Abad ke-21 ditandai dengan perubahan yang begitu cepat dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Laju perubahan ini akan lebih cepat prosesnya dari abad sebelumnya serta diwarnai oleh kehidupan masyarakat yang begitu heterogen (Megawangi et al. 2004).
Sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal dalam pembangunan dan kemajuan suatu negara agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain, Oleh karena itu, kualitas sumberdaya manusia menentukan kemajuan dan keberhasilan kehidupan dan hal tersebut akan terwujud apabila individu-individu dalam suatu bangsa dapat survive dari tantangan dan persaingan yang ada. Generasi muda merupakan ujung tombak sebagai penerus kelangsungan hidup suatu bangsa di masa yang akan datang. Remaja sebagai calon penerus bangsa dipupuk sifat-sifat kepemimpinan dimulai dari bangku sekolah. Untuk dapat menerima pelajaran yang diberikan oleh para guru, mereka harus ada dalam keadaan yang sehat baik jasmani maupun rohani.
Pengetahuan gizi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya (Harper, Deaton dan Driskel 1995). Ketidaktahuan akan gizi dapat mengakibatkan seseorang salah memilih bahan dan cara menyajikannya. Akan tetapi sebaliknya, seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik biasanya akan mempraktikan pola makan sehat agar terpenuhi kebutuhan gizinya (Mariani 2002).
Kualitas sumberdaya manusia khususnya para siswa yang baik dapat menciptakan prestasi yang baik pula. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui pemenuhan zat gizi yang seimbang sesuai kebutuhan para siswa. Hal ini dapat dicapai apabila semua yang terkait yaitu para siswa sendiri telah sadar gizi.
Pengaturan keseimbangan zat gizi antara asupan dan kebutuhan tubuh sangat penting oleh karena kekurangan atau kelebihan zat gizi berpengaruh pada kondisi kesehatan dan status gizi siswa tersebut. Pengaturan makanan terhadap seorang siswa harus individual. Pemberian makanan juga harus memperhatikan jenis kelamin, umur, berat badan, serta aktivitas fisiknya (Giam 2002). Bagi para siswa remaja, faktor gizi merupakan salah satu faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan guna mempertahankan kesehatan dan untuk meningkatkan prestasi siswa tersebut dalam bidang akademik.
Pada masa remaja, tubuh mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik maupun psikis yaitu perubahan unik dan banyak pula pemantapan pola-pola kedewasaan (Riyadi 2003). Oleh karena itu diperlukan zat gizi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan kelompok umur lainnya. Perubahan tekanan darah terjadi seiring dengan bertambahnya umur, oleh karena itu pemerikasaan tekanan darah dan denyut nadi sangat penting dilakukan untuk mendeteksi dan mengontrol penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah. Keadaan gizi dan kesehatan yang baik merupakan beberapa faktor yang dapat mewujudkan keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar yang baik.
Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Pandeglang merupakan salah satu institusi pembinaan akademis siswa. Hal inilah yang mendasari pentingnya penelitian ini dilakukan untuk meneliti antropometri, pola konsumsi, status gizi, denyut nadi, dan tekanan darah siswa Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Pandeglang.
Tujuan Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik antropometri, pola konsumsi, status gizi, denyut nadi, dan tekanan darah siswa SMAN 6 Pandeglang.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis karakteristik siswa SMAN 6 Pandeglang. 2. Menganalisis pengetahuan gizi siswa SMAN 6 Pandeglang..
3. Menganalisis status gizi dan pola konsumsi siswa SMAN 6 Pandeglang. 4. Menganalisis denyut nadi dan tekanan darah siswa SMAN 6 Pandeglang. 5. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan pengetahuan gizi, tingkat
kecukupan energi, protein, kalsium, besi, denyut nadi dan tekanan darah siswa SMAN 6 Pandeglang.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
3
2. Ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kecukupan energi, protein, kalsium, dan besi.
