• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.5.1.5 Jenis-Jenis Pelayanan Publik

1.5.2. Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui

aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan.

Kualitas pelayan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal sebagai konsep pelayan prima. Kualitas pelayanan publik merupakan mutu atau kualitas pelayan birokrat terhadap masyarakat yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan/masyarakat. (Sinambela, 2008).

Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. (Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 7).

Berdasarkan beberapa defenisi tentang kualitas pelayan public diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan publik adalah seluruh karateristik pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan (pegawai) kepada penerima layanan (publik) dalam suatu organisasi dengan menutamakan rasa puas bagi si penerima layanan/masyarakat.

Lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan (Bediono, 2003) yaitu:

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu Instansi dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, ruang tunggu, dan lain sebagainya),

perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan/instansi untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam pelayanan.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan/instansi diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

1.5.3.Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson (Handayaningrat, 2005) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Georgopolous dan Tannembaum (2000) mengemukakan, efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sasaran maupun tujuan.

Menurut Steers (2001) mengemukakan, bahwa efektivitas adalah jangkauan usahasuatu program sebgai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu, serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya.

Lebih lanjut menurut Kurniawan (2005), Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.

Dari beberapa pendapat diatas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (2002) yang menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, maka akan semakin tinggi efektivitasnya.

Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output).

Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur, sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

1.5.4. E-Procurement

E-Procurement menurut Sutedi (2012) adalah sebuah sistem lelang dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dengan memanfaatkan teknologi, informasi dan komuni-kasi berbasis internet, agar dapat berlangsung secara efektif, efisien, terbuka, dan akuntabel. Hal ini hampir sama dengan penjelasan dari Indrajit yang

dikutip oleh Andrianto (2007) bahwa e-Procurement diartikan sebagai sebuah proses digitalisasi tender/lelang penga-daan barang/jasa pemerintah berbantuan

internet. Definisi lebih sederhana disampaikan oleh Andrianto (2007), bahwa e-Procurement adalah proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui

lelang secara elektronik.

E-Procurement adalah pengadaan secara elektronik atau pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Kementrian Pekerjaan Umum, 2011).

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012, pasal 37. Pengadaan secara elektronik atau e-Procurement adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

E-Procurement adalah suatu aplikasi untuk mengelola data pengadaan barang/jasa yang meliputi data pengadaan berbasis internet yang didesain untuk mencapai suatu proses pengadaan yang efektif, efisien dan terintegrasi (Purwanto, 2008).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa e-Procurement adalah pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang seluruh kegiatannya dilakukan secara online melalui website. Ruang lingkup e-Procurement meliputi proses pengumuman pengadaan barang dan jasa sampai dengan penunjukkan pemenang. Pengadaan barang dan jasa melalui proses e-Procurement diwajibkan oleh pemerintah sejak tahun 2010. Sampai dengan tahun

2012, pengadaan barang dan jasa secara e-Procurement telah dilaksanakan di 33 provinsi meliputi 731 instansi di Indonesia (www.lkpp.go.id).

Dokumen terkait