• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Saran

18. Kuesioner AHP untuk pembiayaan usaha

1. STTUKTUR AHP UNTUK PEMBIAYAAN USAHA

Aktor: Tujuan: Kredit Untuk Tambahan Modal Ketersediaan Kredit Prosedur Tingkat Bunga

Pemda Kopti Pengusaha Tahu

Mendapatkan Tambahan Modal

Meningkatkan Skala Usaha

Kredit Berbunga Rendah dan Tanpa Agunan dari Bank

Pinjaman dari Koperasi Meningkatkan Investasi Pinjaman dari Individu/ Rentenir Fokus: Faktor: Alternatif: Meningkatkan Pendapatan Lembaga Keuangan Mikro

Lanjutan Lampiran 18.

2. KUESIONER

Petunjuk Pengisian Skala Penilaian:

Perbandingan Skala Penilaian

A sama prioritas dengan B 1

A sedikit lebih prioritas dari B 3

B sedikit lebih prioritas dari A - 3 *)

A jelas lebih prioritas dari B 5

B jelas lebih prioritas dari A - 5

A sangat jelas lebih prioritas dari pada B 7 B sangat jelas lebih prioritas dari pada A - 7

A mutlak lebih prioritas dari pada B 9

B mutlak lebih prioritas dari pada A - 9

Nilai skala 2,4,6,8 atau -2, -4, -6, -8 diberikan bila terdapat sedikit saja perbedaan tingkat prioritas dengan patokan (sebagai nilai tengah)

Keterangan :*) Skala ini digunakan untuk memudahkan pengisian. Waktu akan diproses dengan AHP, skala ini akan dikonversikan ke dalam nilai yang sebenarnya (sebagai misal : –3 dikonversikan menjadi 1/3).

A. LEVEL 1. MEMBANDINGKAN FAKTOR

Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar Faktor berikut: ELEMEN FAKTOR A ELEMEN FAKTOR B Ketersediaan Kredit Prosedur Tingkat Bunga Ketersediaan Kredit 1 … … Prosedur 1 … Tingkat Bunga 1

125

Lanjutan Lampiran 18.

B. LEVEL 2. MEMBANDINGKAN AKTOR

Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar Aktor berikut:

ELEMEN AKTOR A

ELEMEN AKTOR B

Pemda Kopti Lembaga Keuangan

Mikro Pengusaha Tahu Pemda 1 … … … Kopti 1 … ... Lembaga Keuangan Mikro 1 ... Pengusaha Tahu 1

C. LEVEL 3. MEMBANDINGKAN TUJUAN

Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar Tujuan berikut: ELEMEN TUJUAN A ELEMEN TUJUAN B Mendapatkan Tambahan Modal Meningkatkan Skala Usaha Meningkatkan Investasi Meningkatkan Pendapatan Mendapatkan Tambahan Modal 1 … … … Meningkatkan Skala Usaha 1 … ... Meningkatkan Investasi 1 ... Meningkatkan Pendapatan 1

Lanjutan Lampiran 18.

D. LEVEL 4. MEMBANDINGKAN ALTERNATIF

Sehubungan dengan hal Pengembangan Industri Tahu, bagaimana pendapat Saudara tentang Perbandingan Tingkat Prioritas antar Alternatif berikut: ELEMEN ALTERNATIF A ELEMEN ALTERNATIF B Kredit Berbunga Rendah dan Tanpa Agunan dari Bank Pinjaman dari Koperasi Pinjaman dari Individu/ Rentenir Kredit Berbunga Rendah dan Tanpa Agunan dari Bank 1 … … Pinjaman dari Koperasi 1 … Pinjaman dari Individu/ Rentenir 1

iii

ABSTRACT

NUNUNG NURHAYATI, Feasibility Analysis and Business Development Strategy for Small Tofu Industry in Kuningan District, West Java (Case Study: Tahu Lamping Small Industry). Under the supervision of H. MUSA HUBEIS and SAPTA RAHARJA.

