• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Pelayanan

5.1.6 Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil oleh Bidan

Kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil oleh bidan di Kabuapten Aceh Barat dari 82 responden bidan tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) tertulis

dan ditempel tentang Antenatal Care (ANC) sebanyak 78 orang (95,1%) hal ini

menunjukkaan bahwa rata-rata bidan dalam bekerja tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP), begitu juga bidan dalam melakukan anamnesa serta pengkajian fisik terhadap ibu hamil tidak dilakukan sesuai Standar Operasional

Prosedur (SOP) yaitu 74 orang (90,2%), keadaan ini disebababkan oleh belum memiliki Standar Operasional Prosedur ( SOP ) khusus tentang Antenatal Care (ANC). dan bidan berasumsi bahwa dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dapat dilakukan sesuai kebutuhan ibu hamil pada saat tersebut, seharusnya standar pelayanan kesehatan ibu hamil yanga baik adalah menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah disusun berdasarkan teori pelaksanaan pelayanan Antenatal Care (ANC).

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Motivasi dan Kompetensi terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil di Kabupaten Aceh Barat

5.1.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil

Secara univariat, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam pelayanan Antenatal care (ANC), namun pelaksanaannya belum optimal. Hasil wawancara dengan bidan maupun bidan koordinator didapatkan bahwa mereka mengetahui pelaksanaan Antenatal care (ANC) pada ibu hamil merupakan tanggung jawab mereka, namun pengimplementasiannya belum sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik yang disebabkan oleh faktor nyata dilapangan bahwa disamping tugasnya sebagai bidan tentu harus menjalankan tugas-tugas lain yang bukan merupakan tugas pokok bidan itu sendiri seperti harus melayani semua keluhan masyarakat menyangkut kesehatan, kegiatan ini bisa saja terabaikan dan menganggu tugasnya sebagai bidan karena terlalu banyak tugas yang harus dikerjakan kondisi ini juga membuat bidan jarang diikutkan dalam berbagai kebijakan yang diambil dalam puskesmas.

Secara rata-rata skor sub variabel motivasi intrinsik yang tertinggi adalah subvariabel tanggung jawab, hal ini merupakan ciri tersendiri yang sudah melekat pada masing-masing bidan yang bekerja di Aceh Barat, tanggung jawab ini semangat

yang sudah terpupuk sesuai kondisi geografis daerah dan lingkungan kerja yang membuat bidan lebih bertanggung jawab dan menyadari potensi yang dimilikinya.

Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

Menurut Sulistyawati (2012), pelayanan Antenatal care (ANC) adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu hamil selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan Antenatal care (ANC) yang di tetapkan. Pemeriksaan Antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Retnaningsih (2010), yang mengungkapkan bahwa variabel motivasi instrinsik yang dimiliki bidan dengan indikator tanggung jawab berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan bidan dalam pelayanan Antenatal care (ANC).

Demikian pula halnya dengan prestasi yang diraih. Secara umum jawaban responden tentang prestasi yang diraih, yaitu selalu melakukan pendokumentasian data subjektif dan objektif dengan lengkap sebanyak 39 orang (47,6%), selalu melakukan deteksi dini terhadap risiko tinggi kehamilan sebanyak 51 orang (62,2%),

dan selalu menemukan dan mengatasi masalah anemia pada ibu hamil yang melakukan Antenatal care (ANC) sebanyak 50 orang (61,0%).

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan dijelaskan bahwa pelaksanaan asuhan pada ibu hamil atau ANC merupakan tupoksi dan merupakan tugas yang harus dilakukan, sebagian besar bidan menyatakan sudah berhasil melakukan tugas dengan baik dan itu merupakan suatu prestasi yang dicapai dalam bekerja. Tugas pokok yang sangat mendasar ini harus dapat dilakukan dengan baik dan benar pada semua ibu hamil yang memeriksa kehamilannya dan sebuah kenyataan ini sudah dilakukan sesuai standar, hal ini menandakan bahwa pelaksanaannya sudah berkualitas dan ini sebuah prestasi yang perlu dijaga serta dipertahankan secara terus menerus.

Hal ini sesuai dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2011), menyatakan bahwa setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. Demikian juga dengan teori David C McClelland dalam Handoko (2001), tentang motivasi berprestasi, adanya motivasi berprestasi yang tinggi akan berhubungan dengan peningkatan kinerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marbun (2010), yang meneliti pengaruh motivasi terhadap kinerja bidan di desa terpencil Kabupaten Samosir, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi dengan kinerja bidan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Setiawan (2007),

yang mengungkapkan terdapat pengaruh yang signifikan antara prestasi terhadap kualitas kerja bidan dalam pertolongan persalinan.

Untuk indikator pengakuan orang lain, bidan sering mendapat dukungan dari masyarakat terhadap kegiatan Antenatal care (ANC) yang telah dilakukan, bidan selalu mendapat dukungan dari teman sejawat dalam melakukan kegiatan Antenatal care (ANC), dan bidan kadang-kadang mendapat reward dari atasan terhadap hasil kerja yang telah dicapai. Ini menunjukkan bahwa hasil kerja bidan secara umum sangat diakui baik oleh internal institusi maupun pihak luar seperti masyarakat.

Namun demikian. berdasarkan hasil wawancara dengan bidan didapatkan bahwa pihak manajemen dalam hal ini pimpinan masih kurang mengembangkan kegiatan-kegiatan sebagai bentuk pengakuan terhadap hasil kerja bidan. Pengakuan yang ada biasanya bersifat lisan tanpa diikuti oleh suatu perlakuan yang khusus, sehingga dengan kondisi seperti ini dapat menyebabkan bidan akan kurang termotivasi untuk berprestasi.

Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2011), yang menyatakan bahwa petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Pengakuan terhadap apa yang telah berhasil dilakukan merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi. Sejalan dengan pendapat Handoko (2001), yang mengungkapkan bahwa motivasi intrinsik

merupakan motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan.

Dari indikator pekerjaan itu sendiri, diketahui bahwa secara umum bidan selalu merasa senang melakukan pemeriksaan Antenatal care (ANC) pada ibu hamil,

bidan selalu melakukan pemeriksaan Antenatal care (ANC) sesuai yang telah

direncanakan, dan bidan selalu memahami dan mampu melakukan pemeriksaan Antenatal care (ANC) pada ibu hamil. Hasil ini menunjukkan bahwa bidan menyadari dan menyenangi pekerjaan dalam melakukan pelayanan Antenatal care (ANC)

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan bahwa pelayanan Antenatal caremerupakan salah satu pekerjaan bidan, dan pelaksanaannya sudah diupayakan optimal. Namun demikian tetap saja ada kendala disebabkan banyaknya tugas yang harus dilakukan selain menangani ibu hamil.

Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2011), yang menyatakan bahwa pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi dan memerlukan reinforcement.

Dari indikator kemungkinan pengembangan, berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator kemungkinan pengembangan, secara umum bidan tidak pernah mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan Antenatal care (ANC)

sebanyak 39 orang (47,5%), bidan tidak pernah mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan sebanyak 43 orang (52,4%), dan bidan kadang-kadang mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan yang baru tentang Antenatal care (ANC) sebanyak 34 orang (41,4%).

Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa bidan tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kariernya terutama berkaitan dengan pelayanan Antenatal care (ANC). Hal ini terjadi karena jumlah tenaga bidan secara rata-rata di puskesmas hanya mencukupi kalau ada yang mengikuti pendidikan lanjutan tentu akan kekurangan tenaga dalam pelayanan khususnya pelayanan Antenatal care (ANC) dan kondisi ini membuat pelayanan yang diberikan bersifat statis, artinya tidak ada peningkatan dari waktu kewaktu, begitu juga dengan subvariabel motivasi intrinsik pengembangan diri merupakan skor terendah yang disebabkan jumlah tenaga bidan yang belum sesuai dengan jumlah desa di wilayah puskesmas masing-masing di kabupaten Aceh Barat, sehingga untuk mendapatkan kesempatan pelatihan dan pendidikan sangat jarang bidan peroleh.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan, mereka menyatakan bahwa tidak ada peluang untuk mengembangkan potensi mereka dalam melaksanakan asuhan kehamilan Antenatal care (ANC), yang dilakukan sehari-hari merupakan pekerjaan rutin akan tetapi tidak memberikan manfaat yang berarti, karena walaupun pelayanan Antenatal careyang diberikan berkulaitas atau tidak, tetap saja tidak memberikan kontribusi bagi mereka mengembangkan karier. Hal ini akan berdampak pada

kurangnya perhatian bidan dalam mencapai pelayanan kesehatan ibu hamil yang berkualitas.

Hal ini Sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2011), yang menyatakan bahwa karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya, karena hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam berprestsi.

Aspek Motivasi intrinsik berikutnya yaitu kemajuan secara umum bidan selalu merasakan adanya peningkatan hasil kerja dalam pemeriksaan Antenatal care (ANC), bidan sering merasakan adanya peningkatan karir dalam melaksanakan pemeriksaan Antenatal care (ANC) dan bidan sering mampu meningkatkan cakupan pelayanan Antenatal care (ANC) sesuai target yang ditetapkan.

Berdasarkan jawaban responden menunjukkan bahwa bidan sudah sering mampu meningkatkan cakupan pelayanan Antenatal care (ANC) namun tetap belum Sesuai dengan harapan yang ditargetkan hal ini terjadi karena jumlah penduduk masing-masing wilayah kerja yang sering berubah-rubah sehingga targetpun berubah, adanya mobilisasi penduduk saat mau melahirkan sehingga cakupan terakhir berkurang.

Teori motivasi Gibson, et.al, (1996), menyatakan bahwa motivasi

mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan

mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki atau mendapatkan kepuasan atas perbuatannya. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakan diri karyawan untuk mencapai tujuan organisasi

Hasil analisis pengaruh motivasi intrinsik dengan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,025 (p<0,05), artinya bidan yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi akan semakin berkualitas dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu hamil, demikian juga sebaliknya, bidan yang memiliki motivasi intrinsik yang rendah maka kualitas pelayanan yang diberikan akan berkurang.

Sejalan dengan pendapat Wijono (2000), yang mengungkapkan bahwa motivasi merupakan kemauan atau keinginan didalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak, maka perlu adanya upaya dari pihak managerial untuk meningkatkan motivasi intrinsik ini sesuai dengan indikator yang ada di dalamnya, sehingga pada masa yang akan datang pelayanan yang diberikan akan semakin berkualitas dan dapat mencapai kepuasan bagi ibu hamil dan bidan itu sendiri.

5.1.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi ekstrinsik dengan indikator gaji, diketahui bahwa pada umumnya bidan menyatakan gaji yang diterima sebagai tenaga

bidan selalu sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, selalu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan bidan selalu mendapatkan insentif setiap bulan sesuai dengan beban kerja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan, mereka menyadari bahwa sebagai pegawai sistem penggajiannya telah ditetapkan oleh pemerintah namun belum mencukupi sehingga melaksanakan pekerjaan apa adanya dan menyatakan insentif yang diterima masih belum mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pemberian pelayanan kepada ibu hamil, nifas dan menyusui dianggap sebagai tugas pokok tenaga bidan, sehingga bidan menginginkan adanya insentif tambahan atas pekerjaan ekstra (misalnya mendapatkan imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di luar jam kerja) dan dibagi secara merata. Hal ini terjadi karena ada kecemburuan sosial bidan yang status bidan PTT mereka tidak mendapatkan insentif lain karena ada program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dari program ini tidak mendatkannya jasa sementara petugas lain mendapat tambahan dari program tersebut sesuai remunerasi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Luthans (2003), bahwa tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realistis dan gaji, apabila sistem kompensasi dan penggajian diimplementasikan dengan benar akan memotivasi pegawai.

