• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh: AGUSTINA EMELIA HARYANI NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Oleh: AGUSTINA EMELIA HARYANI NIM :"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN KEPESERTAAN, KUALITAS PELAYANAN DAN

IURAN DENGAN KEPUASAN PESERTA BPJS MANDIRI DI

FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi

Oleh:

AGUSTINA EMELIA HARYANI NIM : 151324033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)
(3)
(4)

iii

(5)

iv MOTTO

(6)
(7)
(8)

vii ABSTRAK

HUBUNGAN KEPESERTAAN, KUALITAS PELAYANAN DAN IURAN DENGAN KEPUASAN PESERTA BPJS MANDIRI DI FASILITAS

KESEHATAN TINGKAT PERTAMA KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Agustina Emelia Haryani Universitas Sanata Dharma

2019

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis: (1) hubungan kepesertaan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama; (2) hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di faskes tingkat pertama; dan (3) hubungan iuran dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di faskes tingkat pertama. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan April 2019. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel penelitian sebanyak 400 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis Spearman Rank.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) kepesertaan memiliki hubungan yang lemah dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di faskes tingkat pertama; (2) kualitas pelayanan memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di faskes tingkat pertama; dan (3) iuran memiliki hubungan yang sedang dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di faskes tingkat pertama.

Kata kunci: kepesertaan, kualitas pelayanan, iuran, kepuasan, peserta BPJS mandiri, fasilitas kesehatan tingkat pertama

(9)

viii

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN PARTICIPATION, SERVICE QUALITY, AND PREMIUMS ON SATISFACTION OF BPJS MANDIRI PARTICIPANT

AT THE FIRST HEALTH FACILITIES KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Agustina Emelia Haryani Sanata Dharma University

2019

This study aimed to examine and analyze: (1) the relationship between participation and satisfaction of BPJS mandiri participant at the first health facilities; (2) the relationship between service quality and satisfaction of BPJS mandiri participant at the first health facilities; and (3) the relationship between premiums and satisfaction of BPJS mandiri participant at the first health facilities. This research is correlational study. This research was conducted in Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta in April 2019. The research sampling technique was a purposive sampling. The research sample consisted of 400 respondents. The data collection method was a questionnaire. The data analysis technique was a Spearman Rank.

The result of data analysis showed that: (1) participation had weak relationship with satisfaction of BPJS mandiri participant at the first health facilities; (2) service quality had strong relationship with satisfaction of BPJS mandiri participant at the first health facilities; and (3) premiums had moderate relationship with satisfaction of BPJS mandiri participant at the first health facilities.

Keywords: participation, service quality, premiums, participant satisfaction of

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Hubungan Kepesertaan, Kualitas Pelayanan dan Iuran dengan Kepuasan Peserta BPJS Mandiri Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” dengan lancar. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Ibu Dra. Catharina Wigati Retno Astusi, M.Si., M. Ed., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi;

3. Ibu Kurnia Martikasari S.Pd., M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan sampai skripsi ini selesai;

4. Seluruh Bapak Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi yang banyak meluangkan waktu dalam memberikan tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan;

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Batasan Masalah... 6 C. Rumusan Masalah ... 6 D. Tujuan Penelitian ... 7 E. Manfaat Penelitian ... 8 F. Definisi Operasional... 9

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Konsep Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan ... 12

(13)

xiii

2. Fungsi BPJS ... 13

3. Tugas BPJS ... 13

4. Faskes Tingkat Pertama BPJS ... 14

5. Pelayanan BPJS ... 16

B. Kepuasan Konsumen ... 17

1. Pengertian Kepuasan Konsumen... 17

2. Aspek-Aspek Kepuasan Konsumen ... 18

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen ... 18

C. Kepesertaan Program JKN BPJS Mandiri ... 21

1. Pengertian Kepesertaan BPJS ... 21

2. Jenis-Jenis Kepesertaan BPJS ... 22

3. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS ... 24

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepesertaan... 26

D. Kualitas Pelayanan ... 28

1. Pengertian Kualitas Pelayanan ... 28

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan... 29

3. Cara Mengukur Kualitas Pelayanan ... 31

E. Iuran BPJS Kesehatan Mandiri ... 33

1. Pengertian Iuran BPJS ... 33

2. Besaran Iuran BPJS ... 34

3. Pembiayaan Jaminan BPJS ... 36

4. Peserta Perseorangan BPJS ... 37

(14)

xiv

F. Penelitian yang Relevan ... 42

G. Kerangka Berpikir Teoritik dan Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 50

D. Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Penarikan Sampel ... 51

E. Operasionalisasi Variabel... 52

F. Data yang Diperlukan ... 56

G. Teknik Pengumpulan Data ... 57

H. Teknik Pengujian Instrumen ... 57

1. Uji Validitas ... 57

2. Uji Reliabilitas ... 62

I. Teknik Analisis Data ... 64

1. Analisis Statistik Deskriptif ... 64

2. Uji Spearman Rank ... 74

3. Koefisien Determinasi ... 75

4. Pengujian Hipotesis ... 76

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Puskesmas Berbah ... 80

B. Puskesmas Depok III... 81

C. Puskesmas Gamping II ... 83

(15)

xv E. Puskesmas Minggir ... 86 F. Puskesmas Mlati I ... 87 G. Puskesmas Ngemplak I ... 89 H. Puskesmas Pakem ... 90 I. Puskesmas Prambanan ... 92 J. Puskesmas Seyegan ... 93 K. Puskesmas Tempel I ... 94 L. Puskesmas Turi ... 96

M. Klinik Pratama Aisyiyah Moyudan ... 97

N. Klinik Pratama Permata Keluarga Kalasan ... 98

O. Klinik Pratama PKU Muhammadiyah Cangkringan... 100

P. Klinik Pratama Satria Gadingan... 101

Q. Klinik Pratama SWA... 101

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 103

B. Analisis Data ... 111

C. Pembahasan ... 115

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 120

C. Keterbatasan ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabel Kisi-Kisi Kuesioner Variabel Kepuasan Peserta BPJS

