• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV EKSISTENSI DAN FUNGSI BALOBAT PADA MASYRAKAT KARO

4.3 Ensambel Gendang Telu Sendalanen

4.3.1 Kulcapi

Kulcapi adalah alat musik petik tradisional Karo berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar, badan kulcapi terbuat dari pohon nangka, dahulu kala senarnya terbuat dari akar pohon aren (enau) namun sekarang telah diganti senar metal.

4.3.2 Balobat

Balobat merupakan alat musik tiup tradisional Karo yang tebuat dari bambu (block flute). Instrumen ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat. Balobat

memiliki enam buah lubang nada. Lubang nada pada balobat tersebut memiliki besar yang berbeda.

4.3.3 Keteng-keteng

Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi keteng-keteng

dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu sendiri (bamboo idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat di atasnya ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar

keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya menyerupai gung dalam Gendang sarune. Bunyi musik yang dihasilkan keteng-keteng

merupakan gabungan dari alat-alat

musik pengiring Gendang sarune (kecuali sarune) karena pola permainan keteng-keteng

menghasilkan bunyi pola ritem: gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung yang dimainkan oleh hanya seorang pemain keteng-keteng.

4.3.4 Mangkok

Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah mangkuk yang berwarna putih polos, pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu sedalanen, mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa tempo.

Ensambel gendang sendalanen dalam masyrakat Karo digunakan untuk beberapa acara ritual, seperti raleng tendi, perumah begu, dan erpangir kulau.

• Raleng tendi adalah sebuah acara ritual pada masyrakat Karo untuk memanggil roh orang yang terlepas dari tubuhnya. Masyrakat Karo meyakini bahwa roh manusia dapat terlepas dari badanya misalnya karena terkejut, ataupun karena melakukan hal yang terlarang di suatu tempat yang dianggap

keramat, seperti di gunung, taupun sungai-sungai besar. Untuk mengembalikan roh tersebut dilakukanlah acara ritual raleng tendi dimana ensambel gendang telu sendalanen digunakan sebagai musik pengiring.

• Perumah begu adalah acara yang dilakukan untuk memanggil roh yang telah meninggal, setelah orang yang meninggal dikuburkan, maka pada malam hari dilakukan acara perumah begu untk memanggil roh yang telah meninggal tersebut.

• Erpangir ku lau adalah acara pembersihan diri dari hal-hal yang tidak baik, acara erpangir kulau dilakukan di sebuah sungai, salah satu tempat untuk erpangir ku lau bagi masyrakat Karo adalah di Desa Doulu.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Terdapat dua buah ensambel pada masyrakat Karo yaitu ensambel gendang lima sendalanen dan telu sendalanen. Ensambel tersebut dipergunakan masyrakat Karo untuk mendukung upcara-upacara di dalam kehidupan mereka.

Balobat adalah alat musik tiup tradisional Karo yang daapat dimainkan secara solo maupun dalam ensambel gendang telu sendalanen. Balobat dibuat dari ujung bambu tua yang biasanya kurang lebih sejengkal dan mempunyai enam buah lubang nada. Dalam pembuatan

balobat terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh, mulai dari pemotongan bambu hingga pengukuran jarak lubang nada dan tuldak mempunyai aturan tersendiri yang telah dipakai dari dulu hingga sekarang.

Saat ini masih ada beberapa orang yang membuat balobat diantaranya adalah Ropong Tarigan Sibero ( Berastagi), Fauzi Ginting (Pancur Batu), Nampat Sinulingga ( Desa Lingga ) serta beberapa orang yang belum diketahui penulis.

Ropong Tarigan Sibero adalah salah satu pembuat balobat yang sudah cukup tua, beliau sudah berumur 85 tahun, namun dalam usia yang sudah tua beliau tetap bekerja membuat alat musik. Alat musik buatan beliau telah banyak terjual dan tersebar di Indonesia bahkan ke luar negeri seperti Jerman, India, Amerika dan Malaysia.

Keberadaan (eksistensi) instrument balobat dalam penggunanya sebagai bagian dari ensambel gendang telu sendalanen kini sudah sangat sulit ditemukan. Hal ini tidak terlepas dari semakin hilangnya acara-acara ritual dalam masyrakat karo yang menggunakan ensambel gendang telu sendalanen sebagai pengiringnya. Walaupun ensambel gendang telu sendalanen sudah jarang dimainkan, namun balobat sebagai instrument masih dipakai walaupun dalam fungsi dan pemakainnya mengalami pergeseran.

5.2. Saran

Adapun saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut yaitu.

1. Adanya pelatihan mengenai pembutan dan pelatihan alat musik tradisional Karo yang dilakukan oleh pemerintah sebagai agenda tahunan, khususnya Pemkab Karo sebagai pendukung kelestarian kebudayaan Karo.

2. Harus diadakan pensosialisasian mengenai musik tradisional Karo di masyrakat Karo, agar masyrakat tidak lupa akan budayanya.

3. Pembutan dan permainan balobat seharusnya bisa dimasukkan di dalam kurikukulum pendidikan khususnya di Kabupaten Karo. Sebagai jalan untuk mengenalkan alat musik tradisional sejak dini kepada generasi muda.

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROPONG TARIGAN SIBERO

Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian dan biografi singkat bapak Ropong Tarigan Sibero sebagai pembuat alat musik tradisional Karo. Wilayah yang dimaksud disini adalah bukan hanya lokasi penelitian, tetapi lebih terfokus kepada gambaran masyarakat Karo khususnya yang ada di Berastagi secara umum.. Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu Sejarah singkat Kecamatan Berastagi

2.1 Sejarah Singkat Kecamatan Berastagi

Kecamatan Berastagi adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Karo, Kecamatan Berastagi dulunya merupakan bagian dari kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Daerah tingkat II Karo, dalam rangka pemekaran Kecamatan di Kabupaten Karo maka Kecamatan Kabanjahe dibagi menjadi dua wilayah yaitu Kecamatan Kabanjahe dan perwakilan Kecamatan Berastagi.

Adapun dasar pemikiran ataupun factor pendukung dari pembentukan dari Kecamatan Berastagi menjadi kecamatan Defenitif adalah sebagai berikut:

 Jumlah penduduk = 21.784 jiwa pada tahun 1984

 Kota Berastagi adalah merupakan kota tujuan utama pariwisata

 Kantor instansi tingkat kecamatn maupun tingkat II banyak yang berada di Berastagi

 Sebagai kota tujuan pariwisata selalu sibuk dengan segala bentuk kegiatan masyarakat yang perlu pelayanan segera.

Berdasarkan beberapa hal diatas maka ahirnya terbentuklah Kecamatan Berastagi sesuai dengan peraturan pemerintah Pemerintah RI Nomor 50 tahun 1991 tanggal 07 September 1991. Saat ini Kecamatan Berastagi terdiri dari enam desa dan empat lurah yaitu:

1. Guru Singa 2. Raya 3. Rumah Berastagi 4. Tl.Mulgap II 5. Gundaling II 6. Gundaling I 7. Tl.Mulgap I 8. Sempajaya 9. Doulu 10.Lau Gumba

Lokasi penulis melakukan penlitian adalah di rumah Bapak Ropong Tarigan Sibero yang terletak di Kelurahan Gundaling 1.

2.2 Letak dan Geografis

1. Letak di atas permukan laut : 1.375 meter dengan temperature 190-260 C 2. Luas wilayah : 30,50 Km2

3. Berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kab.Deli Serdang Sebelah Selatan : Kecamatan Kabanjahe

Sebelah Barat : Kecamatan Simpang Empat dan Kecamatan Merdeka Sebelah Timur : Kecamatan Tigapanah dan Kecamatan Dolat Rakyat 4. Jarak Kantor Camat ke Kantor Bupati : 11 Km

Topografi Kecamatan Berastagi datar sampai dengan berombak adalah 65 %, berombak sampai dengan berbukit 22%, berbukit sampai dengan bergunung 13 % dengan tingkat kesuburan tanahnya sedang sampai dengan tinggi, didukunga lagi dengan curah hujan rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun.

Kecamatan Berastagi terdiri dari enam desa dan empat kelurahan, dari data statistik tahun 2011 jumlah penduduk Kecamatan Berastagi adalah 44.734 . Dihitung berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK), Kecamatan Berastagi terdiri 10.887 kepala keluarga.

Mayoritas penduduknya adalah suku Karo sebanyak 75 % dan selebihnya adalah suku Batak Toba, Nias, Jawa, Aceh, Simalungun, Keturunan Cina, Pakpak, Dairi dan lain-lain.

2.3 Sistem Bahasa

Bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Karo (Cakap Karo), namun di pusat kota Berastagi selain bahasa Karo bahasa yang sering dipergunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa Indonesia, hal ini diakaibatkan karena Kota Berastagi merupakan pusat dari perdagangan, pajak tradisioanal, pajak buah, terminal angkutan umum, serta gerbang utama untuk wisatawan yang ingin berwisata di Tanah Karo, sehingga wajar bila selain bahasa Karo bahasa Indonesia juga kerap dipergunakan sebagai bahasa berkomunikasai sehari-hari.

2.4 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patriliniel, seperti halnya yang dianut suku Batak lainnya (Simalungun, Toba, Mandailing, Pakpak/Dairi). Dalam sistem kekerabatan ini, setiap anak yang lahir dalam sebuah keluarga, baik laki-laki maupun perempuan, dengan sendirinya akan mengikuti garis keturunan atau marga dari ayahnya. Dengan demikian yang dapat meneruskan marga atau silsilah ayahnya

adalah anak laki-laki. Sehingga apabila seorang anak perempuan menikah, maka anak-anak yang dilahirkannya akan mengikuti marga suaminya. Hal ini yang membuat kedudukan seorang anak laki-laki sangat penting dalam masyarakat Karo.

Ada beberapa strukstur yang mendukung sistem kekerabatan pada masyarakat Karo yaitu:

• Merga Silima • Tutur Siwaluh • Rakut Si Telu

Merga Silima dalah jumlah marga (merga) yang ada pada suku Karo yaitu: 1. Karo-Karo

2. Ginting 3. Tarigan 4. Sembiring 5. Perangin-angin

Tutur siwaluh adalah delapan unsur keturunanan yang terdapat pada seorang yang bersuku Karo (kalak Karo), empat dari ayah dan empat dari ibu. Tutur siwaluh inilah yang selalu dipergunakan saat suku Karo bertutur satu sama lain, dari hasil tutur siwaluh inilah seseorang akan tau posisinya dengan orang lain dalam adat.

Berikut ini adalah beberapa cara dalam hal menarik garis keturunan seseorang dalam Suku Karo atau yang disebut dengan Tutur Siwlauh atau Terombo;

Merga/beru

Merga dalam Suku Karo dipakai oleh lelaki, sedangkan beru dalam Suku Karo itu dipakai oleh Perempuan. Merga/beru dalam Suku karo diambil dari Marga keluarga Ayahnya, yang

dimana dalam Suku Karo itu terdapat lima Marga besar yaitu Sembiring, Ginting, Perangin- Angin, Karo-karo dan Tarigan.

Contoh pemakain Merga atau Beru: Bapak saya bermarga Sembiring Brahmana, maka saya bermarga Sembiring Brahmana, begitu juga dengan adik perempuan saya yang mempunyai beru Sembiring Brahmana.

Bre-bre

Bere-bere yang dipakai seseorang dalam Suku Karo, berasal dari beru yang dipakai oleh ibu. Pengunaan bere-bere dalam Suku Karo sama dengan pemakaian Marga/beru dalam

seseorang, bedanya kalau Marga/ beru yang digunakan seseorang itu berasal dari Marga ayah, tetapi kalau bere-bere dalam seseorang itu berasal dari Beru ibu. Bere-Bere dalam Rakut Sitelu disebut juga dengan Kalimbubu Simupus.

Contoh pemakaian Bere-Bere dalam seseorang Suku Karo: Ibu saya Beru Ginting maka saya bere-bere Ginting, begitu juga dengan adik-adik saya.

-Binuang

Binuang yang terdapat dalam seseorang Suku Karo, berasal dari bere-bere ayah atau dengan kata lain beru yang digunakan oleh nenek(ibu dari ayah). Binuang dalam Rakut Sitelu disebut juga dengan kalimbubu Bena-Bena.

Contoh pemakaian Binuang dalam seseorang Suku Karo: ayah saya mempunyai bere-bere Ketaren, maka binuang dalam diri saya adalah Ketaren.

-Kempu atau Perkempun

Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere ibu atau dengan kata lain beru yang dimiliki nenek (ibu dari ibu). Kempu dalam Rakut Sitelu disebut juga dengan Kalimbubu Singalo Perkempun.

Contoh pemakain Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo: ibu saya mempunyai bere-bere Sitepu, maka Kempu atau Perkempun dalam diri saya adalah Sitepu.

-Kampah

Kampah dalam seseorang Suku Karo berasal dari beru dari ibu kakek, kakek yang dimaksud adalah ayah dari ayah, atau dengan kata lain bere-bere dari kakek (ayah dari ayah). Kampah sendiri disebut juga denggan kalimbubu dari seseorang.

Contoh pemakaian kampah dari seseorang Suku Karo; kakek( ayah dari ayah) mempunyai bere-bere Sebayang, maka Kampah dalam diri saya adalah Sebayang.

-Entah

Entah dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere dari nenek (ibu dari ayah), atau dengan lain Entah adalah beru dari nini (nenek dari bapak). Entah dalam Rakut Sitelu disebut jugad dengan puang kalimbubu.

Contoh pemakian Entah dalam seseorang Suku Karo: nenek( ibu dari ayah) saya mempunyai bere-bere Sembiring Kloko, jadi saya Entah saya adalah Sembiring Kloko.

-Ente

Ente dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere kakek (ayah dari ibu), dalam Ruku Sitelu Ente termasuk ke dalam Puang Kalimbubu.

Contoh pemakaian Ente dalam seseorang Suku Karo : kakek (ayah dari ibu) saya mempunyai bere-bere Sembiring Brahamana, sehingga Ente saya adalah Sembiring Brahmana.

-Soler

Soler dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere nenek( ibu dari ibu), yang dimana dalam Rakut Sitelu Soler termasuk ke dalam Puang ni Puang.

Contoh pemakaian Soler dalam seseorang Suku Karo: nenek(ibu dari ibu) saya mempunyai bere-bere Sembiring Depari, sehingga saya mempunyai Soler Sembiring Depari.

Rakut Si Telu adalah tiga ikatan hubungan pada masayarakat Karo yang menjadi

1. Sukut 2. Kalimbubu

3. Anak beru

Rakut Si Telu sangat berperan penting dalam upacara adat bagi masyarakat Karo, jika dalam

sebuah upacara adat salah satu dari Rakut Sitelu belum hadir maka acara adat tersebut tidak dapat dimulai.

2.5 Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk masyrakat Kecamatan Berastagi sebagian besar adalah sebagai petani meskipun ada beberapa sebagai PNS, pengusaha,pedagang serta kryawan swasta. Disamping itu penduduk juga mempunyai pekerjaan sambilan yaitu memelihara ternak ayam, lembu, kerbau, kambing, serta kolam ikan untuk menambah pendapatan.

Banyaknya orang bekerja sebagai petani dan beternak tak lepas kondisi alam yang subur dan curah hujan yang tinggi. Hasil pertanaian yang menonjol adalah sayur mayur, buah-buahan, bunga-bungaan, dan palawija lainya.

Tabel 1

Mata Pencaharian di Kecamatan Berastagi

NO Mata Pencaharian Jumlah

1. Pertanian 16.189

2. Industri Rumah Tangga 3139

3. PNS 2032

4. Lainya 1972

2.6 Sistem Kepercayaan

Sebelum menganut agama seperti pada saat sekarang ini, masayrakat Karo menganut keercayaan yang disebut pemena. Pemena mempercayai adanya penciptaan alam semesta yang disebut Dibata Kaci-Kaci atau lebih dikenal dengan nama Tonggal Sinasa. Masyarakat Karo juga mempercayai adanya tiga alam yaitu Banua Datas(alam bagian atas yang dikuasai oleh Dibata Atas

yang bernama Ompung Utara Diatas), Banua Teruh (alam yang dikuasai oleh Dibata Teruh yang bernama Panglima Duokah Ni Haji), dan Banua Tengah (alam yang dikuasai oleh Dibata Tengah yang bernama Beru Noman Kaci-kaci).

Dibata ini disembah agar manusia mendapatkan keselamatan, jauh dari marabahaya dan

mendapatkan kelimpahan rezeki. Mereka pun percaya adanya tenaga gaib yaitu berupa kekuatan yang berkedudukan di batu-batu besar, kayu besar, sungai, gunung, gua, atau tempat-tempat lain. Tempat inilah yang dikeramatkan. Dan apabila tenaga gaib yang merupakan kekuatan perkasa dari maha pencipta -dalam hal ini Dibata yang menguasai baik alam raya/langit, dunia/bumi, atapun di dalam tanah- disembah maka permintaan akan terkabul. Karena itu masyarakat yang berkepercayaan demikian melakukan berbagai variasi untuk melakukan penyembahan.

Ada beberapa upacara ritual yang dilaksanakan masyarakat Karo secara umum, yang bersifat mistis (gaib) sesuai dengan kepercayaan zaman dahulu, yaitu:

1. Perumah Begu yaitu upacara pemanggilan arwah seseorang yang sudah meninggal melalui media Guru Sibaso (dukun)

2. Ndilo Tendi upacara ini sering dilakukan apabila ada seseorang yang terkejut karena mengalami suatu kejadian, baik karena pengelihatan, pendengaran atau jatuh, hanyut, dan lain-lain. Dimana tendi tersebut akan meninggalkan tubuhnya karena terkejut. 3. Nengget adalah upacara yang di tujukan pada pasangan suami istri yang setelah sekian

tahun berumah tangga namun belum memiliki anak.

4. Ngarkari ialah upacara menghindari suatu kemalangan yang dialami oleh suatu keluarga dimana guru sibaso berperan penting dalam upacara ritual.

5. Perselihi ialah upacara pengobatan suatu penyakit seseorang, untuk memperoleh kesembuhan dan untuk menghindari penyakit menjadi semakin parah.

6. Ngulaken adalah upacara yang dilaksanakan karena suatu penyakit yang sengaja di buat oleh seseorang untuk menyerang orang lain hingga orang tersebut jatuh sakit. Orang yang jatuh sakit tersebut meminta kepada guru sibaso untuk memantulkan penyakit tersebut kepada si pembuatnya.

7. Erpangir Ku Lau adalah upacara untuk membersihkan diri seseorang atau keluarga secara keseluruhan, menghilangkan kesulitan, malapetaka, dan lainnya.

8. Ndilo Wari Udan adalah upacara untuk memanggil turunnya hujan kepada Tuhan agar kemarau tidak berkepanjangan.

9. Njujungi Beras Piher adalah suatu upacara selamatan dan doa agar orang tersebut dapat diberikan keteguhan iman, berkat, dan lain-lain.

10.Guro- Guro Aron pesta yang dilakukan oleh masyarakat desa setahun sekali. Guro- guro Aron adalah ungkapan rasa syukur atas pertanian yang dilaksanakan dalam waktu setahun telah membuahkan hasil yang melimpah, sehingga masyarakat desa berinisiatif untuk melakukan pesta syukuran.

Seiring berjalanya waktu masayrakat karo secara perlahan-lahan mulai meninggalkan kepercayaan tersebut, walaupun masih ada beberapa ritual yang masih dilaksanakan. Begitu juga dengan masayrakat karo di Kecamatan Berastagi, Saaat ini masayrakat Karo di Berastagi telah memeluk agama yang berkembang dan diakui oleh Negara. Rumah ibadah juga telah banyak berdiri di kecamatan Berastagi.

Tabel 2

Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Berastagi

NO Agama Yang Dianut Oleh Masyrakat Jumlah

1 Islam 15.104 2 Kristen Protestan 19.713 3 Kristen Katholik 3.704 4 Hindu 67 5 Budha 720 jumlah 39308 2.7 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraniningrat, 1980:395-397). Begitu juga dengan masyrakat Karo, mereka memiliki beragam kesenian dalam kehidupan masyrakatnya.

2.7.1 Seni musik

Dalam masyrakatKaro istilah musik disebut juga dengan gendang. Terdapa dua ensambel yang musik yang dipakai di masyrakat Karo, yaitu ensambel gendang lima sendalanen dan ensambel telu sendalanen. Ensambel lima sendalanen terdiri dari sarune, gendang singindungi, gendang singanaki, penganak dan gong , sedangkan telu sendalanen terdiri dari keteng-keteng, mangkuk mbentar, balobat / kulcapi.

2.7.2 Seni tari

Dalam masyarakat karo istilah tari disebut juga landek, Menurut masyarakat Karo, masing-masing gerakan tari (landek) selalu berhubungan dengan perlambangan tertentu. Salah satu tarian masyrakat Karo adalah Tari Lima Serangkai.

2.7.3. Seni Bela Diri

Ndikar adalah seni bela diri tradisional dari daerah Karo, dalam prakteknya ndikar sering juga dianggap sebagai tari-tarian karena dalam setiap penampilannya dalam acara- acara tertentu pertunjukkan ndikar kerap diiringi dengan musik tradisional Karo

2.7.4 Seni Ukir

Masyarakat Karo banyak membuat ukiran-ukiran ornamen di dalam kehidupan sehari- harinya, masyarakat juga percaya kalau ukiran tersebut mempunyai kekuatan mistis. Secara garis besar ada empat tempat dimana karya seni ini biasa ditempatkan, antara lain:.

Berikut adalah beberapa contoh ornamen yang ada pada masyrakat Karo 1. Pengretret

Motif : Cicak berkepala dua Fungsi : Tolak bala

Tempat: Dinding rumah adat Karo

Motif :Geometris Fungsi :Tolak bala

Tempat :Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku Pustaka

3. Ampik – Ampik

Motif : Terdiri dari bermacam-macam motif yang bergabung yaitu: Bunga Gundur, Duri

Ikan, Tempune-tempune, Pakau-pakau, Anjak-anjak beru Ginting dan Pancung-pancung Cekala.

Fungsi : Tolak bala / hiasan

Tempat : Pada anyaman ayo-ayo rumah adat. 4. Bindu Metagah

Motif : Geometris Fungsi : Tolak bala

Tempat : Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku Pustaka

5. Ukiran Pisau Tumbu Lada

Motif : Kepala burung Tempat : Gagang Pisau

Fungsi : Memperindah Tampilan Pisau

2.8 Biografi Ropong Tarigan Sibero

Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti hidup, dan graphien yang berarti tulis. Dengan kata lain biografi merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang. Biografi, secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku.Biografi menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang.

Biografi yang dibahas disini hanyalah berupa biografi ringkas, artinya hanya memuat hal-hal umum mengenai kehidupan bapak Ropong Tarigan Sibero dimulai dari masa kecil hingga saaat ini. Biografi yang dibahas disini adalah hasil wawancara langsung dengan beliau

2.8.1 Latar Belakang Keluarga

Ropong Tarigan Sibero lahir di Desa Ndeskati, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo pada tanggal yang tidak diketahui, bulan 9 tahun 1927. Ayah Ropong Tarigan bernama Lameh Tarigan dan ibu Ropong Tarigan bernama Ronah br Sembiring. Ropong Tarigan sibero adalah anak kedua dari enam bersaudara , beliau merupakan anak laki-laki satu-satunya.

Orag tua beliau bekerja sebagai petani dan pembuat gula aren. Seperti anak-anak kecil yang lainya di Tanah Karo pada saat itu, beliau menghabiskan masa kecilnya hanya dengan bermain-main dengan anak sebayanya dan pergi ke ladang membantu orang tua,

2.8.2 Latar Belakang Pendidikan

Beliau hanya mejalani pendidikan samapai kelas 5 SD, pengertian SD disini bukan Sekolah Dasar seperti sekarang tapi Sekolah Desa, mulai dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD beliau sekolah di Naman sedangkan untuk kelas 4, 5, dan 6 harus diselesaikan di Berastagi begitu lah peraturan padaa saat itu menurut beliau. pada saat itu ia termasuk siswa yang pintar, matematika adalah salah satu pelajaran yang paling dia sukai, bahkan ketika masih di kelas 5 dia sering membantu guru di kelas untuk membimbing teman-temanya yang lain untuk bidang matematika ini, karena beliau adalah yang paling pintar matemaatika di

Dokumen terkait