PENGARUH MOTIVASI DAN KOMPETENSI BIDAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL PADA
UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS ( UPTD ) PUSKESMAS DI KABUPATEN
ACEH BARAT
TESIS
Oleh
MUHAMAD IDRUS 117032229/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF MOTIVATION AND MIDWIFE’S COMPETENCY ON THE QUALITY OF HEALTH SERVICE FOR PREGNANT MOTHERS
AT TECHNICAL IMPLEMENTATION UNIT SERVICE OF PUSKESMAS IN ACEH BARAT DISTRICT
THESIS
BY
MUHAMAD IDRUS 117032229/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH MOTIVASI DAN KOMPETENSI BIDAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL PADA
UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS ( UPTD ) PUSKESMAS DI KABUPATEN
ACEH BARAT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan ( M. Kes ) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMAD IDRUS 113072229/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHTAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI DAN KOMPETENSI BIDAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL PADA UNIT
PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD)
PUSKESMAS DI KABUPATEN ACEH BARAT Nama Mahasiswa : Muhamad Idrus
Nomor Induk Mahasiswa : 117032229
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes
Ketua Anggota )
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
PadaTanggal : 12 Juni 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes
2. Asfriyati, S.K.M, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH MOTIVASI DAN KOMPETENSI BIDAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL PADA
UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS ( UPTD ) PUSKESMAS DI KABUPATEN
ACEH BARAT
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak pernah terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Juli 2013
ABSTRAK
Mutu pelayanan mendapat tuntutan dari masyarakat untuk terus meningkat, seorang petugas kesehatan selain memiliki kemampuan teknis medis, juga dituntut kualitasnya.Di Kabupaten Aceh Barat bidan sudah mempunyai standar pelayan kebidanan, namun pelaksanaannya masih belum sesuai.Tahun 2012 cakupan K-1 86,0%, K-4 79,65%. Persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan 60%, TT-1 sebesar 67,36% dan untuk imunisasi TT-2 sebesar 60,42%, Fe-1 sebesar 84,97% dan Fe-3 sebesar 74,81%. Pelaksanaan ANC rata-rata hanya mencapai 70%.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi dan kompetensi bidan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian iniseluruh bidan yang bertugas di Kabupaten Aceh Barat yang berjumah 364 orang, dan sampel berjumlah 82 orang. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik ganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwakualitas pelayanan kesehatan ibu hamil umumnya masih kurang yaitu 67,1%. Secarastatistik, variabel motivasi intrinsik, Motivasi ekstrinsik, dan keterampilan berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil.Motivasi ekstrinsik dan keterampilan memberikan pengaruh paling besar terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk membantu menyusun SOP ANC bidan, meningkatkan motivasi dan kompetensi bidan melalui pelatihan,meninjau insentif bidan dan memberikan rewardsupaya pelayanan yang diberikan bidan semakin berkualitas.
ABSTRACT
The quality of service is increasing as civil cervant, as a medical personal we are required not only have technical ability but quality of services is very important. In Aceh Barat District, every midwife has her own midwifery service standard but it is implementation is not yet as expected. In 2012, the coverage of Visit-1 was 86,0% and visit-4 was 79,65%; delivery conducted by health personel was 60%; immunization TT-1 was 67,36% and for the immunization TT-2 was 60,42%, Fe-1 was 84,97% and Fe-3 was 74,81%. The average implementation of ANC only reached 70%.
The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of motivation and midwife’s competency on the quality of health service for pregnant mothers at the Technical Implementation Unit Service of Puskesmas (Community Health Service) in Aceh Barat District. The population of this this study was all of the 364 midwives serving in Aceh Barat District and 82 of them ware selected to be the samples for this study. The data for this study ware obtained through queationnaire distribution. The data obtained ware analyzed through multiple logistic regression tests at α = 0,05.
The result of this study showed that quality of health service for pregnant moters was 67.1% still less than expected. Statistically, the variables of intrinsic motivation, extrinsic motivation, and skill had significant influence on the quality of health service for pregnant mothers. Extrinsic motivation and skill had the biggest influence on the quality of health service for pregnant mothers.
We are suggested to the Health District Aceh Barat to support the midwife to develop SOP ANC, to improve the midwifes motivation and competency through training, review the intensive of midwifes and give the rewards to increase the service quality.
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis dipanjatkan kepada Allah SWT atas berkat
dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul"Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat ".
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K). Selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara, yaitu
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan
Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
5. Asfriyati, S.K.M, M.Kesdan dr. Rumondang, M.Kes selaku penguji tesis yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
6. Seluruh Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
7. Bupati Aceh Barat yang telah memberi bantuan baik secara administrasi dan
dana kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada program studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan
8. dr.H. Zafril Luthfy RA, M.Kes selaku kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Barat dan jajaran yang telah merekomendasikan izin kuliah dan membantu
memberikan izin penelitian .
9. Seluruh kepala UPTD Puskesmas dalam kabupaten Aceh Barat yang telah
10. Teristimewa kepada isteri tercinta Fadhlinawati, S.K.M dan buah hati tersayang
Urwatul Wusqa, Suci Maqfirah, Khairi Rajabi dan Sanak keluarga semuanya
yang senantiasa berdo’a dan sabar serta memberi motivasi penulis dalam
menyelesaikan pendidikan
11. Rekan-rekan mahasiswa (i) S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan
saran-saran dalam penyusunan tesis ini hingga selesai
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Mei 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Muhamad Idrus, lahir pada tanggal 06 September 1972 di Paya Dua, anak
keenamdari pasanganAbdullah N (Alm) dan Ibunda Salmiah yang saat ini bertempat
tinggal di Paya Dua Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh.
Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1979pada Sekolah Dasar di
SDNegeri Lueng Tanoh Tho tamat tahun 1985, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Woyla tamat tahun 1988, Sekolah Perawat Kesehatan ( SPK ) Dekes RI
Meulaboh tamat tahun 1991,
Diangkat menjadi CPNS tahun 1993, mulai bekerja sebagai staf UPTD
Puskesmas Woyla, melanjutkan Akademi Keperawatan Banda Aceh tugas belajar
tamat tahun 1999, selanjutnya dipercayakan menjabat sebagai kepala UPTD
Puskesmas Woyla Timur dari tahun 2007 sampai 2009 mendapatkan izin belajardari
pemkab Aceh Barat kuliah pada S1Fakultas Kesehatan Masyarakat Sties YPNAD
Meulabohsambil bekerja selesai tahun 2010lalu mutasi menjadi kepala UPTD
Puskesmas Kuala Bhee, mulai 20 Mei 2009 sampai 8 Februari 2013 sekarang
bertugas sebagai staff Dinkes Aceh Barat bagian Promosi Kesehatan Masyarakat.
Penulis mendapat tugas belajar dari pemkab Aceh Barat tahun 2011 untuk
melanjutkan program studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Kesehatan Reproduksi
DAFTAR ISI
2.2.2. Perspektif Mutu Layanan Kesehatan... 16
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 56
3.5. Variabel dan DefinisiOperasional ... 61
3.6. Metode Pengukuran ... 62
3.7. Metode Analisis Data ... 65
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 66
4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66
4.2. Anaslisa Univariat ... 67
4.2.1 Karakteristik Responden ... 67
4.2.2 Motivasi ... 69
4.2.3 Kompetensi ... 76
4.2.4 Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ... 82
4.3. Analisa Bivariat ... 85
4.3.1 Pengaruh Motivasi Terhadap Kualitas Pelayanan Kese – hatan Ibu Hamil ... 85
4.3.2 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ... 86
4.4. Analisa Multivariat... 89
BAB 5. PEMBAHASAN ... 91
5.1. Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil di Kabupaten Aceh Barat ... 91
5.1.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ... 91
5.1.2 Pengaruh Motivasi Ektrinsik dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu hamil ... 98
5.1.3 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ... 104
tan Ibu Hamil... 108
5.1.6 Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil oleh Bidan - pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat ... 109
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111
6.1. Kesimpulan ... 111
6.2. Saran ... 112
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Jumlah Sampel yang Diteliti ... 58
3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 61
4.1 Luas Wilayah Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga menurut Keca- matan ... 67
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu ... 68
4.3 Distribusi responden Berdasarkan Motivasi Intrinsik ... 71
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Motivasi Iktrinsik ... 73
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Ektrinsik ... 74
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Motivasi Ektrinsik ... 76
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 77
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Pengetahuan ... 77
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan ... 79
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Keterampilan ... 79
4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 81
4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Sikap ... 81
4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ... 83
4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Kualitas Pelayanan kesehatan Ibu Hamil ... 84
4.16 Penagaruh Motivasi Ektrinsik Terhadap Kualitas Pelayanan Kese-
hatan Ibu Hamil ... 86
4.17 Penagaruh Pengetahuan Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan
Ibu Hamil ... 87
4.18 Penagaruh Ketrampilan Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan
Ibu Hamil ... 87
4.19 Penagaruh Sikap Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil ... 88
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 119
2 Uji Validitas dan Reabilitas... 126
3 Master Tabel ... 132
4 Analisa Univariat ... 144
5 Analisa Bivariat ... 146
ABSTRAK
Mutu pelayanan mendapat tuntutan dari masyarakat untuk terus meningkat, seorang petugas kesehatan selain memiliki kemampuan teknis medis, juga dituntut kualitasnya.Di Kabupaten Aceh Barat bidan sudah mempunyai standar pelayan kebidanan, namun pelaksanaannya masih belum sesuai.Tahun 2012 cakupan K-1 86,0%, K-4 79,65%. Persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan 60%, TT-1 sebesar 67,36% dan untuk imunisasi TT-2 sebesar 60,42%, Fe-1 sebesar 84,97% dan Fe-3 sebesar 74,81%. Pelaksanaan ANC rata-rata hanya mencapai 70%.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi dan kompetensi bidan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian iniseluruh bidan yang bertugas di Kabupaten Aceh Barat yang berjumah 364 orang, dan sampel berjumlah 82 orang. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji regresi logistik ganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwakualitas pelayanan kesehatan ibu hamil umumnya masih kurang yaitu 67,1%. Secarastatistik, variabel motivasi intrinsik, Motivasi ekstrinsik, dan keterampilan berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil.Motivasi ekstrinsik dan keterampilan memberikan pengaruh paling besar terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat untuk membantu menyusun SOP ANC bidan, meningkatkan motivasi dan kompetensi bidan melalui pelatihan,meninjau insentif bidan dan memberikan rewardsupaya pelayanan yang diberikan bidan semakin berkualitas.
ABSTRACT
The quality of service is increasing as civil cervant, as a medical personal we are required not only have technical ability but quality of services is very important. In Aceh Barat District, every midwife has her own midwifery service standard but it is implementation is not yet as expected. In 2012, the coverage of Visit-1 was 86,0% and visit-4 was 79,65%; delivery conducted by health personel was 60%; immunization TT-1 was 67,36% and for the immunization TT-2 was 60,42%, Fe-1 was 84,97% and Fe-3 was 74,81%. The average implementation of ANC only reached 70%.
The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of motivation and midwife’s competency on the quality of health service for pregnant mothers at the Technical Implementation Unit Service of Puskesmas (Community Health Service) in Aceh Barat District. The population of this this study was all of the 364 midwives serving in Aceh Barat District and 82 of them ware selected to be the samples for this study. The data for this study ware obtained through queationnaire distribution. The data obtained ware analyzed through multiple logistic regression tests at α = 0,05.
The result of this study showed that quality of health service for pregnant moters was 67.1% still less than expected. Statistically, the variables of intrinsic motivation, extrinsic motivation, and skill had significant influence on the quality of health service for pregnant mothers. Extrinsic motivation and skill had the biggest influence on the quality of health service for pregnant mothers.
We are suggested to the Health District Aceh Barat to support the midwife to develop SOP ANC, to improve the midwifes motivation and competency through training, review the intensive of midwifes and give the rewards to increase the service quality.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan antenatal care merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum,
bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman, hal ini sangat penting untuk
menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Tujuan dari
pelayanan kesehatan semasa hamil ialah menyiapkan sebaik-baiknya fisik dan
mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas, sehingga keadaan mereka sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga
mental (Prawirohardjo, 2005). Sementara itu tujuan pelayanan pada ibu hamil
menurut Depkes RI (2004) adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi
yang sehat.
Kegiatan pelayanan antenatal care meliputi pengukuran berat badan dan
tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta
pemberian tablet besi pada ibu hamil selama kehamilannya. Titik berat kegiatannya
adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K-1 dan K-4
(Sulistiawati, 2012).
Cakupan K-1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan
mendapatkan pelayanan antenatal care. Indikator ini digunakan untuk mengetahui
jangkauan pelayanan antenatal care dan kemampuan program dalam menggerakkan
masyarakat. Sedangkan cakupan K-4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan antenatal care sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilanya (sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua dan
dua kali di trimester ke tiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat
perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil (Sulistiawati, 2012).
Dengan adanya kunjungan yang teratur dan pengawasan yang rutin dari bidan
atau dokter, maka selama masa kunjungan tersebut, diharapkan komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan
dan pembedahan dapat dikenali secara lebih dini dan dapat ditangani dengan cepat
dan tepat. Hal ini dapat mengurangi risiko kesakitan dan kematian bagi ibu hamil
sehingga dengan sendirinya dapat mengurangi Angka Kematian Ibu sesuai dengan
tujuan pencapaian MDG’s (Kemenkes RI, 2011).
Tingginya Angka Kematian Ibu atau AKI di Indonesia merupakan
permasalahan penting yang perlu mendapat penanganan serius. AKI merupakan tolak
ukur keberhasilan kesehatan ibu dan merupakan barometer pelayanan kesehatan di
suatu negara, bila angkanya masih tinggi, berarti pelayanan kesehatan di negara itu
dikategorikan belum baik (Adriansz, 2007). Maka salah satu upaya yang perlu
mendapatkan perhatian dalam menurunkan AKI adalah melalui peningkatan kualitas
Hasil evaluasi Renstra Kementerian Kesehatan 2005-2010. Angka Kematian
Ibu (AKI) melahirkan menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007).
Prevalensi gizi kurang pada balita menurun dari 25,8% pada akhir tahun 2003
menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Angka kematian bayi
(AKB) menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Sejalan dengan menurunnya
angka kematian bayi, umur harapan hidup (UHH) juga meningkat dari 66,2 tahun
pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007 (Widyastuti, 2009).
Seiring dengan hal tersebut, upaya menurunkan angka kematian ibu harus
terus ditingkatkan. Berdasarkan kesepakatan global pencapaian MDG’s (Millenium Development Goals) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari
228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup, dan angka kematian bayi menurun dari 34 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2007 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2011).
Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka kematian
ibu yang masih tinggi yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi
36 per 1000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian bayi tersebut telah banyak upaya yang dilakukan berupa pemerataan
penempatan petugas kesehatan ke seluruh desa, membentuk desa siaga, meningkatkan
pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Dinkes Aceh,
2011).
Namun demikian walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan, cakupan
pelayanan kesehatan khususnya pada ibu hamil, bersalin dan nifas masih jauh dari
rata-rata nasional. Berdasarkan data/informasi kesehatan Provinsi Aceh, cakupan
kunjungan ibu hamil (k-4) mencapai 85,60% (Indonesia: 88,27%), cakupan
pemberian tablet Fe untuk ibu hamil 74,4% (Indonesia : 83,25%), cakupan persalinan
di tolong tenaga kesehatan 76,3% (Indonesia : 86,38%), cakupan kunjungan neonatus
71,84% (Indonesia : 84,18%) (Kemenkes RI, 2012).
Demikian pula halnya dengan Kabupaten Aceh Barat yang merupakan salah
satu dari 23 kabupaten/kota yang ada di wilayah Propinsi Aceh. Berdasarkan Profil
Kesehatan Kabupaten Aceh Barat tahun 2012, Jumlah Puskesmas yang ada di
Kabupaten Aceh Barat berjumlah 13 unit. Terdiri dari Puskesmas rawat inap 7 unit
dan Puskesmas non rawat inap 6 unit. Puskesmas pembantu (Pustu) 48 unit,
Puskesmas Keliling (Pusling) 26 unit, Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan Poliklinik
Desa (Polindes) 41 unit.
Sementara itu jumlah tenaga bidan yang terdaftar di Puskesmas seluruh Aceh
Barat adalah sebanyak 364 orang dengan rincian ; (1) Puskesmas Johan Pahlawan
sebanyak 30 orang, (2) Puskesmas Suak Ribee 32 orang, (3) Puskesmas Mereubo 48
orang, (4) Puskesmas Kaway XVI 42 orang, (5) Puskesmas Meutulang 18 orang, (6)
Puskesmas Pante Cermin 32 orang, (7) Puskesmas Sungai Mas 18 orang, (8)
Puskesmas Woyla 29 orang, (11) Puskesmas Woyla Timur 20 orang, (12) Puskesmas
Woyla Barat 21 orang dan (13) Puskesmas Arongan lambalek 23 orang, ( Dinkes
Aceh Barat, 2012)
Dari data Profil kesehatan kabupaten Aceh Barat didapatkan cakupan
Indikator pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dua tahun terakhir yaitu cakupan K1
85,40% dan tahun 2012 sebesar 86,0%, hal ini mengambarkan bahwa akses ibu hamil
sudah baik, artinya sudah banyak ibu hamil yang terjangkau oleh pelyanan kesehatan
walaupun belum mencapai target yaitu 95%. Untuk cakupan K4 tahun 2011 74,30%,
dan tahun 2012 sebesar 79,65%. sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 60%. Hal ini menggambarkan bahwa
sudah ada kenaikan persentase K4 namun belum juga mencapai target 90%.
Sementara itu cakupan imunisasi TT1 pada tahun 2012 sebesar 67,36% dan
untuk imunisasi TT2 sebesar 60,42%. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan TT1 dan
TT2 pada ibu hamil untuk tingkat Kabupaten belum memenuhi target yang
diinginkan yaitu 90%, tetapi masih dibawah target.
Untuk pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil untuk tingkat Kabupaten
sudah memenuhi target yang diinginkan yaitu untuk Fe1 sebesar 84,97% dan Fe3
sebesar 74,81%.
Dimasa sekarang tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan meningkat,
sehingga sebagai pelayan masyarakat dalam bidang kesehatan dituntut bukan saja
kemampuan teknis medis petugas tetapi juga kualitasnya. Peningkatan mutu
melalui Puskesmas, Puskesmas pembantu, dan bidan desa. Untuk menilai mutu
pelayanan diperlukan standar dan indikator, ada empat jenis standar yaitu (1) Standar
masukan (input) yang antara laian terdiri dari standar SDM, peralatan dan sarana, (2)
Standar proses / standar tindakan dimana ditetapkan tata cara/prosedur pelayanan
baik medis maupun non medis, (3) Standar keluaran ( output / performance ) atau
lazim disebut standar penampilan berdasarkan serangkaian indikator baik dari segi
pemberi pelayanan maupun pemakai, dan (4) Standar lingkungan / standar organisasi
dan manajemen dimana ditetapkan garis-garis besar kebijakan, pola organisasi dan
manajemen yang harus dipatuhi oleh pemberi pelayanan.
Di Kabupaten Aceh Barat masing-masing bidan sudah mempunyai standar
pelayan kebidanan, namun pelaksanaannya masih belum sesuai. Hasil Pengamatan
terhadap 10 orang Bidan di Puskesmas Woyla Kabupaten Aceh Barat dalam
melakukan pelayanan antenatal yang meliputi persiapan penolong, anamnesa dan
pengkajian data, pemeriksaan umum dan pemeriksaan kehamilan, menetapkan
diagnosa, perencanaan pelaksanaan, informasi dan konseling, dan dokumentasi rata
-rata hanya 70%. Gambaran kualitas pelayanan ANC di Puskesmas Kabupaten Aceh
Barat masih belum sesuai standar. Kemampuan bidan masih kurang dari 75%.
Adanya program pemerintah menempatkan bidan di desa sebagai tenaga
kesehatan dalam rangka penurunan angka kematian ibu sangat berperan. Karena
sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat
agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif
terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara
adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih
dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna
menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir (Depkes, 2008).
Hasil Penelitian dari Abbas dan Kristiani (2006) juga menyebutkan Masalah
kesehatan kaum ibu khususnya ibu hamil (Bumil) terutama daerah pedesaan masih
cukup besar. Hal ini memerlukan adanya tenaga kesehatan yang dapat berperan
dalam mengatasi masalah tersebut, seperti penempatan bidan yang kompeten didesa.
Untuk meningkatkan upaya penurunan AKI dan AKB dibutuhkan sumber daya
manusia yang dapat meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan sesuai
dengan wilayah kerjanya.
Profesi bidan bukanlah profesi yang mengemban tugas ringan,
profesionalisme, kerja keras dan kesungguhan hati serta keikhlasan akan memberikan
kekuatan dan modal utama bagi pengabdian profesi bidan terutama didaerah – daerah
yang masih tergolong terpencil. Pemahaman yang utuh mengenai konsep kebidanan
pun sangat penting dimiliki oleh para bidan karena tuntutan masyarakat dan tantangan
terhadap pelayanan kebidanan semakin meningkat pula. Hal ini merupakan tantangan
tersendiri bagi bidan untuk terus meningkatkan motivasi dan kompetensi
kebidanannya.
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang, agar mereka
mau berbuat, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk
mencapai kepuasan. Dalam hal pelayanan kesehatan pada ibu hamil seorang bidan
harus memiliki motivasi yang tinggi sehingga timbul semangat dalam bekerja.
Sementera itu dalam melaksanakan tugas pelayanan kebidanan, yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, seorang bidan juga harus
memiliki kompetensi. Kompetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan juga dalam
pelayanan kehamilan dan persalinan.
Menurut penelitian Boyatzis (1982) dalam Hutapea P dan Thoha N (2008),
kompetensi didefenisikan sebagai “kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa
membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerja dalam
suatu organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang diharapkan”. Demikian juga
terhadap seorang bidan harus memiliki kompetensi yang tinggi agar mampu
melaksanakan pelayanan kebidanan yang berkualitas (Soepardan, 2002)
Menurut penelitian Lumbantobing (2004), bahwa kemampuan dan
ketrampilan bidan mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pelayanan kesehatan
yang diberikan. Secara simultan dibuktikan bahwa kemampuan dan ketrampilan
bidan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja bidan di desa dibanding
supervisi, imbalan dan motivasi. Namun secara keseluruhan semua variabel
Kompetensi yang dimiliki seorang bidan harus meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan pelayanan kebidanan secara aman dan
bertangungjawab dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Kompetensi bidan
tidak terlepas dari wewenang bidan yang telah diatur dalam peraturan Kepmenkes RI
No. 938/ Menkes/ SK/ VIII/ 2007, tentang Standar Asuhan Kebidanan yang
merupakan landasan hukum dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dirumuskan permasalahan ”apakah
motivasi dan kompetensi bidan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan
ibu hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh
Barat”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi dan
kompetensi bidan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil pada Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh motivasi dan kompetensi bidan terhadap kualitas pelayanan
kesehatan ibu hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak
antara lain :
1. Manfaat praktis sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Barat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kerja tenaga bidan supaya
lebih terfokus pada tanggung jawab serta peran dan fungsi bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil.
2. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi
untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan kesehatan reproduksi
pada khususnya.
3. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian diharapkan dapat menambah sumber
kepustakaan dan menjadi data dasar bagi penelitian sejenis pada masa-masa yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (Antenatal Care) 2.1.1 Pengertian
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil juga disebut Antenatal Care (ANC)yaitu
pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu hamil selama masa
kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang di tetapkan. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi
persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan
reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).
Menurut Prawiroharjo (2005), pemeriksaan kehamilan merupakan
pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum
sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intra uterine serta ada
Menurut Henderson (2006), kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan
kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi
informasi bagi ibu dan petugas kesehatan.
2.1.2 Tujuan Antenatal Care (ANC)
1. Tujuan Umum
Menurut Saifuddin (2005) tujuan umum dari pelayanan kesehatan ibu hamil
(Antenatal Care) adalah :
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang janin.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu
dan bayi.
c. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil,
termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
Menurut Depkes RI (2004) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas
dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengenali dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin diderita sedini
mungkin.
b. Menurunkan angka morbilitas ibu dan anak.
c. Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga
berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi.
Menurut Wiknjosastro (2005) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah
menyiapkan wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu
dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada
post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.
2.1.3 Jadwal Pemeriksaan Kehamilan
Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu
dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : sampai
dengan kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, dan
kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan dan kehamilan
trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan
2.1.4 Pemeriksaan Kehamilan
Dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga
kesehatan paling sedikit 4 kali :
1. Trismester I : 1 kali
2. Trismester II : 1 kali
3. Trismester III : 2 kali
2.1.5 Standar Pelayanan Antenatal
Dalam penerapan praktis pelayanan antenatal menurut Badan Litbang Depkes RI, standar minimal palayanan antenatal adalah “14 T” yaitu :
1. Tanyakan dan sapa ibu dengan ramah.
2. Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang.
3. Temukan kelainan/periksa daerah muka dan leher (gondok, vena jugularis
externa), jari dan tungkai (edema), lingkaran lengan atas, panggul (perkusi
ginjal) dan reflek lutut.
4. Tekanan darah diukur
5. Tekan/palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, senam payudara,
tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI. 6. Tinggi fundus uteri diukur
7. Tentukan posisi janin (Leopold I-IV) dan detak jantung janin.
8. Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa.
9. Tentukan kadar Hb dan periksa laboratorium (protein dan glukosa urine),
10. Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) dan penyakit lainnya sesuai
indikasi (gondok, malaria dan lain-lain).
11. Tetanus toxoid imunisasi
12. Tindakan kesegaran jasmani dan senam hamil
13. Tingkatkan pengetahuan ibu hamil (penyuluhan) : makanan bergizi ibu hamil,
tanda bahaya kehamilan, petunjuk agar tidak terjadi bahaya pada waktu
kehamilan dan persalinan.
14. Temu wicara (konseling)
2.2. Kualitas Pelayanan Kesehatan 2.2.1. Pengertian
Kualitas pelayanan kesehatan atau lebih sering disebut sebagai mutu pelayanan
kesehatan secara umum diartikan sebagai derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan
efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan
sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta
masyarakat konsumen (Suparyanto, 2011).
Artinya layanan kesehatan yang berkualitas adalah suatu layanan kesehatan
yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan
sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau
2.2.2. Perspektif Mutu Layanan Kesehatan
1. Perspektif Pasien/Masyarakat
Pasien/masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu
layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan
mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya
penyakit.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan
mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali. Dimensi layanan kesehatan
yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat memengaruhi kesehatan
masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Pasien/masyarakat sering menganggap
bahwa dimensi efektivitas, akses, hubungan antara manusia, kesinambungan dan
kenyamanan sebagai suatu dimensi mutu layanan yang sangat penting (Pohan, 2007).
1. Perspektif Pemberi Layanan Kesehatan
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang
bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protocol, kebebasan
profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan
mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.
Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada
kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Sebagai
profesi layanan kesehatan, perhatiannya terfokus pada dimensi kompetensi teknis,
2. Perspektif Penyandang Dana
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan
kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif.
Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin sehingga
biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan
dan pencegahan penyakit akan digalakkan agar penggunaan layanan kesehatan
penyembuhan semakin berkurang (Pohan, 2007).
3. Perspektif Pemilik Sarana Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan
yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang
mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan
kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya
ketika belum terdapat keluhan pasien dan masyarakat (Pohan, 2007).
4. Perspektif Administrasi Layanan Kesehatan
Administrasi layanan kesehatan walau tidak langsung memberikan layanan
kesehatan, ikut bertanggungjawab dalam masalah mutu layanan kesehatan.
Kebutuhan akan supervise, manajemen keuangan dan logistik akan memberikan suatu
tantangan dan kadang-kadang administrator layanan kesehatan kurang
memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan.
Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu layanan kesehatan tertentu
dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi
layanan kesehatan (Pohan, 2007).
2.2.3. Mengukur Mutu Layanan Kesehatan
Banyak kerangka pikir yang dapat digunakan untuk mengukur mutu. Pada
awal upaya pengukuran mutu layanan kesehatan, Donabedian, 1988 (dalam Pohan,
2007), mengusulkan tiga kategori penggolongan layanan kesehatan yaitu struktur,
proses dan keluaran.
1. Standar Struktur
Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan system,
kadang-kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya
adalah hubungan organisasi, misi orgaisasi, kewenangan, komite-komite,
personel, peralatan, gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan
fasilitas. Standar struktur merupakan rules of the game. 2. Standar Proses
Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan
kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijakan. Standar
proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya
dan bagaimana system bekerja. Dengan itu, standar proses adalah playing the game.
3. Standar Keluaran
Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.
gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa
keberhasilan tersebut akan diukur.
Selain itu, hal berikut juga diperlukan dalam penilaian tingkatan mutu :
a. Informasi tertentu dari kriteria struktur, proses ataupun keluaran akan
menunjukkan aspek tertentu dari mutu layanan kesehatan.
b. Informasi dari kriteria struktur, proses dan keluaran akan membantu
mengidentifikasi lokasi masalah dan penyebab masalah mutu layanan
kesehatan yang selanjutnya akan memberi petunjuk terhadap tindakan
yang tepat dengan cara mengubah kategori kriteria struktur dan proses
layanan kesehatan.
2.3 Kualitas Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan kebidanan, pemeriksaan
laboratorium atas indikasi tertentu serta indikasi dasar dan khusus (Pohan, 2007).
Selain itu aspek yang lain yaitu penyuluhan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE), motivasi ibu hamil dan rujukan. Tujuan asuhan antenatal adalah memantau
kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi,
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi,
kehamilan, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan,
mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar masa nifas
berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga
dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal serta
optimalisasi kembalinya kesehatan reproduksi ibu secara wajar. Keuntungan layanan
antenatal sangat besar karena dapat mengetahui resiko dan komplikasi sehingga ibu
hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit. Layanan antenatal
dilakukan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang lebih intensif, pengobatan agar
resiko dapat dikendalikan, serta melakukan rujukan untuk mendapat tindakan yang
adekuat (Manuaba, 2005).
Pelayanan yang dilakukan secara rutin juga merupakan upaya untuk
melakukan deteksi dini kehamilan beresiko sehingga dapat dengan segera dilakukan
tindakan yang tepat untuk mengatasi dan merencanakan serta memperbaiki kehamilan
tersebut. Kelengkapan antenatal terdiri dari jumlah kunjungan antenatal dan kualitas
pelayanan antenatal (Istiarti, 2000).
Pelayanan antenatal mempunyai pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan
janin atau lama waktu mengandung, baik dengan diagnosis maupun dengan
perawatan berkala terhadap adanya komplikasi kehamilan. Pertama kali ibu hamil
melakukan pelayanan antenatal merupakan saat yang sangat penting, karena berbagai
faktor resiko bisa diketahui seawal mungkin dan dapat segera dikurangi atau
Kualitas pelayanan Antenatal erat hubungannya dengan penerapan. Standar
pelayanan kebidanan, yang mana standar pelayanan berguna dan penerapan norma
dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan
standar pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap
proses dan hasil penilaian dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Mengukur tingkat
kebutuhan terhadap standar yang baik input, proses pelayanan dan hasil pelayanan
khususnya tingkat pengetahuan pasien terhadap pelayanan antenatal yang dikenal
standar mutu yaitu (Depkes RI, 2003) :
1. Standar Pelayanan Antenatal
Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut ini :
a. Standar : Identifikasi Ibu Hamil
Standar ini bertujuan mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya.
Pernyataan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan
masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu,
suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan
kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
b. Standar : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Pemeriksaan dan pemantauan antenatal bertujuan memberikan pelayanan
antenatal berkualitas dan diteliti dalam komplikasi.
Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliput i
apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal
kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/ Infeksi
HIV ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta
tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data
yang tepat padu setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
c. Standar : Palpasi Abdominal
Standar palpasi abdominal bertujuan memperkirakan usia, kehamilan,
pemantauan pertumbuhan jenis, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin.
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama & melakukan palpasi
untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan bertambah,
memeriksa posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga
panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan
membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis pubis,
umbilikus atau prosesus sifoideus. Cara tersebut dilakukan dengan tanpa
memperhitungkan ukuran tubuh ibu. Sebaik-baiknya pemeriksaan (perkiraan)
tersebut, hasilnya masih kasar dan dilaporkan hasilnya bervariasi.
Dalam upaya standardisasi perkiraan tinggi fundus, para peneliti saat ini
menyarankan penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari tepi atas
Pengukuran tinggi fundus uteri tersebut bila dilakukan pada setiap kunjungan oleh
petugas yang sama, terbukti memiliki nilai prediktif yang baik, terutama untuk
mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan intrauterin yang berat dan
kehamilan kembar. Walaupun pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita ukur
masih bervariasi antar operator, namun variasi ini lebih kecil dibandingkan
dengan metoda tradisional lainnya. Oleh karena itu penelitian mendukung
penggunaan pita ukur untuk memperkirakan tinggi fundus sebagai bagian dari
pemeriksaan rutin pada setiap kunjungan.
d. Standar : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar ini bertujuan menemukan anemia pada kehamilan secara dini dan
melakukan tindakan lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum
persalinan berlangsung. Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,
penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) secara rutin selama kehamilan merupakan
kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Namun ada
kecendurungan bahwa kegiatan ini tidak dilaksanakan secara optimal selama
masa kehamilan. Perubahan normal ini di kenal sebagai Hemodilusi (Mahomed & hytten 1989) dan biasanya mencapai titik terendah pada kehamilan minggu ke-30.
Oleh karena itu pemeriksaan Hb dianjurkan untuk dilakukan pada awal kehamilan
dan diulang kembali pada minggu ke- 30 untuk mendapat gambaran akurat
e. Standar :Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar ini bertujuan mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada
kehamilan dan melakukan tindakan diperlukan. Bidan menemukan secara dini
setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala
preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
f. Standar : Persiapan Persalinan
Standar Persiapan Persalinan dengan tujuan untuk memastikan bahwa persalinan
direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan
bidan terampil. Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil,
suami/keluarganya pada trisemester III memastikan bahwa persiapan persalinan
bersih dan aman dan suatu suasana yang menyenangkan akan direncanakan
dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila
tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan mengusahakan untuk melakukan
kunjungan ke setiap rumah ibu hamil untuk hal ini.
2. Kebijakan Program Pelayanan Antenatal
Pelayanan Antenatal merupakan cara untuk memonitor dan mendukung
kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi komplikasi. Pelayanan Antenatal penting
untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal dan tetap
demikian seterusnya. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi
setiap saat. Sekarang ini sudah umum diterima bahwa setiap kehamilan membawa
antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, satu kali pada
triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga.
3. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil (Mandriwati, 2008).
a. Mengumpulkan Data Dasar / Pengkajian Data
Mengumpulkan data subyektif dan data obyektif, berupa data fokus yang
dibutuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai dengan kondisinya, menggunakan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
1) Data Subyektif terdiri dari :
a) Biodata ibu dan suami
b) Alasan ibu memeriksakan diri
c) Riwayat kehamilan sekarang
d) Riwayat kebidanan yang lalu
e) Riwayat menstruasi
f) Riwayat KB
g) Riwayat kesehatan
h) Riwayat bio-psikososial-spiritual
i) Pengetahuan tentang tanda bahaya persalinan
Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data subyektif adalah dengan
melakukan anamnesis.
2) Data objektif terdiri dari :
a) Hasil pemeriksaan umum (tinggi badan, berat badan,lingkar lengan, suhu,
b) Hasil pemeriksaan kepala dan leher
c) Hasil pemeriksaan tangan dan kaki
d) Hasil pemeriksaan payudara
e) Hasil pemeriksaan abdomen
f) Hasil pemeriksaan denyut jantung janin
g) Hasil pemeriksaan darah dan urine
Sumber data baik data subyektif maupun data obyektif yang paling akurat
adalah ibu hamil yang diberi asuhan, namun apabila kondisi tidak
memungkinkan dan masih diperlukan data bisa dikaji dari status ibu yang
menggambarkan pendokumentasian asuhan sebelum ditangani dan bisa juga
keluarga atau suami yang mendampingi ibu saat diberi asuhan.
b. Menginterpretasikan /menganalisa data /merumuskan diagnosa
Pada langkah ini data subyektif dan obyektif yang dikaji dianalisis
menggunakan teori fisiologis dan teori patologis sesuai dengan perkembangan
kehamilan berdasarkan umur kehamilan ibu pada saat diberi asuhan, termasuk
teori tentang kebutuhan fisik dan psikologis ibu hamil. Hasil analisis dan
interpretasi data menghasilkan rumusan diagnosis kehamilan.
Rumusan diagnosis kebidanan pada ibu hamil disertai dengan alasan yang
mencerminkan pikiran rasional yang mendukung munculnya diagnosis
c. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Dalam menyusun rencana asuhan yang menyeluruh mengacu pada diagnosis
mengacu pada diagnosis, masalah asuhan serta kebutuhan yang telah sesuai
dengan kondisi klien saat diberi asuhan.
d. Melaksanakan asuhan sesuai perencanaan secara efisien dan aman
Pelaksanaan rencana asuhan bisa dilaksanakan bidan langsung, bisa juga dengan
memberdayakan ibu.
e. Melaksanakan evaluasi terhadap rencana asuhan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ditujukan terhadap efektivitas intervensi tentang kemungkinan
pemecahan masalah, mengacu pada perbaikan kondisi/kesehatan ibu dan janin.
Evaluasi mencangkup jangka pendek, yaitu sesaat setelah intervensi
dilaksanakan, dan jangka panjang, yaitu menunggu proses sampai kunjungan
berikutnya /kunjungan ulang.
f. Pendokumentasian dengan SOAP
Pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan teknik pencatatan Subjectif
Objective Assessment Planing (SOAP) meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mencatat data subyektif dan objektif
2) Mencatat data hasil pengkajian, diagnosis, masalah klien/ibu hamil yang
diberi asuhan berdasarkan masalahnya.
3) Mencatat perencanaan asuhan yang meliputi perencanaan tindakan asuhan,
Adapun tujuannya adalah :
1) Sebagai bahan komunikasi antar petugas/bidan
2) Sebagai bahan evaluasi
3) Sebagai bahan tindak lanjut
4) Sebagai bahan laporan
5) Sebagai bahan pertanggungjawaban dan tanggung gugat
6) Meningkatkan kerja sama antar tim
7) Sebagai bahan acuan dalam pengumpulan data
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan kepada
sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama
secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan
(Hasibuan, 2005). Sperling dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa
motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam
diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri dan terbentuk dari sikap seorang
pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang
Gibson (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang
timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan
perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau
menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung
secara wajar. Menurut Nawawi (2003), kata motivasi (motivation) kata dasarnya
adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau
menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara
sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), motivasi dapat diartikan sebagai
daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau
diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji,
maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan.
Rangsangan terhadap hal dimaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan
motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan
pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri
petugas yang perlu dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan petugas agar
2.4.2 Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi
manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson (1996), secara
umum mengacu pada 2 (dua) kategori :
1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung
(sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.
2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
Lebih lanjut Gibson (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut :
1. Teori kepuasan terdiri dari :
a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow
b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer
d. Teori prestasi dari McClelland
2. Teori Proses terdiri dari :
a. Teori harapan
b. Teori pembentukan perilaku
c. Teori keadilan
Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di
a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah
disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya
faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia
bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang
menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai
salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada di dalam hidupnya, diantaranya :a).
Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan
paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun,
asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa
memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status,
titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan
kemampuan, skill, dan potensi.
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun,
tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat
kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala
kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan
oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).
b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan
memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi
karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua,
kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan
Hall dalam Timpe, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat
dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut
teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau
ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari
dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang
datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja (Sutrisno,
2012).
Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang
memungkinkannya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat
otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama
tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka
yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang
diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan
Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai
untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan
dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,
faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor
intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang
lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih
memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih
rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor
motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru (buruh kasar)
sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh
dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar
mereka.
Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan
bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi,
(Grensing dalam Timpe, 2002). Motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh
Herzberg dalam Hasibuan (2005), terdiri dari faktor intrinsik dan ekstrinsik, yang
disebut faktor intrinsik meliputi :
1) Tanggung Jawab (Responsibility)
Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi,
dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul
2) Prestasi yang Diraih (Achievement)
Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian
prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3) Pengakuan Orang Lain (Recognition)
Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan
bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
4) Pekerjaan itu Sendiri (The Work it Self)
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma
tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,
tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,
merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi
motivasi untuk berforma tinggi.
5) Kemungkinan Pengembangan (The Possibility of Growth)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
6) Kemajuan (Advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja
menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain :
1). Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi
pegawai.
2). Keamanan dan keselamatan kerja
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3). Kondisi kerja
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.
4). Hubungan kerja
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun
5). Prosedur perusahaan
Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
terhadap motivasi pekerja.
6). Status
Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja
memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari
pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa
yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan
statusnya.
c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer
Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok
manusia yaitu: a). Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan
keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b). Relatednes
(keterhubungan) ; Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi
(kebutuhan sosial dan penghargaan). c). Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan
intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).
d. Teori Kebutuhan dari McClelland
Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus
pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam