• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada

pengkuantifikasian Salmonella Typhimurium pada sampel susu UHT diperoleh dua jenis kurva standar yaitu kurva standar yang dihasilkan dari isolat/template DNA dengan metode pendidihan dan kurva standar yang diperoleh dari isolat/template DNA dengan metode kit komersial. Kedua kurva standar yang dihasilkan tersebut menghasilkan efisiensi pengujian, nilai R2 dan slope yang berbeda.

1.

Kurva Standar Metode Pendidihan

Kurva standar yang dibuat dengan menggunakan isolat/template DNA dengan metode pendidihan menghasilkan slope sebesar -1,455 dimana nilai tersebut tidak berada dalam selang slope yang diharapkan, sehingga nilai efisiensi yang diperoleh tidak bagus yaitu sebesar 386,8% dan nilai R2 yang rendah yaitu sebesar 0,824. Kurva standar yang dibuat dengan metode pendidihan ini tidak dapat digunakan dalam pengkuantifikasian Salmonella Typhimurium dalam sampel susu UHT spike karena akan menyebabkan ketidaksesuaian dari hasil yang diperoleh.

Kurva standar yang dihasilkan dari isolat DNA dengan menggunakan metode pendidihan ditunjukkan pada Gambar 15. berikut ini dan nilai threshold cycle (Ct) serta kurva amplifikasi yang dihasilkan untuk membuat kurva standar ini dapat dilihat pada Lampiran 14a. dan Lampiran 14b. Kurva pelelehan dan kurva puncak pelelehan yang dihasilkan dalam membuat kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 15a. dan Lampiran 15b., sedangkan tabel suhu pelelehannya dapat dilihat pada Lampiran 15c.

Gambar 15. Kurva standar metode pendidihan

Nilai efisiensi pengujian dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah urutan sekuen yang diamplifikasi, urutan sekuen primer yang digunakan, panjang sekuen yang diamplifikasi, dan kemurnian isolat DNA/inhibitor yang terdapat pada isolat (Siebert 1999). Kurva standar yang dihasilkan dengan metode pendidihan ini memiliki efisiensi yang buruk, hal tersebut dikarenakan tidak murninya isolat DNA yang digunakan/dihasilkan dari metode pendidihan.

Ketidakmurnian isolat DNA dapat dilihat dari hasil pengukuran dengan spektrofotometer pada Lampiran 16. dimana nilai rasio tidak berada pada selang 1,8-2,0 dan nilai konsentrasi protein yang begitu tinggi. Keberadaan inhibitor pada suatu reaksi real-time PCR dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai efisiensi yang dikarenakan meningkatnya nilai Ct dan penurunan nilai absolut dari slope (Pestana et al. 2010).

Selain itu tingginya nilai persentase effisiensi yang diperoleh (>110%) menjadi indikator terjadinya pippeting error ketika dilakukannya pengenceran, terjadinya amplifikasi pada produk yang non-spesifik, dan keberadaan dari primer-dimer (Pestana et al. 2010). Primer-dimer merupakan proses saling berikatannya primer (baik itu sesama reverse primer, sesama forward primer, maupun antara reverse dan forward primer) yang teramplifikasi dan terkuantifikasi sehingga dihasilkan pengujian yang false-positive (sampel yang negatif menghasilkan uji yang positif) (Pestana et al. 2010).

Berdasarkan hasil tersebut perlu dilakukan pengembangan metode pendidihan lebih lanjut untuk mengatasi inhibitor yang terbawa pada isolat DNA salah satunya adalah dengan menambahkan Chelex-100 pada metode pendidihan seperti yang dilakukan oleh Kim et al. (2001) pada penelitiannya mengenai pengujian S. aureus pada sampel susu mastitis dimana metode pendidihan yang dilakukannya menghasilkan sensitivitas pengujian yang rendah. Chelex-100 merupakan resin pengkelat berupa kopolimer styrene divinilbenzene yang mengandung pasangan ion-ion iminodiasetat. Chelex-100 efisien diregenerasi di dalam asam encer dan dapat digunakan dalam kondisi basa, netral, dan asam lemah pada pH 4 atau lebih tinggi. Chelex-100 bertindak sebagai penukar anion pada pH yang sangat rendah. Resin chelex-100 memiliki banyak kegunaan diantaranya adalah menghilangkan logam dari reagen dan media kultur, mempurifikasi dinukleotida, menghilangkan kalsium di dalam darah, dan ekstraksi DNA untuk PCR (Bio-Rad Laboratories 2011). Kim et al. (2001) juga telah mengujikan metode pendidihan dengan menambahkan PBS dan metanol untuk menghilangkan inhibitor pada susu, namun hasilnya isolat DNA yang dihasilkan tetap mengandung inhibitor dimana mempengaruhi aktivitas Taq DNA Polimerase yang digunakan.

E=386,8% R2=0,824 slope=-1,455 y-int=35,444 Log Starting Quantity, fold dilution

Thre

shold C

y

Selain itu juga dapat menambahkan/menggantikan suatu komponen yang mengatasi inhibitor pada saat pengujian sampel susu dengan real-time PCR. Salah satunya dengan mengganti Taq DNA Polimerase dengan menggunakan Tth DNA Polimerase seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (2001). Menurutnya, Tth DNA Polimerase lebih sensitif daripada Taq DNA Polimerase dalam pengujian sampel susu karena Taq DNA Polimerase diganggu/dihambat oleh inhibitor yang terdapat pada susu. Selain itu, Tth DNA Polimerase dapat menghasilkan data yang konsisten pada pengujian sebanyak tiga kali ulangan.

2.

Kurva Standar Metode Kit Komersial

Kurva standar yang dihasilkan dari isolat/template DNA dengan menggunakan metode kit komersial ditunjukkan pada Gambar 16. di bawah ini dan nilai threshold cycle (Ct) serta kurva amplifikasi yang dihasilkan untuk membuat kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 17a dan 17b., sedangkan kurva pelelehan, kurva puncak pelelehan, dan nilai suhu pelelehannya dalat dilihat pada Lampiran 18.

Gambar 16. Kurva standar metode kit komersial

Kurva standar yang dihasilkan dari suspensi Salmonella Typhimurium dengan konsentrasi 105 hingga 108 sel/ml yang diperoleh dengan metode kit komersial memiliki nilai slope -3,3 dimana nilai tersebut termasuk ke dalam slope yang diharapkan. Oleh karena itu, nilai efisiensi yang diperoleh sangat baik yaitu sebesar 100% dengan nilai R2 mencapai 0,972. Persamaan garis dari kurva standar tersebut yaitu y = 40,564 - 3,322x dengan y adalah nilai Ct dan x adalah log konsentrasi mikroba yang diuji. Nilai tersebut dapat dihasilkan karena isolat DNA yang digunakan cukup murni dimana dapat dilihat pada Lampiran 19. Nilai efisiensi yang mendekati dan mencapai 100% adalah indikator yang baik untuk pengujian yang reliable, reproducible, dan robust (Pestana et al. 2010). Oleh karena itu, kurva standar ini dapat digunakan dalam proses kuantifikasi Salmonella Typhimurium pada sampel susu UHT spike.

Susu yang telah mengandung 3,9 x 104 CFU/ml Salmonella Typhimurium tersebut masuk ke dalam tahap isolasi/ekstraksi DNA dengan metode kit komersial dan diamplifikasi dengan real- time PCR dengan menggunakan konsentrasi dan jenis primer yang telah optimum yang diperoleh pada pengujian sebelumnya. Kurva amplifikasi dan kurva puncak pelelehan hasil pengukuran sampel susu UHT spike dengan real-time PCR dapat dilihat pada Gambar 17. dan Gambar 18 berikut ini.

Thre

shold C

y

cle

E=100% R2=0,972 slope=-3,322 y-int=40,564 Log Starting Quantity, fold dilution

Gambar 17. Kurva amplifikasi sampel susu UHT spike Salmonella Typhimurium metode kit komersial

Gambar 18. Kurva puncak pelelehan sampel susu UHT spike Salmonella Typhimurium metode kit komersial

Kurva amplifikasi tersebut menunjukkan nilai Ct untuk sampel susu UHT spike yang mengandung 3,9 x 104 CFU/ml Salmonella Typhimurium yaitu sebesar 22,58 dan spesifik Salmonella Typhimurium karena memiliki nilai Tm yang sama dengan kultur murni mikroba spesifik Salmonella Typhimurium yaitu sebesar 84,50. Nilai Ct tersebut dimasukkan ke dalam persamaan garis yang telah diperoleh sebelumnya sehingga nilai log konsentrasi Salmonella Typhimurium yang terkandung di dalam susu dengan real-time PCR dapat diketahui yaitu sebesar 5,4 atau menunjukkan jumlah konsentrasi Salmonella Typhimurium yang terdapat di dalam susu UHT adalah sebesar 105,4 atau setara dengan 2,5 x 105 cetakan DNA/ml.

Hasil dari pengujian real-time PCR tersebut tidak sama dengan hasil dari pengujian metode konvensional dengan menggunakan agar selektif XLDA yaitu sebesar 3,9 x 104 CFU/ml. Hal tersebut juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Jung et al. (2005) dimana pengkuantifikasian dengan real-time PCR menghasilkan nilai konsentrasi Salmonella Typhimurium dalam susu satu log lebih besar dibandingkan dengan metode konvensional

22,58

hitungan cawan. Berdasarkan Jung et al. hal yang sama juga terjadi pada penelitian Mayer et al. (2003) dan Hein et al. (2005) dimana hasil tersebut dapat dijelaskan karena beberapa kemungkinan yaitu nilai konsentrasi yang diperoleh dengan metode konvensional hitungan cawan bergantung pada distribusi mikroba dalam sampel, dan mikroba harus hidup dan dapat dikulturkan sedangkan real-time PCR dengan mendeteksi DNA mikroba baik mikroba tersebut hidup ataupun tidak. Selain itu, pengkuantifikasian dengan real-time PCR tergantung pada keadaan fisiologis mikroba dan efisiensi metode dalam mengekstrak/mengisolasi DNA dari dalam sel. Oleh karena itu, perbedaan hasil pengkuantifikasian yang terjadi antara real-time PCR dengan metode konvensional kemungkinan besar karena kultur murni mikroba spesifik yang diinokulasi ke dalam susu berada pada fase stasioner yang banyak mengandung sel yang telah mati dan lisis (Jung et al. 2005) sehingga DNA yang berasal dari sel mati dapat terkuantifikasi oleh real-time PCR.

Tahap pengayaan (enrichment) biasanya dilakukan sebelum pengujian dengan real-time PCR untuk mencegah pengkuantifikasian sel yang sakit dan tidak dapat tumbuh/terhitung dengan metode konvensional, namun tahap pengayaan tersebut hanya dapat menyembuhkan sel mikroba yang rusak dan tidak dapat menghidupkan sel mikroba yang telah lisis/mati. Metode lain yang dapat mencegah pengkuantifikasian sel mati adalah dengan penambahan DNAse sebelum dilakukannya pelisisan sel pada tahap isolasi/ekstraksi DNA, sehingga suspensi yang mengandung DNA di luar sel akibat lisisnya sel yang telah mati akan hancur oleh DNAse (Maurer 2006).

IV.

SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait