• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS SILASE C. odorata DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ISI RUMEN SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Metabolit Sekunder

3 KUALITAS SILASE C. odorata DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ISI RUMEN SAPI

ABSTRAK

Penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa fermentasi merupakan metode terbaik dalam menurunkan kandungan metabolit sekunder C.odorata, namun terjadi penurunan kandungan karbohidrat mudah tercerna sebagai akibat dari belum adanya penambahan bahan aditif berupa karbohidrat mudah larut dan kurang optimal kerja bakteri dalam proses fermentasi C.odorata. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh penambahan zat aditif berupa tepung

putak (sebagai sumber karbohidrat) dan isi rumen (sebagai sumber enzim) dalam pembuatan silase C. odorata terhadap kandungan metabolit sekunder, kualitas fisik silase, kandungan nutrien, kualitas fermentasi rumen dan kecernaan in vitro. Perlakuan yang digunakan terdiri atas 4 macam, yaitu: CO (C. odorata segar), COP (C. odorata segar + tepung putak 10%), COPR5 (C. odorata segar + tepung

putak 10% + isi rumen 5%), dan COPR10 (C. odorata segar + tepung putak 10%

+ isi rumen 10%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial 4 x 2. Faktor pertama adalah perlakuan (CO, COP, COPR4, COPR10) dan faktor kedua adalah waktu fermentasi silase (0 hari dan 21 hari). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Peubah yang diukur adalah kualitas fisik silase, kandungan konsentrasi total tanin, aktivitas trypsin

inhibitor, kandungan nutrien, konsentrasi NH3 dan VFA, serta kecernaan bahan kering (KCBK), bahan organik (KCBO) dan protein kasar (KCPK). Hasil penelitian menunjukan silase dengan penambahan aditif (tepung putak 10% dan

isi rumen 10%) menghasilkan kualitas silase yang lebih baik dibanding tanpa aditif. Persentasi jamur sebesar 1.42% dibanding tanpa aditif (1.97%). pH silase

17 dengan penambahan aditif sebesar 5.2 dibanding tanpa aditif yang mencapai pH 6.3. Penurunan tanin dan trypsin inhibitor masing-masing 17.20% dan 15.50%. Kandungan nutrien (BO dan PK) meningkat masing-masing 3.45% dan 41.81% serta terjadi penurunan serat kasar 3% bila dibandingkan silase tanpa aditif. KCBK, KCBO, dan KCPK meningkat pula masing-masing 10.79%, 8.14%, dan 18.45% dibanding silase tanpa penambahan aditif. Waktu fermentasi silase

C.odorata selama 21 hari menghasilkan kualitas silase terbaik dibanding waktu

fermentasi 0 hari.

Kata kunci: isi rumen, tepung putak, silase, tanin, trypsin inhibitor

ABSTRACT

The first stage of the study showed that fermentation was the best method to reduce the content of secondary metabolites in C. odorata. Yet, there was a decrease in readily fermentable carbohydrates content. This might related lack due easily digested as a result of the absence of the addition of the additive in the soluble carbohydrates hence lower the activity of fermentative in the fermentation process.The purpose of this study was to examine the effect of the usage of putak and rumen content as additives in the making of silage C. odorata on the content of secondary metabolites, physical quality silage, nutrient content, quality and digestibility of rumen fermentation in vitro. The treatments used were: CO (C.

odorata fresh), COP (C. odorata fresh + 10% putak), COPR5 (C. odorata fresh +

10% putak + 5% rumen content), and COPR10 (C. odorata fresh + 10% putak + 10% rumen content). The experimental design employed was completely randomized design, with 4 x 2 factorial pattern. The first factor was the treatment (CO, COP, COPR5, COPR10) and the second factor was the silage fermentation time (0 days and 21 days). Each treatment was repeated 4 times. The parameters measured were physical quality silage, concentration of total tannin, trypsin

inhibitor activity, nutrient content, concentrations of NH3 and VFA, and in vitro dry matter digestibility (IVDMD), in vitro organic matter digestibility (IVOMD) and in vitro crude protein digestibility (IVCPD). The results showed that silage with additive rate of 10% putak and 10% rumen content produced better silage quality than silage without additives. The percentage of fungi was only 1.42% in silage with additive compared to 1.97% without additives. pH of silage with addition of additives was 5.2, and without additives was 6.3. Tannin and

trypsin inhibitors were reduced by 17.20% and 15.50% respectively. Organic

matter and crude protein content increased byr 3.45% and 41.81% respectively. Crude fiber decline by 3% compared to silage without additives. The IVDMD, IVOMD, and IVCPD were also increased by 10.79%, 8.14% and 18.45% respectively. Fermentation for 21 days produced the best quality of silage compared to unfermentation ones (0 day).

18

PENDAHULUAN

Penelitian pertama menunjukkan bahwa dari delapan perlakuan yang diuji (segar, jemur, oven, rebus, rendam air, rendam NaOH, rendam HCl, dan fermentasi), semuanya mampu menurunkan metabolit sekunder C.odorata, di mana perlakuan fermentasi merupakan metode yang paling efektif dalam menurunkan kandungan tanin dan trypsin inhibitor C. odorata. Data-data tersebut menjelaskan bahwa teknik fermentasi dapat digunakan untuk menurunkan efek negatif dari senyawa anti nutrisi dalam Chromolaena odorata. Namun, timbul pertanyaan lain yaitu apakah pemberian sumber karbohidrat seperti halnya dalam proses pembuatan silage akan meningkatkan lagi nilai manfaat Chromolaena

odorata? Pertanyaan ini timbul karena dua alasan. Pertama, dalam penelitian

pertama tidak ditambahkan aditif. Kedua, kandungan protein kasar C. odorata cukup tinggi sehingga pembuatan fermentasi mungkin akan berakhir dengan pembusukan karena protein cenderung meningkatkan pH sehingga aktivitas mikroba asam laktat akan terhambat.

Putak merupakan salah satu bahan sumber karbohidrat lokal yang sudah

umum dikenal masyarakat di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Putak diperoleh dari bagian tengah (isi) batang pohon gewang (Corypha elata robx) (Hilakore et

al. 2013). Tepung putak mengandung bahan organik 95.17%, protein kasar 9.79%,

serat kasar 5.39%, lemak kasar 0.84%, dan BETN 79.15%. Tepung putak dapat dimanfaatkan sebagai bahan sumber karbohidrat yang mudah dan murah dalam proses ensilase.

Penambahan enzim pun sangat diperlukan sehingga memaksimal kerja bakteri selama ensilase. Isi rumen sapi merupakan salah satu limbah rumah potong hewan yang belum termanfaatkan. Isi rumen adalah bahan pakan yang terdapat dalam rumen yang belum menjadi feses, namun sudah dikeluarkan dari dalam rumen karena ternak dipotong. Kandungan nutrisi isi rumen tidak berbeda dengan kandungan nutrisi bahan baku sebagai akibat dari belum tercernanya bahan pakan secara sempurna dan mengandung mikroba yang berpotensi memperbaiki kualitas pakan. Isi rumen dapat berfungsi sebagai sumber enzim menggantikan enzim komersial untuk mengatasi kualitas pakan yang rendah (Budiansyah et al. 2010) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber mikroba dalam proses ensilase. Soepranianondo (2005) melaporkan bahwa protein kasar isi rumen sapi 9.13%, dan serat kasar 34.68%. Tujuan penggunaan isi rumen adalah meningkatkan populasi bakteri agar proses fermentasi dapat berjalan dengan cepat dan memacu terbentuknya suasana asam.

Penambahan aditif putak dan isi rumen bertujuan untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat mudah larut dan memaksimalkan kerja bakteri selama proses fermentasi sehingga memacu terbentuknya suasana asam. Liukae (2007) melaporkan bahwa penambahan putak sebagai aditif dalam silase C.odorata sebanyak 10% sangat optimal mempertahankan kandungan energi dilihat dari kandungan bahan organik dan kandungan proteinnya. Kajian mengenai penambahan isi rumen sapi dalam proses pembuatan silase C. odorata belum pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan uji level isi rumen terbaik dalam silase

C. odorata. Dengan demikian, penelitian ini berupaya untuk mengkaji pengaruh

19 nutrisi dan fermentatif serta kandungan tanin dan trypsin inhibitor silase C.

odorata.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu tahap pembuatan silase dan tahapan analisis kimia (kualitas fisik, proksimat, tanin, trypsin inhibitor, dan analisis in vitro). Tahap pembuatan silase dilaksanakan di Kupang-Nusa Tenggara Timur (NTT) dari bulan Maret-Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Peternakan UNDANA. Analisis kimia dilaksanakan bulan Juni-Desember 2015. Evaluasi tanin dan komposisi proksimat dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, sedangkan evaluasi trypsin inhibitor dan kecernaan in vitro dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tanaman C. odorata yang dipanen bulan Maret 2015 di padang penggembalaan yang ada di NTT dan tepung putak. Isi rumen sapi diperoleh dari rumah potong hewan Kotamadya Kupang-NTT. Cairan rumen yang digunakan dalam analisis in vitro diperoleh dari sapi fistula milik LIPI Cibinong. Alat yang digunakan meliputi silo dari botol plastik kapasitas 1 liter, pH meter, thermometer suhu, serta alat lainnya untuk penentuan nilai nutrien dan kecernaan in vitro.

Perlakuan, Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan konfigurasi 4x2, 4 ulangan. Dimana ada 4 perlakuan penambahan aditif (CO, COP, COPR5, COPR10) dan 2 waktu fermentasi silase yang berbeda (0 hari dan 21 hari). Model matematisnya sebagai berikut:

Yijk = μ + αij + (αβ)ij + εijk Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j pada ulangan ke-k μ = rataan umum

αi = pengaruh faktor perlakuan ke-i βj =pengaruh faktor perlakuan ke-j

(αβ)ij = interaksiperlakuan ke-i dan perlakuan ke-j

εijk = eror perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j pada ulangan ke-k Rancangan perlakuan yang dicobakan sebagai berikut: CO = C. odorata segar,

COP = C. odorata segar + putak 10%,

COPR5 = C. odorata segar + putak 10% + isi rumen 5%, COPR10 = C. odorata segar + putak 10% + isi rumen 10%

20

Data pada pengamatan kualitas fisik silase dianalisis secara deskriptif sedangkan data lainnya dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan (α 0.05). Proses analisis data menggunakan SPSS versi 16.0.

Pembuatan Tepung Putak

Batang pohon gewang (Corypha elata robx) yang telah dipotong, diambil, dikeluarkan kulitnya, dicacah sekecil mungkin, dijemur dibawah sinar matahari hingga kering. Setelah kering, cacahan putak tersebut dibuat tepung menggunakan mesin penggiling.

Pembuatan Silase

Setelah dipanen, daun tanaman C. odorata dipisahkan dari batangnya. Daun ini kemudian dicacah dan dilayukan dengan tujuan menurunkan kadar air sehingga siap untuk dibuat silase. Silase dibuat dengan mencampur daun C.

odorata dengan bahan berupa putak 10% dari berat C. odorata dan isi rumen

segar masing-masing 5 % dan 10%. Setelah dicampur, bahan tersebut dimasukan dalam wadah toples 1 liter, dipadat-padatkan, ditutup rapat sehingga tidak ada udara yang masuk. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 21 hari. Sebagai pembanding, daun C. odorata dicampur dengan putak dan isi rumen segar seperti di atas tetapi tidak dilanjutkan proses fermentasi.

Pemanenan Silase

Pemanenan silase dilakukan setelah 21 hari inkubasi, di mana tutup toples dibuka lalu diukur suhunya. Selanjutnya dilakukan pengukuran kualitas fisik, meliputi aroma, tekstur, warna dan keberadaan jamur. Tahap selanjutnya adalah pengukuran pH silase. Setelah itu silase dikeringkan, sesudah kering siap digunakan untuk analisis selanjutnya.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut:

Kualitas fisik silase. Pengukuran kualitas fisik silase dilakukan dengan pengujian sensori untuk peubah aroma, tekstur, warna, dan keberadaan jamur. Indikator penilaian ditampilkan pada Lampiran 1. Suhu diukur menggunakan thermometer setelah silase dibuka, sedangkan pH diukur menggunakan pH meter (Naumann dan Bassler 1997).

Kandungan nutrien. Pengukuran nutrien bahan meliputi: a) kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), dan serat kasar (SK) C. odorata menggunakan metode AOAC (2005)

Kandungan metabolit sekunder. Pengukuran kandungan metabolit sekunder meliputi: a) Kandungan total tanin, diuji menggunakan metode titrimetric (Atanassova dan Christova-Bagdassarian 2009); b) kandungan trypsin

inhibitor menggunakan metode Kakade et al (1974).

Kualitas fermentasi rumen secara in vitro, meliputi: a) konsentrasi ammonia (NH3) diukur menggunakan metode Difusi Conway (Conway dan

21 O’Malley 1942); b) konsentrasi Volatyl Fatty Acid (VFA), diukur menggunakan metode destilasi uap (General Laboratory Procedure 1966).

Nilai kecernaan in vitro C. odorata, meliputi: a) kecernaan bahan kering (KCBK); b) kecernaan bahan organik (KCBO); c) kecernaan protein kasar (KCPK) secara in vitro menggunakan metode Tilley dan Terry (1963).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait