnya saliva dapat mengurangi retensi saliva dan berkurangnya kenyamanan ketika memakai gigitiruan.19 Uji chi square menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0,05) antara mulut kering dengan kualitas hidup.

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya pada penelitian ini ada jumlah sampel yang minimal karena tidak lengkapnya data rekam medik yang diperoleh dari RSGMP FKG USU. Pada penelitian ini juga ditemukan banyaknya lansia yang tidak rutin memakai GTP dan beberapa lansia yang memakai GTP selama 24 jam sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian.

BAB 6

Dokumen terkait