Mandiri ... 53

Tabel 3.2. Tabel Kisi-Kisi Kuesioner Variabel Kepesertaan ... 54

Tabel 3.3. Tabel Kisi-Kisi Kuesioner Variabel Kualitas Pelayanan ... 55

Tabel 3.4. Tabel Kisi-Kisi Kuesioner Variabel Iuran ... 55

Tabel 3.5 Tabel Hasil Uji Validitas Variabel Kepesertaan ... 58

Tabel 3.6 Tabel Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan ... 59

Tabel 3.7 Tabel Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan ... 60

Tabel 3.8 Tabel Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan ... 60

Tabel 3.9 Tabel Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan ... 61

Tabel 3.10 Tabel Hasil Uji Validitas Variabel Iuran ... 62

Tabel 3.11 Tabel Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan... 62

Tabel 3.12 Tabel Hasil Uji Reliabilitas ... 63

Tabel 3.13 Tabel Interval Skor Variabel Kepesertaan ... 65

Tabel 3.14 Tabel Interval Skor Variabel Kualitas Pelayanan ... 68

Tabel 3.15 Tabel Interval Skor Variabel Iuran ... 70

Tabel 3.16 Tabel Interval Skor Variabel Kepuasan Peserta BPJS Mandiri ... 73

Tabel 3.17 Tabel Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 76

Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 104

Tabel 5.2 Tabel Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 104

(17)

xvii

Tabel 5.4 Tabel Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Per

Bulan ... 106

Tabel 5.5 Tabel Interval Skor Variabel Kepesertaan ... 107

Tabel 5.6 Tabel Interval Skor Variabel Kualitas Pelayanan ... 108

Tabel 5.7 Tabel Interval Skor Variabel Iuran ... 109

Tabel 5.8 Tabel Interval Skor Variabel Kepuasan Peserta BPJS Mandiri ... 110

Tabel 5.9 Tabel Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 111

Tabel 5.10 Tabel Hasil Uji Spearman Rank Hubungan Kepesertaan Dengan Kepuasan Peserta BPJS Mandiri ... 112

Tabel 5.11 Tabel Hasil Uji Spearman Rank Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Peserta BPJS Mandiri ... 113

Tabel 5.12 Tabel Hasil Uji Spearman Rank Hubungan Iuran Dengan Kepuasan Peserta BPJS Mandiri ... 114

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Hubungan Kepesertaan, Kualitas

Pelayanan dan Iuran dengan Kepuasan Peserta BPJS Mandiri . 47

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian Di Kabupaten Sleman ... 80

Gambar 4.2 Jadwal Pelayanan Puskesmas Berbah ... 81

Gambar 4.3 Jadwal Pelayanan Puskesmas Depok III ... 83

Gambar 4.4 Jadwal Pelayanan Puskesmas Gamping II ... 84

Gambar 4.5 Jadwal Pelayanan Puskesmas Godean I ... 86

Gambar 4.6 Jadwal Pelayanan Puskesmas Minggir ... 87

Gambar 4.7 Jadwal Pelayanan Puskesmas Mlati I ... 89

Gambar 4.8 Jadwal Pelayanan Puskesmas Ngemplak I ... 90

Gambar 4.9 Jadwal Pelayanan Puskesmas Pakem ... 92

Gambar 4.10 Jadwal Pelayanan Puskesmas Prambanan ... 93

Gambar 4.11 Jadwal Pelayanan Puskesmas Tempel I ... 96

Gambar 4.12 Jadwal Pelayanan Puskesmas Turi ... 97

Gambar 4.13 Jadwal Pelayanan Klinik Pratama Permata Keluarga ... 99

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian ... 127

Lampiran II Data Mentah ... 136

Lampiran III Uji Validitas dan Reliabilitas ... 181

Lampiran IV Uji Spearman Rank ... 199

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS ini terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuraan (Kementerian Kesehatan RI, 2013, h. 6).

BPJS Kesehatan mempunyai fungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan dengan prinsip asuransi sosial, sedangkan BPJS ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian (Detikplus, 2015).

Jenis kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kategori yaitu BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan BPJS Non-PBI (Non Penerima Bantuan Iuran). BPJS PBI hanya diperuntukkan untuk fakir miskin dan warga tidak mampu, menurut dinas sosial, sedangkan untuk kategori Non-PBI merupakan peserta BPJS dimana iuran atau premi bulanan dibayarkan sendiri oleh peserta yang bersangkutan dan dikelompokan menjadi Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Semangat yang dibangun pada program BPJS tersebut adalah kegotongroyongan antara masyarakat kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang

(21)

tua dan muda, dan yang beresiko tinggi dan rendah; anggota yang bersifat wajib dan tidak selektif; iuran yang dibayarkan per bulan berdasarkan persentase upah / penghasilan dan jaminan kesehatan nasional bersifat nirlaba. BPJS Kesehatan juga akan terus memperluas jaringan mitra fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Hal ini sebagai upaya dari BPJS untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas.

BPJS kesehatan meningkatkan kualitas pelayanan melalui rujukan online yang merupakan digitalisasi proses rujukan berjenjang untuk kemudahan dan kepastian peserta JKN-KIS dalam memperoleh layanan di rumah sakit disesuaikan dengan kompetensi, jarak dan kapasitas rumah sakit. Tujuan rujukan berdasarkan kebutuhan medis pasien. Sistem rujukan online ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan administrasi di fasilitas kesehatan (liputan6.com). Selain rujukan secara online bagi peserta BPJS, tersedia pula aplikasi Mobile JKN yang semakin memudahkan akses dan kepesertaan peserta BPJS dalam pelayanan kesehatan.

