• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. MAKNA DAN PENGUNGKAPAN DHAL Â L DALAM

B. Makna dan Pengertian Dhalâl dalam al-Qur ’ an

B.1. Kufr

Allah SWT. telah mengutus seorang utusan (Rasul) dan menurunkan sebuah kitab sebagai petunjuk jalan yang lurus sebagaimana ditegaskan dalam Surat al-Isra` ayat 9, S. al-Nisâ` ayat 174-175, dan al-Syurâ ayat 52.

ﻥﻴِﺫﱠﻟﺍ

ﻥﻴِﻨِﻤْﺅﻤﹾﻟﺍ

ﺭﱢﺸﺒﻴﻭ

ﻡﻭﹾﻗَﺃ

ﻲِﻫ

ﻲِﺘﱠﻠِﻟ

ﻱِﺩﻬﻴ

ﻥﺍﺀﺭﹸﻘﹾﻟﺍ

ﺍﹶﺫﻫ

ﻥِﺇ

ﺍﺭﻴِﺒﹶﻜ

ﺍﺭﺠَﺃ

ﻡﻬﹶﻟ

ﻥَﺃ

ِﺕﺎﺤِﻟﺎﺼﻟﺍ

ﻥﻭﹸﻠﻤﻌﻴ

17

Muhammad Fu`ad ‘Abd al-Bâqî, al-Mu`jam al-Mufahras li alfâzh al-Qur`ân al-Karîm (Beirut: Dâr al-Fikr, 1981) h. 421-424

Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (al- Isrâ`: 9)

ﺍﺭﻭﹸﻨ

ﻡﹸﻜﻴﹶﻟِﺇ

ﺎﹶﻨﹾﻟﺯﹾﻨَﺃﻭ

ﻡﹸﻜﺒﺭ

ﻥِﻤ

ﻥﺎﻫﺭﺒ

ﻡﹸﻜﺀﺎﺠ

ﺩﹶﻗ

ﺱﺎﱠﻨﻟﺍ

ﺎﻬﻴَﺃﺎﻴ

ﺎﹰﻨﻴِﺒﻤ

.

ﻋﺍﻭ

ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺒ

ﺍﻭﹸﻨﻤﺍﺀ

ﻥﻴِﺫﱠﻟﺍ

ﺎﻤَﺄﹶﻓ

ﻲِﻓ

ﻡﻬﹸﻠِﺨﺩﻴﺴﹶﻓ

ِﻪِﺒ

ﺍﻭﻤﺼﹶﺘ

ﺎﻤﻴِﻘﹶﺘﺴﻤ

ﺎﹰﻁﺍﺭِﺼ

ِﻪﻴﹶﻟِﺇ

ﻡِﻬﻴِﺩﻬﻴﻭ

ٍلﻀﹶﻓﻭ

ﻪﹾﻨِﻤ

ٍﺔﻤﺤﺭ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu`jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an). Adapun orang- orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (al-Nisâ: 174-175).

Istilah jalan lurus sebagai jalannya orang Islam, orang yang mengikuti petunjuk Allah yaitu ayat-ayat yang turun dari-Nya berupa al-Qur`an sudah mengakar diubun-ubun umat Islam karena istilah tersebut telah menjadi bagian dari surat al-Fâtihah ayat ke-6 yang menjadi bacaan wajib dalam shalat.

َ

ﻢﯿِﻘَﺘْﺴُﻤْﻟا

َطاَﺮﱢﺼﻟا

ﺎَﻧِﺪْھا

Tunjukilah kami jalan yang lurus, (al-Fâtihah 6)

Dengan ayat ini menurut al-Thabâthabâ`î dalam tafsirnya al-Mîzân Allah telah menetapkan untuk semua makhluqnya sebuah jalan dimana mereka menggunakan jalan tersebut untuk titian menuju kepada Allah. Hal itu karena sebagaimana keterangan surat al-Insyiqâq ayat 6 bahwa pada prinsipnya manusia itu dalam perjalan menuju Tuhannya.

َﺃﺎﻴ

ِﻪﻴِﻗﺎﹶﻠﻤﹶﻓ

ﺎﺤﺩﹶﻜ

ﻙﺒﺭ

ﻰﹶﻟِﺇ

ﺡِﺩﺎﹶﻜ

ﻙﱠﻨِﺇ

ﻥﺎﺴﹾﻨِﺈﹾﻟﺍ

ﺎﻬﻴ

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.(al-Insyiqâq 6) Namun Allah menerangkan bahwa jalan tersebut tidak satu dengan pengikut yang satu pula, namun telah terbagi dalam dua golongan yaitu dua jalan. Sebagaimana diterangkan dalam surat Yâsîn ayat 60-61:

ﻭﺩﻋ

ﻡﹸﻜﹶﻟ

ﻪﱠﻨِﺇ

ﻥﺎﹶﻁﻴﱠﺸﻟﺍ

ﺍﻭﺩﺒﻌﹶﺘ

ﺎﹶﻟ

ﻥَﺃ

ﻡﺩﺍﺀ

ﻲِﻨﺒﺎﻴ

ﻡﹸﻜﻴﹶﻟِﺇ

ﺩﻬﻋَﺃ

ﻡﹶﻟَﺃ

ﻥﻴِﺒﻤ

)

٦٠

(

ﻡﻴِﻘﹶﺘﺴﻤ

ﹲﻁﺍﺭِﺼ

ﺍﹶﺫﻫ

ﻲِﻨﻭﺩﺒﻋﺍ

ِﻥَﺃﻭ

)

٦١

(

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. (Thâhâ ayat 60-61)

Dengan demikian yang dimaksud ayat 5 dari surat al-Fâtihah di atas menurut al-Thabâthabâ`î adalah sebagai do'a dan ibadah dengan ikhlas. Karena ibadah dan do'a adalah cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah agar

terhindar dari jalan yang sebaliknya, sebagaimana dijelaskan dalam surat al- Baqarah ayat 186 dan surat Ghâfir ayat 60 bahwa Allah pasti akan mengabulkan do'a hambanya karena Allah itu dekat dengan mereka. 18

Mengenai sifat dari jalan lurus telah dijelaskan oleh kelanjutan ayat dari surat al-Fâtihah sebagai jalan orang-orang yang mendapat nikmat.

ﻡِﻬﻴﹶﻠﻋ

ﹶﺕﻤﻌﹾﻨَﺃ

ﻥﻴِﺫﱠﻟﺍ

ﹶﻁﺍﺭِﺼ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; (al-Fâtihah 7)

Menurut Ibn Katsîr tafsir dari ayat di atas berhubungan dengan surat al- Nisâ` ayat 69 berikut ini:

ﻥِﻤ

ﻡِﻬﻴﹶﻠﻋ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻡﻌﹾﻨَﺃ

ﻥﻴِﺫﱠﻟﺍ

ﻊﻤ

ﻙِﺌﹶﻟﻭُﺄﹶﻓ

َلﻭﺴﺭﻟﺍﻭ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ِﻊِﻁﻴ

ﻥﻤﻭ

ﺎﹰﻘﻴِﻓﺭ

ﻙِﺌﹶﻟﻭُﺃ

ﻥﺴﺤﻭ

ﻥﻴِﺤِﻟﺎﺼﻟﺍﻭ

ِﺀﺍﺩﻬﱡﺸﻟﺍﻭ

ﻥﻴِﻘﻴﺩﺼﻟﺍﻭ

ﻥﻴﻴِﺒﱠﻨﻟﺍ

Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (al- Nisâ`: 69)

Dengan mengutip riwayat dari al-Dhahhâk dari ibn ‘Abbâs bahwa yang dimaksud ayat shirâth al-dhîna anamta alayhim adalah dengan mentaati Allah,

18

Muhammad Husain al-Thabâthabâ`î, Al-Mîzân fî Tafsîr al-Qur`ân, (Beyrût: Muassasah al- A’lamî, 1991) Juz 1, h. 30-31

beribadah kepada Allah dari golongan Malaikat-malaikat Allah, para nabi, al- shiddîqîn, para syâhid dan orang-orang yang shalih.19

Sedangkan lawan dari jalan lurus tersebut adalah jalan orang-orang yang dimurkai Allah dan jalan orang-orang yang sesat, sebagaimana ditegaskan pada akhir surat al-Fâtihah

ْﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ

ِبﻮُﻀْﻐَﻤْﻟا

ِﺮْﯿَﻏ

ﺎَﻟَو

َﻦﯿﱢﻟﺎﱠﻀﻟا

bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(al-Fâtihah: 7)

Dalam tafsir Ibn Katsîr dinyatakan bahwa yang dimaksud al-maghdhûb

‘alayhim adalah orang-orang Yahudi dan al-dhâllîn adalah menunjuk kepada kaum Nasrani. Kedua jalan dari kedua golongan ini sama-sama jalan yang sesat.20

Orang-orang Yahudi dijadikan mascot sebagai orang yang menempuh jalan sesat dan dimurkai Allah (al-maghdhûb alayhim) sebagaimana penjelasan dari ayat berikut ini:

ُﺃ

ْلﻫ

ْلﹸﻗ

ﺏِﻀﹶﻏﻭ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻪﹶﻨﻌﹶﻟ

ﻥﻤ

ِﻪﱠﻠﻟﺍ

ﺩﹾﻨِﻋ

ﹰﺔﺒﻭﹸﺜﻤ

ﻙِﻟﹶﺫ

ﻥِﻤ

ﺭﹶﺸِﺒ

ﻡﹸﻜُﺌﺒﹶﻨ

ﺭﹶﺸ

ﻙِﺌﹶﻟﻭُﺃ

ﹶﺕﻭﹸﻏﺎﱠﻁﻟﺍ

ﺩﺒﻋﻭ

ﺭﻴِﺯﺎﹶﻨﹶﺨﹾﻟﺍﻭ

ﹶﺓﺩﺭِﻘﹾﻟﺍ

ﻡﻬﹾﻨِﻤ

َلﻌﺠﻭ

ِﻪﻴﹶﻠﻋ

ِلﻴِﺒﺴﻟﺍ

ِﺀﺍﻭﺴ

ﻥﻋ

ﱡلﻀَﺃﻭ

ﺎﹰﻨﺎﹶﻜﻤ

19 Imâd al-Dîin Abî al-Fidâ` Ismâîl bin Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân al-

‘Azhîm, (Kuwait: Jam’iyyâh

Ihyâ` al-Turâts al-Islâmiy, 1998) Juz I, h. 43

20

Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?" Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (al-Mâ`idah : 60)

Orang-orang Yahudi adalah termasuk golongan umat nabi Musa as. maka mereka digolongkan sebagai ahl-kitâb karena mereka pernah menerima jaran monoteisme. Namun sebagaimana dikisahkan dalam ayat di atas mereka termasuk golongan orang sesat yang dimurkai oleh Allah karena golongan Yahudi pada masa Nabi Muhammad SAW. hanya mempercayai Taurat namun tidak mempercayai Injil yang dibawa nabi Isa as. dan al-Qur`an. Lebih dari itu, kepercayaan mereka sendiri terhadap Taurat juga tidak utuh, mereka sering mendustakannya sehingga menimbulakan kekacauan di masyarakat sebagaimana keterangan surat al-Baqarah ayat 85 dan 90.21

ُلﻌﹾﻔﻴ

ﻥﻤ

ﺀﺍﺯﺠ

ﺎﻤﹶﻓ

ٍﺽﻌﺒِﺒ

ﻥﻭﺭﹸﻔﹾﻜﹶﺘﻭ

ِﺏﺎﹶﺘِﻜﹾﻟﺍ

ِﺽﻌﺒِﺒ

ﻥﻭﹸﻨِﻤْﺅﹸﺘﹶﻓَﺃ

ﻰﹶﻟِﺇ

ﻥﻭﺩﺭﻴ

ِﺔﻤﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ

ﻡﻭﻴﻭ

ﺎﻴﹾﻨﺩﻟﺍ

ِﺓﺎﻴﺤﹾﻟﺍ

ﻲِﻓ

ﻱﺯِﺨ

ﺎﱠﻟِﺇ

ﻡﹸﻜﹾﻨِﻤ

ﻙِﻟﹶﺫ

ﻥﻭﹸﻠﻤﻌﹶﺘ

ﺎﻤﻋ

ٍلِﻓﺎﹶﻐِﺒ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﺎﻤﻭ

ِﺏﺍﹶﺫﻌﹾﻟﺍ

ﺩﹶﺸَﺃ

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan

21

pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (al-Baqarah : 85)

ﺎﻤﺴْﺌِﺒ

ِﻪِﺒ

ﺍﻭﺭﹶﺘﹾﺸﺍ

ﻡﻬﺴﹸﻔﹾﻨَﺃ

َلﺯﹶﻨﻴ

ﻥَﺃ

ﺎﻴﹾﻐﺒ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

َلﺯﹾﻨَﺃ

ﺎﻤِﺒ

ﺍﻭﺭﹸﻔﹾﻜﻴ

ﻥَﺃ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻥِﻤ

ﻰﹶﻠﻋ

ٍﺏﻀﹶﻐِﺒ

ﺍﻭﺀﺎﺒﹶﻓ

ِﻩِﺩﺎﺒِﻋ

ﻥِﻤ

ﺀﺎﹶﺸﻴ

ﻥﻤ

ﻰﹶﻠﻋ

ِﻪِﻠﻀﹶﻓ

ٍﺏﻀﹶﻏ

ﻥﻴِﺭِﻓﺎﹶﻜﹾﻠِﻟﻭ

ﻥﻴِﻬﻤ

ﺏﺍﹶﺫﻋ

Alangkah buruknya (perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki- Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.(al-Baqarah : 90).

Sedangkan kaum Nasrani dinyatakan sebagai al-dhâllîn sesuai dengan keterangan Surat al-Mâidah ayat 77 berikut ini:

ٍ

مْﻮَﻗَءاَﻮْھَأ

اﻮُﻌِﺒﱠﺘَﺗ

ﺎَﻟَو

ﱢﻖَﺤْﻟا

َﺮﯿَﻏْ

ْﻢُﻜِﻨﯾِد

ﻲِﻓ

اﻮُﻠْﻐَﺗ

ﺎَﻟ

ِبﺎَﺘِﻜْﻟا

َﻞْھَأﺎَﯾْﻞُﻗ

ْ

ﺪَﻗ

اﻮﱡﻠَﺿ

ْ

ﻦِﻣ

ِﻞﯿِﺒﱠﺴﻟا

ِءاَﻮَﺳ

ْﻦَﻋ

اﻮﱡﻠَﺿَو

اًﺮﯿِﺜَﻛ

اﻮﱡﻠَﺿَأَو

ُﻞْﺒَﻗ

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (al-Mâidah 77).

Menurut ibn Katsîr, dikelompokkannya orang-orang nashrani kedalam kelompok orang-orang sesat dikarenakan mereka berlebih-lebihan dalam

menghormati Isa as. Allah hanya memerintahkan untuk mentaatinya sebagai Rasul, tetapi orang-orang Nasrani telah mengangapnya sebagi Tuhan selain Allah. Hal demikian karena mereka mengikuti pembesar-pembesar (syuyûkh) yaitu pembesar kesesatan yang telah mendahului mereka dari orang yang sesat yang telah keluar dari jalan yang lurus dan benar ke jalan yang salah dan sesat.22

Baik orang Yahudi maupun Nasrani jelas digolongkan sebagai orang Kafir, karena meskipun mereka pernah menerima dan mempelajari wahyu dari Allah yang berarti mereka mempercayai pokok-pokok aqidah yang juga diyakini dalam Islam, namun kepercayaan mereka tidak utuh dan penuh dengan penyimpangan-penyimpangan.23

Dengan keterangan dari surat al-Fâtihah dan penafsirannya di atas menjadi jelas bahwa dalam mengarungi bahtera kehidupan ini manusia disuguhkan kepadanya dua jalan. Mereka yang percaya kepada apa yang dikirimkan Allah akan dipimpin dan dibimbing ke jalan yang lurus dan sebaliknya mereka yang menolaknya akan tetap berada dalam jalan yang sesat, gelap dan pengap. Penegasan ini sesuai dengan pesan Surat Yûnus ayat 108.

ﻱِﺩﹶﺘﻬﻴ

ﺎﻤﱠﻨِﺈﹶﻓ

ﻯﺩﹶﺘﻫﺍ

ِﻥﻤﹶﻓ

ﻡﹸﻜﺒﺭ

ﻥِﻤ

ﱡﻕﺤﹾﻟﺍ

ﻡﹸﻜﺀﺎﺠ

ﺩﹶﻗ

ﺱﺎﱠﻨﻟﺍ

ﺎﻬﻴَﺃﺎﻴ

ْلﹸﻗ

لﻴِﻜﻭِﺒ

ﻡﹸﻜﻴﹶﻠﻋ

ﺎﹶﻨَﺃ

ﺎﻤﻭ

ﺎﻬﻴﹶﻠﻋ

ﱡلِﻀﻴ

ﺎﻤﱠﻨِﺈﹶﻓ

ﱠلﻀ

ﻥﻤﻭ

ِﻪِﺴﹾﻔﹶﻨِﻟ

Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (Al Qur'an) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan

22

Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân, Juz II,h. 114

23

barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu". (Yûnus: 108)

Menurut ibn Katsîr dengan ayat di atas Allah taâla memerintahkan Nabi agar memberitahukan kepada manusia bahwa apa yang dibawa olehnya dari sisi Allah itu merupakan kebenaran yang tidak diragukan lagi. Orang yang mendapat petunjuk maka manfaatnya adalah bagi dirinya sendiri dan barangsiapa yang sesat maka kemudharatannya berpulang pada dirinya juga.24

Analisis yang dilakukan oleh Toshihiko Izutsu menyatakan bahwa al- Qur`an telah merumuskan konsep ‘iman’ berkaitan dengan beberapa konsep kunci, diantaranya yang penting adalah ihtidâ. Mempercayai adalah mendapat petunjuk dari Allah. Dengan demikian iman dipahami sebagai ihtidâ dan lawannya kufr jelas dapat diartikan dengan tersesat dari jalan yang benar.25

Manusia menurut penelitian Izutsu berada dalam kebebasan untuk merespon hidayah yang turun sehingga dapat memilih untuk ihtidâ berarti mengikuti bimbingan yang telah ditawarkan atau dhalâl dengan menyimpang dari jalan yang benar dengan menolak mengikuti bimbingan yang telah ditawarkan kepadanya.26

Mengingat kesesatan merupakan pilihan bagi manusia maka kesesatan itu bukan hanya fenomena pada masa Muhammad SAW. tetapi kebanyakan manusia sebelum kehadiran Rasulullah Muhammad SAW. sudah dalam keadaan sesat, sebagaimana diterangkan dalam surat Ali -‘Imran 164.

24

Ibin Katsîr, Tafsîr al-Qur`ân, Juz II, h. 567

25 Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam Qur`an, Penerjemah: Manshuruddin Djoely (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1995) h. 212

26

ﻭﹸﻠﹾﺘﻴ

ﻡِﻬِﺴﹸﻔﹾﻨَﺃ

ﻥِﻤ

ﺎﹰﻟﻭﺴﺭ

ﻡِﻬﻴِﻓ

ﹶﺙﻌﺒ

ﹾﺫِﺇ

ﻥﻴِﻨِﻤْﺅﻤﹾﻟﺍ

ﻰﹶﻠﻋ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻥﻤ

ﺩﹶﻘﹶﻟ

ُلﺒﹶﻗ

ﻥِﻤ

ﺍﻭﹸﻨﺎﹶﻜ

ﻥِﺇﻭ

ﹶﺔﻤﹾﻜِﺤﹾﻟﺍﻭ

ﺏﺎﹶﺘِﻜﹾﻟﺍ

ﻡﻬﻤﱢﻠﻌﻴﻭ

ﻡِﻬﻴﱢﻜﺯﻴﻭ

ِﻪِﺘﺎﻴﺍﺀ

ﻡِﻬﻴﹶﻠﻋ

ٍلﺎﹶﻠﻀ

ﻲِﻔﹶﻟ

ٍﻥﻴِﺒﻤ

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (‘Ali-‘Imrân: 164)

Maksud akhir ayat di atas bahwa sebelum datangnya Rasul, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Yaitu berada dalam penyelewengan dan kebodohan yang jelas, nyata dan terang bagi setiap orang.27

Jalan yang sesat, yaitu jalan kekafiran penentang jalan yang lurus menjadi satu peringatan bagi umat Islam sehingga meraka terus berdo'a dan berusaha agar terhindar dari kesesatan atau kekafiran tersebut. Berdo'a dan memohon petunjuk untuk tetap berada di jalan yang lurus melekat dalam kewajiban umat Islam karena do'a tersebut menjadi bagian dari surat yang wajib dibaca umat Islam ketika shalat yaitu surat al-Fâtihah.

َ

ﻢﯿِﻘَﺘْﺴُﻤْﻟا

َطاَﺮﱢﺼﻟا

ﺎَﻧِﺪْھا

Tunjukilah kami jalan yang lurus, (al-Fâtihah 6)

27

Sebagaimana tafsir ibn Katsîr yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-shirâth al-mustaqîm adalah Islam, agama Allah, jalan yang telah ditunjuki oleh para Nabi dan para Sahabat dan orang-orang shalih yang telah dinugerahi nikmat iman, maka konsekuensi dari do'a tersebut adalah mengimani dan mengikut dengan sepenuh hati isi al-Qur`an. Perilaku tersebut akan menghindarkan umat Islam dari kesesatan karena sebagaimana urutan ayat dalam Surat al-Fâtihah yang dimulai dengan ayat 6 sampai 7 di atas menjadi jelas bahwa lawan dari jalan agama Allah atau Islam.adalah jalan orang-orang kafir yang menunjuk pada pengertian sebagai jalan yang dhalâl

Dokumen terkait