Menurut Simamora (2004), pemberian insentif berdasarkan prestasi dapat meningkatkan kualitas kerja seseorang yaitu dengan sistem pembayaran karyawan

berdasarkan prestasi kerja. Hal demikian juga diungkapkan oleh Kopelman, bahwa kompensasi akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan prestasi kerja individu.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Nurjahjani (2007) tentang pengaruh imbalan finansial, imbalan interpersonal, dan promosi terhadap prestasi kerja karyawan yang menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel imbalan finansial dengan prestasi kerja, yang artinya apabila karyawan diberikan kesempatan untuk memacu motivasi maka akan meningkat kinerjanya.

Dari indikator keamanan dan keselamatan dalam bekerja, pada umumnya bidan kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan Antenatal care (ANC), dan selalu bekerja dilingkungan yang aman dan nyaman. Mengenai kondisi kerja, kebanyakan bidan selalu didukung oleh fasilitas dan perlengkapan sewaktu bertugas, dan selalu melakukan pemantauan wilayah setempat (PWS) terhadap hasil cakupan Antenatal care (ANC).

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan didapatkan bahwa keamanan dan keselamatan kerja sewaktu melakukan pemeriksaan kehamilan berjalan dengan baik, ketersedian sarana dan prasarana yang mendukung untuk melakukan pemberian asuhan kebidanan kepada ibu hamil, namun masih dibutuhkan dukungan dari pihak puskesmas, dukungan ini berupa fisik dan mental serta asuransi yang memadai.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Luthans (2003), bahwa faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan

ketidakpuasan seseorang dalam bekerja adalah kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.

Menurut Wiyono (2000), betapapun positifnya perilaku manusia seperti tercermin dalam kesetiaan yang besar, disiplin yang tinggi dan dedikasi yang tidak diragukan serta tingkat ketrampilan yang tinggi tanpa sarana dan prasarana kerja ia tidak akan dapat berbuat banyak apalagi meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya.

Hasil penelitian ini sejalan didukung hasil penelitian Juliani (2007), yang mengungkapkan bahwa motivasi dapat pula diciptakan dengan mengadakan pengaturan kondisi kerja yang sehat. Hal ini menimbulkan motivasi kerja sehingga keinginan seseorang untuk melakukan pekerjaan dalam bentuk keahlian, keterampilan, tenaga dan waktunya dalam melaksanakan pekerjaan.

Indikator kondisi kerja, pada umumnya responden selalu mengatakan bahwa fasilitas dan perlengkapan yang ada mendukung tugas-tugas dalam melakukan Antenatal care (ANC), bidan selalu melakukan pemantauan wilayah setempat (PWS) terhadap hasil cakupan Antenatal care (ANC) sesuai wilayah kerja masing-masing kerja.

Indikator hubungan kerja, bidan dalam bekerja selalu terdapat hubungan yang harmonis antara atasan dengan bawahan, dan selalu terdapat hubungan yang harmonis antara sesama teman sejawat. Demikian juga dengan kebijakan yang diberlakukan di tempat kerja selalu sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Antenatal care (ANC), dan dalam bekerja sering disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan di Kabupaten Aceh Barat, bahwa hubungan kerja merupakan faktor yang penting bagi bidan dalam melaksanakan asuhan kehamilan, mereka menyadari bahwa adanya hubungan kerja yang kurang harmonis di dalam organisasi dan pihak manajemen puskesmas juga perhatiannya kurang baik merupakan salah satu penyebab belum optimalnya pelaksanaan pelayanan Antenatal care (ANC) pada ibu hamil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Luthans (2003), untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.

Robbins (2002), menyatakan hubungan antara atasan dan bawahan serta hubungan sesama pegawai merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam organisasi. Hubungan menyangkut jalinan komunikasi baik vertikal, horizontal dan diagonal. Pemahaman mengenai hubungan ini tergantung beberapa aspek diantaranya aspek individual yang mampu bekerjasama dan mempengaruhi kinerja dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien bagi organisasi.

Demikian juga dengan pendapat Handoko (2001), mengungkapkan bahwa kebijaksanaan merupakan batas bagi keputusan, menentukan apa yang dapat di buat dan menutup apa yang tidak dapat dibuat. Dengan cara ini, kebijaksanaan menyalurkan pemikiran para anggota organisasi agar konsisten dengan tujuan organisasi.

Untuk indikator status, kebanyakan bidan menyatakan selalu memiliki lingkup kerja yang mejadi tanggungjawabnya, dan selalu memiliki batasan-batasan tertentu dalam bekerja berdasarkan kewenangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan bidan di Kabupaten Aceh Barat, bahwa status bidan yang memberikan pelayanan Antenatal care ( ANC ) tidak ada klasifikasi khusus, dan tidak ada hak-hak istimewa, begitu juga dengan peralatan yang digunakan semua bidan sama saja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Luthans (2003), status merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain. Status pekerja memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.

Hasil analisis pengaruh motivasi intrinsik terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,005 (p<0,05), ini berarti ada pengaruh, bidan yang memiliki motivasi ekstrinsik yang tinggi akan semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang menyatakan bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat manfaat yang akan diperolehnya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya

akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya.

5.1.3 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh manusia atau kepandaian dari manusia dan segala sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang untuk mengenal dan mengetahui berbagai hal. Hasil analisis univariat diperoleh bahwa kebanyakan bidan di Kabupaten Aceh Barat memiliki pengetahuan yang baik yaitu 70,7%. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi yang diterima oleh bidan tentang pelayanan Antenatal care (ANC) sudah memadai. Hal ini juga didukung oleh tingkat pendidikan bidan yang kebanyakan sudah D-III.

Pengetahuan yang dimiliki bidan tentang pelayanan Antenatal care (ANC) dan pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan bidan dalam melayani ibu hamil. Pengetahuan merupakan salah satu unsur yang menentukan kompetensi seorang bidan, sebagaimana pernyataan dari PP IBI (2007) kompetensi bidan adalah keahlian yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai standar sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat.

Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square didapatkan bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan terhadap kualitas pelayanan kesehatan pada

ibu hamil (p=0,026). Hal ini berarti bahwa baiknya pengetahuan seorang bidan tidak menjamin bahwa pelayanan yang diberikan juga akan berkualitas, karena disebabkan oleh berbagai faktor lain seperti budaya masyarakat terhadap keyakinan yang sudah melekat pada dirinya, kondisi geografis yang kurang mendukung. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Laili (2012) bahwa ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan bidan dengan kualitas pelayanan Antenatal care (ANC) di

Wilayah Pandaan Kabupaten Pasuruan. Demikian juga dengan penelitian Harjanti (2011) bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan bidan tentang pelayanan antenatal dengan pelaksanaan pelayanan Antenatal care (ANC) di Puskesmas Kedawung Sragen.

Munculnya perbedaan ini diduga karena adanya pengaruh budaya kerja. Dimana sebagian bidan walaupun sudah memiliki pengetahuan namun belum bisa mengaplikasikan semua yang diketahui tersebut. Sebagai contoh adalah bidan mengetahui bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan Antenatal care (ANC) harus ada dalam bentuk tertulis namun semua puskesmas tidak memilikinya.

Sulistiyani dan Rosidah (2003) mengemukakan konsep pengetahuan lebih berorientasi pada intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas sempitnya wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan

pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.

Oleh karena itu, bagi bidan perlu adanya usaha untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan Antenatal care (ANC), supaya pelayanan yang diberikan dapat meningkat kualitasnya.

Dokumen terkait