• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Kerentanan Pulau-Pulau Kecil

2.4.4. Kuantifikasi Kerentanan

Gambar 5. Dinamika kerentanan pulau-pulau kecil (Preston dan Stafford-Smith 2009)

2.4.4. Kuantifikasi Kerentanan

Turner et al. (2003) menggambarkan kerentanan sebagai sebuah fungsi overlay dari ketersingkapan (exposure), sensitivitas (sensitivity), dan kapasitas atau kemampuan adaptif (adaptive capacity). Selanjutnya Metzger et al. (2006) mengekspresikan konsep tersebut dalam bentuk matematika sebagai fungsi dari ketersingkapan, sensitivitas dan kapasitas adaptif sebagai berikut:

V = f (E, S, AC) (1)

atau dapat juga dituliskan sebagai fungsi dari potensi dampak (potensial impact = = PI) dan kapasitas adaptif yang dituliskan menjadi:

V = f (PI, AC) (2)

Brenkert dan Malone (2005) juga menggambarkan kerentanan suatu negara atau wilayah terhadap perubahan iklim termasuk kenaikan muka laut sebagai fungsi dari ketersingkapan, sensitivitas dan kapasitas adaptif (Gambar 6). Dimana parameter-paremeter dari ketersingkapan/keterbukaan, sensitivitas dan kapasitas adaptif akan mempengeruhi tingkat kerentanan suatu negara atau wilayah.

Gambar 6. Prototip indikator kerentanan-resiliensi

(1) Ketersingkapan

Keterkaitan antara kerentanan dengan ketersingkapan juga dikemukakan Adger (2006) dan Kasperson et al. (2005), dimana ketersingkapan merupakan salah satu konsep dari kerentanan, yang memiliki pengertian umum dalam hal tingkatan dan jangka waktu dari suatu sistem berinteraksi dengan gangguan. Ketersingkapan ini pada sebagian besar formulasi merupakan salah satu elemen pembangun kerentanan. Ketersingkapan merupakan sebuah atribut dari hubungan antara sistem dan gangguan (system and perturbation).

Ketersingkapan berhubungan dengan pengaruh atau stimulus dampak pada suatu sistem. Dalam kaitannya dengan perubahan iklim (kenaikan muka laut), tidak hanya menyangkut masalah kejadian dan pola iklim yang mempengaruhi sistem, tetapi juga dalam skala yang lebih luas seperti perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem itu sendiri yang diakibatkan oleh efek dari perubahan iklim.

Perubahan Iklim Sensitivitas Ketersingkapan (-) • Makanan • Air • Perumahan • Kesehatan

• Ekosistem Kerentanan dan Resiliensi

Kapasitas Adaptif (+) • Sumberdaya manusia • Kemampuan Ekonomi • Kapasitas lingkungan

Ketersingkapan digambarkan kondisi iklim yang berlawanan dengan operasional dari sistem dan perubahan dari kondisi tersebut (Allen 2005). Suatu masyarakat dan sistem alam yang berbeda juga akan mengalami ketersingkapan yang berbeda dalam hal besaran (magnitude) dan frekwensi dari suatu gangguan (Luers et al. 2003).

(2) Sensitivitas

Sensitivitas adalah tingkatan dari suatu sistem yang dipengaruhi atau berhubungan dengan stimulus karena perubahan iklim (Olmas 2001). Sementara itu, Allen (2005) mengemukakan bahwa sensitivitas merefleksikan respon dari suatu sistem terhadap pengaruh iklim (kenaikan muka laut) dan tingkat perubahan yang diakibatkan oleh perubahan tersebut. Sistem dikatakan sensitif apabila respon dari suatu sistem terhadap perubahan iklim tinggi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan iklim skala kecil. Pemahaman sensitivitas dari suatu sistem juga memerlukan pemahaman terhadap ambang batas dimana perubahan itu direspon oleh pengaruh iklim termasuk kenaikan muka laut. Dalam pendefinisian kerentanan dari suatu sistem, hal yang pertama diperlukan adalah pemahaman terhadap sensitivitas dari sistem terhadap tekanan yang berbeda dan mengidentifikasi ambang batas dari sistem manusia yang akan terkena dampak (Luers et al. 2003).

Adger (2006) mendefinisikan sensitivitas sebagai suatu tingkatan atau level dari sebuah sistem alam yang dapat mengabsorbsi atau menerima dampak tanpa mengalami gangguan atau penderitaan dalam jangka panjang atau mengalami perubahan signifikan dari kondisi lainya. Smit dan Wandel (2006) mengatakan bahwa sensitivitas tidak dapat dipisahkan dari ketersingkapan. Luers (2005) juga mengkombinasikan pengertian sensitivitas dan ketersingkapan, dimana mendefinisikan sensitivitas sebagai level dari sistem dalam merespon gangguan eksternal terhadap sistem. Lebih lanjut Luers (2005) mengatakan bahwa termasuk dalam konsep ini adalah kemampuan dari sistem untuk tahan terhadap perubahan dan kemampuan untuk pulih kembali ke kondisi semula setelah gangguan yang mengenai sistem berlalu.

(3) Kapasitas adaptif

Adaptasi adalah penyesuaian oleh sistem alam atau manusia dalam merespon kondisi aktual dari iklim atau dampak dari perubahan iklim. Adaptasi merujuk kepada aksi manusia dalam merespon, atau mengantisipasi proyeksi atau perubahan nyata dari iklim, sedangkan mitigasi merujuk kepada aksi untuk mencegah, mereduksi memperlambat perubahan iklim (Hulme 2002). Kapasitas adaptif adalah kemampuan dari sistem untuk menyesuaikan terhadap perubahan iklim (termasuk iklim yang berubah-ubah dan ekstrim) yang membuat potensi dampak lebih moderat, mengambil manfaat atau untuk mengatasi konsekwensi dari perubahan tersebut (Fussel dan Klien 2006). Menurut Luers (2005), kapasitas adaptif merujuk pada potensi untuk beradaptasi dan mengurangi kerentanan suatu sistem. Kapasitas adaptif menggambarkan kemampun dari suatu sistem terhadap perubahan sebagai cara untuk membuat sistem tersebut lebih baik dalam beradaptasi terhadap pengaruh eksternal. Adaptasi dapat direncanakan atau terjadi secara otomatis. Perencanaan adaptasi adalah suatu perubahan dalam mengantisipasi suatu variasi dari perubahan iklim. Perencanaan adaptasi ini sudah merupakan suatu ciri dari suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas suatu sistem untuk mengatasi konsekwensi perubahan iklim (Allen 2005). Kapasitas adaptif suatu sistem atau masyarakat menggambarkan kemampuan untuk memodifikasi karakteristik atau perilakunya sehingga mampu mengatasi dengan lebih baik dampak perubahan kondisi eksternal (Fussel dan Klein 2006).

Kapasitas adaptif merupakan sifat yang sudah melekat dari suatu sistem yang didefinisikan sebagai kapasitasnya untuk beradaptasi terhadap ketersingkapan (Smit dan Pilifosova 2003). Dalam hal ini, kapasitas adaptif direfleksikan dari resiliensi, misalnya sebuah sistem yang resilien memiliki kapasitas untuk mempersiapkan, menghindari, mentolerir dan memulihkan diri dari resiko atau dampak. Resiliensi adalah kemampuan dari suatu entitas untuk resisten atau pulih dari suatu kerusakan (SOPAC 2005). Resiliensi alami (intrinsic resilience) adalah kemampuan alami suatu entitas untuk tahan terhadap kerusakan. Sebagai contoh, seseorang memiliki sistem kekebalan yang kuat secara alami akan lebih tahan terhadap kondisi dingin dibandingkan dengan seseorang yang lemah. Resiliensi adalah kemampaun dari suatu sistem,

komunitas atau sosial beradaptasi terhadap bahaya dengan cara meningkatkan resistensinya, atau melakukan perubahan untuk mencapai atau memelihara suatu batas yang dapat diterima atau ditolerir dari suatu fungsi atau struktur. Semisal sistem sosial, hal ini ditentukan oleh tingkat kapasitas suatu organisasi meningkatkan kemampuannya untuk belajar dari gangguan alam masa lalu untuk membuat proteksi yang lebih baik pada masa yang akan datang.

Brooks (2003) mengklasifikasi faktor-faktor yang menentukan kapasitas adaptif menjadi faktor yang spesifik dan faktor general/umum dan juga berdasarkan faktor endogenous dan exogenous. Faktor penentu yang bersifat umum dalam sistem sosial adalah sumberdaya ekonomi, teknologi, informasi dan keahlian serta infrastruktur. Faktor endogenous merujuk pada karakteristik dari perilaku penduduk atau masyarakat.

Menurut Downing et al. (2001) untuk mengkuantifikasi kerentanan akan sangat sulit dilakukan bila tidak memungkinkan mengidentifikasi secara sistematis sistem yang paling rentan. Dalam kasus tertentu, sangat tergantung pada jenis tekanan dan keluaran variabel yang menjadi perhatian. Dampak tekanan relatif pada suatu wilayah dapat digunakan sebagai objek untuk mengukur kerentanan (Luers et al. 2003). Pengukuran kerentanan hanya dapat dilakukan secara akurat jika berhubungan dengan spesifik variabel dibandingkan dengan menganalisis suatu tempat/lokasi. Hal ini disebabkan karena sistem yang paling sederhanapun cukup kompleks dan akan sulit untuk menghitung seluruh variabel, proses-proses dan gangguan yang dicirikan oleh kerentanan tersebut (Luers et al. 2003). Suatu sistem dapat menurunkan atau mengurangi kerentanan dengan memodifikasi hal-hal berikut (1) bergerak kepada fungsi yang lebih baik yang dapat mengurangi sensitivitasnya terhadap tekanan yang kritis, (2) merubah posisi relatif terhadap ambang batas dari suatu dampak, dan (3) memodifikasi ketersingkapan sistem terhadap tekanan.

Dalam konteks adaptasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, UNFCCC (2007) membagi dua jenis adaptasi, yaitu adaptasi yang bersifat reaktif, seperti (a) perlindungan terhadap infrastruktur di wilayah pesisir, (b) penyadaran masyarakat untuk meningkatkan upaya perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan laut, (c) pembangunan bangunan pelindung pantai (sea wall), perlindungan dan konservasi

terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan vegetasi pantai lainnya. Adaptasi lainnya adalah adaptasi yang sifatnya antisipasi, seperti (a) implementasi konsep dan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir terpadu, (b) penyusunan rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil, (c) penyusunan peraturan tentang perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil, (d) mengembangkan kegiatan penelitian dan pemantauan pantai dan ekosistem pesisir.