Kuningan District where agriculture is the inhabitant main livelihood, has the potential for agro based processing industry sectors. Small and Medium Industries (SMI) is business entity that able to provide job labor as well as source of public revenue. One of Small Industries (SI) which sustain to grow since the 1960's at the Kuningan District is Tofu industry. In 2009, Tofu SI which is mostly family business amount to 67 units spread over several sub-districts.

The purpose of this study were to analyze business performance, to analyze the needs and feasibility of business development and to formulate a strategy in business development of Tofu SI. Data collection methods used were field surveys and in-depth interviews with related experts. Information obtained from the District Government and Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI). Data processing technique was using Friedman test and the Analytical Hierarchy Process (AHP). The uniqueness of the Tahu Lamping SI is in the its production system which include accuracy and appropriateness in every production process, layout of production sites, so that the flow of production line can be performed effectively and efficiently, waste disposal treatment, fine selection of raw materials and Just-in-time (JIT) sales practices.

Feasibility analysis of business development Tahu Lamping SI obtained Net Present Value (NPV) Rp. 395.696.655, Internal Rate of Return (IRR) is 38,72%, Benefit/Cost Ratio (B/C ratio) is 3,10, Pay Back Period (PBP) during 1.19 years and Break Even Point (BEP) value of 260.304 units. All these criteria show that further business development is feasible. Tofu business development strategy based on AHP analysis covers aspects of product manufacturing processes, waste management and business financing. Priority strategies to improve the quality of products is by training human resources such as scheduling techniques relating to utilization of raw materials, raw material selection, division of work, techniques for preparing simple Standard Operational Procedure (SOP) and also supervision and quality control of products. Priority strategies for wastewater treatment efforts is the training of in wastewater treatment such as technique of tofu waste converted into biogas, producing nata de soya and biofilter,. While the priority strategies in the business financing is working capital loans from supplier cooperatives which is the KOPTI.

Keywords: Business Development Strategy, Feasibility Analysis, Small Industries, Tofu, Quality.

1.1. Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu pangan strategis bagi bangsa Indonesia yang merupakan sumber gizi protein nabati utama. Kebutuhan kedelai nasional mencapai 2.240.000 ton setiap tahunnya. Sampai saat ini produksi kedelai lokal hanya mampu memenuhi 20-30% kebutuhan kedelai nasional, sehingga pemerintah masih harus mengimpor kedelai dari beberapa negara penghasil kedelai dunia seperti United State of America, Brazil, Argentina, China, India dan Paraguay. Dengan demikian Indonesia masih menggantungkan 70-80% kebutuhan kedelai pada impor dari negara.

Kedelai telah menjadi bagian makanan sehari-hari bangsa Indonesia selama lebih dari 200 tahun. Saat ini sebagian besar kedelai yang dikonsumsi masyarakat telah melalui proses pengolahan. Proses pengolahan telah merubah bahan baku kedelai menjadi berbagai produk pangan olahan. Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu dengan fermentasi dan tanpa fermentasi. Pengolahan melalui fermentasi akan menghasilkan kecap, oncom, tauco, dan tempe. Sedangkan bentuk olahan tanpa melalui fermentasi adalah susu kedelai, tahu, tauge dan tepung kedelai.

Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai bentuk olahan kedelai berupa tahu. Tahu dikenal sebagai makanan rakyat, karena harganya yang

murah sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Setiap 1 kg kedelai mengandung kurang lebih 300-400 (40%) protein, 200-350

(35%) karbohidrat, 150-200 (20%) lemak dan sisanya merupakan zat-zat mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium dan vitamin anti beri-beri (Sarwono dan Saragih, 2001).

Kebiasaan makan tahu menjadi budaya yang turun temurun, karena selain harganya murah, tahu dapat diolah menjadi berbagai variasi masakan. Tahu sudah menjadi kebutuhan pokok untuk masyarakat Indonesia. Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi, bentuk, ukuran dan nama. Beberapa daerah memiliki tahu berciri khas, selain untuk dikonsumsi

2

masyarakat sekitar tetapi juga dijadikan sebagai oleh-oleh khas daerah tersebut.

Kabupaten Kuningan sebagai daerah dengan pertanian merupakan mata pencarian utama penduduknya, memiliki potensi dalam sektor industri pengolahan hasil pertanian. Perkembangan industri kecil (IK) di Kabupaten Kuningan dari tahun 2004-2009 cenderung terus meningkat, terutama dalam sektor perdagangan dan industri pertanian.

Sesuai kondisi potensi daerah Kabupaten Kuningan, Industri Kecil Menengah (IKM) adalah kelompok usaha yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi sumber pendapatan masyarakat. Salah satu IK yang bertahan dan terus berkembang sejak tahun 1960-an di Kabupaten Kuningan adalah industri tahu. IK tahu yang umumnya merupakan usaha turun temurun ini, pada tahun 2009 mencapi 67 unit yang tersebar di beberapa kecamatan.

Diduga pengembangan usaha IK tahu di Kabupaten Kuningan belum optimal disebabkan keterbatasan permodalan, keterampilan usaha, sarana produksi, manajemen dan pemasaran. Padahal peningkatan jumlah penduduk dan perekonomian masyarakat yang meningkat setiap tahunnya merupakan kondisi yang menguntungkan untuk IK tahu. Selain itu program pengembangan tempat wisata oleh Pemda Kuningan yang diiringi oleh peningkatan jumlah wisatawan juga merupakan pasar potensial untuk IK tahu. Oleh karena itu diperlukan analisa pengembangan usaha dan strategi pengembangan usaha yang tepat, sehingga menjadi IK berkelanjutan.

1.2. Perumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka perumusan masalah kajian ini adalah :

1. Bagaimana kinerja usaha tahu di Kabupaten Kuningan-Jawa Barat ? 2. Fasilitas/ kebijakan yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha tahu ? 3. Bagaimana kelayakan pengembangan usaha tahu ?

4. Bagaimana merumuskan strategi pengembangan usaha ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari kajian ini adalah :

1. Menganalisa kinerja usaha IK tahu di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. 2. Menganalisa kebutuhan pengembangan usaha IK tahu di Kabupaten

Kuningan, Jawa Barat.

3. Menganalisa kelayakan pengembangan usaha IK tahu. 4. Merumuskan strategi dalam pengembangan usaha IK tahu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi UKM

Menurut Hubeis (2009), UKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tinjauan khusus terhadap definisi-definisi tersebut agar diperoleh pengertian yang sesuai tentang UKM, yaitu menganut ukuran kuantitatif yang sesuai dengan kemajuan ekonomi.

Berbagai definisi mengenai UKM dalam Hubeis (2009) yaitu:

1. Di Indonesia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi.

a. Badan Pusat Statistik (BPS): UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5-19 orang.

b. Bank Indonesia (BI): UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: (a) modalnya kurang dari Rp. 20 juta; (b) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juts; (c) memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar.

c. Departemen (Sekarang Kantor Menteri Negara) Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UU No. 9 Tahun 1995): UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih RP 50 juta – Rp. 200 Juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar; dalam UU UMKM/ 2008 dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar.

d. Keppres No. 16/ 1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 400 juta.

e. Departemen Perindustrian dan Perdagangan:

1) Perusahaan memiliki aset maksimal Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung),

2) Perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen Perdagangan sebelum digabung)

f. Departemen Keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki omset maksimal Rp 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan.

g. Departemen Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD) dan Merk Luar Negeri (ML).

2. Di negara lain atau tingkat dunia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM yang sesuai menurut karakteristik masing- masing negara, yaitu :

a. World Bank : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ± 30 orang, pendapatan per tahun US$ 3 juta dan jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta.

b. Di Amerika : UKM adalah industri yang tidak dominan di sektornya dan mempunyai pekerja kurang dari 500 orang.

c. Di Eropa : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-40 orang dan pendapatan per tahun 1-2 juta Euro, atau jika kurang dari 10 orang, dikategorikan usaha rumah tangga.

d. Di Jepang : UKM adalah industri yang bergerak di bidang manufakturing dan retail/ service dengan jumlah tenaga kerja 54-300 orang dan modal ¥ 50 juta – 300 juta.

e. Dik Korea Selatan : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ≤ 300 orang dan aset ≤ US$ 60 juta.

f. Di beberapa Asia Tenggara : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-15 orang (Thailand), atau 5 – 10 orang (Malaysia), atau 10 -99 orang (Singapura), dengan modal ± US$ 6 juta.

2.2. Tahu

Saat ini kebutuhan kedelai Indonesia sebagian besar masih di impor dari beberapa negara di dunia, perkembangan produksi dan impor kedelai Indonesia disajikan pada Tabel 1.

6

Tabel 1. Produksi dan impor kedelai Indonesia

No Tahun Produksi (ton/tahun) Impor (ton/tahun)

1 2000 1.190.000 1.277.685 2 2001 817.017 1.136.419 3 2002 908.924 1.365.253 4 2003 671.600 1,192,717 5 2004 723.483 1.117.790 6 2005 808.353 1.376.000 7 2006 746.611 1.276.000 8 2007 608.000 1.300.000 9 2008 800.000 1.200.000

10 2009 924.511 Data belum tersedia

Sumber : BPS, 2010

Produk olahan kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia ialah tahu. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian, yaitu tauhu. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han. Di Jepang, tahu dikenal dengan nama tofu. Tofu dibawa oleh para perantau Cina sehingga makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia (Sarwono dan Saragih, 2001). Tahu dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya yang murah, dapat dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah sekalipun. Namun demikian tahu sering disebut daging tidak bertulang karena kandungan gizinya, terutama mutu protein, setara dengan daging hewan (Tabel 2). Bahkan, protein tahu lebih tinggi dibandingkan dengan protein kedelai.

Tabel 2. Nilai gizi tahu dan kedelai (% berdasarkan berat kering)

Zat Gizi Tahu Kedelai

Protein 49 39 Lemak 27 20 Karbohidrat 14 36 Serat 0 5 Abu 4 6 Kalsium 0,913 0,253 Natrium 0,038 0 Fosfor 0,656 0,651 Besi 0,011 0,009

Vitamin B1 0,0001 0,001 (sebagai B kompleks)

Vitamin B2 0,0001 -

Bahan baku untuk membuat tahu kualitas tinggi adalah kedele putih berbiji besar. Rendemen dan mutu tahu yang dihasilkan berbeda untuk setiap jenis kedelai. Pada Tabel 3 disajikan rendemen dan mutu tahu untuk lima jenis kedelai.

Tabel 3. Rendemen dan mutu tahu mentah

No Galur harapan/ varietas Berat(kg) Rendemen (%) Jumlah

Tahu Warna Tekstur

Awal Tahu

1 K-27 2,5 10,15 406 131 Putih Bersih Lembut

2 K-25 2,5 10,23 409 135 Putih Bersih Lembut

3 Burangrang 2,5 9,00 360 117 Putih Sangat Lembut

4 Wilis 2,5 7,62 305 106 Putih Lembut

5 Kedelai impor 2,5 8,65 346 120 Putih Lembut

Rata-rata 2,5 9,13 365 122

Suprapti (2005) menyatakan tahu merupakan makanan rakyat yang umumnya dikenal dengan tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang, tahu Kediri, tahu Kuningan dan lain-lain. Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi bentuk, ukuran dan nama. Selain tahu putih atau tahu biasa, di pasar juga dikenal berbagai tahu komersial yang sudah memiliki nama dan berciri khas, seperti :

1. Tahu Sumedang disebut juga tahu pong alias tahu kulit. Tahu ini merupakan lembaran-lembaran tahu putih setebal sekitar 3 (tiga) cm dengan tekstur yang lunak dan kenyal. Tahu putih ini disimpan dalam wadah yang telah berisi air. Tahu putih yang siap olah biasanya dipotong kecil-kecil sebelum digoreng. Tahu gorengnya berupa tahu kulit yang lunak dan kenyal. Isinya kosong (kopong dalam bahasa Jawa), maka disebut tahu pong. Tahu Sumedang biasanya dikonsumsi sebagai makanan ringan dan dilalap dengan cabai rawit.

2. Tahu Bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal, warnanya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu digoreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan. Tahu ini enak dimakan dengan lalap cabai rawit.

3. Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus dan kenyal dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. Ukuran dan bobot tahu relatif seragam, karena proses pembuatannya

8

dicetak dan dipres dengan mesin. Dalam pembuatannya, digunakan sioko (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelainya.

4. Tahu kuning mirip tahu Cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam masakan Cina.

5. Tahu takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Kalau dipijit, tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama dengan tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada perendaman kedelai dan pengepresan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka. Sebelum dipasarkan, tahu takwa dimasak atau dicelup beberapa menit dalam air kunyit mendidih sehingga warnanya menjadi kuning. Tahu dijual dan disimpan dalam keadaan kering tanpa perlu direndam air seperti tahu putih biasa.

6. Tahu sutera banyak dijual pasar swalayan. Tahu ini sangat lembut dan lunak. Dulu, tahu ini mudah sekali rusak sehingga harus segera diolah. Namun, sekarang proses pembuataanya lebih modern sehingga produknya lebih tahan lama. Oleh karenanya, tahu sutera sekarang disebut long life tofu. Tahu yang berasal dari Jepang ini biasanya dikonsumsi sebagai makan penutup (dessert) dan disajikan bersama sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat.

7. Tahu Kuningan adalah tahu putih yang dijual dalam bentuk mentah atau digoreng. Setelah digoreng, tahu Kuningan mirip dengan tahu Sumedang, perbedaannya meski digoreng kering bagian dalamnya tidak kepong dan tetap lembut. Tahu dijual dalam kemasan keranjang dan disantap dengan cabe rawit lebih nikmat. Tahu Kuningan merupakan makanan khas yang sering dijadikan buah tangan oleh para pengunjung yang berwisata.

Menurut Sarwono dan Saragih (2001), tahu yang beredar di pasar tradisional saat ini mutunya masih beragam. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diketahui untuk memilih tahu yang bermutu :

1. Tahu sebaiknya tidak menggunakan pewarna, namun beberapa tahu menggunakan pewarna. Dalam memilih tahu yang berwana harus lebih

cermat. Warna yang terlalu cerah atau mencolok, sebaiknya dihindari karena pewarna yang digunakan biasanya berupa pewarna sintetik, seperti bahan pewarna cat atau kain.

2. Untuk mengetahui mutu tahu dapat dicium dari aromanya. Aroma tahu yang agak wangi dan menyengat sebaiknya dihindari karena kemungkinan diberi pengawet formalin (bukan pengawet makanan).

3. Untuk mengetahui kesegaran, peganglah permukaan tahu. Tahu yang tidak segar lagi, selain aromanya masam sampai busuk, permukaannya berlendir, teksturnya lunak dan kurang kompak, bahkan ada kalanya telah berjamur. Produk semacam ini tidak layak lagi dikonsumsi.

Sedangkan mutu tahu menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-1998 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu tahu

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

a Bau Normal

b Rasa Normal

c Warna Putih normal atau kuning normal

d Penampakan Normal tidak berlendir dan tidak

berjamur

2 Abu % (b/b) Maks 1,0

3 Protein (Nx6,25) % (b/b) Min 9,0

4 Lemak % (b/b) Min 0,5

5 Serat kasar % (b/b) Maks. 0,1

6 Bahan tambahan makanan % (b/b) Sesuai SNI 01-0222-M dan Peraturan

Menteri Kesehatan No. 722/ Men. Kes/Per/IX/1983

7 Cemaran logam:

a Timbal (Tb) mg/kg Maks. 2,0

b Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0

c Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

e Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0

d Raksa (Mg) mg/kg Maks. 0,03

8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks.1,0

9 Cemaran Mikroba:

a Escherichia Coli APM/g Maks. 10

10

2.3. Pendekatan Sistem

Sistem didefinisikan sebagai suatu agregasi atau kumpulan obyek- obyek yang saling menerangkan dalam interaksi dan tergantung satu sama lain. Dengan kata lain, sistem diartikan sebagai suatu kumpulan unsur-unsur yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan. Menurut Eriyatno (1998) sistem adalah totalitas himpunan unsur-unsur yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu, dalam upaya mencapai suatu gugus tujuan (goals).

Menurut Marimin (2004), konsep sistem merupakan awal dari studi sistem yang selanjutnya akan didisain dan dievaluasi. Konsep sistem banyak dipengaruhi oleh pendapat keteknikan yaitu merupakan proses transformasi yang mengolah input menjadi output sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam kenyataannya, struktur sistem terdiri dari sub-sistem dan unsur. Sub-sistem adalah suatu unsur atau komponen fungsional suatu sistem yang berhubungan satu sama lain. Unsur adalah bagian terkecil sistem yang dapat diidentifikasi pada tingkat yang paling rendah yang dapat dikategorikan sebagai individu. Interaksi antar sub-sistem terjadi karena output dari suatu sub-sistem dapat menjadi salah satu input bagi sub-sistem lainnya. Jika interaksi antar sub-sistem terganggu, maka proses transformasi pada sistem secara keseluruhan juga terganggu, sehingga dapat mengakibatkan ketidaksesuaian dari tujuan yang ingin dicapai.

Dalam Marimin (2005) menyatakan proses transformasi unsur dalam suatu sistem dapat dinyatakan dalam fungsi matematika, operasi logik dan proses operasi yang mengkaitkan secara prediktif antara output dan input. Dalam ilmu sistem transformasi ini dikenal dengan istilah pendekatan ”Kotak Gelap” (black box).

Para ahli sistem memberikan batasan perihal, yang solusinya sebaiknya menggunakan teori sistem yang pengkajiannya, yaitu persoalan yang memenuhi karakteristik : (1) Kompleks, (2) Dinamis dan (3) Probabilistik. Tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok ahli sistem dalam merancang berbagai solusi, yaitu (1) Sibernetik (Cybernetic), artinya berorientasi pada tujuan; (2) Holistik (Holistic), yaitu cara pandang yang

utuh terhadap kebutuhan sistem; dan (3) Efektif (Effective), sehingga dapat dioperasionalkan (Marimin, 2005).

Pendekatan kesisteman mengutamakan kajian struktur sistem, baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai pendukung bagi penyelesaian persoalan. Kajian sistem dimulai dengan identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan, sehingga dapat dihasilkan suatu operasi dari sistem. Dalam pendekatan sistem umumnya telah ditandai dengan : (1) Pengkajian terhadap semua faktor yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan solusi untuk mencapai tujuan, dan (2) Adanya model-model untuk membantu pengambilan keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang kompleks dapat diselesaikan secara komprehensif (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

2.4. Kelayakan Usaha

Menurut Umar (2003), studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalisasikan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Dalam menilai kelayakan keuangan suatu usaha biasa digunakan metode Payback Period (PBP), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV)dan B/C rasio.

Metode PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum PBP yang dapat diterima.

Jika PBP lebih pendek waktunya dari maximum PBP maka usulan investasi dapat diterima. Metode ini cukup sederhana, sehingga mempunyai kelemahan. Kelemahan utamanya, metode ini tidak memperhatikan konsep

12

nilai waktu dari uang, di samping tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah PBP. Jadi pada umumnya metode ini digunakan sebagai pendukung metode lainnya.

BEP adalah suatu alat analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas

Dokumen terkait