Sejak lima tahun dioperasikan ternyata BPJS masih mengalami berbagai permasalahan. Berdasarkan hasil penelitian dari Lokataru Foundation, ditemukan bahwa BPJS kesehatan mandiri memiliki manfaat yang rendah bagi peserta BPJS mandiri. Hal ini dilihat dari aktivasi kepesertaan dan denda keterlambatan pembayaran iuran. Dari segi lamanya aktivasi kepesertaan, calon peserta harus menunggu selama 14 hingga 30 hari hingga BPJS Kesehatannya aktif. Hal itu tertuang dalam Peraturan Direksi BPJS Nomor 32 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Cara Pendaftaran dan Pembayaran Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan

(22)

Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja. Dalam peraturan tersebut, Pasal 5 menerangkan bahwa lama persetujuan BPJS Kesehatan atas pembayaran iuran pertama ditetapkan paling cepat 14 hari kalender dan paling lambat 30 hari kalender setelah virtual account diterima.

Permasalahan lain yang dialami oleh peserta BPJS mandiri adalah denda yang lebih besar. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 sebelumnya, denda yang dikenakan adalah 2 persen per bulan dari iuran yang tertunggak. Saat ini denda yang diberlakukan sebesar 2,5 persen dari INA CBGs (Indonesia Case Base Groups). INA CBGs adalah satuan nilai untuk mengukur biaya dari setiap

tindakan atau jenis penyakit yang dilakukan terhadap pasien. Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Hal ini tentu merugikan masyarakat, khususnya peserta BPJS mandiri sebab jumlah INA CBGs, atau total biaya perawatan tentu jumlah denda akan lebih besar dibandingkan iuran (kompas.com).

Selain hasil penelitian yang diperoleh Lokataru Foundation terkait dengan aktivasi kepesertaan dan denda keterlambatan iuran terdapat permasalahan lain yaitu defisit dana BPJS kesehatan. Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai defisit dana BPJS kesehatan mencapai 10,98 triliun. Hal ini disebabkan karena banyak peserta BPJS kesehatan yang tidak melakukan iuran secara rutin. Selain itu, banyak peserta yang tidak mau lagi melakukan iuran setelah mendapatkan pelayanan dari BPJS (cnbcindonesia.com).

(23)

Permasalahan yang muncul sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan peserta BPJS mandiri di antaranya faktor kepesertaan, kualitas pelayanan dan iuran.

Faktor pertama yang berhubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri adalah kepesertaan. Kepesertaan BPJS terbuka bagi Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA). Peserta yang memiliki inisiatif dalam mendaftarkan diri ke kantor BPJS Kesehatan dan rutin mengikuti informasi yang diberikan oleh BPJS Kesehatan maka peserta akan merasa puas. Tidak hanya itu, tingkat kepuasan peserta juga dapat dilihat ketika peserta membantu BPJS dalam mensosialisasikan kepesertaan kepada masyarakat sekitar tempat tinggal. Semakin tinggi tingkat kepesertaan BPJS mandiri, maka semakin tinggi tingkat kepuasan peserta BPJS mandiri.

Faktor kedua yang berhubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri adalah kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang baik tidak dilihat dari sudut pandang penyedia jasa layanan melainkan dari pengguna jasa layanan. Pengguna jasa layanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menggunakan dan menikmati jasa yang dapat mengukur kualitas pelayanan. Pengguna jasa layanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah pasien, khususnya dalam penelitian ini adalah peserta BPJS mandiri di Kabupaten Sleman. Untuk mengetahui kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dilakukan dengan melihat 5 dimensi dalam kualitas pelayanan, yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan tangible (Nasution, 2004). Peserta yang mendapatkan kualitas pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang baik secara langsung akan merasa puas pada pelayanan BPJS mandiri di faskes tingkat pertama.

(24)

Faktor ketiga yang dapat berhubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri adalah iuran. Iuran atau premi merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh peserta Non-PBI setiap bulannya sesuai dengan kelas yang dipilih dalam penelitian ini merupakan peserta pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Peran serta masyarakat dalam membayar iuran bergantung pada kemampuan dan kemauan peserta BPJS mandiri. Kemampuan membayar adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal (Adisasmita, 2008), sedangkan, kemauan membayar merupakan kesediaan individu untuk membayar sejumlah uang sebagai premi (premium) dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan (Wright et al, 2009). Peserta yang tertib dalam membayar iuran menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap BPJS mandiri.

Di Kabupaten Sleman pada bulan Agustus tahun 2018 dari total penduduk sebanyak 1.046.622 jiwa per semester satu dan sebanyak 986.741 jiwa telah terdaftar menjadi peserta BPJS. Dengan demikian tingkat kepesertaan BPJS telah mencapai 94% dari total penduduk di Kabupaten Sleman (harianjogja.com). Dari total penduduk Kabupaten Sleman yang menjadi peserta BPJS, terdapat 175.344 jiwa yang tergolong dalam kategori BPJS mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan sebanyak 811.397 jiwa yang tergolong dalam peserta BPJS Ketenagakerjaan atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan segmen lainnya.

Di Kabupaten Sleman pada bulan Agustus 2018 mengalami defisit khususnya BPJS mandiri sebesar Rp 19 milyar. Hal ini disebabkan oleh pembayaran iuran yang menunggak dikarenakan peserta hanya membayar pada saat sakit dan setelah

(25)

sakit tidak mau membayar iuran. Selain itu peserta BPJS mandiri juga merasa bahwa iuran yang dibayarkan terlalu besar setiap bulannya dan tidak sesuai dengan manfaat yang dirasakan oleh peserta BPJS mandiri (jogjapolitan.com). Ketidakpuasan peserta BPJS mandiri disebabkan oleh banyak faktor. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan peserta BPJS mandiri.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Kepesertaan, Kualitas Pelayanan, dan Iuran dengan Kepuasan Peserta BPJS Mandiri di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Batasan Masalah

Ada banyak faktor yang berhubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada faktor kepesertaan, kualitas pelayanan, dan iuran. Faktor lain yang berhubungan dengan kepuasan peserta BPJS Mandiri di faskes tingkat pertama Kabupaten Sleman tidak dibahas dalam penelitian ini.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(26)

1. Apakah kepesertaan memiliki hubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Apakah kualitas pelayanan memiliki hubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

3. Apakah iuran memiliki hubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

D. Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk menguji dan menganalisis hubungan kepesertaan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Untuk menguji dan menganalisis hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Untuk menguji dan menganalisis hubungan iuran dengan kepuasan peserta BPJS mandiri fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

(27)

E. Manfaat penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, di antaranya:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori, khususnya terkait dengan hubungan kepesertaan, kualitas pelayanan dan iuran dengan kepuasan peserta BPJS mandiri.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peserta BPJS Mandiri

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi peserta BPJS mandiri mengenai hubungan kepesertaan, kualitas pelayanan dan iuran dengan kepuasan produk dan layanan BPJS mandiri di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

b. Bagi BPJS Kesehatan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam melakukan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik khususnya di fasilitas kesehatan tingkat pertama.

c. Bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi faskes tingkat pertama untuk mengetahui faktor-faktor berhubungan dengan kepuasan peserta BPJS mandiri, sehingga fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat semakin meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan.

(28)

d. Bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka di perpustakaan Universitas Sanata Dharma khususnya dalam bidang hubungan kepesertaan, kualitas pelayanan dan iuran dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di faskes tingkat pertama Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. e. Bagi Peneliti Berikutnya

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan kepesertaan, kualitas pelayanan dan iuran dengan kepuasan peserta BPJS mandiri di fasilitas tingkat pertama.

f. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti, karena peneliti secara langsung dapat mengetahui bagaimana hubungan kepesertaan, kualitas pelayanan dan iuran dengan peserta BPJS mandiri di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Selain itu, peneliti juga mendapatkan wawasan, pengetahuan serta pengalaman baru karena telah melakukan penelitian ini.

F. Definisi Operasional

Operasional variabel dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Kepesertaan

Kepesertaan adalah keikutsertaan peserta BPJS mandiri bersifat wajib dan mencakup seluruh warga Indonesia yang keseluruhan kegiatan dilakukan oleh petugas BPJS meliputi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi

(29)

sejauh dipersepsikan peserta BPJS mandiri. Variabel kepesertaan menggunakan indikator dari Hunaepi (2015) yang meliputi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Variabel kepesertaan diklasifikasikan menjadi empat yaitu sangat optimal, optimal, tidak optimal dan sangat tidak optimal.

2. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan faskes tingkat pertama yang meliputi bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati/perhatian sejauh yang dipersepsikan peserta BPJS mandiri. Variabel kualitas pelayanan menggunakan indikator dari Halwi (2016) yang meliputi bukti fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati/perhatian. Variabel kualitas pelayanan diklasifikasikan menjadi empat yaitu sangat baik, baik, tidak baik dan sangat tidak baik.

3. Iuran

Iuran adalah berat atau ringan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh peserta BPJS Mandiri sejauh yang dipersepsikan peserta BPJS mandiri. Variabel iuran menggunakan indikator dari Rosmanely (2018) yang meliputi kemudahan, kesesuaian harga dan manfaat dan sanksi keterlambatan. Sedangkan indikator dari Russel (1996) meliputi kemampuan dan kemauan membayar iuran. Variabel iuran diklasifikasikan menjadi empat yaitu sangat ringan, ringan, berat, sangat berat. 4. Kepuasan

Kepuasan adalah perasaan puas yang ditunjukkan oleh peserta BPJS mandiri, sama atau melebihi harapan setelah memperoleh pelayanan dari pihak BPJS. Indikator kepuasan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Irawan (2004) yaitu

(30)

kualitas produk, emosional, kualitas jasa, harga dan kemudahan. Variabel kepuasan diklasifikasikan menjadi empat yaitu sangat puas, puas, tidak puas dan sangat tidak puas.

(31)

12 BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Konsep Pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 1. Pengertian BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia (UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak diberikan kepada setiap orang yang membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN).

Mengingat pentingnya peranan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawab kinerja setiap individunya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan

(32)

baik BPJS kesehatan maupun BPJS ketenagakerjaan.

2. Fungsi BPJS

Menurut Undang-Undang Dalam No.24 Tahun 2011 pasal 5 ayat (2) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, fungsi BPJS adalah sebagai berikut.

a. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

b. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hati tua.

3. Tugas BPJS

Menurut Undang-Undang Dalam No.24 Tahun 2011 pasal 10 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, tugas BPJS adalah sebagai berikut.

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja. c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.

e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.

f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk

(33)

menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta (UU BPJS No.24 Tahun 2011).

4. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pada Program JKN Fasilitas kesehatan (faskes) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk melaksanakan upaya pelayanan kesehatan perorangan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat (Kemenkes RI, 2013). Faskes yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi pengguna JKN terdiri atas Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). FKTP adalah faskes yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan individu yang bersifat umum untuk keperluan pengamatan, promotif, preventif, mendiagnosis, perawatan atau pelayanan kesehatan lainnya (Kemenkes RI, 2014).

Prosedur layanan kesehatan dalam JKN yaitu pelayanan bagi pasien dilaksanakan secara berjenjang yang dimulai dari FKTP yang diselenggarakan oleh FKTP tempat peserta terdaftar. FKTP peserta JKN terdiri dari Puskesmas, dokter, dokter gigi, klinik pratama dan Rumah Sakit Kelas D Pratama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan (Kemenkes RI, 2014).

(34)

Dokter praktik baik dokter umum maupun dokter gigi termasuk FKTP pada program JKN dengan melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas merupakan faskes yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014).

Klinik merupakan faskes yang melaksanakan layanan kesehatan perorangan dengan melayani pelayanan medis dasar dan/ atau spesialistik (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan jenis pelayanan, klinik terdiri dari klinik pratama dan utama. Klinik pratama merupakan klinik yang melaksanakan pelayanan medis dasar baik umum maupun khusus. Klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

BPJS Kesehatan dalam menetapkan pilihan faskes, melakukan seleksi, kredensialing dan rekredensialing dengan kriteria teknis yang meliputi SDM, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan serta komitmen pelayanan (Kemenkes RI, 2013). Kriteria teknis digunakan untuk penetapan kerjasama dengan BPJS Kesehatan, besaran kapitasi dan jumlah peserta yang bisa dilayani. Seluruh FKTP milik TNI/ POLRI yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, pada masa peralihan dinyatakan sebagai klinik pratama dan dalam jangka waktu dua tahun harus memenuhi persyaratan sebagai klinik pratama sejak Permenkes No. 71 Tahun 2013 berlaku, serta FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dikecualikan

(35)

dari kewajiban terakreditasi dan harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam jangka waktu lima tahun (Kemenkes RI, 2013).

5. Pelayanan BPJS

Menurut Undang-Undang SJSN (2004) terdapat dua jenis pelayanan yang diperoleh peserta BPJS, yaitu berupa pelayanan kesehatan atau medis serta akomodasi dan ambulan ( non medis). Ambulan diberikan pada pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan BPJS. Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Pelayanan promotif dan preventif meliputi :

a. Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar meliputi BCG, DPT, Hepatitis B, Polio dan campak. c. Keluarga Berencana meliputi kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi. d. Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi

resiko penyakit dan mencegah dampak lanjut dari penyakit tertentu. Prosedur pelayanan peserta yang memerlukan pelayanan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut, maka harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan gawat darurat.

(36)

Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dijamin oleh BPJS, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup :

1) Administrasi pelayanan

2) Pelayanan promotif dan preventif

3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif 5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis

7) Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pratama dan Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.

B. Kepuasan Konsumen 1. Pengertian Kepuasan

Menurut Tjiptono (2007) kepuasan pelanggan merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli), serta pasar secara keseluruhan. Menurut Yamit (2002), kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan. Sedangkan Pohan (2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya, setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. Dari beberapa pengertian di atas

(37)

dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah respon emosional yang diperoleh terhadap penggunaan produk dan jasa kesehatan yang sama atau melebihi harapan.

2. Aspek-Aspek Kepuasan

Menurut Zeitham dan Berry (dalam Tjiptono; 2002), aspek-aspek kepuasan pasien meliputi:

a. Keistimewaan, yaitu dimana pasien merasa diperlakukan secara istimewa oleh perawat selama proses pelayanan.

b. Kesesuaian, yaitu sejauh mana pelayanan yang diberikan perawat sesuai dengan keinginan pasien, selain itu ada ketepatan waktu dan harga.

c. Keajegan dalam memberikan pelayanan, artinya pelayanan yang diberikan selalu sama pada setiap kesempatan dengan kata lain pelayanan yang diberikan selalu konsisten.

d. Estetika, estetika dalam pelayanan berhubungan dengan kesesuaian tata letak barang maupun keindahan ruangan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

Irawan (2004) mengatakan Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas performance produk atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan merasa puas apabila harapannya terpenuhi atau akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui. Ada 5 (lima) faktor pendorong kepuasan pelanggan:

(38)

a. Kualitas produk

Pelanggan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk tersebut, ternyata kualitas produknya baik.

b. Harga

Pelanggan yang sensitif biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value for money yang tinggi. Komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif terhadap harga.

c. Emosional

Kepuasan Pelanggan timbul saat mereka menggunakan barang yang bermerek terkenal. Rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses bagian dari golongan kelas atas adalah contoh-contoh emosional yang mendasari kepuasan Pelanggan. Rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, bagian dari kelompok orang penting dan sebagainya adalah contoh-contoh emotional value yang mendasari kepuasan pelanggan.

d. Kualitas jasa

Pelanggan merasa puas apabila mereka memperoleh jasa yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan dari pegawai maupun karyawan perusahaan.

e. Kemudahan

Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk dan pelayanan. Kemudahan dalam mendapatkan produk atau pelayanan akan membuat konsumen puas. Kepuasan timbul karena

(39)

konsumen tidak harus mengeluarkan effort berlebih untuk mendapatkan produk atau layanan.

Selain itu, Marhenta, dkk (2018) juga mengemukakan faktor yang berhubungan dengan kepuasan, yaitu:

a. Kepesertaan

Kepesertaan dalam penelitian ini merupakan pasien yang terdaftar sebagai anggota BPJS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepesertaan memiliki hubungan terhadap kepuasan pasien di fasilitas tingkat pertama. Hal ini menunjukkan bahwa kepesertaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama sudah menjadi peserta BPJS yang mendapatkan pelayanan yang baik sehingga pasien merasa puas.

b. Pelayanan

Kualitas pelayanan yang baik akan berhubungan dengan kepuasan pasien dan mengakibatkan pasien kembali datang untuk menggunakan jasa pelayanan tersebut. Pasien dapat menjadi kunci dalam mengukur kualitas pelayanan berdasarkan kepuasan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pelayanan memiliki hubungan terhadap kepuasan pasien BPJS di fasilitas tingkat pertama. Hal ini menunjukkan bahwa pasien telah mendapatkan pelayanan yang memadai.

c. Pembiayaan

Variabel pembiayaan dalam penelitian ini merupakan iuran yang dibayarkan oleh peserta BPJS yang telah di atur dalam manfaat pembiayan program jaminan kesehatan nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pembiayaan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan peserta BPJS di fasilitas

(40)

kesehatan tingkat pertama. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mendapatkan kemudahan dan keringanan dari segi pembiayaan terutama untuk pasien yang kurang mampu akan mendapatkan bantuan dari pemerintah dan program dari BPJS berupa biaya pengobatan gratis.

Dari banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan peserta BPJS mandiri, faktor yang mempengaruhi kepuasan peserta BPJS mandiri dalam penelitian ini adalah kepesertaan, kualitas pelayanan dan iuran.

C. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional

Faktor pertama yang berhubungan dengan kepuasan adalah kepesertaan. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN). 1. Pengertian Kepesertaan BPJS

Dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional terdapat beberapa istilah sebagai berikut (Perpres RI No.12 tahun 2013):

a. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.

b. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lain.

c. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

(41)

2. Jenis-Jenis Kepesertaan dalam BPJS

Peserta Jaminan Kesehatan tersebut meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI Jaminan Kesehatan dengan rincian sebagai berikut (Perpres RI No.111 tahun 2013):

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil

b) Anggota TNI c) Anggota Polri d) Pejabat Negara

e) Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri f) Pegawai swasta

g) Pekerja yang menerima upah namun tidak termasuk huruf a hingga huruf g.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga

(42)

3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya, yaitu: a) Investor

b) Pemberi Kerja c) Penerima Pensiun d) Veteran

e) Perintis Kemerdekaan dan

f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran

4) Penerima pensiun terdiri atas;

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun

d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c dan

e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a. Istri atau suami yang sah dari Peserta dan

b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

(43)

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

a. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri. Adapun prosedur pendaftaran peserta:

1) Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. 2) Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri

sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

3) Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

3. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS

Hak dan kewajiban peserta JKN menurut BPJS kesehatan meliputi: Hak Peserta :

a. Mendapatkan kartu peserta sebagai identitas peserta untuk memperoleh layanan

b. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

c. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan

d. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan

(44)

Kewajiban Peserta :

a. Mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS kesehatan.

b. Membayar iuran.

c. Memberikan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar d. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,

kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I. e. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang

yang tidak berhak.

f. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional bersifat wajib dan mencakup seluruh penduduk Indonesia sehingga perlu dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi pemberi kerja BUMN, Usaha besar, Usaha menengah, dan Usaha Kecil paling lambat 1 Januari 2015. Pada tahap ketiga adalah pemberi kerja usaha mikro. Tahap terakhir adalah seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan baik pekerja bukan penerima upah ataupun bukan pakerja paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019 (Perpres RI No.111 tahun 2013).

(45)

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepesertaan

Menurut George Edward III dalam Widodo (2010:96) terdapat 4 faktor yang berhubungan dengan keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan kepesertaan antara lain.

a. Komunikasi

Komunikasi menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan pubik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjaan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat, akurat, dan konsisten. b. Sumberdaya

Sumber daya dalam implementasi kebijakan meliputi sumber daya staff, informasi, wewenang dan fasilitas. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dan keahlian dan kemampuan yang diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam menimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkanoleh kebiajakan itu sendiri. Sumber daya informasi berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan dan kepatuhan dengan aturan. Sumber daya wewenang berhubungan dengan efektifitas kewenangan yang diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan dan sumber daya fasilitas digunakan untuk mendukung (sarana dan prasarana) sehingga implementasi kebijakan tersebut berhasil.

(46)

c. Disposisi

Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

d. Struktur birokrasi

Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik.

Selain itu, terdapat implementasi kebijakan publik model Grindle (1980). Menurut Grindle, ada dua variabel yang berhubungan dengan kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik, dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcome) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin dicapai dengan melihat pada proses serta pencapaian tujuan kebijakan yaitu pada dampak atau efek pada masyarakat secara individu dari kelompok serta tingkat perubahan yang terjadi dari penerimaan kelompok sasaran. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan juga ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas isi kebijakan dan konteks implementasinya.

(47)

Dari banyak faktor yang mempengaruhi kepesertaan peserta BPJS mandiri, faktor yang berhubungan dengan kepesertaan peserta BPJS mandiri dalam penelitian ini adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.

D. Kualitas Pelayanan

Faktor kedua yang mempengaruhi kepuasan adalah kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan menurut Lovelock (Laksana; 2008:88) adalah tingkat mutu yang diharapkan dan pengendalian keberagaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

1. Pengertian Kualitas Pelayanan

Menurut Yamit (2005:20) kualitas pelayanan adalah kualitas dari suatu pelayanan yang diberikan kepada pelanggan baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal berdasarkan standar dari pelayanan. Dalam bisnis jasa maupun dagang, pelayanan tidak dapat dipisahkan. Pada perusahaan jasa pelayanan merupakan produk utama yang ditawarkan sementara pada perusahaan dagang, pelayanan sebagai produk tambahan yang melekat pada produknya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen menjadi titik acuan dalam meningkatkan dan mempertahankan keunggulan pelayanan terhadap konsumen. Kualitas layanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa gambaran kualitas ditentukan oleh persepsi pelanggan, bukan oleh penyedia layanan.

(48)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan

Kualitas dari suatu produk maupun jasa akan menentukan kepuasan dari konsumennya. Diana dan Tjiptono (2003) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin besar pula kepuasaan pelanggan.

Nasution (2004) Dimensi kualitas pelayanan terbagi menjadi 5 (lima), yaitu: a. Dimensi tangible.

Dimensi tangible merupakan kualitas pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan. Bukti langsung (tangible) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

b. Dimensi reliability

Dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada dua aspek dari dimensi ini, pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada error. Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Selain itu, berarti perusahaan tersebut memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal.

(49)

c. Dimensi responsiveness

Dimensi responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap dimensi responsiveness adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

d. Assurance atau jaminan

Dimensi jaminan merupakan dimensi yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada pelanggannya. Jaminan (assurance) mencakup kemampuan, kesopanana, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.

e. Emphaty atau perhatian

Dimensi empati memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dimensi reliability dan responsiveness di mata kebanyakan pelanggan. Dua kebutuhan ini

berhubungan dengan dimensi empati. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

(50)

3. Cara Mengukur Kualitas Pelayanan

Terdapat berbagai macam cara mengukur kualitas pelayanan, tetapi menurut (Tjiptono dkk. 2008: 71-72) terdapat dua model generik yang paling popular utuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu:

a. Total Perceived Quality Model (TPQM)

Model ini dikembangkan oleh Gronroos (1990) dalam Tjiptono, dkk (2008: 71) menguraikan kualitas pelayanan ke dalam dua dimensi pokok, yaitu: 1) Technical Quality (outcome dimension) berkaitan dengan kualitas output

layanan yang dipersepsikan pelanggan.

2) Functional Quality (process-related dimention) berkaitan dengan kualitas

cara penyampaian layanan atau menyangkut proses transfer kualitas teknis, output atau hasil akhir kepada pelanggan.

b. SERVQUAL (service quality)

Menurut Tjiptono (2007) SERVQUAL berfokus pada lima gap yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Model ini dikenal pula dengan istilah Gap Analisis Model karena berkaitan dengan model kepuasan pelanggan yang didasarkan pada ancangan diskonfirmasi. Rancangan ini menegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar dari pada harapan (expectation) atas atribut bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas pelayanan akan positif dan sebaliknya. Lima gap utama yang terdapat dalam SERVQUAL meliputi:

(51)

1) Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap). Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersiapkan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas pelayanan secara tidak akurat.

2) Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas pelayanan (standards gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas pelayanan tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas.

3) Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian pelayanan (delivery gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian pelayanan.

4) Gap antara penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal (communication gap). Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan pelayanan yang disampaikan kepada para pelanggan.

5) Gap antara pelayanan yang dipersiapkan dan pelayanan yang diharapkan (service gap). Gap ini berarti bahwa pelayanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan.

Model SERVQUAL didasarkan pada asumsi bahwa konsumen

membandingkan kinerja pelayanan pada atribut-atribut relevan dengan standar ideal atau sempurna untuk masing-masing atribut pelayanan. Bila kerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi atas kualitas pelayanan keseluruhan akan positif dan sebaliknya. Model ini menganalisis gap antara dua variabel pokok,

(52)

yaitu pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dipersepsikan (perceived service).

Penelitian Yogi Bhakti Marhenta dkk menunjukan bahwa variabel kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kepuasan pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kabupaten Karanganyar. Dengan pelayanan yang berkualitas maka pasien akan tetap berkeinginan untuk menggunakan BPJS ketika sakit. Hasil ini menjelaskan bahwa pasien BPJS akan memperhitungkan kualitas yang dapat diperoleh dari iuran yang dikeluarkan dan peningkatan kualitas pelayanan serta kepesertaan akan meningkatkan kepuasan pasien BPJS.

Dari banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan peserta BPJS mandiri, faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan peserta BPJS mandiri dalam penelitian ini adalah tangible, reliability, responsiveness, assurance atau jaminan, dan emphaty atau perhatian.

E. Iuran BPJS Kesehatan

Faktor ketiga yang mempengaruhi kepuasan peserta BPJS mandiri adalah iuran. Iuran yang sesuai dengan manfaat akan memberikan kepuasan bagi peserta BPJS mandiri.

1. Pengertian Iuran BPJS

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang

(53)

Jaminan Kesehatan, yang dimaksud iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan.

2. Besaran Iuran BPJS

Penetapan besaran iuran BPJS melalui UU SJSN terdiri dari dua pola iuran yaitu persentase upah untuk pekerja penerima upah dan besaran nominal untuk pekerja bukan penerima upah. Formula besarnya iuran sebagai berikut.

I = ( ( E (c ) ( 1 + m ) + O / U ) x 100 % Keterangan:

I = Besarnya iuran terhadap upah dalam persentase E(c) = Estimasi besarnya biaya kesehatan (biaya klaim) O = Biaya operasional

U = Rata rata upah setahun

Dalam Peraturan Presiden No 28 Tahun 2016 diatur ketentuan umum mengenai besaran iuran sebagai berikut:

a. Besaran iuran dihitung berdasarkan persentase upah/penghasilan untuk peserta penerima upah atau berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah.

b. Besarnya iuran yang ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

c. Iuran tambahan dikenakan kepada peserta yang mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, yaitu anak keempat dan seterusnya, ayah,ibu, mertua. d. Iuran JKN bagi anggota keluarga yang lain dibayar oleh peserta:

(54)

1) Sebesar 1% (satu persen) dari gaji/upah Peserta Pekerja Penerima Upah per orang per bulan.

2) Sesuai manfaat yang dipilih Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan menetapkan Iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri pada saat mulai beroperasinya BPJS Kesehatan 1 Januari 2014 adalah Rp25.500 per bulan untuk peserta kelas rawatan 3, Rp 42.500 per bulan untuk peserta kelas rawatan 2 dan Rp59.500 per bulan untuk peserta dengan kelas rawat 1.

Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan menetapkan besaran iuran untuk peserta kelas rawatan 3 Rp30.000; kelas rawatan 2 Rp51.000; dan kelas rawatan 1 Rp80.000; yang akan diberlakukan per tanggal 1 April 2016. Tetapi kemudian sebelum diberlakukannya Perpres tersebut Pemerintah kembali mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 16 F yang menetapkan perubahan besaran iuran untuk peserta mandiri BPJS Kesehatan yaitu peserta dengan kelas rawatan 1 menjadi Rp80.000; kelas rawatan 2 Rp51.000; dan kelas rawatan 3 Rp25.500. Pada pasal 16 D ditetapkan perubahan batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang

(55)

ditetapkan sebagai dasar perhitungan pembayaran iuran bagi peserta penerima upah dan pegawai pemerintah non PNS sebesar Rp8.000.000.

3. Pembiayaan Jaminan BPJS

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Pembayar iuran jaminan kesehatan dibedakan atas (Perpres RI No 111 tahun 2013):

a. Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah. Untuk iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh Pemda.

b. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.

c. Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

d. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (untuk bukan penerima upah dan PBI). Berikut tata cara pembayaran iuran jaminan kesehatan (Perpres RI No. 111 tahun 2013):

a. Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan

(56)

iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 bulan dan dibayar oleh Pemberi Kerja. Jika melebihi 3 bulan maka penjaminan dapat diberhentikan sementara. b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal.

c. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran.

4. Peserta Perorangan (Peserta Mandiri) BPJS

Peserta perorangan adalah setiap orang Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja yang telah membayar iuran (Peraturan BPJS No.4 tahun 2014). Peserta perorangan ini juga disebut peserta mandiri. Peserta perorangan wajib mendaftarkan dirinya atau anggota keluarganya dalam program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Anggota keluarga tersebut adalah

(57)

semua anggota keluarga yang terdaftar pada Kartu Keluarga. Pendaftaran peserta perorangan dapat dilakukan melalui:

a. Kantor cabang sesuai dengan daerah calon peserta berdomisili b. Website BPJS Kesehatan

c. Bank dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iuran Peserta BPJS Mandiri Berikut beberapa faktor yang memiliki mempengaruhi peserta BPJS Mandiri dalam membayar iuran.

a. Pendapatan

Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktifitas masyarakat setiap bulannya sesuai standar upah minimum pendapatan perkapita daerah. Menurut Efriyani (2017) dan Arfiyah (2016) bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan masyarakat dengan kesadaran masyarakat dalam berasuransi. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi kesadaran masyarakat dalam berasuransi dan membayar iuran. Begitu pula hubungan pendapatan dengan kepatuhan masyarakat dalam membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). b. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Berdasarkan

(58)

pengalaman ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). c. Tempat Pembayaran

Ketersedian tempat pembayaran iuran merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan masyarakat adalah mendapatkan pelayanan kesehatan dengan adanya jaminan kesehatan berarti bagi masyarakat peserta mandiri JKN harus membayar iuran pada tempat pembayaran yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan agar dapat memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan dan dijamin oleh BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014).

d. Persepsi

Persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang telah bekerja sama dengan badan penyelenggara asuransi kesehatan memiliki hubungan dengan keinginan masyarakat untuk terus membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara teratur. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat akan berhubungan terhadap pembentukan persepsi seorang terhadap kebutuhan untuk memperpanjang masa kepesertaaannya serta keteraturan masyarakat dalam membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebaliknya bagi peserta asuransi kesehatan yang memiliki persepsi positif terhadap tempat pelayanan kesehatan akan meningkatkan keteraturannya dalam membayar iuran asuransi kesehatan karena peserta telah mendapatkan pelayanan serta pengalaman yang baik saat mendapatkan pelayanan

(59)

kesehatan sehingga akan meningkatkan kesinambungan kepesertaan dana sehat tersebut (BPJS, 2014).

e. Riwayat Penyakit Kataskropik

Penyakit katastropik yang berasal dari catastrophic yang berarti bencana atau malapetaka, merupakan penyakit yang high cost, high volume dan high risk yang menyebabkan banyak para penentu kebijakan mengkhawatirkan terjadinya pembengkakan biaya penyakit sehingga penyelenggaraan asuransi kesehatan tidak mencantumkan penyakit tersebut kedalam paket manfaatnya (Budiarto dan Sugiharto, 2013).

Selain itu terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap pembayaran iuran, antara lain.

a. Kemampuan Membayar (Ability to pay atau ATP)

Konsep ATP dikembangkan dari perspektif coping strategic. Strategi ini mencakup berbagai upaya yang dilakukan individu atau keluarga dalam memobilisasi sumberdaya yang sifatnya tidak rutin (non-routine resources) untuk membayar suatu produk atau jasa yang mereka perlukan (Rianti 2012). Menurut Adisasmita dalam Rianti (2012), Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal.

Dalam bidang kesehatan, konsep ATP digunakan untuk mengetahui kemampuan individu membayar suatu program atau pelayanan kesehatan. Menilai ATP masyarakat terhadap iuran jaminan kesehatan, bertujuan untuk melihat seberapa besar besar kemampuan masyarakat untuk membeli produk tersebut. ATP

Gambar

Tabel 3.12  Hasil Uji Reliabilitas

Referensi

Dokumen terkait

karakteristik subjek, sosial-ekonomi, status gizi dan asupan gizi serta air berdasarkan status hidrasi ibu hamil. Penelitian dilakukan pada 1 Desember 2016 sampai dengan

Adapun tujuan penelitian ini yaitu menentukan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku dengan pendekatan JIT, menentukan dan membandingkan dengan metode

Mengingat adanya penurunan omset penjualan semakin lama semakin berkurang maka hal ini dibutuhkan adanya usaha atau strategi dari pihak usaha Cipta Baru bagaimana caranya agar

Tugas Karya Seni yang berjudul “Problematika Sepakbola Indonesia sebagai Sumber Inspirasi Lukisan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-1

Dari hasil analisis ini terlihat bahwa peubah-peubah yang memberikan pengaruh total terhadap konsumsi beras (CBR) adalah jumlah penduduk (POP) dengan koefisien baku mutlak 0,59;

Berdasarkan percakapan tersebut dapat disimpulkan, bahwa alih kode tidak hanya terbatas pada pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain seperti dalam masyarakat dwibahasa

Dalam rangka mengendalikan usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan terhadap masyarakat serta untuk menjaga kelestarian lingkungan sesuai