3. Terdapat hubungan antara status gizi dengan denyut nadi dan tekanan darah pada siswa SMAN 6 Pandeglang
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi bagi siswa, guru SMAN 6 Pandeglang mengenai status gizi dan pola konsumsi siswa yang baik dengan selalu memperhatikan faktor makanan yang bergizi, berimbang, dan beragam. Hal ini penting supaya siswa mampu mengatur konsumsi makanannya. Pengaturan makanan yang baik dapat membuat siswa mampu memenuhi gizinya menjadi lebih baik sehingga mempunyai status gizi dan pola konsumsi yang baik pula. Oleh karena itu, siswa sebaiknya diberikan pendidikan yang baik pula terutama dalam hal pengetahuan gizi. Siswa yang mampu menjaga status gizi dengan baik diharapkan dapat dan mampu menunjukkan prestasi yang bagus.
Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari bahasa Latin “adolescare” (kata bendanya = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Desmita 2005). Lebih lanjut, Desmita menyebutkan bahwa batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Ahmadi dan Sholeh (2005) mengungkapkan bahwa pada masa ini terdapat beberapa fase, yaitu fase remaja awal (usia 12-14 tahun), remaja pertengahan (usia14-18 tahun), fase remaja akhir (usia 18-21 tahun). Menurut banyak ahli jiwa, fase remaja akhir berkisar pada umur 17-19 tahun atau 17-21 tahun (Kartono 1990).
Hurlock (2000) menyebutkan bahwa masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi oleh pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis secara bervariasi. Terdapat perubahan psikologis yang sama dan bersifat universal, yaitu : 1. Meningginya emosi, yang intensitasnya tergantung paada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Meningginya emosi lebih menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja. 2. Perubahan tubuh, minat dan peran diharapkan oleh kelompok sosial untuk diperankan menimbulkan masalah baru pada tahap ini. 3. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah; dan 4. Sebagian besar remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi pertanggungjawaban tersebut.
Selanjutnya Hurlock (2000) menjalaskan bahwa remaja dianggap sebagai suatu saat terjadinya ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Namun meningginya emosi terutama disebabkan oleh kondisi sosial dan kondisi baru yang membutuhkan penyesuaian. Papalia et al (2008) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa peluang sekaligus risiko. Selain itu, masa remaja merupakan masa yang menarik perhatian, karena sifat-sifat khasnya dan karena peranannya yang menetukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa (Ahmadi dan Sholeh 2005).
Ahmadi dan Sholeh (2005) mengemukakan bahwa individu pada usia remaja berada pada vitalitas optimum. Perkembangan intelektualnya berada pada taraf operasional formal, sehingga kemampuan nalarnya tinggi. Atkinson et al. (1993) mengemukakan bahwa tugas penting yang dihadapi remaja ialah
5
mengembangkan persepsi identitas diri. Mencari identitas diri termasuk dalam hal memutuskan apa yang penting dan patut serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dirinya dan juga perilaku orang lain. Hal ini mencangkup juga perasaan harga diri daan kompetensi diri. Papalia et al (2008) mengungkapkan bahwa identitas diri muncul ketika anak muda memilih nilai, bukan sekedar mengikuti pilihan orangtuanya.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal ialah melalui kurikulum yang diterapkan di sekolah. Dicirikan dengan adanya tingkatan kronologis yang ketat untuk tingkat usia sasarannya. Sementara pendidikan informal tidak terorganisasi secara struktural dan tidak mengenal tingkatan kronologi menurut usia, keterampilan, dan pengetahuan, tetapi terselenggara setiap saat di lingkungan sekitar manusia (Hayati 2000). Pendidikan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi pangan. Remaja yang memiliki pendidikan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sepenunya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan (Nasution & Khomsan 1995).
Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu perimbangan seseorang dalam memilih dan mengkonsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan gizinya akan lebih baik mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengkonsumsi makanan (Sediaoetama 1996).
Mariani (2002) menyatakan bahwa ketidaktahuan akan gizi dapat mengakibatkan seseorang salah memilih bahan dan cara menyajikannya. Akan tetapi sebaliknya, seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik biasanya akan mempraktikan pola makan sehat agar terpenuhi kebutuhan gizinya. Selain itu menurut Harper, Deaton dan Driskel (1995) menyatakan bahwa pengetahuan gizi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya.
Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk siswa sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi siswa. Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3) menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu latihan intensif sebelum, selama dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya cerna siswa.
Sikap Gizi
Menurut Azwar (2004) sikap merupakan suatu bentuk respon evaluatif. Respon akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang mengkehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.
