• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (Antenatal Care) 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (Antenatal Care) 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (Antenatal Care) 2.1.1 Pengertian

Pelayanan kesehatan pada ibu hamil juga disebut Antenatal Care (ANC)yaitu pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu hamil selama masa

kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang di tetapkan. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi

persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan

reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).

Menurut Prawiroharjo (2005), pemeriksaan kehamilan merupakan

pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak

dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum

sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.

Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan

pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intra uterine serta ada

(2)

Menurut Henderson (2006), kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan

kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi

informasi bagi ibu dan petugas kesehatan.

2.1.2 Tujuan Antenatal Care (ANC)

1. Tujuan Umum

Menurut Saifuddin (2005) tujuan umum dari pelayanan kesehatan ibu hamil

(Antenatal Care) adalah :

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh

kembang janin.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu

dan bayi.

c. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil,

termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu

maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI

Eksklusif.

f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar

dapat tumbuh kembang secara normal.

(3)

Menurut Depkes RI (2004) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas

dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengenali dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin diderita sedini

mungkin.

b. Menurunkan angka morbilitas ibu dan anak.

c. Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga

berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi.

Menurut Wiknjosastro (2005) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah menyiapkan wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu

dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada

post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.

2.1.3 Jadwal Pemeriksaan Kehamilan

Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu

dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : sampai

dengan kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, dan

kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan dan kehamilan

trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan

(4)

2.1.4 Pemeriksaan Kehamilan

Dalam masa kehamilan ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga

kesehatan paling sedikit 4 kali :

1. Trismester I : 1 kali

2. Trismester II : 1 kali

3. Trismester III : 2 kali

2.1.5 Standar Pelayanan Antenatal

Dalam penerapan praktis pelayanan antenatal menurut Badan Litbang Depkes RI, standar minimal palayanan antenatal adalah “14 T” yaitu :

1. Tanyakan dan sapa ibu dengan ramah.

2. Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang.

3. Temukan kelainan/periksa daerah muka dan leher (gondok, vena jugularis externa), jari dan tungkai (edema), lingkaran lengan atas, panggul (perkusi ginjal) dan reflek lutut.

4. Tekanan darah diukur

5. Tekan/palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, senam payudara,

tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI. 6. Tinggi fundus uteri diukur

7. Tentukan posisi janin (Leopold I-IV) dan detak jantung janin.

8. Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa.

9. Tentukan kadar Hb dan periksa laboratorium (protein dan glukosa urine),

(5)

10.Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) dan penyakit lainnya sesuai

indikasi (gondok, malaria dan lain-lain).

11.Tetanus toxoid imunisasi

12.Tindakan kesegaran jasmani dan senam hamil

13.Tingkatkan pengetahuan ibu hamil (penyuluhan) : makanan bergizi ibu hamil,

tanda bahaya kehamilan, petunjuk agar tidak terjadi bahaya pada waktu

kehamilan dan persalinan.

14.Temu wicara (konseling)

2.2. Kualitas Pelayanan Kesehatan 2.2.1. Pengertian

Kualitas pelayanan kesehatan atau lebih sering disebut sebagai mutu pelayanan

kesehatan secara umum diartikan sebagai derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan

yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi

sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan

efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan

sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta

masyarakat konsumen (Suparyanto, 2011).

Artinya layanan kesehatan yang berkualitas adalah suatu layanan kesehatan

yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan

sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau

(6)

2.2.2. Perspektif Mutu Layanan Kesehatan

1. Perspektif Pasien/Masyarakat

Pasien/masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu

layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan

diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan

mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya

penyakit.

Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan

mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali. Dimensi layanan kesehatan

yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat memengaruhi kesehatan

masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Pasien/masyarakat sering menganggap

bahwa dimensi efektivitas, akses, hubungan antara manusia, kesinambungan dan

kenyamanan sebagai suatu dimensi mutu layanan yang sangat penting (Pohan, 2007).

1. Perspektif Pemberi Layanan Kesehatan

Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang

bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protocol, kebebasan

profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan

mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.

Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada

kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Sebagai

profesi layanan kesehatan, perhatiannya terfokus pada dimensi kompetensi teknis,

(7)

2. Perspektif Penyandang Dana

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan

kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif.

Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin sehingga

biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan

dan pencegahan penyakit akan digalakkan agar penggunaan layanan kesehatan

penyembuhan semakin berkurang (Pohan, 2007).

3. Perspektif Pemilik Sarana Layanan Kesehatan

Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan

yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang

mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan

kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya

ketika belum terdapat keluhan pasien dan masyarakat (Pohan, 2007).

4. Perspektif Administrasi Layanan Kesehatan

Administrasi layanan kesehatan walau tidak langsung memberikan layanan

kesehatan, ikut bertanggungjawab dalam masalah mutu layanan kesehatan.

Kebutuhan akan supervise, manajemen keuangan dan logistik akan memberikan suatu

tantangan dan kadang-kadang administrator layanan kesehatan kurang

memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan.

Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu layanan kesehatan tertentu

(8)

dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi

layanan kesehatan (Pohan, 2007).

2.2.3. Mengukur Mutu Layanan Kesehatan

Banyak kerangka pikir yang dapat digunakan untuk mengukur mutu. Pada

awal upaya pengukuran mutu layanan kesehatan, Donabedian, 1988 (dalam Pohan,

2007), mengusulkan tiga kategori penggolongan layanan kesehatan yaitu struktur,

proses dan keluaran.

1. Standar Struktur

Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan system,

kadang-kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya

adalah hubungan organisasi, misi orgaisasi, kewenangan, komite-komite,

personel, peralatan, gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan

fasilitas. Standar struktur merupakan rules of the game.

2. Standar Proses

Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan

kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijakan. Standar

proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya

dan bagaimana system bekerja. Dengan itu, standar proses adalah playing the game.

3. Standar Keluaran

Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.

(9)

gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa

keberhasilan tersebut akan diukur.

Selain itu, hal berikut juga diperlukan dalam penilaian tingkatan mutu :

a. Informasi tertentu dari kriteria struktur, proses ataupun keluaran akan

menunjukkan aspek tertentu dari mutu layanan kesehatan.

b. Informasi dari kriteria struktur, proses dan keluaran akan membantu

mengidentifikasi lokasi masalah dan penyebab masalah mutu layanan

kesehatan yang selanjutnya akan memberi petunjuk terhadap tindakan

yang tepat dengan cara mengubah kategori kriteria struktur dan proses

layanan kesehatan.

2.3 Kualitas Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu

selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang

mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan kebidanan, pemeriksaan

laboratorium atas indikasi tertentu serta indikasi dasar dan khusus (Pohan, 2007).

Selain itu aspek yang lain yaitu penyuluhan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi

(KIE), motivasi ibu hamil dan rujukan. Tujuan asuhan antenatal adalah memantau

kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi,

meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi,

(10)

kehamilan, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan,

mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun

bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar masa nifas

berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga

dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal serta

optimalisasi kembalinya kesehatan reproduksi ibu secara wajar. Keuntungan layanan

antenatal sangat besar karena dapat mengetahui resiko dan komplikasi sehingga ibu

hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit. Layanan antenatal

dilakukan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang lebih intensif, pengobatan agar

resiko dapat dikendalikan, serta melakukan rujukan untuk mendapat tindakan yang

adekuat (Manuaba, 2005).

Pelayanan yang dilakukan secara rutin juga merupakan upaya untuk

melakukan deteksi dini kehamilan beresiko sehingga dapat dengan segera dilakukan

tindakan yang tepat untuk mengatasi dan merencanakan serta memperbaiki kehamilan

tersebut. Kelengkapan antenatal terdiri dari jumlah kunjungan antenatal dan kualitas

pelayanan antenatal (Istiarti, 2000).

Pelayanan antenatal mempunyai pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan

janin atau lama waktu mengandung, baik dengan diagnosis maupun dengan

perawatan berkala terhadap adanya komplikasi kehamilan. Pertama kali ibu hamil

melakukan pelayanan antenatal merupakan saat yang sangat penting, karena berbagai

faktor resiko bisa diketahui seawal mungkin dan dapat segera dikurangi atau

(11)

Kualitas pelayanan Antenatal erat hubungannya dengan penerapan. Standar

pelayanan kebidanan, yang mana standar pelayanan berguna dan penerapan norma

dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan

standar pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap

proses dan hasil penilaian dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Mengukur tingkat

kebutuhan terhadap standar yang baik input, proses pelayanan dan hasil pelayanan

khususnya tingkat pengetahuan pasien terhadap pelayanan antenatal yang dikenal

standar mutu yaitu (Depkes RI, 2003) :

1. Standar Pelayanan Antenatal

Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut ini :

a. Standar : Identifikasi Ibu Hamil

Standar ini bertujuan mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan

kehamilannya.

Pernyataan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan

masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu,

suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan

kehamilannya sejak dini dan secara teratur.

b. Standar : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

Pemeriksaan dan pemantauan antenatal bertujuan memberikan pelayanan

antenatal berkualitas dan diteliti dalam komplikasi.

Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliput i

(12)

apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal

kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/ Infeksi

HIV ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta

tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data

yang tepat padu setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu

mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.

c. Standar : Palpasi Abdominal

Standar palpasi abdominal bertujuan memperkirakan usia, kehamilan,

pemantauan pertumbuhan jenis, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin.

Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama & melakukan palpasi

untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan bertambah,

memeriksa posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga

panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.

Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan

membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis pubis,

umbilikus atau prosesus sifoideus. Cara tersebut dilakukan dengan tanpa

memperhitungkan ukuran tubuh ibu. Sebaik-baiknya pemeriksaan (perkiraan)

tersebut, hasilnya masih kasar dan dilaporkan hasilnya bervariasi.

Dalam upaya standardisasi perkiraan tinggi fundus, para peneliti saat ini

menyarankan penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari tepi atas

(13)

Pengukuran tinggi fundus uteri tersebut bila dilakukan pada setiap kunjungan oleh

petugas yang sama, terbukti memiliki nilai prediktif yang baik, terutama untuk

mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan intrauterin yang berat dan

kehamilan kembar. Walaupun pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita ukur

masih bervariasi antar operator, namun variasi ini lebih kecil dibandingkan

dengan metoda tradisional lainnya. Oleh karena itu penelitian mendukung

penggunaan pita ukur untuk memperkirakan tinggi fundus sebagai bagian dari

pemeriksaan rutin pada setiap kunjungan.

d. Standar : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Standar ini bertujuan menemukan anemia pada kehamilan secara dini dan

melakukan tindakan lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum

persalinan berlangsung. Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan,

penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) secara rutin selama kehamilan merupakan

kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Namun ada

kecendurungan bahwa kegiatan ini tidak dilaksanakan secara optimal selama

masa kehamilan. Perubahan normal ini di kenal sebagai Hemodilusi (Mahomed & hytten 1989) dan biasanya mencapai titik terendah pada kehamilan minggu ke-30.

Oleh karena itu pemeriksaan Hb dianjurkan untuk dilakukan pada awal kehamilan

dan diulang kembali pada minggu ke- 30 untuk mendapat gambaran akurat

(14)

e. Standar :Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

Standar ini bertujuan mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada

kehamilan dan melakukan tindakan diperlukan. Bidan menemukan secara dini

setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala

preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.

f. Standar : Persiapan Persalinan

Standar Persiapan Persalinan dengan tujuan untuk memastikan bahwa persalinan

direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan

bidan terampil. Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil,

suami/keluarganya pada trisemester III memastikan bahwa persiapan persalinan

bersih dan aman dan suatu suasana yang menyenangkan akan direncanakan

dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila

tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan mengusahakan untuk melakukan

kunjungan ke setiap rumah ibu hamil untuk hal ini.

2. Kebijakan Program Pelayanan Antenatal

Pelayanan Antenatal merupakan cara untuk memonitor dan mendukung

kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi komplikasi. Pelayanan Antenatal penting

untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal dan tetap

demikian seterusnya. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi

setiap saat. Sekarang ini sudah umum diterima bahwa setiap kehamilan membawa

(15)

antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, satu kali pada

triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga.

3. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil (Mandriwati, 2008).

a. Mengumpulkan Data Dasar / Pengkajian Data

Mengumpulkan data subyektif dan data obyektif, berupa data fokus yang

dibutuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai dengan kondisinya, menggunakan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

1) Data Subyektif terdiri dari :

a) Biodata ibu dan suami

b) Alasan ibu memeriksakan diri

c) Riwayat kehamilan sekarang

d) Riwayat kebidanan yang lalu

e) Riwayat menstruasi

f) Riwayat KB

g) Riwayat kesehatan

h) Riwayat bio-psikososial-spiritual

i) Pengetahuan tentang tanda bahaya persalinan

Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data subyektif adalah dengan

melakukan anamnesis.

2) Data objektif terdiri dari :

a) Hasil pemeriksaan umum (tinggi badan, berat badan,lingkar lengan, suhu,

(16)

b) Hasil pemeriksaan kepala dan leher

c) Hasil pemeriksaan tangan dan kaki

d) Hasil pemeriksaan payudara

e) Hasil pemeriksaan abdomen

f) Hasil pemeriksaan denyut jantung janin

g) Hasil pemeriksaan darah dan urine

Sumber data baik data subyektif maupun data obyektif yang paling akurat

adalah ibu hamil yang diberi asuhan, namun apabila kondisi tidak

memungkinkan dan masih diperlukan data bisa dikaji dari status ibu yang

menggambarkan pendokumentasian asuhan sebelum ditangani dan bisa juga

keluarga atau suami yang mendampingi ibu saat diberi asuhan.

b. Menginterpretasikan /menganalisa data /merumuskan diagnosa

Pada langkah ini data subyektif dan obyektif yang dikaji dianalisis

menggunakan teori fisiologis dan teori patologis sesuai dengan perkembangan

kehamilan berdasarkan umur kehamilan ibu pada saat diberi asuhan, termasuk

teori tentang kebutuhan fisik dan psikologis ibu hamil. Hasil analisis dan

interpretasi data menghasilkan rumusan diagnosis kehamilan.

Rumusan diagnosis kebidanan pada ibu hamil disertai dengan alasan yang

mencerminkan pikiran rasional yang mendukung munculnya diagnosis

(17)

c. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh

Dalam menyusun rencana asuhan yang menyeluruh mengacu pada diagnosis

mengacu pada diagnosis, masalah asuhan serta kebutuhan yang telah sesuai

dengan kondisi klien saat diberi asuhan.

d. Melaksanakan asuhan sesuai perencanaan secara efisien dan aman

Pelaksanaan rencana asuhan bisa dilaksanakan bidan langsung, bisa juga dengan

memberdayakan ibu.

e. Melaksanakan evaluasi terhadap rencana asuhan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi ditujukan terhadap efektivitas intervensi tentang kemungkinan

pemecahan masalah, mengacu pada perbaikan kondisi/kesehatan ibu dan janin.

Evaluasi mencangkup jangka pendek, yaitu sesaat setelah intervensi

dilaksanakan, dan jangka panjang, yaitu menunggu proses sampai kunjungan

berikutnya /kunjungan ulang.

f. Pendokumentasian dengan SOAP

Pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan teknik pencatatan Subjectif Objective Assessment Planing (SOAP) meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mencatat data subyektif dan objektif

2) Mencatat data hasil pengkajian, diagnosis, masalah klien/ibu hamil yang

diberi asuhan berdasarkan masalahnya.

3) Mencatat perencanaan asuhan yang meliputi perencanaan tindakan asuhan,

(18)

Adapun tujuannya adalah :

1) Sebagai bahan komunikasi antar petugas/bidan

2) Sebagai bahan evaluasi

3) Sebagai bahan tindak lanjut

4) Sebagai bahan laporan

5) Sebagai bahan pertanggungjawaban dan tanggung gugat

6) Meningkatkan kerja sama antar tim

7) Sebagai bahan acuan dalam pengumpulan data

2.4 Motivasi

2.4.1 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan

bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama

secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan

(Hasibuan, 2005). Sperling dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa

motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam

diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri dan terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang

(19)

Gibson (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang

timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan

perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau

menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung

secara wajar. Menurut Nawawi (2003), kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau

menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara

sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), motivasi dapat diartikan sebagai

daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji,

maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi

tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan.

Rangsangan terhadap hal dimaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan

motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan

pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri

petugas yang perlu dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap

lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan petugas agar

(20)

2.4.2 Teori Motivasi

Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi

manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi

oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson (1996), secara

umum mengacu pada 2 (dua) kategori :

1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.

2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Lebih lanjut Gibson (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut :

1. Teori kepuasan terdiri dari :

a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow

b.Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer d.Teori prestasi dari McClelland

2. Teori Proses terdiri dari :

a. Teori harapan

b.Teori pembentukan perilaku

c. Teori keadilan

Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di

(21)

a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow

Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah

disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya

faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia

bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang

menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai

salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia

termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada di dalam hidupnya, diantaranya :a).

Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan

paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun,

asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa

memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status,

titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan

kemampuan, skill, dan potensi.

Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun,

tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat

kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala

kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan

oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).

b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan

(22)

memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi

karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,

khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua,

kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan

Hall dalam Timpe, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat

dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut

teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor

pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau

ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari

dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang

datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja (Sutrisno,

2012).

Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang

memungkinkannya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat

otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama

tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka

yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang

diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan

(23)

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai

untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan

dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,

faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor

intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang

lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih

memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih

rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor

motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru (buruh kasar)

sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh

dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar

mereka.

Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan

bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi,

(Grensing dalam Timpe, 2002). Motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh

Herzberg dalam Hasibuan (2005), terdiri dari faktor intrinsik dan ekstrinsik, yang

disebut faktor intrinsik meliputi :

1) Tanggung Jawab (Responsibility)

Setiap orang ingin diikutsertakan dan ngin diakui sebagai orang yang berpotensi,

dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul

(24)

2) Prestasi yang Diraih (Achievement)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian

prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan

untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan Orang Lain (Recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan

bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu Sendiri (The Work it Self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma

tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,

tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,

merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi

motivasi untuk berforma tinggi.

5) Kemungkinan Pengembangan (The Possibility of Growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya

misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang

pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh

dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih

giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (Advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai

(25)

promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan

pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan

menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja

menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara

lain :

1). Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada

tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem

kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi

pegawai.

2). Keamanan dan keselamatan kerja

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.

3). Kondisi kerja

Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh

peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam

bekerja sehari-hari.

4). Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh

suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun

(26)

5). Prosedur perusahaan

Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian

evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh

terhadap motivasi pekerja.

6). Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan

kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja

memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari

pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa

yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan

statusnya.

c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer

Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok

manusia yaitu: a). Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b). Relatednes

(keterhubungan) ; Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi

(kebutuhan sosial dan penghargaan). c). Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).

d. Teori Kebutuhan dari McClelland

Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus

pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam

(27)

a). Kebutuhan akan Prestasi (Need for Achievement)

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan

semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang

maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang

tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya.

b). Kebutuhan akan Kekuasaan (Need for Power )

Kebutuhan akan Kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta

mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang

terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat

bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.

c). Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affiliation)

Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat

bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja

seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain,

perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.

e. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan

(28)

orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu

jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan

besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya

suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi

perangsang seseorang dalam bekerja giat.

f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)

Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan

kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut

dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement

dan skinerian conditioning.

Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas pengaruh hukum (law of effect), yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan sering diulang sedangkan perilaku konsekuensi hukuman tidak diulang. Perilaku pegawai dimasa yang akan

datang dapat diperkirakan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman dimasa lalu.

Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi

kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka

pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila

konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakunya

untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

g. Teori Keadilan (Equity Theory)

Menurut Davis (2004), keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam

(29)

adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai

akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut

diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.

Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang

menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok,

malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha

mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang

relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang

diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka

termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan

kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka

dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga

pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan

adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan

tugas untuk mencapai tujuan.

Untuk memahami motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua

arah yang dikemukakan Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang

dikembangkan Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai

(30)

2.5. Kompetensi Bidan

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan

suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta

didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut (Wibowo, 2007).

Menurut Boyatzis (Hutapea P dan Thoha N, 2008), kompetensi didefenisikan sebagai

“kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu

memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerja dalam suatu organisasi sehingga orang

tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan”.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor: 101 Tahun 2000 dalam Sutrisno

(2012), tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS),

menjelaskan konsep kompetensi, adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki

oleh seorang PNS, berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang

diperlukan dalam pelaksanaan tugas.

Kompetensi Bidan adalah kemampuan bidan untuk mengerjakan suatu tugas

dan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja

(Kemdikbud, 2011). Sementara itu menurut PP IBI (2007) Kompetensi bidan adalah

keahlian yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus

dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai

tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai standar

(31)

Kompetensi tersebut dikelompokkan dalam dua kategori yaitu kompetensi inti

atau dasar merupakan kompetansi minimal yang mutlak dimiliki oleh bidan dan

kompetensi tambahan atau lanjutan merupakan pengembangan dari pengetahuan dan

keterampilan dasar untuk mendukung tugas bidan dalam memenuhi tuntutan atau

kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis serta pengembangan iptek (PP IBI, 2007)

Dengan melihat batasan tersebut, maka kompetensi bidan adalah kemampuan

dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang bidan berupa pengetahuan, keterampilan

dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas bidan secara profesional.

2.5.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang. Pengetahuan

adalah komponen utama kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah

diidentifikasikan (Hutapea P dan Thoha N, 2008). Notoatmodjo (2007) berpendapat

bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu.

Sulistiyani dan Rosidah (2003) mengemukakan konsep pengetahuan lebih

berorientasi pada intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas sempitnya

wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan

akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non

formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah,

daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan

pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu

(32)

Menurut Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2007) Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) yang memiliki 6 tingkatan yaitu :

1. Tahu (know), mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) tehadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension), suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau mengerti harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application), kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situai yang lain. Misalnya : dapat menggunakan

prinsip – prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis), kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

(33)

penggunaan kata – kata kerja; dapat menggambarkan (membuat sebagian),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis), kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi –

formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan,

menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau umusan – rumusan yang

telah ada.

6. Evaluasi (evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada,

misalnya dapat membandingkan anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi.

Merujuk pada beberapa teori dan pendapat yang mendefenisikan tentang

pengetahuan yang dijabarkan di atas maka Pengetahuan Bidan adalah kemampuan

bidan terhadap semua tingkatan pengetahuan, mulai dari tahu, memahami hingga

dalam dapat mengevaluasi materi – materi yang telah ditetapkan sebagai pengetahuan

pengelolaan persalinan ibu, dengan standar yang telah ditentukan. Dengan

pengetahuan yang luas tentang ilmu kebidanannya diharapkan seorang bidan mampu

melaksanankan pekerjaannya dengan baik dan produktif.

Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat memberikan

(34)

kehamilan termasuk deteksi dini dan pengobatan atau rujukan pada komplikasi

tertentu. Pengetahuan ini meliputi (Kemdikbud, 2011):

1. Anatomi dan fisiologi tubuh manusia

2. Biologi reproduksi manusia termasuk siklus menstruasi, dan proses konsepsi

3. Tanda dan gejala kehamilan

4. Pemeriksaan dan tes untuk memastikan kehamilan

5. Metode untuk diagnosis kehamilan ektopik

6. Prinsip penghitungan usia kehamilan berdasarkan siklus menstruasi, ukuran

dan pembesaran rahim, dan penggunaan USG (jika tersedia).

7. Data riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan pada setiap

kunjungan

8. Manifestasi dari tingkat mutilasi (pemotongan) alat kelamin perempuan dan

dampak yang mungkin terjadi terhadap kesehatan perempuan, termasuk

proses kelahiran.

9. Pemeriksaan tes laboratorium sesuai dengan kebutuhan (misalnya HB, tes

urine untuk gula, protein, aseton, bakteri).

10.Perkembangan normal kehamilan: perubahan fisik, ketidaknyamanan umum,

pembesaran fundus sesuai usia kehamilan

11.Implikasi pembesaran fundus yang tidak sesuai usia kehamilan, termasuk

pertumbuhan janin terhambat/ terbatas, oligo dan polihidramnion, janin lebih

(35)

12.Faktor risiko pada janin yang memerlukan rujukan ibu hamil ke tingkat

pelayanan yang lebih tinggi sebelum terjadi persalinan dan kelahiran.

13.Perubahan psikologis normal pada kehamilan, indikator stres psikososial, dan

dampaknya terhadap kehamilan ibu dan keluarga.

14.Ketersedian bahan/obat tradisional non farmakologi yang aman untuk

menghilangkan ketidaknyamanan selama kehamilan.

15.Bagaimana menentukan kesejahteraan janin selama kehamilan termasuk detak

jantung janin dan pola aktivitas.

16.Kebutuhan gizi perempuan hamil dan janin

17.Pendidikan kesehatan dalam kehamilan (misalnya, informasi cara mengurangi

ketidaknyamanan umum, kebersihan, seksualitas, olaraga, dan bekerja di

dalam atau di luar rumah)

18.Prinsip dasar obat farmakokinetik yang diresepkan, diberikan atau diserahkan

kepada perempuan selama kehamilan

19.Efek obat yang diresepkan, obat bebas, obat tradisional, serta pemberian obat

dengan dosis yang berlebihan pada kehamilan dan janin

20.Dampak merokok, penyalahgunaan alkohol dan napza pada ibu hamil dan

janin.

21.Perencanaan persalinan (persiapan untuk persalinan, kelahiran, dan

kegawatdaruratan).

22.Persiapan keluarga untuk menyambut kelahiran bayi

(36)

24.Teknik untuk meningkatkan relaksasi dan cara mengatasi nyeri selama proses

persalinan.

25.Tanda, gejala dan dampak yang mungkin terjadi pada kondisi yang

mengancam jiwa perempuan hamil dan / atau janinnya, (misalnya,

pre-eklampsia/eklampsia, perdarahan pevaginam, persalinan prematur, anemia

berat, Rh isoimmunisation, sifilis).

26.Cara dan metode menasihati tentang perawatan, pengobatan dan dukungan

untuk perempuan hamil HIV-positif termasuk langkah-langkah untuk

mencegah penularan ibu-ke-bayi (PMTCT) (termasuk pilihan pemberian

makan).

27.Tanda, gejala dan indikasi untuk melakukan rujukan dengan komplikasi

tertentu yang mempengaruhi ibu atau janin (misalnya, asma, infeksi HIV,

diabetes, kondisi jantung, malpresentations/kelainan letak, gangguan plasenta,

kelahiran prematur, kehamilan lewat waktu).

28.Langkah-langkah untuk pencegahan dan pengendalian malaria dalam

kehamilan, menurut pola penyakit daerah, termasuk pengobatan pencegahan

intermittent (IPT) dan promosi kelambu berinsektisida (ITN)

29.Farmakologi dasar obat cacing pada kehamilan (sesuai dengan kebutuhan).

(37)

2.5.2. Keterampilan

Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional

mengenai bidang tertentu yang bersifat kekaryaan, berkaitan dengan kemampuan

seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan yang bersifat

teknis yang diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Dengan keterampilan yang

dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara

produktif Sulistiyani dan Rosidah (2003).

Menurut Blanchard dan Hersey (1995) dalam Makmur (2008) ada tiga faktor

kemampuan yang mempengaruhi Bidan untuk melaksanakan tugas yaitu :

1. Kemampuan Tekhnis (Technical skill) yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan

tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan pelatihan.

2. Kemampuan Sosial (Human Skill) yaitu kemampuan dalam bekerja dengan dan melalui orang lain.

3. Kemampuan Konsepsual (Conceptual Skill) yaitu kemampuan memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit kerja masing –

masing ke dalam bidang organisasi secara menyeluruh.

Selain itu ada tiga keterampilan interpersonal untuk mengefektifkan kerja,

yaitu:

(38)

sesuai dengan obyek yang diterimanya. Persepsi adalah suatu proses menyeleksi

stimulus dan diartikan. Persepsi mencakup penafsiran objek, penerimaan

stimulus, pengorganisasian stimulus dan penafsiran terhadap stimulus yang telah

diorganisasikan dengan cara mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku.

2. Presenting Yourself yaitu pengendalian diri terhadap perilaku orang lain, karena perilaku yang dimunculkan mereka sering diterima tidak tepat yang berhubungan

dengan sikap, emosi dan motif. Begitu pula mimik, gerakan tubuh, dan suara

dapat pula mempengaruhi perilaku kita dan orang lain.

3. Keterampilan Pengarahan Efektif (Effective Coaching Skill), Gallwey berpendapat bahwa coaching berarti membuka potensi orang yang diarahkan

untuk memaksimalkan kinerjanya. Sifat dasar coaching adalah membangkitkan

kesadaran dan tanggung jawab.

Berdasarkan uraian beberapa teori tentang keterampilan diatas maka

keterampilan adalah kemampuan bidan memperagakan/ mengimplementasi dari

pengetahuan bidan terhadap kegiatan operasional yang sesuai dengan tupoksinya dari

mulai hingga tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai standar waktu yang telah

ditentukan.

Bidan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk dapat memberikan

pelayanan antenatal berkualitas tinggi guna memaksimalkan kesehatan perempuan

selama kehamilan termasuk deteksi dini dan pengobatan atau rujukan pada

komplikasi tertentu. Keterampilan tersebut meliputi (Kemdikbud, 2011):

(39)

2. Melakukan pemeriksaan fisik dan menjelaskan temuan pada ibu.

3. Mengukur dan menilai tanda-tanda vital ibu termasuk suhu, tekanan darah,

denyut nadi dan pernafasan.

4. Menilai gizi ibu hamil dan hubungannya dengan pertumbuhan janin;

memberikan nasihat yang sesuai dengan kebutuhan gizi ibu dan cara

memenuhinya.

5. Melakukan pemeriksaan abdominal lengkap termasuk mengukur tinggi

fundus, letak, posisi, dan presentasi janin.

6. Menilai pertumbuhan janin melalui pemeriksaan manual/ perabaan dengan

tangan.

7. Mengevaluasi lokasi plasenta, volume cairan ketuban dan pertumbuhan janin

dengan menggunakan visualisasi USG dan pengukuran (jika peralatan tersedia

untuk digunakan).

8. Mendengarkan detak jantung janin, meraba rahim untuk melihat aktivitas

janin dan menginterpretasikan temuan.

9. Memantau denyut jantung janin dengan leannec atau doppler (jika tersedia).

10.Melakukan pemeriksaan dalam jika ada indikasi selama kehamilan.

11.Menghitung dan memperkirakan tanggal kelahiran.

12.Memberikan pendidikan kesehatan pada perempuan dan keluarga tentang

perkembangan kehamilan normal, gejala dan tanda bahaya, kapan dan

(40)

13.Menjelaskan dan/atau mendemontrasikan langkah-langkah untuk mengurangi

ketidaknyamanan umum selama kehamilan.

14.Memberikan bimbingan dan persiapan dasar untuk persalinan, kelahiran dan

kesiapan menjadi orang tua.

15.Mengidentifikasi kelainan normal selama kehamilan :

a. gizi kurang dan atau tidak memadai

b. Pembesaran uterus yang tidak sesuai umur kehamilan, dicurigai oligo atau

polihidramnion, dan kehamilan molar

c. Peningkatan tekanan darah, proteinuria, adanya edema signifikan, nyeri

kepala, perubahan visual, nyeri epigastrium yang berhubungan dengan

kenaikan tekanan darah

d. Pendarahan pervaginam

e. Kehamilan ganda, kelainan letak / malpresentasi pada masa aterm (≥ 36

minggu)

f. Kematian janin intrauterine

g. Ketuban pecah sebelum waktu

h. Status HIV positif dan / atau AIDS

i. Hepatitis B dan C positif

16. Menulis Permintaan obat untuk pengobatan dan penyelamatan jiwa

(misalnya, antibiotik, antikonvulsan, anti-malaria, antihipertensi,

antiretroviral) dan memberikan pada perempuan dengan kasus tertentu sesuai

(41)

17.Mendeteksi ketidaknormalan selama kehamilan dan melakukan rujukan pada

kondisi perempuan yang membutuhkan intervensi lebih lanjut.

2.5.3. Sikap

Campbel (1950) mengemukakan bahwa sikap adalah sekumpulan respon yang

konsisten terhadap objek sosial. Penekanan konsistensi respon ini memberikan

muatan emosional pada definisi yang dikemukakan. Sikap tidak hanya

kecenderungan merespon yang diperoleh dari pengalaman tetapi sikap respon tersebut

harus konsisten. Pengalaman memberikan kesempatan bagi incividu untuk belajar

(Wawan, 2010).

Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan,

jalan pikiran dan perilaku. Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang

melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara

tertentu (Wawan, 2010).

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang : Komponen

kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,

komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu.

Komponen afektif, merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap

dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang

mungkin mengubah sikap seseorang.

Komponen konatif, merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

(42)

kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Wawan,

2010).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan

(Notoatmodjo, 2007 :

1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah

berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/pernyataan responden

terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner

(Notoatmodjo, 2007).

Sikap bidan dalam pelayanan pada ibu hamil dapat dilihat pada hal-hal berikut

(43)

1. Menunjukkan sikap profesional sesuai dengan kode etik kebidanan.

2. Mengembangkan praktik kebidanan dengan berpedoman pada standar profesi.

3. Menghargai perempuan dan keluarganya tanpa membedakan status sosial,

budaya, dan tradisi yang diyakininya.

4. Mengakui kelebihan orang lain tanpa memandang status sosial

5. Menyadari keterbatasan diri, baik sebagai manusia maupun sebagai bidan

6. Menghargai hak azasi manusia khususnya hak perempuan dalam kesehatan

reproduksi

7. Bertanggung jawab dan mempertanggunjawabkan pelayanan kebidanan yang

dilakukannya

8. Menghargai keputusan perempuan terkait dengan kesehatan reproduksinya

9. Menjaga kerahasiaan perempuan terkait dengan kehidupan dan kesehatan

reproduksinya

10.Menghormati martabat perempuan dan keluarganya

11.Menjalin kemitraan dengan perempuan dan keluarganya dalam pengambilan

keputusan terhadap kepentingan kesehatan reproduksinya

12.Membangkitkan rasa percaya diri perempuan dan keluarganya ketika

mendiskusikan tentang kesehatan reproduksinya

2.6 Landasan Teori

Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada teori

(44)

serangkaian kondisi intrinsik yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan

menggerakkan motivasi, sehingga menghasilkan prestasi yang baik dan jika tidak ada

menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan (pekerja bersifat netral dalam

melakukan pekerjaannya) faktor ini dinamakan (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation. Motivasi intrinsik dalam penelitian ini meliputi: a) Tanggung jawab, b) Prestasi yang diraih, c) Pengakuan orang lain, d)

Pekerjaan itu, e) Kemungkinan pengembangan, f) Kemajuan. Sedangkan ketika

hygienes faktor buruk pekerjaan tidak memuaskan, namun hygienes faktor baik hanya menghilangkan ketidakpuasan dan faktor tersebut tidak dengan sendirinya

menyebabkan orang menjadi sangat puas. Faktor ini dinamakan disatisfier atau

ekstrinsic motivation. Motivasi ekstrinsik dalam penelitian ini meliputi: a) Gaji, b) Keamanan dan keselamatan kerja, c) Kondisi kerja, d) Hubungan kerja, e) Prosedur

perusahaan, f) Status.

Kompetensi Bidan adalah kemampuan bidan untuk mengerjakan suatu tugas

dan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja

(Kemdikbud, 2011). Sementara itu menurut PP IBI (2004) Kompetensi bidan adalah

pengetahuan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus

dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai

tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai standar

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat.

Donabedian, 1988 (dalam Pohan, 2007), mengusulkan tiga kategori indikator

(45)

kewenangan, komite-komite, personel, peralatan, gedung, rekam medic, keuangan,

perbekalan, obat, dan fasilitas), proses (apa yang harus dilakukan, bagaimana

melakukannya dan bagaimana system bekerja), keluaran (apa yang diharapkan akan

terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa

keberhasilan tersebut akan diukur).

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Motivasi

Intrinsik

a. Tanggung Jawab b.Prestasi

c. Pengakuan Orang Lain d.Pekerjaan itu Sendiri

e. Kemungkinan Pengembangan f. Kemajuan

Ekstrinsik

a. Gaji

Gambar

Gambar  2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Namun kehadiran dari identitas virtual tersebut tidak dapat begitu saja disamakan dengan identitas manusia sebagai personal dalam dunia nyata, karena identitas dalam

Dalam sebuah iklan yang sering dijumpai terkadang keberadaan model perempuan tidak ada keterkaitan antara produk yang diiklankan dengan kepentingan untuk memenuhi

Ditambahkan oleh Hartley (2010:42-43) bahwa cultural studies telah mengembangkan kerangka kerja yang berusaha untuk memulihkan dan menempatkan budaya kelompok

Data pengamatan rata-rata panjang tangkai dilakukan setiap kali panen dengan cara mengukur mulai dari pangkal tangkai hingga ujung tangkai menggunakan penggaris.Parameter panjang

kesehatan reproduksi remaja terhadap kesiapan menghadapi pubertas pada siswa. kelas VII di SMP Muhammadiyah 2

Sementara untuk tekanan darah diastolik dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi seduhan rosella dan madu tidak terdapat perbedaan rerata penurunan tekanan darah diastolik

Dikaji dari aspek pengaturan, tata cara Pembayaran PKB dan BBNKB, serta realisasi penerimaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 sampai 2013

Modal Sendiri mempunyai pengaruh yang kecil terhadap perolehan Sisa Hasil Usaha pada Koperasi Keluarga Pegawai ITB Kota Bandung. Modal Sendiri mempengaruhi perolehan Sisa Hasil