• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Tidur Bayi di Lolypop Kids and Baby Spa, Medan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.2.2. Kualitas Tidur Bayi di Lolypop Kids and Baby Spa, Medan

Kualitas tidur adalah mutu atau keadaan fisiologis tertentu yang didapatkan selama seseorang tidur, yang memulihkan proses-proses tubuh yang terjadi pada waktu orang itu bangun dengan jumlah tidur nREM dan REM yang tepat (Candra, 2005 dalam Agustin, 2012).

Melalui analisa 4 item pertanyaan, yakni pertanyaan nomor 1 sampai 4, didapatkan bahwa sebanyak 32 responden (64%) memperoleh waktu tidur malam lebih dari 9 jam, 49 responden (98%) terbangun malam hari dengan frekuensi kurang dari 3 kali dalam semalam dengan lama terbangun kurang dari 1 jam setiap

kali terbangun. Berdasarkan konsep yang diutarakan Wahyuni (2008), dalam Ubaya (2010), bahwa bayi dikatakan mengalami gangguan tidur yang mempengaruhi kualitas tidurnya jika pada malam hari jumlah waktu tidur kurang dari 9 jam, frekuensi terbangun lebih dari 3 kali, dan lama terbangunnya lebih dari 1 jam. Sehingga persepsi dapat mengacu bahwa mayoritas responden tidak mengalami gangguan tidur yang mempengaruhi kualitas tidurnya.

Bayi dengan usia 1-12 bulan memerlukan waktu tidur 14-15 jam per hari. Mereka masih tidur siang sebanyak 2-3 kali sehari dengan waktu tidur yang mulai diarahkan agar memiliki pola kebiasaan yang baik (Benaroch, 2012 dalam William, 2013). Analisa 6 butir pertanyaan kuesioner memunculkan data sebanyak 26 responden (52%) mendapatkan total waktu tidur lebih dari 14 jam sehari, sehingga dapat diasumsikan bahwa lebih dari setengah jumlah responden memperoleh total waktu tidur yang mencukupi sesuai dengan usia.

Dari hasil analisa distribusi data juga diperoleh sebanyak 50 responden (100%) bangun tidur di pagi hari dalam keadaan bugar dan ceria. Kualitas tidur yang buruk juga berpengaruh pada perkembangan fisik tapi juga sikapnya keesokan harinya. Bayi yang cukup tidur akan memperlihatkan ciri-ciri dapat mudah tertidur di malam hari, bugar saat bangun tidur, tidak rewel, dan tidak memerlukan waktu tidur sesuai dengan perkembangannya (Ubaya, 2010).

Pada hasil penelitian didapatkan jumlah yang seimbang antara responden yang menjalani spa bayi dengan frekuensi lebih dari dua kali dalam seminggu dan kurang dari dua kali dalam seminggu dan jumlah yang hampir seimbang antara

jumlah bayi yang mendapatkan total tidur sesuai kebutuhan dengan bayi yang tidak mendapatkan total tidur sesuai kebutuhan. Sehingga dilakukan lagi analisis data untuk membuktikan perbedaan total tidur antara responden yang menjalani frekuensi spa lebih dari dua kali seminggu dengan frekuensi spa kurang dari dua kali seminggu. Dari analisis data diperoleh bahwa ada perbedaan rata-rata total tidur antara kedua kondisi tersebut. Bayi yang menjalani spa dengan frekuensi lebih dari dua kali seminggu memiliki rata-rata total tidur lebih lama 49 menit dibandingkan dengan yang menjalani spa dengan frekuensi kurang dari dua kali seminggu. Hasil ini menunjukkan adanya kemaknaan frekuensi spa bayi terhadap total waktu tidur bayi yang menjadi salah satu indikator kualitas tidur bayi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden sebanyak 50 orang (100%) memperoleh kualitas tidur yang baik. Dari hasil ini dapat dideskripsikan bahwa bayi dengan perawatan spa bayi memperoleh kualitas tidur yang baik.

5.2.3. Hubungan Spa Bayi dengan Kualitas Tidur Bayi di Lolypop Kids and

Baby Spa, Medan

Hasil statistik dalam penelitian ini menginterpetasikan bahwa spa bayi dengan kualitas tidur bayi di Lolypop Kids and Baby Spa, Medan memiliki hubungan yang signifikan yang dibuktikan dengan nilai p=0,000 yang nilainya kurang dari level of significanceα=0,01 dengan kekuatan hubungan yang kuat dan arah hubungan yang positif berdasarkan nilai R=0,553. Hal ini mengindikasi

bahwa semakin efektif perawatan spa bayi yang dilakukan, maka semakin baik kualitas tidur yang diperoleh.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Afrina dan Widodo (2012) yang menemukan bahwa adanya pengaruh spa bayi dengan lamanya waktu tidur bayi. Dengan hasil uji wilcoxon test kelompok perlakuan didapatkan hasil p= 0,026 yang menyimpulkan bahwa adanya kemaknaan spa bayi terhadap lamanya tidur bayi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ubaya (2010) juga menunjang hasil penelitian ini. Dengan hasil statistik p= 0,000 didapatkan bahwa adanya hubungan antara frekuensi pijat bayi dengan kualitas tidur bayi di desa Kertosari, kecamatan Singorojo, kabupaten Kendal.

Agustin (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa aktivitas fisik dan kelelahan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hal ini juga dibenarkan oleh pendapat Harkreader, dkk (2007) bahwa meningkatnya latihan fisik akan meningkatkan waktu tidur REM dan NREM.

Aktivitas spa bayi yang terdiri dari kegiatan renang bayi dan pijat bayi merupakan aktivitas fisik yang tidak hanya mengakibatkan kelelahan fisik moderat, namun juga mengaktivasi pengeluaran hormon tubuh yang dapat membantu tidur menjadi lelap. Roesli (2002) dalam Fathoni., NL., Roekistiningsih (2006) mengemukakan bahwa pemijatan dapat meningkatkan kadar serotonin yang akan diubah menjadi melatonin melalui proses N-asetilisasi dan O-metilisasi di kelenjar pineal. Melatonin merupakan hormon yang disintesis

dan disekresikan oleh kelenjar pineal langsung ke dalam sirkulasi dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Sebagai respon pada keadaan gelap, sekresi melatonin akan meningkat sehingga dapat memicu tidur dengan cara menekan

wake-promoting signal pada SCN (suprachiasmatic nucleus) yang

mempertahankan kesadaran dan menghambat dorongan untuk tidur. Sehingga dalam mekanisme tidur, melatonin berperan menurunkan sleep oncet latency

melalui sleep switch model yang dapat mempertahankan keadaan tidur pada malam hari sehingga membuat tidur lebih lama dan lelap pada malam hari.

Selain itu, serotonin juga akan meningkatkan kapasitas sel reseptor yang berfungsi mengikat glukokortikoid (adrenalin, suatu hormon stress). Proses ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon adrenalin (hormon stress) sehingga bayi yang diberi perlakuan pemijatan akan tampak lebih tenang dan tidak rewel.

Yahya (2011) juga menjelaskan efek relaksasi yang ditimbulkan oleh suhu air saat renang bayi juga dapat membuat tidur bayi menjadi lebih lelap. Suhu hangat air yang berkisar antara 31˚C -32˚C akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah tubuh yang akan meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh dan juga merelaksasi otot dan penurunan aktivitas sistem neuromuscular sehingga menimbulkan efek lelap dan meningkatkan kualitas tidur bayi.

BAB 6

Dokumen terkait