Sikap seseorang dapat diketahui dan kecenderungan seseorang tersebut dalam bertingkah laku terhadap suatu objek tertentu. Sikap tersebut karena ada faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agam, serta pengaruh faktor emosional (Azwar 2004).
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan [erilaku secara langsung. Dengan demikian sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif dan sebaliknya sikap negatif akan mrnumbuhkan perilaku yang negatif saja, seperti menolak, menjauhi, meninggalkan, bahkan sampai hal-hal merusak.
Di dalam sikap ada tiga komponen yaitu :
1. Komponen kognitif, yang menyangkut pengertian, kepercayaan, motif, dan sebagainya.
7
2. Komponen efektif, yang memrikan proses internal yang berkembang sebagai bagian dari emosi dan perasaan.
3. Komponen perilaku yang membentuk kecenderungan tertentu dan mengarahkannya pada suatu tindakan tertentu.
Sikap bersifat relatif tetap, stabil, dan terus menerus. Suatu sikap yang sudah tumbuh dalam psikis seseorang tidak mudah akan berubah. Secara umum diketahu bahwa sikap itu terbentuk melalui pengetahuan (akal) dan pengalaman. Bahkan untuk membentuk sikap diperlukan penguatan-penguatan yang sebgaja dilakukan. Sikap mengandung komponen efektif, sikap terbentuk dari pengalaman seseorang, bertambah dan berkembang dalam psikis yang lain, merupakan proses internal, melibatkan keseluruhan pribadi dalam menanggapi objek pada suatu situasi.
Sikap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (statement) yang diajukan. Sikap gizi sering kali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Mereka yang berpengetahuan gizi baik, cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula. Sikap gizi dikategorikan ke dalam kalsifikasi kurang (<60), sedang (60-79), dan baik (≥80). Sikap gizi akan sangat berperan untuk mengubah praktik atau perilaku gizi. Hanya saja perilkau konsumsi pangan seseorang sering kali dipengaruhi oleh faktor yang lebih kompleks (Khomsan et al. 2009).
Survei Konsumsi Makanan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1992).
Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi makanan banyak terjadi bias yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan,
kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi makanan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data konsumsi makanan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung (Supariasa et al. 2002).
Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi makanan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Bahan Komposisi Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM).
Kebutuhan Zat Gizi Kebutuhan Energi
Aktivitas fisik seseorang membutuhkan energi. Energi diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Penyusunan menu dalam menentukan besarnya kebutuhan zat gizi untuk seorang siswa harus dimulai dengan menentukan kebutuhan energi (Depkes 1993)
Energi yang tersedia serta siap dipakai untuk kontraksi otot berupa Adenosin Trifosfat (ATP) terdapat di dalam otot. Terjadinya kontraksi otot diperlukan energi yang diperoleh dari energi yang dibebaskan pada reaksi kimia terutama reaksi kimia pada perubahan ATP menjadi ADP.
ATP ====> ADP + pelepasan energi
Gerakan otot yang terus menerus pada saat beraktivitas dapat menyebabkan ATP habis terpakai. Supaya gerakan otot tetap berlangsung maka ATP yang telah habis terpakai harus dibentuk lagi.
Pada saat awal melakukan suatu aktivitas, aliran darah belum cukup memberikan suplai oksigen ke otot maka suplai energi untuk membentuk ATP diperoleh dari energi yang dibebaskan melalui proses katabolisme anaerobik.
9
Mula-mula pembentukan ATP yang digunakan untuk kontraksi otot diperoleh dari penguraian kreatin fosfat (CP). Kreatin fosfat bekerja paling cepat untuk membentuk ATP kembali namun simpanan protein sangat terbatas sehingga energi yang dihasilkan hanya untuk kerja otot beberapa detik saja. Apabila aktivitas terus berlangsung maka pembentukan kembali ATP berasal dari glukosa dan cadangan glikogen hati dan otot.
Pada aktivitas fisik yang berlangsung lama dan suplai oksigen telah mencukupi untuk pembebasan energi maka pembentukan kembali ATP berlangsung melalui proses aerobik. Pada awal proses aerobik, energi untuk pembentukan ATP berasal dari energi yang dibebaskan dari penguraian glikogen. Pada fase aerobik selanjutnya, ATP dibentuk dari penguraian lemak (trigliserida) dan protein terutama asam amino rantai cabang (Depkes 1993). Kebutuhan Karbohidrat
Masalah utama yang sering ditemui siswa adalah kelelahan atau ketidak mampuan untuk memulihkan rasa lelah, dari satu kegiatan ke kegiatan berikutnya. Oleh karena itu pemenuhan energi dan karbohidrat harus menjadi prioritas bagi siswa yang menjalani aktivitas yang intensif (Damayanti 2000).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan sangat penting untuk seorang siswa dalam melakukan aktivitas fisik. Untuk beraktivitas, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen otot dipergunakan langsung oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot.
Pemberian karbohidrat bagi seorang siswa bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan hati yang telah dipakai pada saat kontraksi. Pada siswa yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan mengalami cepat lelah dan kurang berprestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus dalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes 1993).
Kebutuhan Lemak
Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Selain penghasil energi, lemak merupakan alat pengangkut vitamin yang larut dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak yang esensial, misalnya asam lemak linoleat (Primana 2000). Lemak yang digunakan untuk pembentukan energi terutama berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh. Kebutuhan lemak berkisar antara 20-25% dari total energi perhari yang dibutuhkan seorang remaja (Depkes 1993).
Lemak dalam tubuh berperan sebagai sumber energi utama pada saat melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang dalam waktu lama. Pada aktivitas sedang, lemak yang digunakan dipecah terlebih dahulu menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas diangkut ke jaringan lain dan dipergunakan sebagai sumber energi. Pembentukan energi dari asam lemak membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan karbohidrat (Depkes 1993). Kebutuhan Protein
Protein bukan merupakan substrat penghasil energi yang bermakna selama beraktivitas karena hanya 5-10% dari total energi yang dikeluarkan berasal dari protein. Protein berperan sebagai zat pembangun komponen dan struktur jaringan tubuh yang rusak seperti otot serta berperan dalam pembentukan enzim, pembentukan sel-sel darah merah, hormon, neurotransmitter, antibodi, dan sintesa jaringan tubuh lainnya. Protein dicerna menjadi asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lainnya (Husaini 2000).
Protein dalam makanan dibutuhkan sebanyak 10-15% dari total energi. Namun, siswa remaja yang yang memiliki aktivitas fisik yang sedang perlu mengkonsumsi protein 1,0-1,2 gr/kg BB/hari. Kebutuhan protein seorang siswa remaja yang masih dalam masa pertumbuhan, kebutuhan terhadap protein lebih meningkat lagi, tetapi tidak boleh lebih dari 2 gr/kg BB/hari.
Siswa sebaiknya mengkonsumsi makanan yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, siswa remaja tidak dianjurkan mengkonsumsi makanan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein yang berlebih akan diubah menjadi lemak badan. Selain itu menyebabkan diuresis sehingga dapat mengakibatkan dehidrasi (Depkes 1993).
11
Kebutuhan Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim, dan kofaktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vit. B dan C) meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan aktivitas fisik seperti vitamin A, B, C, D, E, dan K.
Siswa remaja memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk pembakaran karbohidrat yang menghasilkan energi terutama pada saat beraktivitas. Untuk mengangkut oksigen (O2) ke otot diperlukan Hemoglobin (Hb) atau sel darah merah yang cukup. Untuk membentuk Hb yang cukup tubuh memerlukan zat besi (Fe) yang bersumber dari daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak), sayuran hijau, dan kacang-kacangan. Oleh karena itu, siswa remaja tidak boleh menderita anemia, agar dapat berprestasi. Siswa yang masih remaja memerlukan kalsium yang relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Sumber kalsium bisa didapatkan dari susu (rendah lemak). Oleh karena itu, siswa siswaik yang masih remaja sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi susu setiap hari agar mencapai tinggi badan optimal. Ikan juga merupakan sumber kalsium terutama ikan yang dikonsumsi dengan tulangnya (contoh: ikan teri). Kebutuhan kalsium pada remaja usia 15 tahun adalah 1200 mg dan pada remaja dengan usia 16-18 tahun adalah 1000 mg (Rumawas 2000).
Status Gizi dan Pengukurannya
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2004). Menurut Harper, Deaton & Driskel (1996) status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Demikian pula menurut Riyadi (2003) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokomia, dan klinis.
Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri ini berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai parameter atau jenis ukuran tubuh yang digunakan sebagai indikator status gizi seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ketidakseimbangan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi