• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kualitas Tidur

2.2.1 Definisi Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu untuk mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur yang buruk sering dikaitkan dengan kesehatan yang buruk (Buysse, 2008).

Menurut American Psychiatric Association (2000) dalam Wavy (2008), kualitas tidur didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun, dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur.

Menurut Lai (2001) dalam Wavy (2008), menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis.

19

2.2.2 Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang menghubungkan mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis. Sistem pengaktivasi retikularis mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalamReticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin (Hidayat, 2006). Tidur diatur oleh tiga proses, yaitu: mekanisme homeostasis, irama sirkadian dan irama ultradian.

a. Mekanisme homeostasis

Mekanisme homeostasis merupakan sebuah mekanisme yang menyebabkan seseorang terjaga dalam tidurnya (Potter & Perry, 2005).

b. Irama Sirkadian

Irama sirkadian adalah pola bioritme yang berulang selama rentang waktu 24 jam. Fluktuasi dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian dalam 24 jam (Potter & Perry, 2005).

c. Irama Ultradian

Irama ultradian merupakan kejadian berulang pada jam biologis yang kurang dari 24 jam. Siklus ultradian pada tahap tidur terdapat dua tahapan yaitu REM dan NREM.

20

2.2.3 Tidur Berkualitas

Menurut Lumbantobing (2004) mengatakan tidur berkualitas merupakan kebutuhan dasar manusia sama halnya dengan makanan bergizi dan olahraga. Selama tidur, di dalam tubuh terjadi berbagai aktivitas yang akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental. Menurut LeBourgeois (2005) dalam Saputri (2009) mengatakan kualitas tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah. Kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan PSQI yang terdiri dari tujuh komponen yaitu:

1 Kualitas tidur subyektif

Kualitas tidur subyektif merupakan evaluasi singkat terhadap tidur seseorang tentang apakah tidurnya sangat baik atau sangat buruk.

2 Latensi tidur

Latensi tidur adalah durasi mulai dari tidur hingga tertidur. Seseorang dengan kualitas tidur baik menghabiskan waktu kurang dari 15 menit untuk dapat memasuki tahap tidur selanjutnya secara lengkap.

3 Durasi tidur

Durasi tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun pada tengah malam.

4 Efisiensi kebiasaan tidur

Efisiensi kebiasaan tidur adalah rasio persentase antara jumlah total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang dihabiskan di tempat tidur.

21

5 Gangguan tidur

Gangguan tidur merupakan kondisi terputusnya tidur yang mana pola tidur bangun seseorang berubah dari pola kebiasaannya, hal ini menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas tidur seseorang

6 Penggunaan obat

Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedative mengindikasikan adanya masalah tidur. obat-obatan mempunyai efek terhadap terganggunya tidur pada tahap REM.

7 Disfungsi di siang hari

Seseorang dengan kualitas tidur yang buruk menunjukkan keadaan mengantuk ketika beraktivitas di siang hari, kurang antusias atau perhatian, tidur sepanjang siang, kelelahan, depresi, mudah mengalami distres, dan penurunan kemampuan beraktivitas.

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur diantaranya yaitu penyakit, stress emosional, obat-obatan, lingkungan, makanan minuman, dan gaya hidup (Potter & Perry, 2005).

a. Penyakit

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik atau masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi dapat mempengaruhi masalah tidur (Kozier, 2005). Menurut Potter & Perry (2005), penyakit dapat memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa, seperti memperoleh

22

posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur.

b. Stres Emosional

Kecemasan tentang masalah pribadi dapat mempengaruhi situasi tidur. Stres menyebabkan seseorang mencoba untuk tidur, namun selama siklus tidurnya klien sering terbangun atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat mempengaruhi kebiasaan tidur yang buruk (Potter & Perry, 2005). Stres emosional dapat menyebabkan tekanan yang seringkali menimbulkan frustasi sehingga individu akan mengalami kesulitas untuk memulai tidur atau sebaliknya pada beberapa individu yang stres akan menyebabkan individu cenderung lebih banyak tidur.

c. Obat-obatan

Obat tidur seringkali membawa efek samping. Pada usia dewasa dapat mengalami ketergantungan obat tidur untuk mengatasi stressor gaya hidup. Obat tidur juga seringkali digunakan untuk mengontrol atau mengatasi sakit kroniknya. Beberapa obat juga dapat menimbulkan efek samping penurunan tidur REM (Potter & Perry, 2005).

d. Lingkungan

Lingkungan tempat seorang tidur berpengaruh pada kemampuan untuk tertidur. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Tingkat cahaya, suhu dan suara dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Klien ada yang menyukai tidur dengan lampu yang dimatikan, remang-remang

23

atau tetap menyala. Suhu yang panas atau dingin menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara untuk membantu tidurnya seperti dengan musik yang lembut (Potter & Perry, 2005).

e. Gaya hidup

Seseorang yang sering berganti jam kerja dapat menyebabkan terganggunya pola tidur, sebaiknya aktivitas tersebut diatur agar tidur bisa pada waktu yang tepat (Mubarak, 2007). Menurut Rafiudin (2004), kebiasaan mengkonsumsi kafein dan alkohol juga mempunyai efek insomnia. Makan dalam porsi besar, berat dan berbumbu pada makan malam juga menyebabkan makanan sulit dicerna sehingga dapat mengganggu tidur.

2.2.5 Mekanisme Tidur

Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata cepat (REM) dan tidur dengan gerakan bola lambat (NREM). Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai dengan adanya gerakan bola mata yang cepat dan tonus otot yang sangat rendah (Potter, 2005). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat, lalu diikuti oleh fase REM (Patlak, 2005). Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar empat sampai enam siklus dalam semalam (Potter & Perry, 2005).

24

a. Tidur stadium satu

Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat (Patlak, 2005). Menurut Potter & Perry (2005) pada tahap ini akan terjadi pengurangan aktivitas fisiologis yang dimulai dengan penurunan tanda-tanda vital dan metabolisme secara bertahap.

b. Tidur stadium dua

Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu tubuh menurun (Smith & Segal, 2010). Menurut Patlak (2005), pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti.

c. Tidur stadium tiga

Tahap tiga merupakan tahap awal tidur yang dalam, yang berakhir 15 hingga 30 menit. Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit (Smith & Segal, 2010).

d. Tidur stadium empat

Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik (Smith & Segal, 2010). Menurut Potter (2005) pada tahap ini akan sangat sulit dibangunkan. Jika terjadi kurang tidur, maka orang yang tidur akan mengahabiskan waktu tidur malam yang seimbang pada tahap ini.

25

2.2.6 Pola Tidur Normal

Tidur dengan pola yang teratur ternyata lebih penting jika dibandingkan dengan jumlah jam tidur itu sendiri. Pada beberapa orang, mereka merasa cukup dengan tidur selama lima jam saja pada tiap malamnya (Kozier, 2005). Menurut Hidayat (2006), kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan seseorang.

a. Bayi

Pada bayi baru lahir membutuhkan tidur selama 14-18 jam sehari, pernafasan teratur, gerak tubuh sedikit 50% tidur NREM dan terbagi dalam tujuh periode (Asmadi, 2008).

b. Anak

Kebutuhan tidur pada anak menurun menjadi 10-12 jam sehari. Tidur siang dapat hilang pada usia tiga tahun karena sering terbangun pada malam hari yang menyebabkan mereka tidak ingin tidur pada malam hari (Asmadi, 2008). Menurut Potter & Perry (2005), pada tahap ini biasanya anak tidur sekitar 11-12 jam/hari, tidur REM, tidur sepanjang malam dan tidur siang. c. Pra sekolah

Pada usia pra sekolah biasanya waktu tidur 11-12 jam semalam. Kebanyakan pada usia ini tidak menyukai waktu tidur siang, bisa jadi anak usia empat sampai lima tahun mengalami kurang istirahat tidur dan mudah sakit jika kebutuhan tidurnya kurang terpenuhi. Sekitar 20% tidurnya adalah tidur REM (Asmadi, 2008).

26

d. Anak usia sekolah

Anak usia sekolah tidur antara 8-12 jam semalam tanpa tidur siang. Anak usia delapan tahun membutuhkan waktu kurang lebih 10 jam setiap malam (Asmadi, 2008).

e. Remaja

Kebanyakan remaja memerlukan waktu tidur sekitar 8-10 jam tiap malamnya untuk mencegah terjadinya kelemahan dan kerentanan terhadap infeksi. Tidur pada usia ini 20% adalah REM (Potter & Perry 2005).

f. Dewasa muda

Pada masa ini umumnya mereka sangat aktif dan membutuhkan waktu tidur antara tujuh sampai delapan jam dalam semalam. Kurang lebih 20% tidur mereka dalam REM. Dewasa muda yang sehat membutuhkan cukup tidur untuk berpartisipasi dalam kesibukan aktifitas karena jarang sekali mereka tidur siang (Asmadi, 2008).

g. Dewasa tengah

Pada masa ini mungkin akan mengalami insomnia atau sulit tidur, mungkin disebabkan oleh perubahan gaya hidup atau stres. Mereka biasanya tidur selama enam sampai delapan jam semalam (Asmadi, 2008).

h. Dewasa akhir

Pada dewasa akhir kebutuhan akan tidurnya kurang dari enam jam semalam. Periode tidurnya REM cenderung memelek sekitar 20-25% dan tidur tahap IV mengalami penurunan (Asmadi, 2008).

27

2.2.7 Siklus Tidur

Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak empat sampai enam kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka besok harinya dia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi lemah (Mardjono, 2008).

Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:

Tahap pratidur

NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV

Tidur REM

NREM tahap IV NREM tahap III

Gambar 2.1Tahap-tahap siklus tidur normal (Potter & Perry, 2005).

2.2.8 Cara Mengkaji Kualitas Tidur

Pengkajian ditunjukkan pada pemahaman karakteristik suatu masalah tidur dan kebiasaan tidur seseorang. Seseorang yang mengalami gangguan tidur merupakan sumber terbaik untuk menggambarkan masalah tidur dan sampai sejauh mana masalah tersebut mengganggu kualitas tidur. Ada dua kuesioner untuk mengkaji kualitas tidur yang pertama dengan menggunakan kuisioner yang terdapat pada The SMH (St. Marry’s Hospital Sleep Questionnaire) tahun 2006 yaitu kuesioner rumah sakit St. Marry tentang tidur (Potter & Perry, 2009) dan

Dokumen terkait