BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan antenatal care merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum,
bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman, hal ini sangat penting untuk
menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal. Tujuan dari
pelayanan kesehatan semasa hamil ialah menyiapkan sebaik-baiknya fisik dan
mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas, sehingga keadaan mereka sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga
mental (Prawirohardjo, 2005). Sementara itu tujuan pelayanan pada ibu hamil
menurut Depkes RI (2004) adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi
yang sehat.
Kegiatan pelayanan antenatal care meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta
pemberian tablet besi pada ibu hamil selama kehamilannya. Titik berat kegiatannya
adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K-1 dan K-4
(Sulistiawati, 2012).
Cakupan K-1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan
mendapatkan pelayanan antenatal care. Indikator ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal care dan kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Sedangkan cakupan K-4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan antenatal care sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilanya (sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua dan
dua kali di trimester ke tiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat
perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil (Sulistiawati, 2012).
Dengan adanya kunjungan yang teratur dan pengawasan yang rutin dari bidan
atau dokter, maka selama masa kunjungan tersebut, diharapkan komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan
dan pembedahan dapat dikenali secara lebih dini dan dapat ditangani dengan cepat
dan tepat. Hal ini dapat mengurangi risiko kesakitan dan kematian bagi ibu hamil
sehingga dengan sendirinya dapat mengurangi Angka Kematian Ibu sesuai dengan
tujuan pencapaian MDG’s (Kemenkes RI, 2011).
Tingginya Angka Kematian Ibu atau AKI di Indonesia merupakan
permasalahan penting yang perlu mendapat penanganan serius. AKI merupakan tolak
ukur keberhasilan kesehatan ibu dan merupakan barometer pelayanan kesehatan di
suatu negara, bila angkanya masih tinggi, berarti pelayanan kesehatan di negara itu
dikategorikan belum baik (Adriansz, 2007). Maka salah satu upaya yang perlu
mendapatkan perhatian dalam menurunkan AKI adalah melalui peningkatan kualitas
Hasil evaluasi Renstra Kementerian Kesehatan 2005-2010. Angka Kematian
Ibu (AKI) melahirkan menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007).
Prevalensi gizi kurang pada balita menurun dari 25,8% pada akhir tahun 2003
menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Angka kematian bayi
(AKB) menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Sejalan dengan menurunnya
angka kematian bayi, umur harapan hidup (UHH) juga meningkat dari 66,2 tahun
pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007 (Widyastuti, 2009).
Seiring dengan hal tersebut, upaya menurunkan angka kematian ibu harus
terus ditingkatkan. Berdasarkan kesepakatan global pencapaian MDG’s (Millenium Development Goals) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup, dan angka kematian bayi menurun dari 34 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2007 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2011).
Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka kematian
ibu yang masih tinggi yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi
36 per 1000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian bayi tersebut telah banyak upaya yang dilakukan berupa pemerataan
penempatan petugas kesehatan ke seluruh desa, membentuk desa siaga, meningkatkan
pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Dinkes Aceh,
2011).
Namun demikian walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan, cakupan
pelayanan kesehatan khususnya pada ibu hamil, bersalin dan nifas masih jauh dari
rata-rata nasional. Berdasarkan data/informasi kesehatan Provinsi Aceh, cakupan
kunjungan ibu hamil (k-4) mencapai 85,60% (Indonesia: 88,27%), cakupan
pemberian tablet Fe untuk ibu hamil 74,4% (Indonesia : 83,25%), cakupan persalinan
di tolong tenaga kesehatan 76,3% (Indonesia : 86,38%), cakupan kunjungan neonatus
71,84% (Indonesia : 84,18%) (Kemenkes RI, 2012).
Demikian pula halnya dengan Kabupaten Aceh Barat yang merupakan salah
satu dari 23 kabupaten/kota yang ada di wilayah Propinsi Aceh. Berdasarkan Profil
Kesehatan Kabupaten Aceh Barat tahun 2012, Jumlah Puskesmas yang ada di
Kabupaten Aceh Barat berjumlah 13 unit. Terdiri dari Puskesmas rawat inap 7 unit
dan Puskesmas non rawat inap 6 unit. Puskesmas pembantu (Pustu) 48 unit,
Puskesmas Keliling (Pusling) 26 unit, Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan Poliklinik
Desa (Polindes) 41 unit.
Sementara itu jumlah tenaga bidan yang terdaftar di Puskesmas seluruh Aceh
Barat adalah sebanyak 364 orang dengan rincian ; (1) Puskesmas Johan Pahlawan
sebanyak 30 orang, (2) Puskesmas Suak Ribee 32 orang, (3) Puskesmas Mereubo 48
orang, (4) Puskesmas Kaway XVI 42 orang, (5) Puskesmas Meutulang 18 orang, (6)
Puskesmas Pante Cermin 32 orang, (7) Puskesmas Sungai Mas 18 orang, (8)
Puskesmas Woyla 29 orang, (11) Puskesmas Woyla Timur 20 orang, (12) Puskesmas
Woyla Barat 21 orang dan (13) Puskesmas Arongan lambalek 23 orang, ( Dinkes
Aceh Barat, 2012)
Dari data Profil kesehatan kabupaten Aceh Barat didapatkan cakupan
Indikator pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dua tahun terakhir yaitu cakupan K1
85,40% dan tahun 2012 sebesar 86,0%, hal ini mengambarkan bahwa akses ibu hamil
sudah baik, artinya sudah banyak ibu hamil yang terjangkau oleh pelyanan kesehatan
walaupun belum mencapai target yaitu 95%. Untuk cakupan K4 tahun 2011 74,30%,
dan tahun 2012 sebesar 79,65%. sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 60%. Hal ini menggambarkan bahwa
sudah ada kenaikan persentase K4 namun belum juga mencapai target 90%.
Sementara itu cakupan imunisasi TT1 pada tahun 2012 sebesar 67,36% dan
untuk imunisasi TT2 sebesar 60,42%. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan TT1 dan
TT2 pada ibu hamil untuk tingkat Kabupaten belum memenuhi target yang
diinginkan yaitu 90%, tetapi masih dibawah target.
Untuk pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil untuk tingkat Kabupaten
sudah memenuhi target yang diinginkan yaitu untuk Fe1 sebesar 84,97% dan Fe3
sebesar 74,81%.
Dimasa sekarang tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan meningkat,
sehingga sebagai pelayan masyarakat dalam bidang kesehatan dituntut bukan saja
kemampuan teknis medis petugas tetapi juga kualitasnya. Peningkatan mutu
melalui Puskesmas, Puskesmas pembantu, dan bidan desa. Untuk menilai mutu
pelayanan diperlukan standar dan indikator, ada empat jenis standar yaitu (1) Standar
masukan (input) yang antara laian terdiri dari standar SDM, peralatan dan sarana, (2)
Standar proses / standar tindakan dimana ditetapkan tata cara/prosedur pelayanan
baik medis maupun non medis, (3) Standar keluaran ( output / performance ) atau lazim disebut standar penampilan berdasarkan serangkaian indikator baik dari segi
pemberi pelayanan maupun pemakai, dan (4) Standar lingkungan / standar organisasi
dan manajemen dimana ditetapkan garis-garis besar kebijakan, pola organisasi dan
manajemen yang harus dipatuhi oleh pemberi pelayanan.
Di Kabupaten Aceh Barat masing-masing bidan sudah mempunyai standar
pelayan kebidanan, namun pelaksanaannya masih belum sesuai. Hasil Pengamatan
terhadap 10 orang Bidan di Puskesmas Woyla Kabupaten Aceh Barat dalam
melakukan pelayanan antenatal yang meliputi persiapan penolong, anamnesa dan
pengkajian data, pemeriksaan umum dan pemeriksaan kehamilan, menetapkan
diagnosa, perencanaan pelaksanaan, informasi dan konseling, dan dokumentasi rata
-rata hanya 70%. Gambaran kualitas pelayanan ANC di Puskesmas Kabupaten Aceh
Barat masih belum sesuai standar. Kemampuan bidan masih kurang dari 75%.
Adanya program pemerintah menempatkan bidan di desa sebagai tenaga
kesehatan dalam rangka penurunan angka kematian ibu sangat berperan. Karena
sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat
agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif
terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara
adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih
dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna
menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir (Depkes, 2008).
Hasil Penelitian dari Abbas dan Kristiani (2006) juga menyebutkan Masalah
kesehatan kaum ibu khususnya ibu hamil (Bumil) terutama daerah pedesaan masih
cukup besar. Hal ini memerlukan adanya tenaga kesehatan yang dapat berperan
dalam mengatasi masalah tersebut, seperti penempatan bidan yang kompeten didesa.
Untuk meningkatkan upaya penurunan AKI dan AKB dibutuhkan sumber daya
manusia yang dapat meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan sesuai
dengan wilayah kerjanya.
Profesi bidan bukanlah profesi yang mengemban tugas ringan,
profesionalisme, kerja keras dan kesungguhan hati serta keikhlasan akan memberikan
kekuatan dan modal utama bagi pengabdian profesi bidan terutama didaerah – daerah
yang masih tergolong terpencil. Pemahaman yang utuh mengenai konsep kebidanan
pun sangat penting dimiliki oleh para bidan karena tuntutan masyarakat dan tantangan
terhadap pelayanan kebidanan semakin meningkat pula. Hal ini merupakan tantangan
tersendiri bagi bidan untuk terus meningkatkan motivasi dan kompetensi
kebidanannya.
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang, agar mereka
mau berbuat, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk
mencapai kepuasan. Dalam hal pelayanan kesehatan pada ibu hamil seorang bidan
harus memiliki motivasi yang tinggi sehingga timbul semangat dalam bekerja.
Sementera itu dalam melaksanakan tugas pelayanan kebidanan, yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, seorang bidan juga harus
memiliki kompetensi. Kompetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan juga dalam
pelayanan kehamilan dan persalinan.
Menurut penelitian Boyatzis (1982) dalam Hutapea P dan Thoha N (2008),
kompetensi didefenisikan sebagai “kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa
membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerja dalam
suatu organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang diharapkan”. Demikian juga
terhadap seorang bidan harus memiliki kompetensi yang tinggi agar mampu
melaksanakan pelayanan kebidanan yang berkualitas (Soepardan, 2002)
Menurut penelitian Lumbantobing (2004), bahwa kemampuan dan
ketrampilan bidan mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pelayanan kesehatan
yang diberikan. Secara simultan dibuktikan bahwa kemampuan dan ketrampilan
bidan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja bidan di desa dibanding
supervisi, imbalan dan motivasi. Namun secara keseluruhan semua variabel
Kompetensi yang dimiliki seorang bidan harus meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan pelayanan kebidanan secara aman dan
bertangungjawab dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Kompetensi bidan
tidak terlepas dari wewenang bidan yang telah diatur dalam peraturan Kepmenkes RI
No. 938/ Menkes/ SK/ VIII/ 2007, tentang Standar Asuhan Kebidanan yang
merupakan landasan hukum dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dirumuskan permasalahan ”apakah
motivasi dan kompetensi bidan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan
ibu hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh
Barat”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi dan
kompetensi bidan terhadap kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil pada Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh motivasi dan kompetensi bidan terhadap kualitas pelayanan
kesehatan ibu hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak
antara lain :
1. Manfaat praktis sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Barat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kerja tenaga bidan supaya
lebih terfokus pada tanggung jawab serta peran dan fungsi bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil.
2. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi
untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan kesehatan reproduksi
pada khususnya.
3. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian diharapkan dapat menambah sumber
kepustakaan dan menjadi data dasar bagi penelitian sejenis pada masa-masa yang