• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

2. Uji Chi Kudarat

Uji Chi Kuadrat merupakan uji hipotesis untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah jenis MP-ASI dan variabel terikatnya adalah perkembangan anak.

Pada penelitian ini, uji Chi Kuadrat juga digunakan untuk menguji normalitas data dengan cara melihat hasil akhir dari uji Chi Kuadrat.

commit to user

Apabila p<0.005 yang bermakna signifikan, artinya distribusi data normal, sedangkan apabila p>0.005 yang bermakna tidak signifikan, artinya distribusi data tidak normal.

Setelah peneliti melakukan analisis data dengan SPSS 17, didapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 15. Uji Chi Kuadrat Hubungan Jenis Asupan Makanan Pendamping ASI

Dominan dengan Perkembangan Anak Usia 6 – 12 bulan

Jenis Asupan MP-ASI Perkembangan Anak OR 95% CI p

Normal Suspek Jum lah 6,333 2,242 – 17,890 0,000 Pabrik an 27 0 27 Lokal 3 16 19 Jumlah 30 16 46

Dari tabel 15 di atas terlihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis asupan makanan pendamping ASI dengan perkembangan anak usia 6 – 12 bulan (p<0.005). Penulis juga melakukan analisis bivariat untuk dapat mengetahui apakah hubungan tersebut bermakna secara statistik sekaligus untuk mengetahui besarnya odds ratio dan

commit to user

confidence interval. Dari tabel 15 juga terlihat bahwa anak usia 6 – 12 bulan

yang mengkonsumi jenis asupan MP-ASI home made memiliki risiko 6 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan perkembangan dibanding dengan anak usia 6 – 12 bulan yang mengkonsumsi MP-ASI jenis fabric made (OR = 6.333% CI = 2.242 – 17.890).

Tabel 16. Uji Chi Kuadrat Hubungan Jenis Asupan Makanan Pendamping ASI

Dominan dengan Perkembangan Anak Usia 13 – 24 bulan

Jenis Asupan MP-ASI Perkembangan Anak OR 95% CI p

Normal Suspek Jum lah 2,714 1,507 – 4,890 0,001 Pabrik an 11 0 11 Lokal 7 12 19 Jumlah 18 12 30

Dari tabel 16 di atas terlihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis asupan makanan pendamping ASI dengan perkembangan anak usia 12 – 24 bulan (p<0.005). Penulis juga melakukan analisis bivariat untuk dapat mengetahui apakah hubungan tersebut bermakna secara statistik sekaligus untuk mengetahui besarnya odds ratio dan

commit to user

confidence interval. Dari tabel 16 juga terlihat bahwa anak usia 12 – 24 bulan

yang mengkonsumi MP-ASI jenis home made memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami keterlambatan perkembangan dibanding dengan anak usia 12 – 24 bulan yang mengkonsumsi MP-ASI jenis fabric made (OR = 2.714% CI = 1.507 – 4.890).

commit to user BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di beberapa posyandu di Wilayah Puskesmas Sibela Surakarta dengan menggunakan random purposive sampling. Akan tetapi, dikarenakan waktu yang tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian di semua posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas Sibela Surakarta, peneliti hanya melakukan penelitian di 11 posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas Sibela Surakarta yang pada kenyataannya memiliki 47 posyandu, baik itu posyandu balita maupun posyandu lansia.

Pada penelitian ini, peneliti membagi subjek penelitian, yaitu anak usia 6 – 24 bulan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama untuk anak usia 6 – 12 bulan, dan kelompok kedua untuk anak usia 13 – 24 bulan. Pembagian ini dikarenakan adanya kecenderungan di lapangan bahwa umumnya anak usia 6 – 12 bulan lebih sering mengkonsumsi MP-ASI dalam bentuk pabrikan, sedangkan untuk anak usia 13 – 24 bulan lebih sering mengkonsumi MP-ASI yang dibuat di rumah. Pembagian tersebut juga untuk meningkatkan validitas dari penelitian ini.

Pada tabel 15 terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis asupan MP-ASI dengan perkembangan anak usia 6 – 12 bulan (p<0.005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak usia 6 – 12 bulan yang mengkonsumsi MP-ASI dominan lokal memiliki risiko 6 kali lebih besar mengalami suspek keterlembatan perkembangan. (OR 6.333; 95% CI 2.242 – 17.890). Odds Ratio (OR) menunjukkan kekuatan dari hubungan antara variabel

commit to user

bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini, OR 6.333 menunjukkan hubungan positif yang kuat di antara kedua variabel penelitian. (Hubungan kuat : 3.00<=OR=<10.00). (Murti, 2005)

Pada tabel 16 juga terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis asupan MP-ASI dengan perkembangan anak usia 13 – 24 bulan (p<0.005). Hasil penelitian ini menunjuk.kan bahwa anak usia 13 – 24 bulan yang mengkonsumsi MP-ASI dominan lokal memiliki risiko 3 kali lebih besar mengalami suspek keterlembatan perkembangan. (OR 2.714; 95% CI 1.507 – 4.890). Odds Ratio (OR) menunjukkan kekuatan dari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini, OR 2.714 menunjukkan hubungan positif yang sedang di antara kedua variabel penelitian. (Hubungan sedang : 1.50<=OR<3.00). (Murti, 2005)

Seperti yang telah peneliti paparkan di atas, bahwa hasil uji Chi Kuadrat pada dua kelompok penelitian kali ini adalah signifikan (p < 0,005). Hal itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis asupan MP-ASI dengan perkembangan anak usia 6 – 24 bulan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang peneliti paparkan pada Bab tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa salah satu kelebihan MP-ASI pabrikan adalah kadar gizinya yang telah diukur oleh Departemen Kesehatan RI untuk disesuaikan terhadap kebutuhan gizi anak-anak yang mengkonsumsinya. Kadar kandungan gizi yang telah terukur tersebut secara langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan anak dikarenakan zat gizi makronutrien dan mikroutrien yang terkandung di dalamnya merupakan faktor yang berpengaruh pada maturitas

commit to user

otak dan pembentukan jaringan-jaringan tubuh di masa keemasan tumbuh kembang anak, yaitu pada usia 1 – 3 tahun yang lebih dikenal dengan gold

period.

Sedangkan untuk MP-ASI lokal, seperti yang telah juga peneliti paparkan pada Bab tinjauan pustaka bahwa salah satu kekurangannya adalah kadar gizinya yang tidak terukur secara jelas walaupun dalam KMS telah tercantum cara pembuatan MP-ASI yang bergizi baik. Akan tetapi, terkadang ibu rumah tangga tidak terlalu memperhatikan hal tersebut. Sehingga nantinya konsumsi MP-ASI yang tidak terukur secara jelas kadar gizinya dapat mempengaruhi perkembangan anak karena ketidaksesuaian antara asupan gizi dan kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh anak.

Akan tetapi, penelitian ini juga mempunyai kelemahan. Penelitian ini dipengaruhi juga oleh beberapa faktor perancu, salah satunya dari faktor lingkungan di sekitar anak tersebut. Seperti yang diketahui bahwa tingkat sosial ekonomi, pekerjaan orang tua, dan tingkat pendidikan orang tua termasuk dalam variabel luar yang tidak terkendali pada penelitian ini. Untuk itu, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak yang mengkonsumi MP-ASI dominan lokal mempunyai kecenderungan untuk mengalami keterlambatan dalam perkembangan dapat juga dipengaruhi oleh beberapa variabel luar yang tidak terkendali di atas.

Sejalan dengan penelitian ini, pada penelitian sebelumnya yang cukup berkaitan dengan penelitian ini, menyebutkan bahwa frekuensi dalam pemberian MP-ASI mempengaruhi status gizi anak. (Ritasari, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI dalam jumlah cukup merupakan salah satu faktor

commit to user

tercapainya status gizi anak yang baik. Akan tetapi, pada penelitian lain, didapatkan hasil penelitian yang tidak signifikan pada hubungan jenis asupan MP-ASI dominan dengan status gizi anak usia 6 – 24 bulan (Pratiwi, 2010). Hal itu disebabkan oleh tidak hanya jenis asupan MP-ASI saja yang mempengaruhi status gizi anak, akan tetapi juga banyak terdapat faktor perancu lain, di antaranya adalah faktor lingkungan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada usia 6 – 12 bulan anak lebih banyak mengkonsumsi jenis MP-ASI dominan pabrikan. Hasil itu sesuai dengan teori yang telah peneliti paparkan di bab tinjauan pustaka yang menyebutkan bahwa umumnya anak usia 6 – 12 bulan cenderung lebih banyak mengkonsumsi jenis MP-ASI dominan pabrikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor waktu dan tenaga. Pada umumnya, orang tua cenderung lebih menginginkan segala sesuatu yang praktis dalam hal menyiapkan makan untuk anaknya pada tahun pertama. Kemungkinan juga anak yang lebih suka mengkonsumi MP-ASI dominan pabrikankarena dirasa lebih lezat dan dapat meningkatkan selera makan. Sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada usia 13 – 24 bulan anak lebih banyak mengkonsumis jenis MP-ASI dominan lokal. Hal itu sesuai dengan teori yang telah peneliti paparkan di bab tinjauan pustaka yang menyebutkan bahwa umumnya anak usia 13 – 24 bulan cenderung lebih banyak mengkonsumsi jenis MP-ASI dominan lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kebutuhan anak itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa ada beberapa tahap dalam pemberian makanan pada anak. Pada anak usia di atas 12 bulan, anak harusnya sudah diperkenalkan pada makanan keluarga berupa makanan yang

commit to user

biasa dikonsumsi oleh orang dewasa akan tetapi tanpa garam, gula, penyedap, dan santan. Contohnya, makanan seperti tim yang dibuat sendiri di rumah tangga.

Pemilihan pemberian MP-ASI pada anak usia 6-24 bulan dikarenakan berbagai faktor, salah satunya adalah usia 6-24 bulan termasuk periode emas tumbuh kembang anak. Dapat dikatakan periode emas karena pada masa itu sel-sel tubuh bertumbuh paling pesat, terutama sel-sel-sel-sel otak yang nantinya akan berpengaruh pada perkembangan anak. Maka usia 6-24 bulan bukan hanya periode emas tumbuh kembang anak, melainkan dapat menjadi periode kritis apabila asupan gizi tidak adekuat.

Kandungan nutrien (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain sebagainya) dalam MP-ASI, baik itu MP-ASI lokal maupun MP-ASI pabrikan bermacam-macam bentuk dan fungsinya. Secara umum, nutrien tersebut akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Makronutrien dan mikronutrien berpengaruh terhadap maturitas otak dan pembentukan jaringan-jaringan tubuh saat masih ada di dalam kandungan sampai bayi terlahir dan bertumbuh kembang. Apabila asupan MP-ASI tidak adekuat maka akan berpengaruh pada perkembangan otak anak, sehingga nantinya akan mempengaruhi perkembangan anak.

Seiring dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka ibu harus menyesuaikan tekstur, frekuensi dan porsi makanan yang sesuai dengan usia anak. Perlu diperhatikan juga pemberian ASI lanjutan sampai usia 2 tahun atau lebih dengan frekuensi sesuka bayi. Kebutuhan energi dari makanan bayi adalah sekitar 200 kcal/hari untuk bayi usia 6-8 bulan, 300 kcal/hari untuk bayi usia 9-11

commit to user

bulan, dan 550 kcal/hari untuk anak usia 12-23 bulan Makanan pertama bayi sebaiknya adalah golongan beras dan sereal karena berdaya alergi rendah. Beras dan sereal dihaluskan menjadi tepung, tim dengan air secukupnya sampai matang, kemudian campurkan dengan ASI atau air matang untuk membentuk tekstur semi cair. (Almatsier, 2001)

Secara berangsur-angsur, anak mulai diperkenalkan dengan sayuran yang dikukus dan dihaluskan dan kemudian buah yang dihaluskan, kecuali pisang dan alpukat matang, serta perlu diingat untuk jangan berikan buah/sayuran mentah. Setelah bayi dapat mentolerir beras/sereal, sayur dan buah dengan baik, berikan sumber protein (tahu, tempe, ati ayam, daging ayam atau sapi) yang dikukus dan dihaluskan. Setelah bayi mampu mengkoordinasikan lidahnya dengan lebih baik, secara bertahap bubur dibuat lebih kental (kurangi campuran air), kemudian menjadi lebih kasar (disaring kemudian cincang halus), lalu menjadi kasar (cincang kasar) dan akhirnya bayi siap menerima makanan padat yang dikonsumsi keluarga. (Pudjiaji, 2001)

Sejumlah jenis makanan harus ditunda pemberiannya karena merupakan pencetus alergi, sedangkan sejumlah jenis lainnya harus ditunda pemberiannya karena mempunyai kandungan dan bentuk yang berbahaya bagi anak di usia tertentu. Pemberian makanan pendamping ASI memang perlu menjadi perhatian karena nantinya akan berpengaruh pada perkembangan anak pada periode emasnya. (Albar, 2004)

commit to user

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor genetik, faktor hormonal, dan faktor lingkungan. Ketiganya saling terkait dan menujang tercapainya tumbuh kembang anak yang optimal. (Soetjiningsih, 1995)

Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung sejak konsepsi sampai remaja, dan saling berkaitan satu sama lain. Pada umumnya bila pertumbuhan mengalami gangguan maka akan memberikan dampak pula pada aspek perkembangan. Untuk itu dalam pemantauan perlu dilakukan secara berkesinambungan antara pemantauan pertumbuhan dan skrining perkembangan. (Soetjiningsih, 2006). Tiga tahun pertama merupakan periode keemasan (golden

period) atau jendela kesempatan (window of opportunity) atau masa kritis (critical

period) untuk optimalisasi proses tumbuh kembang, merupakan masa yang tepat

untuk mempersiapkan seorang anak menjadi dewasa yang unggul di kemudian hari. (Soetjiningsih, 1995; Departemen Kesehatan RI, 2006; Brainwonder, 2006)

Di Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, diperkirakan jumlah balita 10% dari jumlah seluruh penduduk. Di Amerika deteksi gangguan perkembangan yang terdeteksi sebelum usia sekolah sebesar 20-30%, dan di Indonesia sekitar 12,8 – 28,5 %. (American Academy of Pediatrics, 2001; Susanah S, 2002). Masalah penyimpangan tumbuh kembang akan lebih banyak ditemukan pada bayi-bayi yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami gangguan tumbuh kembang seperti neonatus kurang bulan, neonatus dengan kecil masa kehamilan, sindrom gawat nafas, sepsis neonatorum, perdarahan intraventrikuler, dan lain-lain (Strauss RS, 2008). Waktu yang tepat untuk melakukan skrining perkembangan yaitu pada usia 0-3 tahun, saat terjadi perkembangan saraf otak

commit to user

yang pesat. Selain itu waktu ini juga merupakan waktu yang ideal untuk dilakukan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang, sehingga diharapkan akan tercapai perkembangan anak yang optimal. Oleh karena itu harus secara rutin pertumbuhan anak diukur dan dicantumkan pada grafik pertumbuhan, perkembangan harus dilakukan skrining. (Glascoe FP, 2005)

Perkembangan merupakan interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Ditandai oleh bertambahnya kemampuan dan ketrampilan dalam struktur fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan biofisikopsikososial. (Needlemen RD, 2004; Soetjiningsih, 1995). Perkembangan dimulai pada masa prenatal, dan memiliki berbagai dimensi yang saling berhubungan, memiliki variasi yang besar dalam kecepatan dan sifatnya berkelanjutan. (Needlemen RD, 2004; Tanuwidja S., 2002; Soetjiningsih, 2002)

Secara umum perkembangan dibagi dalam beberapa aspek, yaitu perkembangan motor kasar (gross miotor), motor halus (fine motor adaptive), bahasa dan komunikasi serta pemecahan masalah – personal sosial. (Needlemen RD, 2004; William K, 2001; Chris P, 2000). Terdapat variasi pada pola batas pencapaian dan kecepatan keempat aspek perkembangan, atau yang sering disebut dengan milestone perkembangan. Skala waktu tersebut lebar dalam rentang yang normal.

Proses tumbuh kembang seorang anak dalam perjalanannya mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan perkembangan

commit to user

delay), hal tersebut berkaitan dengan patokan nilai (milestones) pada setiap aspek

perkembangan. (Needlemen RD, 2004; Oberklaid F, 2002). Prevalensi gangguan perkembangan bervariasi. Dikatakan sekitar 12- 16 % anak akan mengalami keterlambatan perkembangan, (Committee on children and disabilities American Academy of Pediatrics, 2001) dan hanya 20-30% yang dapat terdeteksi sebelum usia sekolah. (American Academy of Pediatrics, 2001)

Gangguan perkembangan dapat dideteksi dengan menggunakan berbagai perangkat uji tapis/skrining perkembangan. Skrining dapat dilakukan secara masal ataupun bersifat individu. Uji tapis perkembangan ini dapat dilakukan baik oleh tenaga ahli/tenaga kesehatan maupun oleh orangtua sendiri. (Needleman RD, 2004; Soetjiningsih, 2002; Squires J, 2006). Demikian pula suatu alat uji skrining perkembangan harus memenuhi syarat, yaitu reliable, valid, sensitif, dan spesifik. (Glascoe FP, 2000; Alyward GP, 2007; Oberklaid F, 2002).

Penilaian perkembangan anak dapat dilakukan dengan berbagai tes, contohnya tes Denver II. Denver II merupakan revisi dari Denver Developmental

Screening Test (DDST), dibuat pada tahun 1993, bertujuan untuk mendeteksi

secara dini masalah penyimpangan perkembangan pada anak yang berusia kurang dari 6 tahun. Denver beris 125 tugas perkembangn yang terbagi dalam 4 sektor perkembangan, yaitu personal sosial, adaptif motor halus, bahasa, dan motor kasar. (Frankenburg WK, 2005). Uji ini membutuhkan waktu cukup lama antara 30-45 menit. Denver II bukan merupakan tes IQ, tidak dibuat untuk mendapatkan diagnosis maupun pengganti evaluasi diagnostik. Setelah menyelesaikan semua

commit to user

pemeriksaan, dilakukan juga tes perilaku yang terdapat dalam formulir tersebut. (Frankenburg WK, 2002).

Dalam melakukan skrining ini perlu dipastikan usia anak. Pada anak dengan riwayat kelahiran kurang bulan harus dilakukan koreksi umur, sampai anak berusia 2 tahun. Setelah ditentukan usianya dibuat/diplot garis usia pada formulir Denver II. Interpretasi pemeriksaan ini yaitu normal bila tidak ada keterlambatan atau paling banyak ada satu caution; suspek bila didapatkan dua atau lebih caution dan/atau satu atau lebih keterlambatan, dan tidak dapat diuji bila ada penilaian menolak pada satu atau lebih uji coba di sebelah kiri garis umur atau menolak pada lebih dari satu uji coba di sebelah kiri garis umur atau menolak pada lebih dari satu uji coba yang ditembus umur pada daerah 75-90%. Pada hasil suspek atau tidak dapat diuji, uji dapat diulang 1-2 minggu kemudian. (Frankenburg WK, 2002; Sudjarwo, 2006). Glascoe mendapatkan bahwa Denver II memiliki sensitivitas 83% dan spesifitas 43%.

Penapisan pertumbuhan dan perkembangan adalah suatu evaluasi singkat tentang pertumbuhan dan perkembangan pada seseorang anak sehingga dapat diketahui ada tidaknya penyimpangan atau keterlambatan. Keterbatasan waktu yang ada untuk melakukan skrining tumbuh kembang, dapat dicermati dengan melibatkan orangtua dalam pemantauan tumbuh kembang anak mereka. Penilaian atau deteksi perkembangan yang dilakukan oleh orangtua dengan instrumen khusus bagi orang tua dapat mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan. Dengan menggunakan perangkat tersebut, orangtua atau pengasuh dapat memberikan informasi yang baik tentang perkembangan anak, sehingga dapat

commit to user

memberikan masukan bagi dokter yang memeriksa anak tersebut terutama agar penilaiannya dapat lebih akurat.

Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis MP-ASI yang dominan dan perkembangan anak usia 6 – 24 bulan. Anak-anak dengan suspek keterlambatan perkembangan umumnya mengkonsumsi jenis MP-ASI dominan lokal. Akan tetapi, bukan berarti setiap anak yang mengkonsumis jenis MP-ASI dominan lokal akan menjadi suspek keterlambatan perkembangan. Karena tidak hanya jenis MP-ASI saja yang mempengaruhi perkembangan, namun juga beberapa faktor lain, seperti faktor genetik, faktor hormonal, dan faktor lingkungan. Penelitian ini masih memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional sehingga tidak dapat secara kuat menjelaskan hubungan sebab akibat antara jenis asupan makanan pendamping ASI dengan perkembangan anak usia 6 – 24 bulan.

2. Pada penelitian ini masih terdapat beberapa variabel luar yang belum dapat dikendalikan seperti kondisi sosial ekonomi, tingkat pendapatan keluarga, dan pendidikan orang tua.

3. Penelitian ini lebih baik apabila dilakukan pada populasi yang lebih luas lagi. 4. Penelitian ini dapat dipengaruhi oleh bias, karena pengambilan data kedua

variabel, yaitu jenis MP-ASI dominan dan perkembangan anak dilakukan oleh orang yang sama.

commit to user BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jenis asupan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dominan dengan perkembangan anak usia 6 – 24 bulan. Anak-anak yang mengkonsumsi MP-ASI dominan lokal akan mengalami kecenderungan suspek keterlambatan lebih besar.

1. Pada kelompok usia 6 – 12 bulan didapatkan hasil OR = 6.333% yang berarti terdapat hubungan yang kuat antar variabel (hubungan kuat : 3.00<=OR=<10.00) dan CI atau interval kepercayaan= 2.242 – 17.890. 2. Pada kelompok usia 13 – 24 bulan didapatkan hasil OR = 2.714% yang

berarti terdapat hubungan yang sedang antar variabel (hubungan sedang : 1.50<=OR<3.00) dan CI atau interval kepercayaan= 1.507 – 4.890.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka saran-saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya dilakukan penelitian pada populasi yang lebih luas, misalnya seluruh posyandu di Puskesmas Sibela Surakarta untuk memperluas generalisasi hasil penelitian.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan penelitian yang lebih baik (studi longitudinal) sehingga dapat membuktikan

commit to user

adanya hubungan sebab akibat antara jenis asupan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan perkembangan anak usia 6 – 24 bulan.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lain dengan memperhitungkan faktor perancu lain yang belum dapat dikendalikan pada penelitian ini.

4. Sebaiknya orang tua terutama ibu lebih memperhatikan asupan gizi untuk anak mereka, dengan senantiasa memilih makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang sesuai dengan usia anak dan memenuhi kebutuhan gizi anak.

5. Sebaiknya orang tua terutama ibu rumah tangga belajar bagaimana membuat MP-ASI lokal yang lebih baik dalam hal kadar gizinya dan juga lebih bervariasi.

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Albar H. 2004. Makanan Pendamping ASI. Cermin Dunia Kedokteran. pp : 51 – 3

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia, pp: 26-85

Alyward GP. 2007. Conceptual Issues in Developmental Screening and Assessment.

USA : Pediatrics, pp : 340 - 9

American Academy of Pediatrics. 2001. Developmental Surveillance of Infants and

Young Children. USA : Pediatrics, pp : 108 : 192-5

Brainwoder. 2006. Diunduh dari http://www.zerotothree.org/brainwonders/care. diakses pada tanggal 10 Juni 2010.

Chris P, Johnson M. 2000. Using Developmental and Behavioral Screening Tests.

USA : Pediatrics, pp : 314 – 7

Committee on children and disabilities, American Academy of Pediatrics. 2001.

Developmental surveillance and screening for infants and young children. USA : Pediatrics, pp : 192 – 6

Departemen Kesehatan RI. 2006. P edoman Umum Pemberian Makanan Pendamping

Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

pp : 1-4

. . 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan

Intervensi Dini Tumbuh Kembang di Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, pp : 48 - 64

Frankenburg, W.K. 1990. Denver II Screening Manual. Colorado : Denver

Developmental Centre

commit to user

Glascoe FP. 2005. Developmental screening. Dalam : Parker S, Zuckerman B,

Augustyn, penyunting. Developmental and Behavioral Pediatrics Edisi Ke-2. Philadelphia : Lippincott, pp : 41 – 50

Hurlock, E. 2002. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Ismail, D. 2000. Kebutuhan Anak untuk Mencapai Tumbuh Kembang Optimal.

Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Krisnatuti D., Yenrina R., 2001. Menyiapkan Makanan Penda mping ASI. Jakarta :

Puspa Swara, pp :

Lestari E.D., 2010. Peran zat gizi mikro pada tumbuh kembang anak.Simposium

Sehari Manajemen Terkini Tumbuh Kembang Anak yang Optimal. Surakarta : Salim design, pp: 28-39

Murti, B. 2005. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik dalam Ilmu-ilmu

Kesehatan. Jakarta : Gramedia

Dokumen terkait