• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Pelayanan

BAB II KAJIAN TEORITIK

D. Kualitas Pelayanan

Faktor kedua yang mempengaruhi kepuasan adalah kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan menurut Lovelock (Laksana; 2008:88) adalah tingkat mutu yang diharapkan dan pengendalian keberagaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

1. Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut Yamit (2005:20) kualitas pelayanan adalah kualitas dari suatu pelayanan yang diberikan kepada pelanggan baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal berdasarkan standar dari pelayanan. Dalam bisnis jasa maupun dagang, pelayanan tidak dapat dipisahkan. Pada perusahaan jasa pelayanan merupakan produk utama yang ditawarkan sementara pada perusahaan dagang, pelayanan sebagai produk tambahan yang melekat pada produknya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen menjadi titik acuan dalam meningkatkan dan mempertahankan keunggulan pelayanan terhadap konsumen. Kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa gambaran kualitas ditentukan oleh persepsi pelanggan, bukan oleh penyedia layanan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan

Kualitas dari suatu produk maupun jasa akan menentukan kepuasan dari konsumennya. Diana dan Tjiptono (2003) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin besar pula kepuasaan pelanggan.

Nasution (2004) Dimensi kualitas pelayanan terbagi menjadi 5 (lima), yaitu: a. Dimensi tangible.

Dimensi tangible merupakan kualitas pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan. Bukti langsung (tangible) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

b. Dimensi reliability

Dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada dua aspek dari dimensi ini, pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada error. Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Selain itu, berarti perusahaan tersebut memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal.

c. Dimensi responsiveness

Dimensi responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap dimensi responsiveness adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

d. Assurance atau jaminan

Dimensi jaminan merupakan dimensi yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada pelanggannya. Jaminan (assurance) mencakup kemampuan, kesopanana, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.

e. Emphaty atau perhatian

Dimensi empati memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dimensi reliability dan responsiveness di mata kebanyakan pelanggan. Dua kebutuhan ini

berhubungan dengan dimensi empati. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

3. Cara Mengukur Kualitas Pelayanan

Terdapat berbagai macam cara mengukur kualitas pelayanan, tetapi menurut (Tjiptono dkk. 2008: 71-72) terdapat dua model generik yang paling popular utuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu:

a. Total Perceived Quality Model (TPQM)

Model ini dikembangkan oleh Gronroos (1990) dalam Tjiptono, dkk (2008: 71) menguraikan kualitas pelayanan ke dalam dua dimensi pokok, yaitu: 1) Technical Quality (outcome dimension) berkaitan dengan kualitas output

layanan yang dipersepsikan pelanggan.

2) Functional Quality (process-related dimention) berkaitan dengan kualitas

cara penyampaian layanan atau menyangkut proses transfer kualitas teknis, output atau hasil akhir kepada pelanggan.

b. SERVQUAL (service quality)

Menurut Tjiptono (2007) SERVQUAL berfokus pada lima gap yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Model ini dikenal pula dengan istilah Gap Analisis Model karena berkaitan dengan model kepuasan pelanggan yang didasarkan pada ancangan diskonfirmasi. Rancangan ini menegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar dari pada harapan (expectation) atas atribut bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas pelayanan akan positif dan sebaliknya. Lima gap utama yang terdapat dalam SERVQUAL meliputi:

1) Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap). Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersiapkan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas pelayanan secara tidak akurat.

2) Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas pelayanan (standards gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas pelayanan tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas.

3) Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian pelayanan (delivery gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian pelayanan.

4) Gap antara penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal (communication gap). Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan pelayanan yang disampaikan kepada para pelanggan.

5) Gap antara pelayanan yang dipersiapkan dan pelayanan yang diharapkan (service gap). Gap ini berarti bahwa pelayanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan.

Model SERVQUAL didasarkan pada asumsi bahwa konsumen

membandingkan kinerja pelayanan pada atribut-atribut relevan dengan standar ideal atau sempurna untuk masing-masing atribut pelayanan. Bila kerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi atas kualitas pelayanan keseluruhan akan positif dan sebaliknya. Model ini menganalisis gap antara dua variabel pokok,

yaitu pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dipersepsikan (perceived service).

Penelitian Yogi Bhakti Marhenta dkk menunjukan bahwa variabel kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kepuasan pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kabupaten Karanganyar. Dengan pelayanan yang berkualitas maka pasien akan tetap berkeinginan untuk menggunakan BPJS ketika sakit. Hasil ini menjelaskan bahwa pasien BPJS akan memperhitungkan kualitas yang dapat diperoleh dari iuran yang dikeluarkan dan peningkatan kualitas pelayanan serta kepesertaan akan meningkatkan kepuasan pasien BPJS.

Dari banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan peserta BPJS mandiri, faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan peserta BPJS mandiri dalam penelitian ini adalah tangible, reliability, responsiveness, assurance atau jaminan, dan emphaty atau perhatian.

Dokumen terkait